Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Gusni Febriasari
"Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global disebabakan oleh meningkatnya gas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Salah satu dampak perubahan iklim adalah peningkatan insiden penyakit yang ditularkan melalui nyamuk seperti demam berdarah dengue (DBD). Indonesia merupakan negara dengan kategori A untuk kasus DBD. Sejak pertama kali ditemukan di Indonesia, sejumlah kasus telah menunjukkan peningkatan, baik dari segi jumlah dan total area yang terjadi setiap tahunnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perubahan iklim dengan kejadian DBD di Jakarta Timur tahun 2000-2009. Penelitian ini menggunakan disain studi ekologi dengan analisis korelasi dan regresi linier sederhana. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2011 dengan menggunakan data sekunder.
Hasil yang didapatkan adalah terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban dan curah hujan dengan kejadian DBD di Jakarta Timur selama kurun waktu 10 tahun (2000-2009). Sementara itu, didapatkan hubungan yang tidak signifikan antara suhu udara, hari hujan, dan kecepatan angin dengan kejadian DBD di Jakarta Timur tahun 2000-2009. Untuk analisis pertahun, didapatkan hubungan yang signifikan antara suhu udara pada tahun 2006 dengan kejadian DBD. Selain itu, pada tahun 2004 dan 2006 didapatkan hubungan yang signifikan antara kelembaban dan kejadian DBD. Pada tahun 2004 dan 2007 didapatkan hubungan yang signifikan antara curah hujan dan hari hujan dengan kejadian DBD.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah kelembaban dan curah hujan sebagai faktor perubahan iklim memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian DBD di Jakarta Timur tahun 2000-2009. Selain itu, untuk analisis pertahun didapatkan hubungan yang signifikan antara suhu udara tahun 2006, kelembaban udara tahun 2004 dan 2006, serta curah hujan dan hari hujan tahun 2004 dengan kejadian DBD di Jakarta Timur.

Climate change as result of global warming has caused instability in atmosphere lower layers, especially near the earth surface. Global warming itself was caused by increasing greenhouse gas dominated mostly by industries. Hence, one of that climate change effect is an increasing number of mosquito born diseases, such as Dengue Haemorrhagic Fever (DHF). Indonesia is then known as one of the "A category" countries in matter of DHF occurrence. Since it was first discovered in Indonesia, DHF cases show an increasing trend number, both in number and total area affected, also then sporadic outbreaks always happen every year.
This research is aimed to know the relation about climate change and DHF in East Jakarta Administrative City during 2000-2009. It then uses an ecological study by correlate and regression method. The research was conducted on April-June 2011 and located in East Jakarta District, also focused in finding secondary data.
The result said provably that there is significant correlation between humidity also rainfall and DHF cases in East Jakarta during 2000-2009. Meanwhile, there is no significant correlation between temperature, rainy days, and wind speed with DHF cases in the same period. For annual analysis, significant correlation between temperatures and DHF cases is obtained in 2006. In addition, there is significant correlation between humidity and DHF cases in 2004 and 2006. Then in 2004 and 2007, it is found that significant correlation between rainfalls also rainy days and DHF cases happened.
Ultimately, conclusion of this research is that humidity and rainfall, as factors of climate change, have a significant correlation to the DHF cases in East Jakarta during 2000-2009. Therefore, annual analysis in East Jakarta proved that significant correlation between DHF cases and temperature happened in 2006, cases and humidity in 2004 and 2006, then cases and rainfall also rainy days in 2004.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cipto Aris Purnomo
"ABSTRAK
Penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dipengaruhi oleh nyamuk Aedes aegypti, adanya penderita DBD dan secara spasial dipengaruhi iklim (curah hujan, kelembaban, suhu). Faktor risiko DBD berperan terhadap bertambahnya populasi Aedes aegypti yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan virus dengue untuk penyakit DBD. Penelitian ini adalah studi
ekologi melalui pendekatan parsial.
