Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ita Yulita
Abstrak :
Salah satu tujuan diadakan penelitian di bidang Arkeologi adalah untuk melakukan identifikasi terhadap artefak temuan sehingga keberadaan dapat diketahui. Seringkali arkeolog merasa kesulitan dikarenakan data yang menyertai temuan tidak lengkap terutama untuk temuan yang dikategorikan temuan lepas. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pendekatan dari sudut pandang lain. Penelitian ini mencoba menawarkan pendekatan analisis bahan melalui komposisi kimia bebas penyusun artefak untuk identifikasi meriam perunggu Museum Nasional yang dikategorikan sebagai temuan lepas. Komposisi kimia dapat diperoleh setelah dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif pada sejumlah kecil bahan. Pengetahuan mengenai komposisi sangat penting karena berhubungan dengan struktur kimia yang merupakan unsur pembentuk kekuatan artefak. Kekuatan artefak berhubungan dengan penampilan dan penampilan berhubungan erat dengan pemanfaatan artefak sebagai fungsi teknologi, sosial dan ideologi. Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini berdasarkan perbedaaan komposisi kimianya adalah pertama apakah keberadaan meriam dengan bentuk dan hiasan yang beragam mengindikasikan adanya perbedaan fungsi meriam saat digunakan. Permasalahan yang kedua adalah apakah dapat dibedakan pabrik asal pembuatan meriam terutama untuk meram yang memiliki identitas. Permasalahan yang ketiga adalah bagaimana tingkat kekuatan perunggu yang digunakan untuk meriam dengan perunggu yang digunakan untuk artefak bukan meriam. Langkah penelitian yang digunakan sesuai dengan konsep arkeologi yaitu pertama pengumpulan data, dilanjutkan dengan pengolahan data dan penyimpulan data. Data artefaktual diperoleh berdasarkan atribut yang dimiliki sehingga diperoleh meriam yang mewakili kelompoknya untuk diambil komposisi bahannya. Kemudian dilakukan analisis kimia dengan menggunakan spektrofotometer fluoresence sinar X. Tahap berikutnya yaitu pengolahan data dilakukan dengan mengintegrasikan data artefaktual dengan data komposisi kimia. Berdasarkan hasil integrasi dan dilengkapi dengan pengetahuan yang diperoleh dari literatur ini kemudian dilakukan tahap terakhir yaitu penyimpulan data. Kesimpulan yang diperoleh antara lain meriam berdasarkan variasi hiasan dan komposisi kimia dapat dibedakan fungsinya sebagai senjata dan sebagai simbol sosial. Berdasarkan literatur diketahui meriam yang digunakan sebagai senjata memiliki kandungan seng (Zn). Meriam dengan hiasan dan dekorasi indah kemungkinan besar tidak digunakan sebagai senjata karena tidak adanya unsur seng dalam komposisi. Meriam yang berlambang AVOC dan HVOC memiliki persamaan unsur yaitu adanya unsur tembaga(Cu), timah (Sn), seng (Zn) dan arsenik (As) sebagai unsur utama, sedangkan meriam yang berlambang VOCVOC hanya memiliki unsur utama tembaga dan seng tanpa adanya timah dan arsenik Padahal arsenik merupakan ciri khas perunggu Eropa. Sehingga dapat dipastikan meriam yang berlambang VOCVOC bukan berasal dari negara asal VOC. Apabila dibandingkan dengan perunggu yang digunakan untuk artefak bukan meriam, ternyata perunggu untuk meriam memiliki kekuatan yang lebih. Hal ini karena kandungan timah (Sn) pada meriam tidak lebih dari 10% dan perunggu memiliki kandungan fosfor, serta tidak adanya unsur timbal seperti yang ditemukan pada campuran logam untuk artefak lain.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aruan, Yessy Puji
Abstrak :
