Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadiyah Wijayanthie
"

ABSTRAK

Latar belakang: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh minyak zaitun dan minyak bekatul  terhadap kontrol glikemik dan profil lipid pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2.

Metode: 10 subjek menerima 15 ml / hari minyak zaitun dan minyak bekatul. Kadar glukosa darah puasa, glukosa postprandial, kolesterol total, low-density lipoprotein (LDL), high-density lipoprotein (HDL), dan trigliserida (TG) diukur. Subjek dicross over setelah periode wash out. Data dianalisis menggunakan uji-t berpasangan atau uji Wilcoxon yang sesuai dalam kelompok minyak bekatul dan minyak zaitun.

Hasil: perubahan glukosa darah puasa, glukosa postprandial, kolesterol total, LDL, dan TG tidak berbeda secara signifikan pada kedua kelompok. Namun, secara signifikan menurunkan kadar HDL diamati pada dua kelompok.

Kesimpulan: Minyak bekatul dan minyak zaitun tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar glukosa darah puasa dan glukosa postprandial.

 

Kata kunci: DM tipe 2; minyak bekatul; minyak zaitun; kontrol glikemik; profil lipid


ABSTRACT

Background: The aim of this study was to determine the effect of extra virgin olive oil (EVOO) and rice bran oil (RBO) on glycemic control and lipid profile in patients with type 2 diabetes mellitus (DM).

Methods: 10 subjects received 15 ml/day of EVOO and RBO. Fasting blood glucose, postprandial glucose, total serum cholesterol, low-density lipoprotein (LDL), high-density lipoprotein (HDL), and triglyceride (TG) were measured. Subjects were cross-covered after wash out. Data were analyzed using paired t-test or Wilcoxon test as appropriate in the group RBO and EVOO.

Results: the changes of fasting blood glucose, postprandial glucose, total cholesterol, LDL, and TG were not significantly different in the two groups. However, significantly decreased the levels of HDL were observed in two groups.

Conclusion: RBO and EVOO no significant influence on the levels of fasting blood glucose and postprandial glucose.

 

Keywords: type 2 DM; EVOO; RBO; glycemic control; lipid profile


 

"
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Candrawati Musa
"Pasien kanker laring yang menjalani laringektomi total seringkali telah berada pada keadaan malnutrisi prabedah. Malnutrisi menyebabkan terlambatnya penyembuhan luka, timbul wound dehiscence, dan rentan terhadap infeksi. Nutrisi yang adekuat berupa makronutrien (karbohidrat, protein, lemak) dan mikronutrien (vitamin, mineral) berperan penting pada penyembuhan luka. Pasien pada serial kasus ini yaitu pasien karsinoma sel skuamosa laring pascalaringektomi total dan diseksi leher berusia 56-74 tahun yang dikonsulkan ke Gizi Klinik. Terapi medik gizi diberikan pada keempat pasien serial kasus sesuai dengan kondisi klinis masing-masing melalui jalur enteral. Suplementasi mikronutrien diberikan pada semua pasien. Hasil serial kasus ini menunjukkan bahwa selama perawatan di rumah sakit terdapat dua pasien yang mengalami kejadian wound dehiscence dan salah satu di antara kedua pasien tersebut juga mengalami fistula faringokutan. Keempat pasien pulang ke rumah dengan keadaan klinis yang membaik. Kesimpulan yang didapatkan yaitu selain terapi medik gizi yang adekuat untuk mempertahankan status gizi dalam mendukung proses penyembuhan luka, faktor usia dan perawatan luka turut berperan terhadap proses penyembuhan luka, namun hal ini masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut.