Studi ini bertujuan mendeskriptifkan secara spasial dinamika penularan penyakit DBD dengan pendekatan penyelidikan epidemiologi di Kecamatan Duren Sawit Kotamadya Jakarta Timur.
Hasil penelitian diketahui dinamika penularan penyakit DBD terjadi di rumah dengan jarak kasus yang berdekatan (klaster) yaitu kurang dari 100 meter dan sebanyak 5 klaster.

ABSTRACT
The spread of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is influenced by the mosquito Aedes aegypti, the dengue patients, and spatially influenced climate (rainfall, humidity, temperature). DHF risk factors contribute to the increasing population of Aedes aegypti, which is one factor that led to increased transmission of dengue virus for DHF. This research was the study of ecology through a partial approach.
This study aims to get a description of spatial dynamics with dengue transmission of epidemiological approaches in the District of Duren Sawit, East Jakarta Municipality.
The results revealed that the dynamics of dengue transmission occurs in the home with the distance of the adjacent cases (clusters) that is less than 100 meters and a total of five clusters.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T28447
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Novirsa
"Pengaruh pertumbuhan industri tidak hanya memberikan nilai tambah terhadap perkembangan ekonomi di suatu negara, lebih dari itu industri memberikan andil yang cukup besar memberikan efek negatif terhadap kesehatan lingkungan khususnya pencemaran partikulat PM2.5.
Penelitian ini bertujuan menganalisis besarnya risiko yang muncul pada masyarakat di kawasan industri PT Semen Padang terhadap pajanan PM2.5 di udara ambien. Untuk menghitung besarnya risiko dilakukan sampling konsentrasi PM2.5 di 10 titik area pada setiap radius 500 meter dan survey antropometri serta pola aktifitas pada 92 masyarakat yang tinggal di kawasan industri tersebut.
Hasil perhitungan risiko lifetime menunjukkan terdapat 3 area berisiko dengan nilai RQ > 1, yaitu Ring 2 (500-1000 m), Ring 4 (1500-2000 m) dan Ring 5 (2000-2500 m), sedangkan hasil risiko realtime yang dihitung berdasarkan lamanya seseorang tinggal di satu daerah terdapat penambahan area berisiko yaitu Ring 1 (0-500 m), Ring 3 (1000-1500 m) dan Ring 10 (4500-5000 m). Area beresiko tersebut terdapat pada area yang lebih dekat dengan sumber pencemar, memiliki intake tinggi, dan pada area dengan tingkat konsentrasi PM2.5 tinggi. Daerah paling aman yang dapat dihuni oleh masyarakat di kawasan industri semen adalah diatas 2.5 km dari pusat industri dengan konsentrasi paling aman 0.028 mg/m3.
The growth of industrial activity is not only provide added value to economic development of a country, further, it?s substantially contributed to environmental health problems particularly to the pollution of particulate (PM2.5).
This research was aimed to assess the magnitude of emerging health risk of ambient air PM2.5 exposure to the residence at PT Semen Padang industrial area. In order to assess the risk, outdoor ambient air PM2.5 was observed at 10 points area for every 500 meters and also individual anthropometry and activity pattern have been surveyed to 92 respondents.
The results of lifetime risk assessment showed that there are 3 risk area with RQ > 1, they are Ring 2 (500-1000 m), Ring 4 (1500-2000 m) and Ring 5 (2000-2500 m), while the results of realtime assessment which was assessed based on time of people live in the area showed that there are 3 added risk area , they are Ring 1 (0-500 m), Ring 3 (1000-1500 m) and Ring 10 (4500-5000 m). The risk areas is located near to the source of pollutant, high intake of particulate, and high PM2.5 concentration. The most secure area which can be inhabited by people in the cement industry is over 2.5 km from the center of the industry with the safest concentration is 0.028 mg/m3.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Puspitaning Pramayu
"ISPA merupakan penyakit terbesar yang menyerang balita dan anakanak. dan sering menyebabkan kematian. ISPA muncul bukan hanya dari satu faktor tetapi dari multi faktor, seperti kondisi lingkungan, ketersediaan dan efektivitas pelayanan dan sarana kesehatan, pencegahan infeksi, faktor pejamu dan karakteristik patogen. Kondisi lingkungan seperti kualitas udara dan faktor sanitasi fisik menyebabkan ISPA menjadi lebih rentan terjadi pada individu yang juga memang rentan karena status gizinya.
