Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muntoha
"Lahirnya dua undang-undang di bidang pemerintahan daerah yailu UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004, merupakan respons pemerintah terhadap tuntutan demokratisasi pada era reformasi, dengan memberikan kebijakan desentralisasi yang Iebih luas kepada daerah Implikasi dari kebijakan desentralisasi itu telah berdampak pada beberapa daerah di Indonesia yang berbasis Islam lcuat, mulai menuntut diberlakukannya syari?at Islam secara formal untuk diimplementasikan di masing-masing daerah itu. Lahirlah kemudian beberapa peraturan daerah (Perda) yang mengatur beberapa aspek dari ajaran Islam sehingga perda-perda tersebut lazim dipersepsikan sebagai ?Perda-perda Bernuansa Syari?ah?.
Perda-perda bernuansa syari?ah? itu, telah menimbulkan pro clan kontra di kalangan umat Islam sendiri sehingga dalam penelitian ini diaiukan satu rnasalah pokok: Bagaimana merespons aspirasi masyarakat terhadap tuntutan pemberlakuan syari?at Islam scara formal ? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif sedangkan kerangka teoritis yang dibangun untuk pemecahan masalah pokok tersebut adalah mengacu pada teori reoeptio a contrario, teori hirarki nonna hukum, dan teori desentralisasi pemerintahan dalam negara kesatuan: Perrama, teori recepixb a contrario harus dipahami bahwa berlakunya syari?at Islam adalah sebuah keniscayaan; Kedua, teori hirarki norma hukum dimaksudkan untuk mengkaji aspek kepastian hukum dalam kaitannya dengan keberlakuan hukum secara yuridis, yang ditentukan oleh validitas atau kesesuaian hukum dalam hirarki peraturan perundang-undangan; dan Ketiga, teori desentralisasi pemerintahan dalam negara kesatuan harus diposisikan dalam konteks pelimpahan kewenangan penmdangan dari pemerintah kepada daerah-daerah otonom.
Dalam penlitian yang dilakukan terhadap beberapa produk ?Perda dan Qanun bernuansa Syari?ah?, baik pada daerah otonomi khusus maupun daerah lain yang berstatus ownomi biasa ditemukan adanya berbagai hal sebagai berikut: Perramag formalisasi pemberlakuan syari?at Islam di Indonesia memiliki landasan historis-yuridis yang sangat kuat sesuai dengan Pasal 29 ayat (2) UU`D 1945; Kedua, kebijakan otonomi daerah di Indonesia pasoa reformasi berimplikasi pada adanya peluang bagi daerah-daerah untuk memberlakukan corak hukumnya masing-masing, termasuk pemberlakuan syari?at Islam; Ketiga, jenis-jenis ?Perda dan Qanun bemuansa syari?ah? yang telah diproduk beberapa pemerintahan daerah di Indonesia terdiri dari empat klasifikasi: (1) jenis perda yang terkait dengan isu moralitas masyarakat secara umum (Perda anti pelacuran dan perzinaan), (2) jenis perda yang terkait dengan fashion (keharusan mernakai jilbab dan jenis pakaian laixmya di tempat-tempat tertentu), (3) jenis perda yang terkait dengan ?keterampilan beragama (keharusan pandai baca-tulis A1-Qur?an), dan (4) jenis perda yang terkait dengan pemungutan dana sosial dari masyarakat (zakat, infaq, dan shadaqah). Hal ini pada dasarnya tidak ada yang perlu dipersoalkan karena merupakan produk bersama antara eksekutif dan legislatif, tetapi dari aspek materi-muatan yang diatur di dalamnya banyak yang overlap dengan peraturan perundang-undangan yang berada pada tingkat atasnya.
Atas dasar uraian di atas, maka perlu ditinjau kembali atas beberapa produk perda dan qanun tersebut, baik melalui judicial review maupun executive review.
The establishment of two legislations on local government, namely Act No. 22 Year 1999 and Act No. 32 Year 2004, highlights government?s response toward demand of democratization during Reformation era by issuing more decentralization policy for local govemment. The policy of decentralization has also shown robust implication particularly on several regions which possess strong Islamic character. They inquired to enforce legal Islamic syari?ah formally to be implemented locally. Accordingly, local regulation or laws were issued to lay down some aspects of Islamic teaching which is otten labeled as ?syari?ah based local laws".
