Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wanda Ediviani
"Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang sangat melimpah di Indonesia. Jerami padi mengandung polisakarida dalam bentuk selulosa dan hemiselulosa, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam produksi bioetanol. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas produksi bioetanol dari sampel hidrolisat jerami padi dengan menggunakan ragi roti (ragi kering-Fermipan) dan ragi tapai (ragi padat-Sae).
Penelitian dilakukan dengan memfermentasikan sampel menggunakan kedua jenis ragi tersebut dan isolat murni khamir Saccharomyces cerevisiae sebagai kontrol. Kadar glukosa diukur menggunakan glucometer dan kadar bioetanol dianalisis menggunakan high-performance liquid chromatography. Rancangan penelitian menggunakan Split Plot Design dengan dua faktor perlakuan; pemberian ragi (R) dan waktu fermentasi (T).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis ragi pada produksi kadar bioetanol dari sampel memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata; namun perlakuan Sae menghasilkan kadar bioetanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Fermipan; laju produksi bioetanol pada perlakuan Sae juga lebih tinggi dibandingkan dengan laju produksi bioetanol pada perlakuan Fermipan. Kesimpulan dari penelitian adalah perlakuan Sae lebih efektif dalam memproduksi bioetanol dari sampel hidrolisat jerami padi.

Rice straw is one of the most abundant agricultural waste in Indonesia. Rice straw contains polysaccharide in the form of cellulose and hemicellulose, which can be used as raw materials in the production of bioethanol. This study aims to examine the effectiveness of bioethanol production from rice straw‘s hydrolyzate using baker's yeast (dry starter - Fermipan) and tapai‘s starter (solid starter - Sae).
Research was carried out by fermenting the sample using two types of starters with a control of pure yeast Saccharomyces cerevisiae. Glucose level was measured by using glucometer and ethanol level was analyzed by using high-performance liquid chromatography. This study using Split Plot Design with two treatment factors; starter‘s inoculum (R) and time of fermentation (T).
The study shows that both types of starters has no significant difference on the bioethanol level production; however, Sae‘s treatment produced higher level of bioethanol compared to the Fermipan‘s; rate of bioethanol production at Sae‘s treatment is also higher than the rate of bioethanol production in Fermipan‘s. The conclusion of the study is Sae is more effective in producing bioethanol from rice straw hydrolyzate samples.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saika Faradila
"

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pertumbuhan Rhizopus azygosporus UICC 539 pada medium Potato Sucrose Agar (PSA) pada berbagai suhu dan kemampuan dalam mendegradasi tributirin 1% (v/v) dan 2% (v/v) pada berbagai suhu. Blok agar (diameter 6 mm) mengandung R. azygosporus UICC 539 2x106 CFU/mL pada medium PSA umur 5 hari di suhu 30°C digunakan untuk uji pertumbuhan dan kemampuan degradasi tributirin 1% (v/v) dan 2% (v/v). Suhu pengujian pertumbuhan yaitu 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan 60°C pada PSA selama 5 hari. Pengujian kemampuan R. azygosporus UICC 539 mendegradasi tributirin dilakukan pada medium tributyrin agar selama 3 hari dan 5 hari.  Medium tributyrin agar tanpa biakan digunakan sebagai kontrol. Hasil pengujian menunjukkan pertumbuhan R. azygosporus UICC 539 pada medium PSA ditandai dengan adanya miselium berwarna putih kecokelatan, bentuk dan tekstur filamen serta sporulasi. Rhizopus azygosporus UICC 539 dapat tumbuh pada suhu 30, 35, 40, 45, dan 50°C tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu 55°C dan 60°C. Degradasi tributirin ditandai dengan adanya zona bening di sekitar koloni, dan dinyatakan dengan nilai enzymatic index (EI), yaitu R/r dengan R adalah diameter zona bening dan r adalah diameter koloni. Adanya zona bening mengindikasikan aktivitas lipolitik pada medium tributirin. Rhizopus azygosporus UICC 539 dapat mendegradasi tributirin 1% dan 2% di suhu 30, 35, 40, 45, dan 50°C. Nilai EI tertinggi yaitu sebesar 4,17 pada konsentrasi 1% suhu 50°C pada inkubasi hari ke-5. 