Mata uang logam perunggu Cina merupakan salah satu artefak peninggalan masa lalu yang memiliki potensi yang cukup penting untuk mengungkapkan mengenai teknologi pembuatan logam masa lalu. Mata uang logam perunggu Cina tersebut umumnya ditemukan di situs Trowulan, Jawa Timur. Oleh beberapa ahli arkeologi keberadaan artefak tersebut telah membuktikan adanya hubungan dagang yang erat antara Cina dengan kerajaan Majapahit sekitar abad 10-13. Komposisi unsur logam mata uang Cina secara umum termasuk dalam kelompok "binary alloys" yaitu campuran logam Cu dan Sn sebagai bahan pokok dan kelompok "ternary alloys" dengan penambahan unsur Pb, Zn, atau Fe. Penelitian artefak mata uang logam perunggu Cina yang dilakukan terdiri dari analisis non destruktif dan analisis destruktif berupa analisis komposisi unsur-unsur kimia, dan analisis teknik pembuatan yang pernah diterapkan dalam proses produksi. Hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa komposisi unsur logam mata uang Cina masa dinasti Song adalah Cu, Sn, dan Pb dengan prosentase yang berbeda. Penelitian ini juga dapat menyimpulkan bahwa "mata uang Cina" yang dibuat di Indonesia amat berbeda komposisi kimianya. Melalui analisis destruktif dengan alat SEM (Scanning Electron Microscope) diketahui bahwa teknik pembuatan mata uang logam perunggu Cina dilakukan dengan cara dicetak dan mengalami penempaan ringan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laode Muhammad Aksa
Abstrak :
Kajian penataan kawasan Ke'te Kesu', Tana Toraja, Sulawesi Selatan dalam rangka pelestarian, pemanfaatan, pengembangan sumberdaya budaya merupakan kajian manajemen sumberdaya budaya (Cultural Resources Management) dengan menggunakan pendekatan perencanaan secara komprehensif dan holistik. Kawasan Ke'te Kesu' merupakan kawasan yang mempunyai tinggalan budaya, lingkungan alam (lansekap) dan lingkungan sosial. Data yang dipergunakan untuk penulisan tesis ini yaitu tradisi kehidupan yang masih berlanjut, perkampungan dan rumah tradisional, perkuburan dalam goa dan ceruk, tempat upacara dan monumen-monumen megalitik, hasil-hasil kerajinan tradisional masyarakat, kondisi lingkungan fisik atau lansekap, pemanfaatan lahan dan kehidupan ekologinya, serta lingkungan sosialnya. Metode penelitian untuk menyusun tesis ini terdiri atas metode pengumpulan data, pengolahan data dan analisis. Pengumpulan data lapangan di kawasan Ke'te Kesu' dilakukan dengan cara survei, wawancara, pengamatan, pencatatan, pemetaan dan pendokumentasian. Data lapangan dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik bentuk lahan dan pemanfaatan lahan, mengetahui luas kawasan adat, fasilitas-fasilitas publik di sekitar daerah penelitian, wawancara dengan masyarakat, pengunjung dan petugas pemerintah khususnya dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Data yang diperoleh dari dari hasil survei lapangan untuk menganalisis proses penataan kawasan Ke'te Kesu dengan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk pengembangan secara keruangan yang berbasiskan konsep pemintakatan dan pelestarian serta keseimbangan lingkungan. Setelah dianalisis ditampilkan melalui tampilan visual peta-peta. Selain itu, digunakan juga analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk penataan kawasan Ke'te Kesu' dalam rangka pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya budaya. Dari hasil penelitian dan penulisan tesis ini, serta melihat kenyataan di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa dinamika penataan kawasan Ke'te Kesu' dalam rangka pelestarian, pemanfaatan, pengembangan sumberdaya budaya dapat diringkas sebagai berikut : - Distribusi prasarana publik dan yang menunjang kepariwisataan dalam kajian ini lebih diarahkan pada diferensiasi layanan fasilitas yang sesuai dengan utilitasnya, yang diperoleh melalui teknik penataan kawasan dengan pendekatan perencanaan secara komprehensif dan holistik. Penataan kawasan Ke'te Kesu' dibutuhkan 24 obyek pengembangan fasilitas. - Dikaitkan dengan tujuan penelitian, tujuan-tujuan tersebut dapat dijabarkan dalam 3 (tiga) aspek, yaitu (1) Aspek fisik, sesuai dengan tujuan pengembangan, asas optimalisasi penataan ruang kawasan Ke'te Kesu' yang serasi dan seimbang dalam rangka pelestarian, pemanfaatan, dan pengembangan sumberdaya budaya. (2) Aspek sosial, sesuai dengan gambaran masyarakat tradisional setempat diambil sebagai arahan untuk mengendalikan living tradition yang berkelanjutan (3) Aspek ekonomi, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat oleh sektor-sektor lain yang berkaitan dengan sektor pertanian, sektor industri kerajinan, sektor perdagangan, sektor jasa, sektor pengangkutan dan komunikasi dalam pengembangan pariwisata. - Selain itu penelitian ini juga memperlihatkan citra kawasan budaya sebagai lansekap budaya yang merupakan bagian dari sumberdaya budaya yang ada di kawasan Ke'te Kesu'.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusinah Hanum