The ?syari?ah based local laws? has attracted public attention specially among Muslim communities which is focused on this research by presenting a basic question; I-low to respond communities aspiration toward formally Shari 'a-isation of PERDA (Process of Making Regional Regulations based on Islamic Syari ?ah) ? This research adopts a normative judicial approach, while theoretical framework is based on the theory of reception a contrario, theory of hierarchy of legislation, and theory of decentralization in the context of unitary state system. First, theory of reception a contrario must be tmderstood in the context of basic value which obviously requires the formalization of syari?ah Secondly, that of hierarchy of legislation aims to examine aspect of rule of law in terms of legal enforcement which is determined by validity of legislation hierarchy. Finally, that of decentralization in the context of unitary state system must be positioned in the context of distribution of authority from central to local governments.
Based on this research, either in selected local governments with normal autonomy or in special autonomy, some basic Endings that can he described are as follow; first, forrnalization of syari?ah law enforcement in Indonesia has got it strong historical-judicial principle according to Article 29 (2) of the 1945 Constitution; Secondly, decentralization or autonomy policy in Indonesia after the Reformation era has brought to condition where some local government might produce their local laws in accordance with their characteristics including Islamic syari?ah. Thirdly, types of Perda and Qonun with Syari?ah basis issued by local govemments in Indonesia could be classified into four segments; (1) Type of Perda which deals with morality of communities in general (Perda of Anti-Prostitution and Adultery), (2) that of Perda which deals modesty and fashion (obligation to wear scarf or modesty in public places), (3) that of Perda which deals with religious skills (ability to read and write Al-Qur?an), and (4) that of Perda which deals with social charity funds raising (zakat, infaq and shadaqah). Those Perda must not be seen as problematic matters since those are joint products between local legislative and executive bodies. However, the matters stipulated in those Perda have overlapped with other higher legislations.
Based on that proposition, it needs to be considered that all Perda and Qonun should be reviewed, either through judicial review or executive review.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D1062
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Salma Barlinti
"Pelaksanaan kegiatan ekonomi syariah di Indonesia memberikan wacana baru tentang hukum. Penerbitan fatwa tentang kegiatan ekonomi syariah oleh DSN yang diminta oleh para pelaku ekonomi syariah dan kaitannya serta keterpengaruhannya dengan peraturan perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh pelaku ekonomi syariah menjadikan kajian panting dalam hukum. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengapa ketentuan mengenai ekonomi syariah diatur dalam bentuk Fatwa DSN, bagaimana kedudukan Fatwa DSN dalam sistem perundang-undangan, dan bagaimana pemanfaatan Fatwa DSN sebagai pertimbangan hukum bagi hakim di lingkungan peradilan agama dan bagi arbiter di Basyamas dalam perkara ekonomi syariah. Penelitian ini dilakukan den gan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan penelitian normatif dan socio-legal terhadap data primer dan data sekunder. Pembuatan ketentuan ekonomi syariah dalarn bentuk fatwa DSN disebabkan adanya kebutuhan masyarakat untuk memiliki pedoman dalam melaksanakan kegiatan usahanya yang tidak terakomodasi oleh pernerintah. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah terhadap DSN (MUI) untuk membuat pedoman ini karena pengetahuan tentang hukum Islam yang dimiliki oleh anggota DSN yang tidak dimiliki oleh pemerintah. Kedudukan fatwa DSN dalam peraturan perundang-undangan adalah sebagai hukum positif; mengikat bagi para pelaku ekonomi syariah. Kedudukan fatwa DSN ini pun adalah berdiri sendiri yaitu wujud fatwa diperlukan karena menjadi pedoman bagi pemerintah dalam membuat peraturan, DPS dalam mengawasi kegiatan LKS, dan LKS dalam melaksanakan kegiatan usaha yang (akan) dilaksanakan. Hasil penelitian terhadap hakim di lingkungan peradilan agama dan arbiter di Basyamas menunjukkan bahwa pemutus perkara ini tidak memanfaatkan fatwa DSN sebagai dasar hukum pertimbangan penyelesaian perkaranya karena sifatnya yang tidak mengikat. Adanya peraturan perundang-undangan yang menunjukkan bahwa fatwa DSN adalah hukum positiil maka hakim dan arbiter dapat memanfaatkan fatwa DSN sebagai ketentuan yang mengikat dalam menyelesaikan perkaranya.