Terjadinya peningkatan kasus ISPA di Depok, disusul dengan adanya beberapa bangunan sekolah yang berada dalam kondisi tidak memenuhi syarat, baik lokasi maupun sanitasi fisiknya, kemudian kerentanan siswa SD yang tergolong anak-anak terhadap suatu pajanan, menjadi suatu hal yang berujung sebagai sebuah pengaruh terhadap munculnya Gangguan ISPA pada siswa SD. Penelitian menggunakan Desain Cross-sectional, dengan sampel sebanyak 120 siswa, teknik sampling yang digunakan adalah Cluster Sampling, serta cara pengukuran dengan menggunakan bantuan dari pihak ke tiga untuk pengukuran kualitas udara, dan tenaga kesehatan (dokter) untuk diagnosis ISPA.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM10 setelah dikontrol oleh Suhu dan Kelembaban serta Status Gizi. Siswa SD yang berada di ruang kelas dengan konsentrasi PM10 tidak memenuhi syarat (> 70 μg/m3) akan mengalami Gangguan ISPA 5,68 kali lebih tinggi dibandingkan siswa SD yang berada di ruang kelas dengan konsentrasi PM10 memenuhi syarat (≤ 70 μg/m3).

Acute Respiratory Infection (ARI) is one of the largest disease which caused death to children. ARI is not caused by one single factor, but multiple factors, such as environmental, avalaibility and effectiveness of health care facility, prevention of infection, host, and pathogenic character. Environmental things and physical sanitation lead to ARI. And it happens to vulnerable person easily caused of their nutritional status.
Any increasing of ARI in Depok, and followed by unqualified school building, both physical sanitation and its location, then many vulnerable primary school children whom easily exposed, comes to something that might leads to ARI in primary school children. This research was using Cross-Sectional design, with 120 samples. Cluster sampling is a best technique that was chosen to do this research. The measurement was helped by third party for indoor air quality, and helped by doctor for diagnosing ARI to primary school children.
The conclusion is there was any association between indoor PM10 concentrations in classrooms with ARI, after being controlled with temperature, humidity and nutritional status. The primary school children who studied in classroom which had PM10 concentrations exceed the threshold limit value would be risky about 5,68 times higher that primary school children who studied in classrooms which had PM10 concentrations below threshold limit value.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T30750
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Satriani Sakti
"Kota Bekasi merupakan kota yang padat dan berbatasan dengan Ibukota DKI Jakarta. Pencemaran udara di Kota Bekasi mayoritas disebabkan oleh kegiatan transportasi. Konsentrasi zat pencemar udara yang cenderung mengalami peningkatan akan memberikan dampak negatif bagi kesehatan terutama bagi kesehatan saluran pernapasan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara ambien (parameter NO2, SO2, dan TSP) dengan kejadian ISPA di Kota Bekasi tahun 2004-2011. Desain studi yang digunakan adalah studi ekologi time trend dengan sampel penelitian 6 Kecamatan. Data kualitas udara diperoleh dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bekasi. Data kasus ISPA diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi.
Variabel yang berhubungan signifikan dengan kejadian ISPA berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi adalah TSP (p value = 0,029; r = - 0,226). Hasil uji regresi linear ganda menunjukkan bahwa variabel SO2, TSP, dan interaksi antara NO2 dengan SO2 mempengaruhi kejadian ISPA (p value = 0,004; r = 0,369). Persamaan garis regresi yang menjelaskan variabel-variabel yang mempengaruhi ISPA adalah jumlah kasus ISPA = 651,09 + 5,054 (konsentrasi SO2) ? 0,512 (konsentrasi TSP) ? 0,042 (NO2 * SO2).