Abstrak :
Tujuan penelitian ini untuk mengoptimalkan peranan museum di kalangan masyarakat terutama sekali kalangan pendidikan sebagai penunjang sarana pendidikan dan pembelajaran di sekolah-sekolah. Museum berfungsi sebagai sarana pendidikan, terutama pendidikan budaya yang harus ditransformasikan kepada masyarakat luas termasuk kalangan pendidikan, namun pemanfaatannya sebagai sarana pendidikan itu belum maksimal digunakan. Belum maksimalnya pemanfaatan itu terlihat dari tingkat kunjungan kalangan pendidikan ke museum. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berkenaan dengan pengelolaan koleksi museum dalam tata pamernya sebagai sarana informasi dan pemanfaatan museum sebagai sarana pendidikan. Semua itu dilakukan untuk mendapatkan keterangan tentang museum dan permasalahan-permasalahannya, sehingga akan memudahkan menemukan solusi yang perlu dilakukan untuk menarik minat masyarakat untuk berkunjung dan mengoptimalkan peranan museum sebagai sarana pendidikan. Penelitian ini mencoba menawarkan pendekatan deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif, terhadap pengelolaan koleksi museum Nanggroe Aceh Darussalam terutama dalam hal penataan koleksinya dalam pameran yang dirancang museum. Pameran yang dibuat museum sebagai sarana informasi dan sarana komunikasi dengan pengunjung dapat membantu pengunjung dalam mendapatkan pengetahuan, terutama pengetahuan budaya. Dalam hal ini dilakukan wawancara kepada petugas museum dan juga mengumpulkan data dari pengunjung museum dan dari guru-guru sekolah yang ada di sekitar museum yang memanfaatkan museum sebagai sarana pendidikan. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini ialah museum belum mampu memposisikan dirinya sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat umum terutama kalangan pendidikan. Hal ini terlihat dari 323 Sekolah Dasar yang ada di Kotamadya Banda Aceh dan Aceh Besar hanya 18 kelompok Sekolah Dasar saja yang berkunjung ke museum, kunjungan ini pun dilakukan hanya satu kali dalam satu tahun. Pemanfaatan museum yang tidak optimal ini disebabkan lembaga pendidikan tersebut tidak memahami dengan jelas manfaat museum dalam proses belajar mengajar. Di pihak lain museum dalam melaksanakan kegiatannya belum menyadari sepenuhnya tentang kebutuhan pendidikan, karena itu para siswa kurang tertarik pada pameran yang disajikan museum. Promosi atau sosialisasi kegiatan museum belum sepenuhnya menjangkau masyarakat umum, khususnya kalangan pendidikan. Akibatnya hubungan antara pihak museum dengan pihak lembaga pendidikan tidak terjalin dengan baik. Kalangan pendidikan menganggap museum hanya sebagai tempat menyimpan benda-benda kuno. Kenyatan tersebut menunjukkan bahwa museum harus berbenah diri agar tercapai tujuan dan fungsi museum sebagai lembaga penunjang dalam penelitian, pendidikan dan juga tempat rekreasi bagi masyrakat. Pembenahan ini bukan hanya dilakukan terhadap pengelolaan koleksi museum saja tetapi juga penyebaran informasi kegiatan-kegiatan museum kepada masyarakat melalui penyebaran brosur-brosur museum.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taqyuddin
Abstrak :