This study aims to detect the growth temperature of Rhizopus azygosporus UICC 539 on Potato Sucrose Agar (PSA) and the ability of R. azygosporus UICC 539 to degrade 1% (v/v) and 2% (v/v) tributyrin at various temperatures. Agar blocks (6 mm diameter) which contained R. azygosporus UICC 539 at 2x106 CFU/mL from 5-days old in PSA at 30°C were used for growth temperature test and tributyrin degradation assay. Growth temperature test was carried out on PSA at 30, 35, 40, 45, 50, 55, and 60°C for 5 days. Tributyrin degradation assay was carried out on 1% and 2% tributyrin agar for 3 days and 5 days. Tributyrin agar without culture was used as a control. Rhizopus azygosporus UICC 539 showed growth on PSA by the presence of brownish white mycelium, filamentous shape, wooly texture, and sporulation. The growth temperature of R. azygosporus UICC 539 was 30, 35, 40, 45, and 50°C but the fungus was not able to grow at 55°C and 60°C. Tributyrin degradation was shown by the presence of clear zones around the colony. The tributyrin degrading ability was calculated using enzymatic index (EI): R/r, R was the diameter of the clear zone and r was the diameter of the colony. Rhizopus azygosporus UICC 539 degraded 1% and 2% tributyrin at 30, 35, 40, 45, and 50°C. Clear zone indicated lipolytic activity by R. azygosporus UICC 539. The highest EI value was 4.17 at 1% tributyrin at 50°C on day-5.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jason
"Bioaerosol merupakan partikulat biologis yang mengudara dan berpotensi menularkan penyakit jika mengandung agen patogenik. Karena ukurannya yang relatif kecil, bioaerosol dapat dengan mudah tersuspensi di udara dan mudah terdispersi hingga terhirup oleh makhluk hidup. Radiasi ultraviolet (UV), terutama spektrum UVC dengan kisaran gelombang 200-280 nm bersifat letal karena menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pemanfaatan radiasi UVC menjadi metode alternatif untuk membantu membatasi transmisi bioaerosol dari individu satu ke individu lain dalam ruang tertutup dengan mengurangi konsentrasi mikroorganisme patogenik di udara. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi tingkat efektivitas germisida cahaya UVC dari perangkat UVC komersial. Penelitian dilakukan dengan 3 tahapan utama: menguji efek germisida secara kualitatif dengan metode pemaparan langsung; menguji efek germisida secara kuantitatif dengan metode total plate count (TPC); dan evaluasi efek germisida dengan aplikasi pada ruang menggunakan metode settle plate. Hasil data kuantitatif diperoleh melalui pengamatan visual terhadap pertambahan jumlah koloni mikroorganisme sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi UVC memberikan pengaruh nyata dalam mereduksi jumlah koloni uji yang tumbuh dan total populasi mikroorganisme udara ruang bila dibandingkan dengan koloni kontrol. Penelitian menunjukkan bahwa iradiasi UVC secara langsung dengan jarak 2 meter efektif menghambat pertumbuhan mikroorganisme hingga 99,9%.