Untuk mencegah peningkatan jumlah kasus ISPA dan peningkatan konsentrasi zat pencemar di udara sebaiknya dilakukan kerjasama lintas sektor oleh Pemerintah Kota Bekasi dalam hal uji emisi kendaraan bermotor, uji emisi cerobong asap industri, penambahan jumlah pepohonan di sepanjang jalan raya, penyelesaian masalah di titik-titik kemacetan, promosi bahan bakar gas, dan penyuluhan kesehatan.

Bekasi city is densely populated city and bordering the capital city DKI Jakarta. Air pollution in Bekasi city is caused by transportation activity. Increasing of air pollutant every year can cause negative effect to health especially respiratory health.
This study aims to determine the relationship between ambient air quality (parameter NO2, SO2, TSP) with ARI occurrence in Bekasi city in 2004-2011. The study design used is time trend ecological study with 6 subdistrict as sample. Air quality data is obtained from Environmental Management Agency of Bekasi city. ARI cases data is obtained from Departement of Health of Bekasi city.
Based on correlation and regression analysis, TSP has a significant correlation with ARI occurrence (p value = 0,029; r = - 0,226). The result of multiple linear regression test show that SO2, TSP, and interaction between NO2 with SO2 affect ARI occurrence (p value = 0,004; r = 0,369). The equation of multiple linear regression which describe the variables that affect ARI is ARI cases = 651,09 + 5,054 (SO2 concentration) ? 0,512 (TSP concentration) ? 0,042 (NO2 * SO2).
To prevent the increasing of ARI cases and increasing of pollutant concentration, the government of Bekasi city should make cross-sectors corporation to do vehicle emission test, industry emission test, adding the amount of trees along the road, problem solving in traffic jam area, fuel gas promotion, and health promotion.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yasin
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegyptie diduga memiliki hubungan dengan kondisi iklim. Pada penelitian ini, dengan menggunakan desain studi ekologi, penulis ingin mengetahui hubungan antara variabilitas iklim dengan insiden DBD di Kota Bogor dalam kurun waktu 2004-2011.
Penelitian menggunakan data sekunder dimana data kasus DBD diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, sedangkan data iklim diperoleh dari Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG, Dramaga-Bogor. Variabel iklim yang digunakan adalah suhu, curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dengan menggunakkan distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan uji korelasi dan regresi linier.
Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara curah hujan dengan insiden DBD (nilai-p = 0,046; r = 0,204) serta adanya hubungan yang signifikan antara hari hujan dengan insiden DBD (nilai-p = 0,001; r = 0,362). Sedangkan untuk variabel suhu dan kecepatan angin tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan insiden DBD dengan nilaip berturut-turut sebesar 0,874 dan 0,519.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) are caused by a virus and transmitted by Aedes aegyptie mosquitoes was suspected of having links with climatic conditions. In this study, using the ecological design studies, the authors wanted to determine the relationship between climate variability with the incidence of dengue in Bogor City in the period 2004 to 2011.
The study used secondary data which of dengue cases data obtained from the Bogor City Health Department, while the climate data obtained from the Climatological Station Class 1 BMKG, Dramaga - Bogor. Climate variables used were temperature, rain fall, rainy days, and wind velocity. The analysis used the univariate analysis by using frequency of distribution and the bivariate analyzes by using correlation and linear regression.
Based on the results of the study revealed that is a significant relationship between rainfall and dengue incidence (p-value = 0.046; r = 0.204) and significant relationship between the incidence of dengue rainy days (p-value = 0.001; r = 0.362). However there are no significant relationship between variable temperature and wind velocity with the dengue incidences, p-values respectively of 0.874 and 0.519.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eky Pramitha Dwi Putri
"PM2,5 adalah indikator penting untuk mengetahui risiko kesehatan yang disebabkan oleh polusi partikulat. Pajanan konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang telah banyak dikaitkan dengan kejadian penurunan fungsi paru. Oleh karena itu, program intervensi harus dimulai dari faktor lingkungan.