Laryngeal cancer patients who undergo total laryngectomy often have preoperative malnutrition. Malnutrition causes delayed wound healing, wound dehiscence, and susceptibility to infection. Adequate nutrition in the form of macronutrients (carbohydrates, proteins, fats) and micronutrients (vitamins, minerals) play an important role in wound healing. Patients in this case series were undergone total laryngectomy and neck dissection due to squamous cell carcinoma, aged 56-74 years who were consulted to Clinical Nutrition. Nutritional medical therapy was given to all four cases according to their clinical conditions through the enteral pathway. Micronutrient supplementation was given to all patients. The results of this case series showed that during hospital treatment there were two patients who experienced a wound dehiscence and one of the them also had a pharyngocutaneous fistula. The four patients discharged with improvement in clinical conditions. In conclusions, not only need an adequate nutritional medical therapy to maintain nutritional status in supporting the healing process, but also age factors and wound care have contributed to the healing process. However, it still requires further research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cipuk Muhaswitri
"Malnutrisi pada kanker nasofaring (KNF) disebabkan oleh peradangan, sel tumor dan efek kemoradioterapi. Malnutrisi dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup, fungsi fisik, dan kelangsungan hidup. Pemberian nutrisi pasien KNF yang menjalani radioterapi (RT) memperbaiki status gizi, kapasitas fungsional, dan prognosis keseluruhan. Pasien KNF dengan kaheksia, usia 29 - 67 tahun, tiga pria dan satu wanita yang menjalani kemoradioterapi. Diberikan nutrisi sesuai kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik. Pemantauan pasien di awal, hingga RT selesai, pada keluhan terkait terapi, analisis asupan, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional, dan pemeriksaan CRP. Didapatkan penurunan asupan pada empat pasien saat RT, tetapi meningkat lagi pada tiga pasien setelah pemasangan NGT. Satu pasien dengan peningkatan berat badan (BB), sedangkan 3 pasien lainnya BB menurun 2,2-13% pasca RT. Tiga pasien dengan CRP meningkat pada awal RT, tetapi hanya 1 pasien dengan CRP kembali normal. Massa otot meningkat pada 3 pasien setelah RT. Tiga pasien mengalami perbaikan skor ECOG pasca RT, dan satu pasien dengan skor ECOG tetap stabil. Pemasangan NGT dapat mempertahankan asupan pasien. Terapi nutrisi memperbaiki penurunan BB, tetapi tidak terlihat kaitan dengan CRP, massa otot dan kapasitas fungsional karena faktor lain.

Malnutrition in nasopharyngeal carcinoma (NPC) is induced by inflammation, tumor cells and the effects of chemoradiotherapy. Malnutrition is associated with decrease in quality of life, physical function and survival. Nutritional therapy to NPC who underwent radiotherapy (RT) improves nutritional status, functional capacity, and prognosis. NPC cachexic patients, ages 29 - 67 years, three male and one female, all underwent chemoradiotherapy. Nutrition therapy start with planning of energy, macronutrient, micronutrient and specific nutrients needs. Patients monitoring start from the the beginning, until completed RT, related to therapy, intake analysis, anthropometry, body composition, functional capacity, and C-Reactive Protein (CRP) examination. Decrease intake in four patients during RT, but it increased in three patients after NGT insertion. One patient increase body weight (BW), while other 3 patients dropped BW 2.2-13% post-RT. Three patients increase in CRP at the start of RT, but only 1 CRP patient returned to normal. Muscle mass increased in 3 patients after RT. Three patients had improved ECOG scores after RT, and one patient with ECOG scores remained stable. Insertion of NGT can maintain patient intake. Nutritional therapy maintains BW, but does not appear to be related to CRP, muscle mass and functional capacity due to other factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Ariqah Jibril
"Pendahuluan: Kesehatan reproduksi yang kurang baik dapat menyebabkan gangguan menstruasi pada perempuan. Nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh dalam kesehatan reproduksi seseorang. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mahasiswa fakultas kedokteran meiliki asupan gizi yang tidak seimbang. Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa status gizi dan asupan zat gizi makro memiliki hubungan yang siginifikan dengan kejadian gangguan menstruasi. Sampai saat ini belum ada peneliatian mengenai asupan gizi dan gangguan menstruasi yang dilakukan pada mahasiswi preklinik FKUI. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti mengenai hubungan asupan karbohidrat dan lemak, serta status gizi terhadap kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik FKUI.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan karbohidrat, asupan lemak dan status gizi terhadap kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik FKUI
Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang analitik dengan metode consecutive sampling. Data identitas, status gizi dan kesehatan menstruasi diambil menggunakan kuesioner yang telah divalidasi. Data asupan makronutrien pada diambil menggunakan metode wawancara daring dengan mengisi kuesioner 24-hour food recall dan dianalisis menggunakan program Nutrisurvey. Uji bivariat data menggunakan uji Chi-Square atau uji Fisher.
Hasil: Data yang berhasil diambil adalah sebanyak 100 mahasiswa preklinik. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara asupan lemak dan status gizi terhadap gangguan menstruasi. Ditemukan hubungan yang signifikan dari asupan karbohidrat dengan gangguan menstruasi, dimana nilai p yang didapatkan adalah 0,017 (<0,05) dengan rasio odd 0,093 yang menunjukkan efek protektif.
Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara asupan karbohidrat terhadap kejadian gangguan menstruasi, namun tidak ditemukan hubungan antara asupan lemak dan status gizi dengan gangguan menstruasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Amaliya
"Diabetes melitus tipe 2 merupakan masalah kesehatan yang masih dihadapi di Indonesia. Hiperglikemia menyebabkan risiko komorbiditas meningkat salah satunya tuberkulosis paru. Pasien DM dengan TB paru meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Dukungan nutrisi dilakukan untuk membantu memperbaiki kadar glukosa darah. Energi yang mencukupi dan pemberian serat merupakan tatalaksana gizi yang dapat membantu memperbaiki kadar glukosa darah. Serial kasus ini melaporkan empat pasien diabetes melitus tipe 2 dengan tuberkulosis paru yang memiliki rentang usia 49-57 tahun dan status gizi yang bervariasi. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan rekomendasi nutrisi untuk pasien diabetes melitus. Pemenuhan kebutuhan mikronutrien diberikan dengan suplementasi. Hasilnya yaitu kadar glukosa darah dua orang pasien dalam rentang normal 140-180 mg/dl, dengan asupan sesuai target kebutuhan dan komposisi protein 16-20%, lemak 20-18%, karbohidrat 52-64% dan serat 10-20 g/hari. Namun dua pasien dengan status gizi obes kadar glukosa darah masih belum terkontrol dan asupan energi belum mencapai target kebutuhan karena anoreksia dan infeksi yang belum teratasi. Kesimpulannya dukungan nutrisi dengan energi dan serat sesuai rekomendasi dapat membantu memperbaiki kadar glukosa darah.