Implementation of islamic economy in Indonesia offers new discourse of law. Issuing of fatwa of National Board of Syariah (DSN) based on request of islamic economic doer, relation and influence of fatwa DSN to regulation are significant legal studies. The problems of this phenomenon are why form of the regulation of islamic economy is fatwa DSN, how the existence of fatwa DSN in regulation system is, and how the usage of fatwa DSN as legal resource for judge on religious judicature and for arbiter on national arbitration of syariah. The research used normative-juridical and socio-legal research. Form of the regulation of islamic economy is fatwa because people needs guidance in implementing islamic economy. The needs is not accomodated by government. People and government give trust to DSN (MUI) in issuing of fatwa because the knowledge of islamic law they have, which government do not has. The existence of fatwa DSN in regulation system is as positive law, binding people in islamic economic activities. The presence of fatwa DSN as itself is needed as guidance for government in regulation-making, for DPS in controlling activities of islamic finance institution, and for islamic fmance institution in implementing the activities. The usage of fatwa DSN by judge and arbiter is not always performed because they compare fatwa DSN with general fatwa. Since fatwa DSN as positive law, they should use the fatwa as legal resource in their decision."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
D1123
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jazuni
"Masalah pokok berkaitan dengan legislasi hukum Islam dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah "Bagaimana pemikiran di kalangan (gerakan) Islam tentang legislasi hukum Islam di masyarakat Indonesia kontemporer." Posisi hukum Islam di Indonesia perlu dibahas karena hukum Islam bukan satu-satunya hukum yang berpengaruh di Indonesia, yang masyarakatnya majemuk dari segi agama. Peluang dan tantangan legislasi hukum Islam di Indonesia perlu dibahas untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat legislasi hukum Islam, baik di dalam Islam sendiri (substansi ajaran Islam, dan umat Islam) maupun dari luar Islam. Posisi hukum Islam di Indonesia akan dan dapat dilihat dalam dua hal: pertama, dalam peraturan perundang-undangan, dan kedua, dalam wacana yang (pernah) berkembang. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan adalah sosio-yuridis."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
D1122
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hirsanuddin
"Salah satu dimensi yang sangat dirasakan mengancam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini adalah krisis di bidang ekonomi. Krisis Indonesia dimulai dengan tertekannya nilai tukar rupiah, yang kemudian menjadi krisis moneter (krismon),dan setelah meluas dan mendalan berkembang menjadi krisis total (kristol), menyangkut hampir semua aspek kehidupan masyrakat. Proses ini terjadi dengan cepat meluas dan mendalam jauh melapaui perkiraan kebanyakan orang termasuk para ahli bahkan mereka yang pesimis sekalipun.
Adapun tujuan penelitian adalah untuk :
a. Menganalisis dan menemukan jawaban tentang latar belakang kelahiran Bank Syariah dan hubungan hukum antara bank Syariah dengan nasabah penyimpan dana maupun dengan nasabah pengguna dana.
b. Menganalisis dan menemukan jawaban tentang bagaimanakah pembiayaan bisnis dengan pola kemitraan dalam perspektif hukum Islam.
c. Menganalisis dan menemukan jawaban tentang bagaimanakah prinsip-prinsip pembiayaan bisnis dengan prinsip mudharabah dan musyarakah di perbankan Syariah.
d. Menganalisis dan menemukan jawaban tentang pembiayaan bisnis dengan prinsip mudharabah di perbankah Syariah dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi dominasi pembiayaan non bagi hasil di perbankan Syariah.