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang dengan penurunan fungsi paru pada orang dewasa. Studi potong lintang dilakukan di sekitar kawasan industri Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Penelitian dilakukan dari bulan maret sampai mei 2012. Peneliti memilih secara acak 109 orang dewasa yang berusia 20-65 tahun dengan menggunakan metode statifikasi acak sampel. Hal ini dilakukan untuk menentukan kejadian penurunan fungsi paru dan hubungannya dengan konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang. Fungsi paru diperiksa dengan menggunakan spirometri tes untuk mendapatkan nilai VC, FCV, FEV1, dan FEV1/FCV. Konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang diukur dengan menggunakan alat dust track. Setelah itu, analisis dilakukan dengan menggunakan model regresi logistik untuk mendapatkan nilai OR dari konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang dengan penurunan fungsi paru pada orang dewasa. Selain itu, variabel karakteristik individu dan faktor lingkungan rumah juga dianalisis dengan kejadian penurunan fungsi paru. Prevalensi penurunan fungsi paru pada orang dewasa di sekitar kawasan industri Pulo Gadung sebesar 38,5%.
Hasil analisis menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang dengan penurunan fungsi paru pada orang dewasa (OR = 3,31; nilai p = 0,003). Faktor lain yang mempengaruhi penurunan fungsi paru pada orang dewasa adalah jenis kelamin laki-laki (OR = 2,84; nilai p = 0,025), durasi pajanan (OR = 3,56; nilai p = 0,002), merokok (OR = 2,60; nilai p = 0,040), ventilasi (OR = 3,35; nilai p = 0,026), dan kelembaban (OR = 3,12; nilai p = 0,016). Akhirnya, kesimpulan dari penelitian ini adalah konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang berhubungan signifikan dengan penurunan fungsi paru pada orang dewasa.
PM2,5 is an important indicator of risk to health from particulate pollution. Exposure to indoor air pollution of PM2,5 has been associated with an increase in lung function impairment. Consequently, the intervention program must be started from environmental factors.
The aim of the study was to better understand the association between indoor PM2.5 concentration and the decline of adult lung function. Cross sectional study was conducted at the surrounding of Pulo Gadung Industries, East Jakarta.
This study was extended from March to May 2012. Researcher has selected 109 adults from 20 to 65 years of age by the stratified random sample to determine the incidence of lung function impairment and its relationship to indoor air pollution due to PM2.5. Lung function was measured by spirometry test to get the value of VC, FCV, FEV1, and FEV1/FCV. Indoor PM2.5 concentration was obtained from measurement by dust track. The Odds Ratio (OR) for the effect of indoor PM2,5 concentration on lung function in adult was analyzed by logistic regression model. Besides that, individual variables and health housing variables were analyzed with the decline of adult lung function too. The prevalence of the decline of adult lung function in the surrounding of Pulo Gadung Industries was 38,5%.
The analysis showed significantly association between indoor PM2.5 concentration and the decline of adult lung function (OR = 3,31; p value = 0,003). Another factors that influenced the decline of adult lung function were the men gender (OR = 2,84; p value = 0,025), the duration of exposure (OR = 3,56; p value = 0,002 ), smoking (OR = 2,60; p value = 0,040), ventilation (OR = 3,35; p value = 0,026), and humidity (OR = 3,12; p value = 0,016). Finally, the conclusion of this study is indoor PM2,5 concentration was significantly associated with the decline of adult lung function.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
"ABSTRACT
This research aims to investigate different type of standard protective clothes for pesticide sprayers in agricultural activities. The protective clothes are intended to be worn as work clothes in order to protect the sprayer (farmers) from health disorders. The excessive utilization of pesticides for agricultural activities results in high risks of poisoning. The results of monitoring activities conducted by health personnel of Cianjur District (1995) show that 41.]O % of farmers suffer from poisoning. This research therefore is identifies the relationship between type of protection clothes and decrease of cholinesterase content in vegetable farmers (pesticide sprayers).