Bioaerosols are biological particulates that settle in the air and have the potential to transmit disease if they contain pathogenic agents. Due to their relatively small size, bioaerosols can easily be suspended in the air and easily dispersed until they are inhaled by living things. Ultraviolet radiation (UV), especially the UVC spectrum with a wave range of 200-280 nm is lethal because it inhibits the growth of microorganisms. Utilization of UVC radiation is considered as an alternative method to help limiting the transmission of bioaerosols from one individual to another in closed spaces by reducing the concentration of pathogenic microbes in the air. The aim of this study was to determine and evaluate the effectiveness of UVC light germicides from commercial UVC devices. The research was carried out in 3 main stages: qualitatively testing the effects of germicides using the direct exposure method; to test the germicidal effect quantitatively using the total plate count (TPC) method; and evaluation of the germicidal effect by application to room space using the settle plate method. The results of the data were obtained through visual observation of the increase in number of sampling microorganism colonies. The results showed that UVC radiation had a significant effect in reducing the number of growing test colonies and the total population of room air microorganisms when compared to control colonies. Research shows that direct UVC irradiation with a distance of 2 meters effectively inhibits the growth of microorganisms up to 99.9%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farid Al Rais
"Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang sering ditemukan pada makanan fermentasi. Bakteri asam laktat seperti Lactobacillus diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri pathogen dan dapat berperan sebagai agen probiotik. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Wang (2022) dan Andika (2022) menunjukan adanya aktivitas antibakteri dari filtrat tape ketan hitam dan kefir serta berhasil mengisolasi 13 isolat bakteri asam laktat. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan penapisan aktivitas koagulasi susu serta aktivitas antibakteri dari masing-masing isolat bakteri asam laktat yang telah berhasil diisolasi dari tape ketan hitam dan kefir. Dari penapisan aktivitias antibakteri tersebut kemudian dipilih isolat terpilih yang kemudian dilakukan uji antibiosis. Sebanyak 13 isolat bakteri asam laktat telah berhasil dilakukan penapisan aktivitas kogulasi susu dan aktivitas antibakteri. Semua isolat bakteri asam laktat menunjukkan dapat mengkoagulasi susu. Kemudian berdasarkan penapisan aktivitas antibakteri didapatkan 3 isolat terpilih dengan kode isolat TM2, KNB2, dan KNB4 dengan nilai Indeks Aktivitas (IA) zona bening tertinggi disetiap perlakuan bakteri uji. Ketiga isolat terpilih tersebut kemudian dilakukan uji antibiosis. Hasil uji antibiosis dari filtrat fermentasi isolat terpilih (TM2, KNB2, dan KNB4) dengan menggunakan medium standar de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB) menunjukkan terdapat aktivitas antibiosis terhadap semua bakteri uji dan ketiga isolat tersebut berpotensi sebagai agen probiotik.

Lactic acid bacteria are a group of bacteria that are often found in fermented foods. Lactic acid bacteria such as Lactobacillus are known to have antibacterial activity against pathogenic bacteria and can act as probiotic agents. Previous research by Wang (2022) and Andika (2022) showed that there was antibacterial activity from fermented black glutinous rice and kefir filtrate and succeeded in isolating 13 isolates of lactic acid bacteria. The purpose of this study was to screen the coagulation activity of milk and the antibacterial activity of each lactic acid bacteria isolated from fermented black glutinous rice and kefir. From the screening of antibacterial activity, selected isolates then subjected to an antibiosis test. A total of 13 isolates of lactic acid bacteria has been successfully screened for milk coagulation activity and antibacterial activity. All isolates of lactic acid bacteria showed the ability to coagulate milk. Then based on the antibacterial activity screening, 3 selected isolates were selected with the isolate codes TM2, KNB2, and KNB4 with the highest clear zone Activity Index (IA) value in each treatment of the test bacteria. The three selected isolates were then subjected to an antibiosis test. Antibiosis test results from the fermented filtrate of selected isolates (TM2, KNB2, and KNB4) using standard de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB) medium showed that there was antibiosis activity against all tested bacteria and the three isolates had the potential as probiotic agents."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Georgius Argahananda Andika
"Minuman kefir merupakan suatu produk fermentasi yang dapat dibuat secara mudah dan murah. Minuman kefir dikenal luas sebagai suatu minuman probiotik. Pembuatan kefir dapat dilakukan dengan menggunakan baik susu sapi maupun susu kambing. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antibakteri dari kefir susu sapi dan susu kambing, serta mengisolasi bakteri lactobacilli yang berperan. Aktivitas antibakteri dari kefir diuji berdasarkan perbedaan pada jenis susu yang digunakan dan lama waktu fermentasi. Isolasi dan karakterisasi isolat dilakukan berdasarkan Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical Bacteria. Kefir dibuat dengan menginokulasikan 5% (w/v) granula kefir lokal ke dalam 50 mL susu sapi atau kambing yang telah dipasteurisasi. Fermentasi dilakukan selama 3, 4, dan 5 hari untuk kedua jenis susu. Uji antibakteri dari kefir dilakukan dengan metode difusi menggunakan silinder (cylinder diffusion method) terhadap 5 bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus NBRC 100910, Pseudomonas aeruginosa DRK 9.1, Eschericia coli NBRC 3301, Bacillus subtilis NBRC 13719 dan Kocuria rhizophila NBRC 12708. Pengukuran nilai pH kefir dilakukan dengan pH meter dan nilai total asam kefir dengan metode titrasi. Hasil uji aktivitas antibakteri dari kefir susu sapi maupun susu kambing menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap kelima bakteri uji. Secara umum kefir susu sapi menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih kecil dari kefir susu kambing, baik dari hasil fermentasi dengan lama waktu 3, 4, maupun 5 hari. Selanjutnya, aktivitas antibakteri yang paling optimal secara umum diperoleh pada kefir dengan lama fermentasi 4 hari baik untuk kefir susu sapi maupun susu kambing. Sebanyak 9 isolat bakteri berhasil diisolasi. Seluruhnya menunjukkan karakteristik bakteri yang berasal dari kelompok lactobacilli.