Bangunan air di DAS Ciliwung sebagai obyek penelitian atau sebagai kebudayaan materi yang diteliti secara arkeologi tanpa melakukan penggalian. Berdasarkan konsep pengelolaan sumberdaya air di suatu DAS yang dikemukakan Asdak (1995), bangunan air tersebut dalam pembahasannya dikaitkan dengan karakteristik lingkungan abiotik DAS Ciliwung. Dengan mengkaji keterkaitannya diharapkan dapat menjelaskan upaya pengelolaan sumberdaya air di DAS Ciliwung yang dilakukan pada masa kolonial (dalam hal ini penekanannya pada keahlian teknik mengatur air atau water engineering). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masa kolonial sudah melakukan pengaturan sumberdaya air di DAS Ciliwung. Pengaturan yang dilakukan yaitu dengan tujuan untuk rnengendalikan banjir di Batavia, untuk keperluan pengairan lahan perlanian dan keperluan kebutuhan air bersih kota. Dengan memperhatikan keberadaan banguan air yang ditemukan di wilayah hilir (di sekitar kota Batavia) yang merupakan dataran rendah menunjukkan fungsi pengelolaan bangunan air tersebut kecenderungannya untuk menanggulangi banjir. Dan bangunan yang ada di hulu pengelolaannya dengan tujuan untuk menghambat dan menyalurkan sebagian air Ciliwung ke saluran-saluran irigasi agar tidak seluruhnya mengalir ke hilir. Bagian tengah DAS hanya sebagai pelintasan saja tidak ditemukan bangunan air yang memiliki tujuan yang sudah disebutkan di atas. Dapat disimpulkan bahwa pengaturan yang dilakukan belum menyelesaikan permasalahan secara jangka panjang, dan menyeluruh dari ancaman air melimpah di wilayah hilir di Batavia, jika dinilai dengan menggunakan konsep Asdak (1995) yang menyatakan bahwa bagian hululah yang diprioritaskan untuk dikelola karena sangat mempengaruhi bagian tengah dan hilirnya. Dan pengaturan yang dilakukan pada masa kolonial menunjukkan kecenderungan budaya penanganan dari pada budaya pencegahan dengan dibangunnya bangunan air di wilayah hilir. Hal ini terbukti bahwa lingkungan fisik di bagian hulu dan tengah yang berpotensi mengirim air dengan jumlah besar ke hilir ternyata diatur dengan dua bangunan air yang kapasitasnya terbatas.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiati
Abstrak :
Keramik kuno merupakan salah satu jenis benda yang diproduksi oleh manusia masa lalu untuk memenuhi berbagai kebutuhan mereka di dalam hidupnya. Pada prinsipnya pengertian keramik adalah setiap benda yang dibuat dari tanah liat, dan yang kemudian dibakar untuk memenuhi fungsinya. Pengertian dari istilah tersebut mancakup tiga macam benda yang dalam kepustakaan arkeologi dikenal sebagai: (1) "porselin" (porcelain), (2) "bahan-batuan" (stoneware), dan (3) "tembikar" (earthenware) (Ayat rohaedi et al. 1978:83; McKinnon et al. 1991). Porselin dan bahan-batuan dapat dibedakan secara tegas dengan tembikar karena kedua jenis benda keramik yang disebut terdahulu pada umumnya mempunyai beberapa ciri utama yaitu: benda tersebut dibuat dari bahan dasar tanah liat berwarna relatif putih yang dicampur dengan bahan-batuan tertentu (petuntze); permukaannya dilapisi dengan lapisan glasir; dan dibakar dengan suhu tinggi antara 1150° hingga 1350° C. Sementara tembikar memiliki beberapa ciri utama yang berbeda yaitu: benda dibuat dari bahan dasar tanah liat (biasa) yang dicampur dengan pasir, atau pecahan kerang, atau sekam pada permukaannya tidak dilapisi dengan lapisan glasir, dan dibakar dengan suhu rendah sekitar 900° C. Oleh sebagian orang di Indonesia keramik berglasir sering disebut sebagai "keramik asing" (Ridho 1977, 1980, 1984; Hadimuljono 1980, 1985), sebaliknya tembikar disebut sebagai "keramik lokal". Kedua istilah tersebut untuk pertama kalinya muncul dalam penelitian yang dipimpin oleh Teguh Asmar dan B. Bronson di Rembang (Asmar et al. 1975). Dalam rangka kegiatan penelitian situs-kota oleh Indonesian Field School of Archaeology (IFSA) di Trowulan yang dipimpin oleh Mundardjito dan J. Miksic diputuskan bahwa istilah keramik mencakup pengertian dari ketiga macam benda seperti tersebut di atas (Mundardjito et al. 1992). Bagi para peneliti masa prasejarah Indonesia, istilah keramik lokal sering disebut sebagai "gerabah" (Soegondho 1993, 1995) atau juga sering disebut "kereweng" jika ditemukan dalam bentuk pecahan seperti dalam penelitian di Ratubaka (Asmar dan Bronson 1973). Namun beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak semua benda tembikar atau gerabah adalah keramik lokal yang dibuat di Indonesia. Ada di antara himpunan benda tembikar itu merupakan barang impor atau yang dibuat di luar Indonesia (Miksic dan Tack 1988, 1992). Pengertian keramik dalam tesis