This research is a "quasi experiment" and uses primary data from Sindangjaya Village, Pacet Sub-district, Cianjur District. The treatment is undertaken towards protective clothes. It is designed as a "pre test - post test" experiment.
The data analysis involves 45 respondents (men, 15 - 45 years) wearing three different types of protective clothes. Type 1 consist of full length-clothes with long sleeves, long pants, hat with back cover, mask, gloves. All items are made of cotton. Type 2 consists of full length-clothes with short sleeves, short pants, hat, mask, gloves. All items are made of cotton. Type 3 consists of full length-clothes with long sleeves, long pants, hat, mask and gloves. All items are made of non-cotton material.
There are 9 independent variables and 1 dependent variable (decrease of cholinesterase content). Multiple linear regression is utilized to determine the magnitude of influence of respective variables. Due to the limited number of sample, there are 4 significant variables which are not analysed. Multivariate analysis results show the contribution of plant height, attitude, protective clothes, age, and experience relate to the decreasing of cholinesterase content (evidence: 41.90 %). However, the experiments do not include wind direction, nutritional status of respondents and chronic diseases.
Bivariate analysis shows that the factors which can decrease cholinesterase content include type of protective clothes, attitude and environmental factors such as height of plants, temperature, humidity.
This research intends to study the dangers of pesticide application. It shows that use of protective clothes may reduce pesticide exposure and skin absorption which can decrease cholinesterase content.
It is therefore recommended that farmers (pesticide users) should wear protective clothes. It is also suggested that pesticide spraying should be carried out between 06.00 and 08.00 a.m. Moreover, farmers should interrupt their work when they sweat to avoid increased absorption through skin.

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian adalah diperolehnya model pakaian pelindung standar bagi penyemprot hama dengan pestisida sehingga aman dan dapat dipergunakan sebagai pakaian kerja dengan demikian terhindar dari gangguan kesehatan. Permasalahan penggunaan pestisida di lahan pertanian masih berlebihan, sehingga risiko keracunan karena pestisida masih tinggi sesuai hasil monitoring petugas Kesehatan Kabupaten Cianjur tahun 1995, bahwa petani mengalami keracunan sebesar 41.10 %, oleh karena itu dilakukan penelitian Hubungan Model Pakaian Pelindung Dengan Penurunan Cholinesterase Pada Petani Penyemprot Hama Sayuran.
Penelitian ini menggunakan analisis data primer, bersifat "quasi experimen" dengan memberikan perlakuan pakaian pelindung metode penelitian "pretest - post test" di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.
Penelitian ini dilakukan pada sejumlah 45 responden semua laki-laki, berusia 15 - 45 tahun dengan menggunakan tiga model pakaian pelindung yaitu model 1( baju terusan lengan panjang & celana panjang, topi dengan tutup bagian belakang, masker, dan sarung tangan semuanya terbuat dari bahan katun), model 2 (baju terusan lengan pendek & celana panjang, topi, masker, dan sarung tangan terbuat dan bahan katun), dan model 3 (baju terusan lengan panjang & celana panjang, topi, masker dan sarung tangan terbuat dari bahan non-katun). Dan seluruh variabel yang diukur sejumlah 9 variabel independen dan satu variabel dependen yaitu Penurunan Cholinesterase. Dari analisis regresi linier ganda diketahui besarnya pengaruh dari setiap variabel yang diteliti, karena jumlah sampel terbatas maka ada 4 variabel yang sebelumnya bermakna ternyata keluar dari analisis, dan dari analisis multivariat tinggi tanaman, sikap, model pakaian. pelindung, umur dan pengalaman bersama-sama menjelaskan 41.90 penurunan cholinesterase, hal ini dikarenakan ada variabel lain tidak diikutkan dalam penelitian yaitu arah angin dan status gizi responden serta penyakit infeksi khronis.