Type 2 diabetes still a major health problem in Indonesia. Hyperglycemia increase the risk of comorbidity include lung tuberculosis. Since morbidity and mortality of patients with type 2 diabetes and lung tuberculosis increase, nutrition therapy may improve blood glucose level. Provide adequate energy and fiber as a part of medical nutrition therapy for maintain the blood glucose level. This is a case series of four patients with type 2 diabetes and lung tuberculosis, age 49-57 years old, having various nutritional status. The medical nutritional therapy was given to patients according to the diabetes mellitus guidelines. Supplementation were administered to fulfill their requirement. Result: the blood glucose level of two patients within normal range 140-180 mg/dl, with adequate energy intake, protein 16-20%, fat 20-28%, and carbohydrate 52-64% and fiber 10-20 g/day. However the others with obesity remains uncontrolled glucose level, despite of their low intake of energy. It occured due to anorexia and untreated infection. Conclusion: Medical nutritional therapy with adequate energy and fiber may improve the blood glucose level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vikie Nouvrisia Anandaputri
"Latar Belakang. Pasien kanker laring dapat mengalami malnutrisi sebelum
menjalani radioterapi yang ditandai dengan penurunan berat badan yang tidak
disengaja akibat penurunan massa bebas lemak. Kasus serial ini bertujuan untuk
mengamati kaitan asupan protein dengan perbaikan fat free mass index (FFMI).
Metode. Empat pasien pada serial kasus ini didiagnosis karsinoma sel skuamosa
laring pascalaringektomi total dan diseksi leher stadium III dan IV dengan status
gizi malnutrisi berat dan sedang, berat badan normal, dan obes I, berusia 51-62
tahun yang dikonsulkan ke dokter Gizi Klinik pada bulan Agustus sampai
November 2019 sejak awal radioterapi. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan
kondisi klinis melalui jalur oral. Pemantauan dilakukan pada minggu pertama
radiasi, selama radiasi, minggu terakhir radiasi, dan pascaradiasi.
Hasil. Kadar albumin serum keempat pasien dalam batas normal dan meningkat
saat akhir radiasi pada tiga orang pasien. Pasien malnutrisi sedang mengalami
penurunan FFMI dengan asupan protein <2 g/kg BB, pasien malnutrisi berat
mengalami peningkatan FFMI dengan asupan protein 1,1-1,4 g/kg BB. FFMI
pasien obes meningkat lalu menurun dengan asupan protein 0,8-1,7 g/kg BB.
FFMI pasien BB normal meningkat dengan asupan protein 2 g/kg BB. Rentang
asupan protein adalah 0,7-1,5 g/kg BB saat awal radiasi, selama radiasi 0,8-2 g/kg
BB, akhir radiasi 1,1-2 g/kg BB.
Kesimpulan. FFMI cenderung mengalami peningkatan sampai akhir radiasi pada
asupan protein yang mencapai 2 g/kg BB pada pasien BB normal. Perlu penelitian
lebih lanjut mengenai hubungan asupan protein dan FFMI pada pasien KSS laring
yang menjalani radioterapi.