ini mencakupi "keramik berglasir" dan "keramik tidak berglasir" yang keduanya dapat dipastikan berasal dari luar Indonesia dan merupakan barang impor. Berdasarkan ciri-ciri fisik yang tampak pada keramik-keramik tersebut dapat diindentifikasi asal daerah pembuatannnya dan pertarikhannya. Keramik-keramik impor yang ditemukan di Indonesia berasal dari berbagai negara seperti: Cina, Asia Tenggara (antara lain Thailand, Vietnam, dan Khmer), Timur Tengah, Jepang, dan Eropa (seperti Belanda, dan Jarman). Di antara negara-negara penghasil keramik tersebut, keramik dari Cina merupakan temuan yang paling banyak (de Flines 1969; Ridho 1993/94:20). Sementara itu cara memberi pertarikhan (dating) atas benda keramik ditemukan oleh masa pemerintahan dinasti-dinasti Cina, yang tahun awal dan akhir kekuasaannya dapat diketahui. Tarikh tertua dari keramik yang pernah ditemukan di Indonesia diketahui dari masa dinasti Han yang berkuasa di Cina tahun 202 SM hingga 202 M (Ridho 1977). Namun yang banyak ditemukan di Indonesia terutama keramik-keramik yang dibuat dari masa sesudahnya, yaitu dari masa dinasti Tang (abad VII-X), Lima dinasti (abad X), dinasti Song (abad X-XIII), dinasti Yuan (abad XIII-XIV), dinasti Ming (abad XIV-XVII), dan terakhir dinasti Ching.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T12558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Riawan
Abstrak :
Upaya pelestarian bangunan cagar budaya di wilayah DKI Jakarta banyak mengalami tantangan serta rumit ditangani. Hal ini dikarenakan banyaknya pihak yang berkepentingan dengan bangunan cagar budaya itu sendiri. Penetapan bangunan cagar budaya di wilayah DKI Jakarta yang pemah dilakukan masih banyak mengundang permasalahan. Dalam penetapan bangunan cagar budaya dirasakan adanya kendala pada lemahnya sistem penilaian yang diterapkan. Penetapan yang dilakukan tidak didasarkan penelitian, masih bersifat sektoral sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu tertentu. Kriteria penilaian dibuat oleh pembuat kebijakan tanpa melibatkan masyarakat pemilik bangunan cagar budaya. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dibuat suatu sistem penilaian bangunan cagar budaya yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan penilaian dari berbagai kepentingan. Sistem Penilaian yang diusutkan terdiri dari penilaian secara akademis, yaitu penilaian secara ilmiah didasarkan kepada keseimbangan penilaian diantara disiplin ilmu Arkeologi, Sejarah dan Arsitektur serta mempertimbangkan aspek hukum. Penilaian akademis terdiri dari delapan kriteria, yakni kriteria sejarah didasarkan pada empat tolok ukur, kriteria keaslian didasarkan pada empat tolok ukur, kriteria umur didasarkan pada dua tolok ukur, kriteria manfaat didasarkan pada enam tolok ukur, kriteria estetika didasarkan pada dua tolok ukur, kriteria gaya didasarkan pada lima tolok ukur, kriteria kelangkaan didasarkan dua tolok ukur, kriteria kondisi bangunan didasarkan tiga tolok ukur. Pada pelaksanaan penilaian, dilakukan pembobotan pada masing-masing kriteria untuk mengetahui seberapa penting kriteria tersebut relatif satu dengan lainnya. Pembobotan mempertimbangkan kepentingan pemilik bangunan cagar budaya. Untuk mengetahui kepentingan pemilik bangunan diajukan sistem penilaian dengan menggunakan kuisioner. Hasil kuisioner diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh kebutuhan pelestarian bangunan cagar budaya dari sisi pemilik bangunan. Sehingga kebijakan penilaian mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak (win-win solution). Selain itu dilakukan pula penilaian secara non akademis, yaitu permasalahan yang terjadi di lapangan akibat dari diterapkannya kriteria penilaian yang pernah dibuat. Permasalahan yang ada terdiri dari enam permasalahan, yakni birokrasi pelestarian, ketatakotaan, fisik bangunan, kurangnya partisipasi pemilik bangunan, anti kolonialisme dan etnis tertentu, ekonomi.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T13370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Patmiarsi Retnaningtyas