Telah dibuktikan dengan analisis bivariat adanya hubungan yang dapat menurunkan kadar cholinesterase, yaitu: model pakaian pelindung, sikap, dan lingkungan termasuk tinggi tanaman, temperatur, dan kelembaban.
Penelitian ini bermaksud untuk mempelajari bahaya penggunaan bahan pestisida yang digunakan oleh petani. Dari penelitian ini dapat diungkapkan bahwa dengan menggunakan pakaian pelindung yang tertutup maka akan mengurangi pajanan pestisida berupa percikan sehingga terhindar dari pajanan pestisida melalui kulit yang dapat mengakibatkan penurunan cholinesterase plasma.
Dengan demikian disarankan kepada masyarakat petani pengguna pestisida supaya menggunakan pakaian pelindung yang tertutup di samping itu bila melakukan penyemprotan hendaknya di pagi hari yaitu sekitar pukul 06.00 - 08.00 atau jika berkeringat hendaknya istirahat terlebih dahulu."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmaini
"Penyakit diare di Indonesia yang mempunyai angka kesakitan sekitar 40% pertahun, terutama menyerang anak-anak balita sekitar 70-80% dan angka kematian balitanya 20-40% dari seluruh kematian. Penyakit diare pada SKRT 1992 menduduki urutan kedua setelah infeksi saluran pernafasan. Penyakit diare tidak hanya dipengaruhi oleh lingkup pelayanan air bersih dan jamban saia, ternyata sikap dan tingkah laku manusia yang menggunakan sarana air bersih dan jamban keluarga dengan baik juga menentukan penurunan angka kejadian diare di masyarakat. Selain faktor-faktor di atas faktor-faktor lainnya yang juga mempengaruhi kejadian diare, seperti faktor kepadatan penduduk, faktor sosial ekonomi, dan sebagainya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran kejadian diare serta hubungannya dengan faktor sumber air minum, kepadatan, dan pengetahuan tentang kejadian diare. Penelitian ini merupakan analisa lebih lanjut terhadap data sekunder yang berjudul Community Development for Rural Sanitation di kecaxnatan Sliyeg Indramayu tahun 1994 oleh Pusat Penelitian Kesehatan UI. Desain yang digunakan cross sectional study, dengan jumlah populasi sekaligus sebagai sampel ada 184 rumah tangga. Analisis ini dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat dengan SPSS. Kejadian diare yang didapatkan hanya 9,2%. Dari hasil uji bivariat faktor kepadatan yang terdiri dari jumlah anggota keluarga dan jumlah balita di rumah berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare, sedangkan sumber air minum dan pengetahuan tidak bermakna dengan kejadian diare. Disarankan dalam melakukan suatu intervensi dibidang kesehatan tidak hanya dalam satu aspek, tetapi harus semua aspek supaya intervensi yang telah dilakukan bermanfaat bagi masyarakat dan perlunya menggalakkan NKRBS, karena jumlah anggota keluarga terbukti berperanan dalam peningkatan kejadian diare.