Bacground. Laryngeal cancer patients can experience malnutrition before
undergoing radiotherapy characterized by unintentional weight loss due to a
reduction in fat free mass. Aim of the case series to observe protein intake with fat
free mass index (FFMI) improvement.
Method. Four patients were diagnosed with laryngeal squamous cell carcinoma
post total laryngectomy and neck dissection with nutritional status of severe and
moderate malnutrition, normal weight, and obese grade I, aged 51-62 years who
were consulted to Clinical Nutrition physician in August to November 2019 which
underwent radiotherapy. Medical nutrition therapy is given according to the
clinical condition of each patient through oral. Monitoring was carried out in the
first week, during, the end, and after radiation.
Results. Serum albumin were within normal level and increased at the end of
radiation in 3 patients. FFMI of malnourished patients was decreased with
protein intake <2 g/kg BW. FFMI of severely malnourished patients increases
with protein intake from 1.1 to 1.4 g/kg body weight. FFMI of obese patients
increases then decreases with protein intake from 0.8 to 1.7 g/kg body weight.
FFMI of normoweight patients increases with a protein intake of 2 g/kg BW. The
range of protein intake is 0.7-1.5 g/kg BW at first week, 0.8-2 g/kg BW during,
and 1.1-2 g/kg BW at the end of radiation.
Conclusion. FFMI tends to increase on protein intake 2 g/kg BW in normoweight
patients. Further research is needed regarding the relationship of protein intake
and FFMI in laryngeal patients undergoing radiotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yusi Deviana Nawawi
"Leukemia limfoblastik akut adalah penyakit keganasan hematologi yang paling sering ditemukan pada anak. Perubahan metabolisme pasien kanker dan pengobatan kemoterapi menyebabkan pasien mengalami anoreksia sehingga dapat mengakibatkan pasien mengalami malnutrisi. Kondisi tersebut dapat menurunkan respons terhadap terapi, rendahnya kualitas hidup, dan tingginya mortalitas. Terapi medik gizi yang adekuat diperlukan untuk mendukung proses penyembuhan anak dengan pasien kanker. Asam amino rantai cabang (AARC) merupakan salah satu zat gizi spesifik yang dapat memperbaiki asupan makan dengan cara berkompetisi dengan triptofan pada transporter di otak pada mekanisme lapar-kenyang sehingga menurunkan efek anoreksigenik. Penelitian sebelumnya menunjukkan efek positif pemberian AARC terhadap asupan makan dan menurunkan kadar triptofan bebas di otak pada pasien kanker. Serial kasus ini memaparkan tiga pasien laki-laki dan satu pasien perempuan, berusia 8-14 tahun dengan malnutrisi, mengalami penurunan asupan makan, dan peningkatan kadar inflamasi. Seluruh pasien mendapatkan terapi medik gizi sejak awal perawatan hingga sebelum pulang dari rumah sakit. Pemberian energi dan protein sesuai fase pada penatalaksanaan gizi buruk dan AARC yang berasal dari bahan makanan sumber serta makanan cair. Asupan energi tertinggi pasien kasus sebesar 54-140 kkal/kgBB dan asupan protein tertinggi sebesar 2-4,7 g/kgBB dengan AARC tertinggi sebesar 8,9-23,4 g. Terdapat penurunan kadar inflamasi pada seluruh pasien kasus. Skala lapar-kenyang terendah sebelum makan 2 dan setelah makan 5, perbaikan tingkat lapar-kenyang pada seluruh pasien kasus diikuti dengan peningkatan jumlah asupan. Satu orang pasien mengalami penurunan berat badan, dua orang tetap, dan satu orang mengalami peningkatan berat badan. Terapi medik gizi yang adekuat dengan pemberian AARC dapat menunjang keberhasilan pengobatan pasien anak malnutrisi dengan lekemia limfoblastik akut yang menjalani kemoterapi.