Abstrak :
Delta Batanghari terletak di pesisir timur Provinsi Jambi. Di daerah ini banyak ditemukan situs-situs arkeologi. Berdasarkan temuannya, situs-situs tersebut memiliki masa okupasi yang sezaman yaitu abad 10-13 Masehi. Keberadaan situs-situs ini di lingkungan yang tidak mendukung kelayakan sebagai lokasi pemukiman mengindikasikan adanya faktor lain yang lebih berpengaruh. Sementara itu terdapatnya pemukiman yang relatif berdekatan menimbulkan pertanyaan tentang adanya hubungan antara situs-situs tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pola pemukiman di delta Batanghari, hubungan antara lokasi situs dengan lingkungan fisiknya dan keterlibatan situs-situs tersebut dalam jaringan perdagangan maritim dan kegiatan yang berlangsung dalam perdagangan. Kajian mengenai pola pemukiman memberi kesempatan untuk menguji timbal balik antara dua atau lebih komunitas berbeda. Juga untuk mengamati jaringan perdagangan, cara-cara manusia mengeksploitasi lingkungan dan organisasi sosial. Dengan demikian sesuai dengan tujuan penelitian, kajian yang dilakukan terhadap pemukiman di Delta Batanghari yaitu melalui pengamatan terhadap kepadatan, keluasan, hubungan antarsitus dan hubungan antara situs dengan lingkungan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa faktor perdagangan lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan pemukiman di Delta Batanghari. Apalagi perdagangan sedang mengalami perkembangan di wilayah nusantara sejak abad 12 Masehi, masa yang sejaman dengan perkembangan pemukiman di Delta Batanghari. Namun demikian walau perdagangan merupakan faktor pendorong tumbuhnya pemukiman, penempatan lokasi pemukiman ternyata menggambarkan adanya kearifan masyarakat untuk memanfaatkan daerah yang memiliki aksesibilitas tinggi melalui sungai atau anak sungai. Penempatan lokasi pemukiman seperti ini menunjukkan walau Delta Batanghari mulanya merupakan daerah rawa dengan kecenderungan selalu tergenang, lokasi pemukiman tetap dipilih pada lokasi yang memiliki aksesibilitas ke pemukiman lain. Hubungan antar situs di Delta Batanghari selain ditunjukkan melalui kesamaan sisa kegiatan masyarakat juga dari keletakannya dengan faktor lingkungan seperti sungai atau anak sungai. Koto Kandis, Lambur dan Sitihawa, merupakan contoh pemukiman yang berada di dekat sungai atau anak sungai dan antar situs dihubungkan pula oleh sungai atau anak sungai sebagai jalur transportasi utama. Pengaruh lingkungan agaknya berperan dalam pembentukan karakter pemukiman. Berdasarkan kondisi lingkungannya, Kota Kandis memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai kota pelabuhan. Sejalan dengan semakin ramainya pelabuhan, Koto kandis menjadi semakin padat untuk lokasi hunian, sehingga lokasi hunian meluas ke daerah di dekatnya yang memiliki aksesibilitas tinggi terhadap Koto Kandis yaitu Lambur dan Sitihawa. Oleh karena jalur transportasi kurang lancar akibat sempitnya anak sungai yang melintas di kedua daerah, Lambur dan Sitihawa hanya bertindak sebagai konsumen barang, dan kurang terlibat langsung dalam jaringan perdagangan internasional.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T15351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Yondri
Abstrak :
Gua Pawon yang terletak di kawasan batugamping Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung sampai saat ini merupakan satu penemuan baru dalam kegiatan penelitian prasejarah yang pernah dilakukan di daerah Jawa Barat umumnya di kawasan tepian Danau Bandung Purba khususnya. Ekskavasi di Gua Pawon melalui pembukaan 6 kotak galian dilakukan oleh Balai Arkeologi Bandung pada bulan Juli dan Oktober (2003), Mei (2004), serta April (2004) atas kerjasama dengan Balai Pengelolaan Peninggalan Purbakala, Sejarah dan Nilai Tradisional Provinsi Jawa Barat. Hasil ekskavasi dengan temuan berupa alat serpih, alat tulang berbentuk lancipan dan spatula, fragmen tulang hewan, moluska, dan kubur, engindikasikan bahwa Gua Pawon di masa lalu pernah digunakan sebagai tempat pemukiman dan penguburan dari periode budaya berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Tesis ini bertujuan untuk mengidentifikasi temuan kubur di Gua Pawon. Analisis dikembangkan berdasarkan pandangan yang telah dikemukakan oleh para ahli sebelumnya, baik mengenai tipe kubur, keletakan kubur di dalam gua, serta jenis ras manusia yang dikuburkan. Berdasarkan basil analisis, dapat disimpulkan bahwa kubur di Gua Pawon terdiri dari dua tipe yaitu tipe kubur langsung dan tipe kubur tertunda. Tipe kubur langsung dilakukan dalam bentuk penguburan terlipat yang diperlihatkan oleh R.1II, dan R.IV, sedangkan tipe kubur tertunda dilakukan dengan cara menguburkan bagian rangka, yaitu bagian kepala yang sebelum penguburan kedua dilakukan pewarnaan dengan menggunakan hematit di seluruh permukaan tulang yang diperlihatkan oleh rangka I (R.I). Ilasil pertangalan C-14 menunjukkan bahwa penguburan tersebut berkisar antara 5660±170 BP sampai 9520±200 BP.
Pawon Cave is located in the limestone area of Gunung Masigit, Cipatat District, Bandung Regency. It is one of the new discoveries in prehistory research activities that have ever been done in West Java, particularly in Bandung Basin area. Excavation in Pawon cave through the opening of six excavation that have been carried out by Bandung Archeological Research Bereau in July and October (2003), May (2004), and also April (2004) in cooperation with Board of Archaeological Heritage, History, and Traditional Values of West Java Province. Excavation result (obsidians tools, bone tools, fragmen of animal bones, mnllusca, and burial the human skeletons) indicated that Pawon Cave in the past *was ever used as settlement and burial places in the advance stage of hunter-gather culture. The aim of this thesis is to identify the burial tradition that was done by people of the Pawon Cave. The burial data was analyzed based on the interpretation of the burial type, burrial location in the cave, also of the race of men who were burned there. Based on the analysis result of the four skeletons (R.I, R.II, R.III. and R.IV) that have been found, it can be concluded that the burial in Pawon Cave was done in a direct and deffered inhumation. Direct inhumation is done in flexed burial shape that is shown by R.III and R.IV. Deffered inhumation is done by burying the skeletons, in which the head. part was dyed first by using hematite in all of the bone surfaces as is shown by skeletons I (R.I before secondary burial was done. The dating result of C-14 shows that this burial occurred between 5660 ± 170 BP until 9520±200 BP.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T39938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Arda
Abstrak :
Penelitian tentang keletakan makam-makam kuno masa Islam XVII-XIX di luhak Tanah Data memperlihatkan bahwa penempatan sebuah kompleks makam di masa lalu sangat berkaitan dengan aturan adat yang dipakai bersama oleh masyarakat Minangkabau pada waktu itu. Demikan juga dengan persebarannya sangat ditentukan oleh persebaran suku dalam suatu pemukiman nagari. Secara geografi dapat diinformasikan bahwa menurut ketinggian tempat, situs pada umumnya terletak merata di empat wilayah pengelompokan. Dari hasil tersebut dapat digambarkan bahwa pemukiman pada masa lalu di Luhak Tanah Data, terletak merata diberbagai ketinggian tempat. Kondisi demikian sesuai dengan topografi wilayah Tanah Da$a yang memang berada di lereng pegunungan Merapi, Tandikat, Sago, dan Bukit Barisan. Sementara apabila dikaitkan dengan sungai, maka situs pada umumnya terletak berdekatan dengan sungai atau mengikuti alur sungai. Pola tersebut menggambarkan bahwa kedekatan situs dengan sungai bukan berarti membuktikan akses langsung situs dengan sungai. Namun yang dapat diinformasikan dari kedekatan tersebut adalahbahwa situs terletak di bantaran sungai yang stabil atau tidak terganggu oleh aktivitas sungai seperti banjir longsor, yang mengakibatkan rusak atau hilangnya situs.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11830
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>