The incident of diarrhea in Indonesia which have 40% of morbidity rate per year severe children under five year old with mortality rate among the children severity of about 20-40% out of all number of death. The diarrhea disease at SKRT 1992 are in the second rank after respiratory infection. The diarrhea disease only affected by scope of water supply and family privy, attitude and behavior of people who use water supply and family privy facility in appropriate way also affect decreasing of diarrhea in society. Out of the factors above other factors that also affecting of the incident of diarrhea are family income, social economy, etc. Objective of this research are to know the description of the incident of diarrhea and its associated to the factors of water sources, density of family members and respondent knowledge of diarrhea. This research are further analysis to secondary data under the title IT Community Development for Rural Sanitation, in Kecamatan Sliyeg Indramayu in 1994" which were held by Pusat Penelitian Kesehatan UI. Design which applied to the research was cross-sectional study with total population 184 householders, and way of analysis operated was univariate and bivariate by SPSS. The incident of diarrhea among population only 9.2%. And from bivariate test, density factor significant to the incident of diarrhea, while factors of water source and knowledge of respondent are not significant to the incident of diarrhea.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"Tenaga sanitasi Puskesmas merupakan tenaga yang sangat menentukan keberhasilan program kesehatan lingkungan di wilayah kerja Puskesmas. Oleh karena itu tenaga sanitasi tersebut harus terampil dan memiliki kinerja yang baik. Tolak ukur kinerja adalah cakupan penggunaan air bersih dan cakupan inspeksi sanitasi sarana air bersih_ Masalah dalam penelitian belum adanya gambaran tentang kinerja Petugas Sanitasi Puskesmas di Kabupaten Pidie dan falctor-faktor yang berhubungan dengan kinerja, sehingga perlu dilalcukan suatu penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja Petugas Sanitasi Puskesmas dilihat dari cakupan penggunaan air bersih dan cakupan inspeksi sanitasi sarna air bersih, dimana kinerja baik bila cakupan 2 60 % dan kinerja kurang bila cakupan < 60 %. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pidie Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Rancangan penelitian yang digunakan adalah crass sectional, sedangkan sampel penelitian semua Petugas Sanitasi Puskesmas khususnya yang menangani program air bersih di Kabupaten Pidie, yaitu sebanyak 23 orang (total populasi).
Hasil penelitian menunjukan bahwa cakupan penggunaan air bersih baru mencapai 44,96 % dan cakupan inspeksi sanitasi sarana air bersih 10,83 %, masih dibawah target yang ditentukan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kinerja Petugas Sanitasi Puskesmas di Kabupaten Pidie masih kurang. Variabel-variabel yang diteliti meliputi faktor predisposisi (jenis kelamin, pengalaman kerja dan pendidikan), faktor pemungkin (pelatihan, tugas rangkap, buku pedoman kerja dan peralatan), faktor penguat (dukungan pimpinan, supervisi/bimbingan teknis dan insentif). Dari semua variabel yang diteliti hanya variabel insentif yang mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kinelja Petugas Sanitasi Puskesmas dilihat dari cakupan inspeksi sanitasi sarana air bersih. Penelitian ini menyarankan perlu peningkatan dana operasional. pemenuhan peralatan dan sarana, pedoman kerja (petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis), reward (penghargaan), peningkatan kualitas supervisi dan pelatihan umuk memperbaiki kinerja Petugas Sanitasi Puskesmas dimaksud.

The sanitation oiiicer of Public Health Center is otlicer who to determine. The successfull sanitation?s program, especially water suppy program. Therefore, the sanitation officer have to be skilled and good-exellent of his job performance. The indicators of job performance are covering of water supply and sanitation inspection of water supply fasilities. The problem in this study, that had not description of sanitation officer job performance in district of Pidie and the factors related to job performance. The study had objectives to know the sanitation otiicer job performance that observed from covering of water-supply using and emering of sanitation inspection of water-supply facilities, if coverage at least 60%, the performance is said good-exellent, and lower than 60% of covering is considered unsatisfactory performance. The Study in district of Pidie, Province of Daerah Istimewa Aceh. The study used cross sectional design and all of the sanitation oliicer in district of Pidies as sample especially who handled of water-supply program. Total sample amount 23 sanitation officer.
The results of study showed that the covering of water-supply using only 44,96% and the covering of sanitation inspection of water supply facilities l0_83%. Means, under the target that determined. The study conclude that the job performance of sanitation officer in district of Pidie is unsatisfactory. The variables that are studied; predisposing factors (sex, esperience of working and education), enabling factors (training, double job, guider's book of working and tools), reinforcing factors (the chief supporting, supervision, incentive) and incentive is variable significant related to performance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>