Acute lymphoblastic leukemia is the most common hematological malignancy in children. Metabolic changes in cancer patients and chemotherapy cause patients to experience anorexia which can increase the risk of malnutrition. These conditions can reduce the response to therapy, lower quality of life, and high mortality. Adequate nutritional management is needed to support the healing process of children with cancer patients. Branched-chain amino acids(BCAA) are specific nutrients that can improve calorie intake by competing with tryptophan on transporters in the brain on the hunger-satiety center, thereby reducing anorexigenic effects. Previous research has shown a positive effect of BCAAs on improving calorie intake and reducing levels of free tryptophan in the brain in cancer patients. This case series describes three male and one female patient, aged 8-14 years, malnutrition, decreased calorie intake, and inflammation. All patients received medical nutrition therapy from early treatment until before leaving the hospital. Provision of energy and protein according to the phase in the management of malnutrition and specific nutrients, BCAAs derived from food and liquid food. The highest energy intake of patients in the case of 54-140 kcal/kg BW, and the highest protein intake of 2-4.7 g/kg BW with the highest AARC of 8.9-23.4 g. All patients experienced a reduction in inflammation. The level of hunger-satiety is 2 before eating, and it is 5 thereafter. In all cases, patients increase their intake after experiencing improvements in their hunger-satiation levels. Two patients' weights remained the same, one gained weight, and one patient lost weight. Adequate nutritional therapy and AARC supplementation can support the successful treatment of malnourished pediatric patients with acute lymphoblastic leukemia on chemotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raphael Kosasih
"Kanker payudara merupakan penyebab kematian tersering pada wanita. Salah satu faktor risiko kanker payudara adalah obesitas. Obesitas merupakan masalah kesehatan global yang diderita 13% populasi dunia. Sekitar 56 % pasien kanker payudara mengalami obesitas. Sebagian besar pasien kanker payudara dengan obesitas mengalami peningkatan berat badan setelah diagnosis dan semakin memberat saat mejalani terapi anti-kanker. Peningkatan massa lemak berperan dalam progresivitas sel kanker dan resistensi kanker terhadap kemoradiasi. Asam lemak omega-3, yaitu eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) merupakan nutrien spesifik dalam terapi medik gizi pasien kanker. Penelitian menunjukkan EPA dan DHA dapat memiliki efek anti-kanker, antiinflamasi, dan anti-obesitas yang dapat menurunkan massa lemak, berat badan, dan meningkatkan sensitivitas terapi anti-kanker. Terapi medik gizi dilakukan pada empat pasien kanker payudara dengan obesitas dengan rentang usia 44–58 tahun. Satu pasien tidak mencapai target asupan energi dan satu pasien melebihi target asupan energi, dengan rentang rerata asupan 23–31 kkal/kgBB. Satu pasien tidak mencapai target asupan protein dengan rentang rerata asupan 1–1,4 g/kgBB. Asupan nutrien spesifik asam amino rantai cabang keempat pasien belum mencapai 10 g/hari dengan rentang rerata asupan 8,3–9,3 g/hari. Asupan EPA dan DHA keempat pasien memiliki rentang rerata 1,8–1,9 g/hari. Tiga dari empat pasien mengalami penurunan berat badan dan free fat mass index (FFMI), satu pasien mengalami peningkatan BB dan FFMI, dan dua dari empat pasien mengalami peningkatan kekuatan genggam. Satu pasien mengalami peningkatan C-reactive protein (CRP) dan satu pasien mengalami penurunan CRP. Keempat pasien memiliki rasio neutrofil limfosit diatas 3,49 yang mengindikasikan peningkatan risiko rekurensi. Keempat pasien mengalami toksisitas akur ringan selama radioterapi. Kendala utama dalam aplikasi terapi medik gizi pada keempat pasien adalah tingkat kepatuhan terhadap preskripsi yang semakin menurun menjelang minggu akhir pemantauan Dibutuhkan tatalaksana gizi lebih lanjut pasca radiasi untuk mencapai target nutrisi disertai peningkatan aktivitas fisik untuk mempertahankan atau meningkatkan massa otot.