Penelitian desertasi ini bersifat yuridis normatif dan yuridis sosiologis dengan jenis penelitian hukum yang nmngambil data kepustakaan dan lapangan. Sebagai penelitian Yuridis Normatif, maka penelitian ini berbasis pada analisis pada bahan-bahan kepustakaan, yang merupakan data sekunder. Di dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup : (1). Bahan hukum primer; (2). Bahan hukum sekunder; (3). Bahan hukum tertier."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
D1093
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palmawati Tahir
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prospek zakat dalam meningkatkan kesejahteraan tnasyarakat dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan asumsi bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Zakat tersebut, maka zakat sebagai salah satu sumber keuangan Islam mempunyai prospek yang cerah, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bersifat kualitalif dengan menggunakan pendekatan yuridis-normatif, yuridis-empiris, dan komparatif Seluruh data diambil dari ballan-bahan k6?p\lS|Bk33Il yang betlraitan dengan obyek pcnelitian, baik dari Qufan, Hadis, pendapat para ulama dan ilmnwan Islam serta hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Data yang terkumpul dikaji dan dianalisis dengan menggunakan kerangka teori yang digtmakan dalam penelitian ini, untuk selanjutnya dituangkan ke dalam konstruksi pembahasan yang logis, sistematis dan komprehensif Untuk melengkapi data dan analisis, penulis melakukan wawancara dan pengamatan dengan sejumlah pengelola zakat antara lain Badan Amil Zakat, lnfak, dan Sadaqah (BAZIS) dan Lembaga Ami1Zakat (LAZ) yang dianggap reprmentatif yaitu, BAZIS DK1 Jakarta, Dompet Du?at`a Republika (DDR), Badan Zakat Nasional (BAZNAS), dan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU). Keempat lembaga ini berada di Jaltana dan sudah dncenal masyarakat sebagai lembaga yang baik, amanah, dan uansparan Penulis juga. mengkaji pengelolaan zakat pada berbagai negam yaitu Malaysia, Kuwait dan Pakistan melalui smdi kepustal-caan dan internet. Para ulama telah sepakat bahwa zakat selain sebagai ibadah khusus (mahgiah) juga sebagai ibadah sosial kemasyarakatan (muamalah ijtima'iyyah), wajib dilaksanakan sepanjang waktu dan tempat, IIIHICEI hukumnya hams selalu dinamis, aktual, universal, dan kondisional, sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman. Dengan demikian, negara (pemerintah) mempunyai kekuasaan untuk menetapkan hukum berdasarkan maqasid asy-syar'iyyah atas dasar maglahah mursalah.
Zakat sebagai ibadah harm, tentunya berkaitan dengan kepemilikan. Hal ini dijelaskan dengan tegas di dalam Q.s. al-Imran 3:189 bahwa Allah pemilik mutlak segala sesuatunya. Manusia sebagai khalifah Allah di bumi diberikan limpahan dan penguasaan Serta pemanfaatan dari semua ciptaan-Nya dengan cara mengusahakan dan mengembangkannya. Namun, apabila harta ilu sudah terkumpul dalam jumlah tertentu, maka di dalamnya terdapat hak orang lain yang tidak berpunya (fakir miskin) baik yang merninta maupun yang tidak meminta (Q.s. az:-Zariyyat 5l:l9). Jadi berbeda dengan kepemilikan menunxt kapitalisme yang mementingkan diri sendiri (selfishness) dan sosialisme yang mementingkan orang lain (alrruism). Selain im, zakat jugs bertentangan demgan riba. Hal ini dijelaskan dalam Q.s. Hid I 1: I8.bahwa Allah dan Rasul-Nya memerangi peiaku-pelaku n'ba, karena di dalamnya terdapat nmsur kedzalirnan pads kedua belah pihak. Disinilah letak zakat dengan keadilan sosial, karma sebegian hafta orang kaya terdapat lfmk on-ang miskin. Dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, setiap negara di dunia ini mempunyai cita-cita untuk membelikan kesejahteraan kepada masyarakatnya dengan casa yang berbeda-beds, sehingga konsepnya juga berbeda. Di negara sekuler misalnya konsep yang digunakan adalah sistem kapitahsme dan sosialisme, sedangkan di negara Islam lconsep (maqdsid asy-syar'iyyah maglahah mursalah) mengandung nilai spiritual dan material. Perintah zakat dan shalat dalam Qur?an sangat peniing artinya untuk memaharni dengan tepat sifat sesungguhnya negara sejahtera dalam Islam. Fungsi kesejahteraan dari negara Islam ditegaskan ketika Khalifah Umar mengirim surat kepada Abu Musa bahwa sebaik-sebaik penguasa adaiah yang dapat memakmurkan masyarakatnya, dan sejelek-jeiek penguasa adalah yang menyengsarakan masyarakatnya.