Kefir is a fermented beverage that can be made easily and cheaply. Kefir is widely known as a probiotic beverage. The production of kefir can be done using either cow milk or goat milk. This study aims to examine the antibacterial activity of cow milk and goat milk kefir, as well as to isolate responsible lactobacilli bacteria. The antibacterial activity of kefir is examined based on differences in type of milk used and fermentation time. The isolation and characterization of isolates is done according to Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical Bacteria. The kefirs are made by inoculating 5% (w/v) local kefir grains into 50 mL pasteurized cow milk or goat milk. Fermentation was carried out for 3, 4, and 5 days for both types of milk. The antibacterial test of kefirs was carried out using diffusion method utilizing cylinders (cylinder diffusion method) against 5 test bacteria, namely Staphylococcus aureus NBRC 100910, Pseudomonas aeruginosa DRK 9.1, Eschericia coli NBRC 3301, Bacillus subtilis NBRC 13719 and Kocuria rhizophila NBRC 12708. The measurement of kefir pH values was performed using pH meter and kefir total acidities by using titration method. Antibacterial activity test results from either cow milk or goat milk kefir showed the presence of antibacterial activity against five test bacteria. In general, cow milk kefir showed lower antibacterial activity than goat milk kefir in fermentation times of either 3, 4, or 5 days. Furthermore, the most optimal antibacterial activity was generally obtained in kefirs with a fermentation time of 4 days for both cow milk and goat milk kefir. A total of 9 bacterial isolates were successfully isolated. All of which shows the characteristics of bacteria from the lactobacilli group."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Jonathan Yahya
"Jerawat merupakan peradangan yang terjadi pada kulit yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Cutibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Obat jerawat yang beredar mengandung antibiotik yang dapat menyebabkan efek samping. Alternatif agen antibakteri dapat diperoleh dari makanan fermentasi seperti tape ketan hitam. Penelitian yang dilakukan oleh Rais (2022) menunjukkan adanya aktivitas antibakteri isolat laktobasil dari tape ketan hitam terhadap bakteri patogen umum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antibakteri isolat laktobasil terhadap bakteri jerawat Cutibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Sebanyak empat isolat laktobasil (TM1, TM2, TM3, dan TM4) dilakukan penapisan menggunakan uji plug. Hasil uji plug menunjukkan semua isolat memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri jerawat. Kemudian berdasarkan nilai Indeks Aktivitas (IA), dipilih dua isolat terbaik (TM2 dan TM4) untuk dilakukan uji antibiosis. Hasil uji antibiosis menggunakan filtrat isolat terpilih menunjukkan isolat TM2 memiliki aktivitas antibakteri terbaik dengan puncak aktivitas pada fermentasi hari ke-3. Selain itu dilakukan juga pengukuran terhadap pH dan total asam filtrat. Hasil pengukuran pH dan total asam bervariasi dan tidak memiliki korelasi dengan hasil uji antibiosis. Berdasarkan hasil uji pH dan total asam, disimpulkan bahwa aktivitas antibakteri diduga disebabkan oleh produksi bakteriosin. Aplikasi bakteriosin pada produk kecantikan dapat diteliti lebih lanjut.