Breast cancer is a leading cause of death in women. One risk factor for breast cancer is obesity, a global health problem affecting 13% of the world's population. About 56% of breast cancer patients are obese. Most breast cancer patients with obesity gain weight after diagnosis and get worse while undergoing anti-cancer therapy. Increased fat mass plays a role in the progression of cancer cells and cancer resistance to chemoradiation. Omega-3 fatty acids, namely eicosapentaenoic acid (EPA) and docosahexaenoic acid (DHA), are specific nutrients in medical nutrition therapy for cancer patients. Research shows that EPA and DHA have anti-cancer, anti-inflammatory, and anti-obesity effects that can reduce fat mass and body weight and increase the sensitivity of anti-cancer therapy. Medical nutrition therapy was done on four obese breast cancer patients aged 44–58. One patient did not reach the energy intake target, and one exceeded the energy intake target, with a mean intake range of 23–31 kcal/kg BW. One patient did not achieve the target protein intake with an average intake of 1–1.4 g/kg BW. The intake of specific nutrients for branched-chain amino acids in the four patients had not yet reached ten g/day with a mean intake range of 8.3–9.3 g/day. The EPA and DHA intakes of the four patients had a mean range of 1.8–1.9 g/day. Three of four patients experienced weight loss and free fat mass index (FFMI), one patient experienced an increase in weight and FFMI, and two of four patients experienced an increase in grip strength. One patient had an increase in C-reactive protein (CRP), and one had a decrease in CRP. All four patients had a neutrophil-lymphocyte ratio above 3.49, indicating an increased risk of recurrence. All four patients experienced mild acute toxicity during radiotherapy. The main obstacle in applying medical nutrition therapy to the four patients was the level of adherence to prescriptions which decreased towards the end of the monitoring week. Further nutritional management after radiation was needed to achieve nutritional targets with increased physical activity to maintain or increase muscle mass."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meilianawati
"Latar belakang
Jumlah pasien obesitas yang dirawat di unit perawatan intensif semakin meningkat. Pasien obesitas dalam kondisi sakit kritis berisiko mengalami acute kidney injury (AKI). Belum ada panduan pemberian energi dan protein yang optimal bagi pasien obesitas sakit kritis dengan AKI. Asupan energi dan protein yang tidak adekuat akan memperberat risiko malnutrisi dan sarkopenia sehingga meningkatkan komplikasi, lama rawat, dan mortalitas. Terapi medik gizi yang komprehensif diperlukan untuk mencegah progresivitas penyakit dan penurunan status gizi yang memengaruhi luaran klinis pasien.
Kasus:
Pasien pada serial kasus ini adalah tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan, berusia 58-64 tahun dengan status gizi obesitas, mengalami sakit kritis, dan menderita AKI saat perawatan. Seluruh pasien mendapatkan terapi medik gizi sejak sakit kritis fase akut. Preskripsi energi berdasarkan rule of thumb sedangkan protein berdasarkan nilai imbang nitrogen. Pemberian nutrisi disesuaikan dengan kondisi klinis, hemodinamik, dan toleransi asupan pasien.
Hasil:
Selama perawatan, asupan energi pasien dapat mencapai 30 kkal/kgBB dengan protein 1-1,3 g/kgBB. Dua pasien mengalami imbang nitrogen negatif hingga akhir perawatan karena asupan protein tidak adekuat dan kondisi hiperkatabolisme berat. Dua pasien dengan asupan protein yang cukup (1,1–1,2 g/kgBB) memiliki imbang nitrogen yang normal. Tiga pasien mengalami komplikasi sepsis dan satu pasien menderita ulkus dekubitus. Satu pasien mengalami malnutrisi dan sarkopenia saat perawatan sakit kritis. Dua pasien dengan imbang nitrogen seimbang dapat melewati fase kritis dan pindah ke ruang rawat biasa. Dua pasien dengan imbang nitrogen negatif meninggal dunia saat perawatan di ICU.
Kesimpulan:
Terapi medik gizi dan pemberian protein yang adekuat pada pasien obes sakit kritis dengan AKI dapat memperbaiki kondisi klinis, meningkatkan kesintasan, dan menurunkan mortalitas.