Untuk mengoptimalkan zakat seeara profesional sebailcnya belajar dari apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah s.a_w beserta para Khalifah beliau; dan juga negara-negara yang telah melaksanakan zakat dengan baik seperti Malaysia, Kuwait, dan Pakistan, di mana negara-negara tersebut telah terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, karena negara (pemerintah) mengimervensi pengelolaan zakat dengan memberikan motivasi, fasilitas, dan semangat yang kuat. Dengan demikian, di Indonesia tidak berlebihan kalau negara (pemerintah) Indonesia mernbentuk Undang-Undang Pengelolaan Zakat dari hasil kesepakatan antam pemerintah, ulama dan organisasi Islam, dengan, tujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat. Karena potensi zakat yang terdapat di dalam masyarakat belum tergali, termasuk penduduk yang mayofitas bergama Islam (83%) belum mempunyai kesadaran yang tinggi untuk bexzakat, jenis hafta kekayaan dengan berbagai macam bentuknya belum tersentuh wajib zakat, dan BAZ/LAZ belum bekerja secara optimal, Dengan demikian, masalah tersebut dapat diatzsi apabila dilakukan melalui pendekamn dengan lconsep partisipatif yaitu semua pihak yang terlibat dan memiliki kepenlingan (srake holder) antara lain, pemerinlah, amil, muzaldri, dan mustdriq berparlisipasi secara aktif dan penuh semangat dalam melaksanakan kewajiban zakat. Konsep partisipatif ini terdixi dari dimensi perasaan memililci (sanse of belonging) terhadap kewajiban zakat, dimensi moral yang terkait dengan kepercayaan dan keterbukaan, dimensi pengetahuan dan pendidikan, dan dimensi hukurn dan hikmah. Keempat dimensi ini hams ditumbuh k bangkan seoara seimbang agar tercipta suatu masyarakat yang memjljki atmosir perzalralan, dalam ani di mana dan kapan saja umat Islam bcrada dapat mengeluarkan mkat atas dasar kesadaran dan lceikhlasan, bukan keterpaksaan, sehingga hikmah dan manfaat zakat akan dirasakan oleh semua umat manusia. Dengan tumbuhnya atmosiir perzakatan, maka harapan "zakat mampu meningkamkan kesejahteman masyarakat" akan menjadi kenyataan. Dan negara sejahtera (welfare state) yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia, akan tercapai."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
D1053
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tata Fathurrohman
"Wakaf merupakan salah satu lembaga dalam hukum Islam yang sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat serta berkesinambungan diikuti oleh kaum muslimin hingga saat Wakaf tersebut merupakan ibadah bagi yang melaksanakannya dan dapat berfungsi sosial jika para nazir mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf secara produktif. Di antara fungsi tersebut adalah sebagai salah satu alternatif untuk menanggulangi kemiskinan. Fungsi wakaf seperti ini di Kabupaten Bandung belum terlaksana disebabkan antara lain kebanyakan tanah-tanah wakaf digunakan sebagai sarana ibadah dan para nazir belum berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, pengetahuan dan pemahaman para nazir, wakif, tokoh masyarakat, serta pejabat terkait terhadap pelaksanaan perwakafan kebanyakan masih kurang.
Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang relevan adalah pengelolaan, pengembangan, dan pemanfaatan wakaf di lokasi penelitian yakni Kabupaten Bandung. Selanjulnya, bagaimana usaha pengelolaan dan pengembangan wakaf dalam usaha penanggulangan kemiskinan hambatan-hambatan, dan pemberdayaannya. Hal ini berkaitan dengan usaha-usaha yang perlu dilakukan agar wakaf tidak hanya bermanfaat sebagai sarana ibadah saja, tetapi peruntukannya lebih luas Iagi, diantaranya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu altrnatif bagi penanggulangan kemiskinan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan dan pengembangan wakaf serta pemanfaatannya di Kabupaten Bandung. Di samping itu, untuk menganalisis pengelolaan dan pengembangan wakaf sebagai salah satu alternatif penanggulangan kemiskinan, hambatan-hambatan, serta pemberdayaannya di lokasi penelitian.
Penelitian ini terdiri dari penelitian lapangan dan literatur. Langkah-langkahnya dimulai dengan menentukan para responden yang akan diteliti, kemudian menentukan langkah-langkah dalam literatur, yaitu mengumpulkan buku-buku, kitab-kitab tentang wakaf dan lain-lain yang berhubungan dengan perwakafan. Sumber datanya terdiri dari data lapangan dan literatur. Metode pengumpulan data dari lapangan dengan mencatat data-data observasi, wawancara, kuesioner, dan literatur. Selanjutnya dalam penyusunan disertasi ini digunakan metode analisis kualitatif.
Harta benda wakaf yang dikelola dan dikembangkan secara produktif yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari?at Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat bermanfaat bukan hanya sebagai tempat ibadah saja, tetapi peruntukarmya dapat lebih luas lagi, di antaranya untuk membantu fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa, dan Iain-lain. Di lokasi penelitian, sebagian besar nazir belum melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, akan tetapi sebagian lagi sudah ada yang mulai mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf secara produktif untuk dimanfaatkan sebagai salah satu altematif untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
D734
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library