Acne is an inflammation that occurs on the skin that can be caused by bacterial infections such as Cutibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. Acne medications available in the market often contain antibiotics that can cause side effects. Alternative antibacterial agents can be obtained from fermented foods such as black glutinous rice. Research conducted by Rais (2022) showed the presence of antibacterial activity of lactobacilli isolate from black glutinous rice against common pathogenic bacteria. This study aimed to test the antibacterial activity of lactobacilli isolates against the acne-causing bacteria Cutibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. A total of four lactobacilli isolates (TM1, TM2, TM3, and TM4) were screened using agar plug test. The plug test results showed all isolates had antibacterial activity against acne bacteria. Based on the Activity Index (IA) value, two best isolates (TM2 and TM4) were selected for antibiosis testing. Results of antibiosis test using selected isolate filtrates showed TM2 isolate had the best antibacterial activity with peak activity on fermentation day 3. In addition, pH and total acid were also measured. Results of pH and total acid measurements were vary and have no correlation with antibiosis test results. Based on the results of pH and total acid tests, it was concluded that antibacterial activity is suspected to be caused by the production of bacteriocin. The application of bacteriocin in cosmetics can be further studied."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wynne Gabriella
"Kefir merupakan produk fermentasi susu kambing bertekstur seperti krim dan rasa masam beralkohol. Kefir merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan masker wajah untuk kecantikan. Jerawat merupakan suatu bentuk inflamasi pada kelenjar pilosebaseus di kulit remaja dan orang dewasa. Jerawat disebabkan adanya proliferasi bakteri penyebab jerawat, seperti Cutibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Penelitian ini bertujuan untuk menapis isolat laktobasil yang diisolasi dari kefir kemudian menguji aktivitas antibakteri isolat laktobasil terpilih terhadap bakteri penyebab jerawat Cutibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Penelitian ini memiliki 2 tahapan utama, yaitu penapisan isolat laktobasil yang memiliki aktivitas antibakteri menggunakan metode Agar Plug Diffusion pada medium MRS Agar, dan pengujian aktivitas antibakteri isolat laktobasil terpilih menggunakan metode Cylinder Diffusion Method pada medium MRS Agar dengan optimasi hari fermentasi selama 3 hari. Hasil penapisan aktivitas antibakteri menunjukkan semua isolat memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat dengan Indeks Aktivitas (IA) tertinggi dimiliki oleh isolat KNB4. Hasil uji aktivitas antibakteri isolat KNB4 menunjukkan fermentasi paling optimal pada hari ke-3.

Kefir is a fermented goat's milk product with a creamy texture and sour alcoholic taste, one of the ingredients used in making beauty facial masks. Acne is a form of inflammation of the pilosebaceous glands in the skin caused by the proliferation of acne-causing bacteria, such as Cutibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. This study aims to screen lactobacilli isolates isolated from kefir and then test the antibacterial activity of selected lactobacilli isolates against acne-causing bacteria Cutibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. This study has 2 main steps, screening of lactobacilli isolates that have antibacterial activity using the Agar Plug Diffusion method on MRS Agar medium, and testing the antibacterial activity of selected lactobacilli isolates using the Cylinder Diffusion Method on MRS Agar medium with optimization of fermentation days for 3 days. Screening for antibacterial activity showed that all isolates had antibacterial activity against acne-causing bacteria with the highest Activity Index belongs to KNB4. Antibacterial activity test of KNB4 isolates showed the most optimal fermentation on the 3rd day."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arni Setianingsih
"Kelompok Actinobacteria berfilamen merupakan bakteri Gram positif yang beberapa anggotanya diketahui memiliki kemampuan mendegradasi selulosa dengan menghasilkan selulase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan tumbuh isolat Actinobacteria-like GL1-2, GL1-9, dan GL1-12 pada variasi media agar (ISP 1, ISP 2, ISP 3, dan modified Bennett’s) dan suhu (25, 30, 35, 40, 45, 50, dan 55°C), serta mengetahui kemampuan selulolitiknya pada substrat 1% CMC di berbagai suhu (30, 35, 40, 45, 50, dan 55°C). Kemampuan selulolitik diuji dengan menginokulasi biakan pada medium agar minimal (Mm) dengan penambahan 1% CMC, kemudian diinkubasi pada berbagai suhu selama 3, 7, dan 14 hari. Kemampuan selulolitik diamati dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni setelah ditetesi 0,1% Congo red dan dibilas dengan larutan NaCl 1 M. Isolat GL1-2 dan GL1-9 menunjukkan pertumbuhan miselium substrat dalam jumlah banyak pada semua medium yang diuji, namun sporulasi penuh hanya teramati pada medium ISP 1 agar dan MBA. Isolat GL1-12 menunjukkan pertumbuhan miselium substrat yang baik kecuali pada medium ISP 2 agar, namun sporulasi hanya teramati pada medium ISP 3 agar. Suhu pertumbuhan isolat GL1-2 dan GL1-9 berkisar antara 30--55°C, sedangkan GL1-12 berkisar antara 35--55°C. Hasil uji kemampuan selulolitik menunjukkan bahwa isolat GL1-2 dan GL19 memiliki kemampuan mendegradasi 1% CMC pada suhu 30, 35, 40, 45, 50, dan 55°C. Isolat GL1-12 memiliki kemampuan selulolitik pada suhu 40, 45, 50, dan 55°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga isolat Actinobacteria-like dari serasah di kawasan sumber air panas gunung Galunggung memiliki potensi menghasilkan enzim selulase di berbagai suhu yang diuji.