Background
The prevalence of obesity has increased and is reflected in the intensive care unit (ICU) population. Critically ill obese patients are at risk for acute kidney injury (AKI). There are no guidelines for optimal energy and protein delivery for critically ill obese patients with AKI. Inadequate energy and protein intake will exacerbate malnutrition and sarcopenia, thereby increasing complications, length of stay, and mortality. Comprehensive nutritional medical therapy is needed to prevent disease progression and derivation of nutritional status that affects the clinical outcome.
Case
The patients were three men and one woman, aged 58-64 years with obesity, critically ill, and AKI.
All patients received medical nutrition therapy since the acute phase of critical illness.
Energy prescription is based on the rule of thumb while protein is based on the nitrogen balance.
Nutritional administration is adjusted to the clinical condition, hemodynamic, and patient's tolerance.
Result
During treatment, the patient's energy intake reach 30 kcal/kgBW with protein of 1-1,3 g/kgBW.
Two patients experienced negative nitrogen balance at the end of treatment due to inadequate protein intake and severe hypercatabolism.
Two patients with adequate protein intake (1.1–1.2 g/kgBW) had normal nitrogen balance.
Three patients had complications of sepsis and one patient had a pressure ulcer. One patient developed malnutrition and sarcopenia during treatment.
Two patients with a normal nitrogen balance were able to pass the critical phase and step down to the ward.
Two patients with negative nitrogen balance died during intensive care treatment.
Conclusion
Medical nutrition therapy and adequate protein intake in critically ill obese patients with AKI can improve clinical conditions,increase survival, and reduce mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiyah Wijayanthie
"ABSTRAK
Latar belakang: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh minyak zaitun dan minyak bekatul terhadap kontrol glikemik dan profil lipid pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2.
Metode: 10 subjek menerima 15 ml / hari minyak zaitun dan minyak bekatul. Kadar glukosa darah puasa, glukosa postprandial, kolesterol total, low-density lipoprotein (LDL), high-density lipoprotein (HDL), dan trigliserida (TG) diukur. Subjek dicross over setelah periode wash out. Data dianalisis menggunakan uji-t berpasangan atau uji Wilcoxon yang sesuai dalam kelompok minyak bekatul dan minyak zaitun.
Hasil: perubahan glukosa darah puasa, glukosa postprandial, kolesterol total, LDL, dan TG tidak berbeda secara signifikan pada kedua kelompok. Namun, secara signifikan menurunkan kadar HDL diamati pada dua kelompok.
Kesimpulan: Minyak bekatul dan minyak zaitun tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar glukosa darah puasa dan glukosa postprandial.

ABSTRACT
Background: The aim of this study was to determine the effect of extra virgin olive oil (EVOO) and rice bran oil (RBO) on glycemic control and lipid profile in patients with type 2 diabetes mellitus (DM).
Methods: 10 subjects received 15 ml/day of EVOO and RBO. Fasting blood glucose, postprandial glucose, total serum cholesterol, low-density lipoprotein (LDL), high-density lipoprotein (HDL), and triglyceride (TG) were measured. Subjects were cross-covered after wash out. Data were analyzed using paired t-test or Wilcoxon test as appropriate in the group RBO and EVOO.
Results: the changes of fasting blood glucose, postprandial glucose, total cholesterol, LDL, and TG were not significantly different in the two groups. However, significantly decreased the levels of HDL were observed in two groups.
Conclusion: RBO and EVOO no significant influence on the levels of fasting blood glucose and postprandial glucose.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>