Members of Gram-positive filamentous Actinobacteria are some recognized for their ability to degrade cellulose by producing cellulase. This study aimed to determine the growth ability of three Actinobacteria-like isolates (designated isolates GL1-2, GL19, and GL1-12) obtained from litter samples of mount Galunggung hot spring, Tasikmalaya, West Java, on various agar media (ISP 1, ISP 2, ISP 3, and modified Bennett’s) and temperatures (25, 30, 35, 40, 45, 50, 55°C), along with their cellulolytic ability on 1% carboxymethyl cellulose (CMC) as substrate. Cellulolytic ability was tested by inoculating the cultures on minimal (Mm) agar plates with the addition of 1% CMC, and incubated at various temperatures (30, 35, 40, 45, 50, and 55°C) for 3, 7, and 14-days. Cellulolytic ability was observed as formation of clear zone surrounding the colonies after being flooded with 0.1% Congo red and rinsed with 1 M NaCl solution. The results showed that isolates GL1-2 and GL1-9 have abundant substrate mycelia formation on all media tested, while optimal sporulation was only observed on ISP 1 agar and MBA. Isolate GL1-12 showed good growth of substrate mycelia except on ISP 2 agar, however sporulation was poorly observed only on ISP 3 agar. Growth temperatures of isolates GL1-2 and GL1-9 were ranging from 30 to 55°C, while GL112 was ranging from 35 to 55°C. Isolates GL1-2 and GL1-9 have the ability to degrade 1% CMC at 30, 35, 40, 45, 50, and 55°C. Isolate GL1-12 has celulolytic ability at temperatures of 40, 45, 50, and 55°C. This study revealed that Actinobacteria-like isolates obtained from litter samples of mount Galunggung hot spring, Tasikmalaya are potential cellulase-producers on various tested temperatures.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ino Fadhil
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan Rhizopus azygosporus UICC 539 dalam mendegradasi pati 1% dan 2% pada suhu 30ºC, 35ºC, 40ºC, 45ºC, dan 50º C. Rhizopus azygosporus UICC 539 di Potato Sucrose Agar (PSA) usia 5 hari pada suhu 30ºC dibuat menjadi blok agar berdiameter 6 mm. Blok agar mengandung sel R. azygosporus (106 sel/mL) ditanam pada Czapek Dox Agar (CDA) modifikasi dengan penambahan pati 1% (b/v) dan 2% (b/v), kemudian diinkubasi pada suhu 30ºC, 35ºC, 40ºC, 45ºC, dan 50º C, selama 3 dan 5 hari. Kontrol adalah CDA modifikasi dengan pati 1% dan 2% tanpa blok agar serta CDA tanpa pati sebagai kontrol negatif. Hasil degradasi pati ditunjukkan sebagai zona bening dengan menambahkan larutan Lugol iodin pada medium perlakuan setelah 3 dan 5 hari. Kemampuan degradasi pati dihitung menggunakan Enzymatic Index (EI) dengan R/r, yaitu R adalah diameter zona bening dan r adalah diameter koloni. Hasil penelitian menunjukkan bahwa R. azygosporus UICC 539 mampu mendegradasi pati 1% dan 2% pada suhu 30º–50ºC. Kemampuan R. azygosporus UICC 539 mendegradasi pati semakin meningkat, seiring peningkatan suhu pertumbuhan dan waktu inkubasi.

This study aims to test the ability of Rhizopus azygosporus UICC 539 to degrade 1% and 2% starch at temperatures of 30ºC, 35ºC, 40ºC, 45ºC, and 50º C. Five-day old R. azygosporus UICC 539 in Potato Sucrose Agar (PSA) at 30ºC was made into agar blocks in 6 mm diameter. Agar blocks containing R. azygosporus cells (106 cells/mL) were grown on modified Czapek Dox Agar (CDA) with the addition of 1% (w/v) and 2% (w/v) starch, and incubated at 30ºC, 35ºC, 40ºC, 45ºC, and 50ºC, for 3 and 5 days. Controls were modified CDA with 1% (w/v) and 2% (w/v) starch without agar blocks and CDA without starch as negative control. Indication of starch degradation was shown as a clear zone by adding Lugol’s iodine solution to the medium after 3 and 5 days. The ability of R. azygosporus UICC 539 to degrade starch was calculated using Enzymatic Index (EI) formulation: R/r, where R was the diameter of the clear zone and r was the diameter of the colony. The results showed that R. azygosporus UICC 539 was able to degrade 1% and 2% starch at 30ºC–50ºC. The ability of R. azygosporus UICC 539 to degrade starch increased with increasing temperature and incubation time."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Cania
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan Rhizopus azygosporus UICC 539 dalam mendegradasi lipid (minyak zaitun dan Tween 80) 1% (v/v) dan 2% (v/v) pada suhu 30°, 35°, 40°, 45° dan 50°C. Blok agar (diameter 6 cm) digunakan untuk pengujian, yang berisi R. azygosporus UICC 539 pada Potato Sucrose Agar (PSA) berumur 5 hari di suhu 30°C dan mengandung jumlah sel 106 sel/ml. Blok agar berisi biakan diinokulasi pada Czapek Dox Agar (CDA) dengan penambahan lipid 1% atau 2% dengan indikator Victoria blue 20% (b/v). Medium CDA berisi biakan kemudian diinkubasi pada suhu 30°, 35°, 40°, 45° dan 50°C selama 3 dan 5 hari. Kemampuan R. azygosporus UICC 539 mendegradasi lipid 1% dan 2% dideteksi dengan adanya zona bening, dan dihitung menggunakan Enzymatic Index (EI). Nilai EI dihitung dengan rumus R/r. R adalah diameter zona bening dan r adalah diameter koloni. Hasil penelitian menunjukkan bahwa R. azygosporus UICC 539 mampu mendegradasi lipid 1% dan 2% pada semua suhu (30°--50°C). Kemampuan R. azygosporus UICC 539 dalam mendegradasi lipid dipengaruhi oleh suhu pertumbuhan yang berbeda dan konsentrasi substrat (lipid) yang berbeda.

This study aims to test the ability of Rhizopus azygosporus UICC 539 to degrade 1% (v/v) and 2% (v/v) lipids (olive oil and Tween 80) at temperatures of 30°, 35°, 40°, 45° and 50°C. Agar blocks (6 cm in diameter) were used for the test which contained R. azygosporus UICC 539 in Potato Sucrose Agar (PSA) at 30°C for 5 days with 106 cells/ml. The agar blocks were placed on modified Czapek Dox Agar (CDA) with 1% or 2% lipids and 20% (w/v) Victoria blue as an indicator. Modified CDA containing the cultures were incubated at 30°, 35°, 40°, 45° and 50°C for 3 and 5 days. The ability of R. azygosporus UICC 539 to degrade 1% and 2% lipids was detected in the presence of clear zones, and was calculated using Enzymatic Index (EI). The EI value was calculated by the formula R/r. R was the diameter of the clear zone and r was the diameter of the colony. The results showed that R. azygosporus UICC 539 was able to degrade 1% and 2% lipids at all temperatures (30°--50°C). The ability of R. azygosporus UICC 539 to degrade lipid was affected by different growth temperatures and different substrate (lipid) concentrations."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>