Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jaka Sumanta
"Dengan melihat fakta adanya disparitas kemiskinan antar daerah yang terus terjaga dari tahun ke tahun, penelitian ini bertujuan untuk menjajagi kemungkinan adanya fenomena lingkaran kemiskinan (poverty circle) di Indonesia, yaitu apakah "tingkat kemiskinan suatu daerah adalah fonomena penyebab sekaligus akibat". Lingkaran kemiskinan akan mengacu pada teori Nurkse (1953) yang menyatakan: tingkat kemiskinan yang tinggi suatu daerah terjadi karena rendahnya pendapatan perkapita daerah tersebut. Pendapatan perkapita yang rendah terjadi karena investasi perkapita yang rendah. Investasi perkapita yang rendah disebabkan oleh permintaan domestik perkapita yang rendah. Permintaan domestik perkapita yang rendah terjadi karena tingkat kemiskinan yang tinggi - demikian seterusnya - sehingga daerah yang terbelakang akan tetap terbelakang.
Penelitian ini akan mencoba menyusun model ekonometrika yang mampu membuktikan, apabila ada fenomena lingkaran kemiskinan di Indonesia secara lebih aplikatif dalam rangka perencanaan kebijakan pengentasan kemiskinan yang sedang menjadi program prioritas pemerintah / pemerintah daerah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, telah disusun dan dilakukan metodologi penelitian yang terdiri atas 7 (tujuh) langkah yaitu: (1) merumuskan spesifikasi model lingkaran kemiskinan mengacu pada teori Nurkse di muka; (2) mengumpulkan dan memverifikasi konsistensi data terutama berkaitan dengan pemekaran wilayah; (3) menguji adanya hubungan kausalitas dua arch antara tingkat kemiskinan dengan pendapatan perkapita melalui uji Granger; (4) menaksir parameter model lingkaran kemiskinan dengan metoda Weighted Two Stages Least Squares; (5) mengevaluasi model apakah "bermakna secara teoritis" dan "nyata secara statistic"; (6) menguji daya prediksi model; dan (7) melakukan simulasi kebijakan menggunakan model yang dihasilkan.
Melalui uji Granger dapat dibuktikan dengan tingkat nyata 5% bahwa terdapat hubungan dua arah antara tingkat kemiskinan suatu daerah dengan pendapatan perkapita daerah tersebut, baik bila kemiskinan diukur dengan PO (head-count index), P1, (tingkat kedalaman kemiskinan) maupun P2 (tingkat keparahan kemiskinan). Temuan ini menjelaskan adanya lingkaran kemiskinan dengan pola hubungan langsung.
Melalui serangkaian tahapan analisis ekonometri, penelitian ini telah membuktikan adanya lingkaran kemiskinan dengan pola hubungan tidak langsung sebagaimana dinyatakan oleh Nurkse. Ada 3 (tiga) model lingkaran kemiskinan yang dihasilkan yaitu model lingkaran kemiskinan PO, P1 dan P2. Seluruhnya telah memenuhi kriteria "bermakna secara teori" dan "nyata secara statistik", namun model PO adalah yang terbaik dari kriteria ekonometri.
Berbeda dengan teori Nurkse yang cenderung pesimistis terhadap masa depan daerah yang terbelakang, penelitian ini menghasilkan model lingkaran kemiskinan yang lebih optimistis dalam anti bahwa ada peluang bagi daerah yang terbelakang untuk keluar dari jebakan kemiskinan apabila mampu melakukan kebijakan sebagai berikut: (a) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama melalui peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat; (b) mengembangkan sektor industri dan jasa sehingga perannya meningkat dalam perekonomian daerah; (c) meningkatkan ketersediaan infrastruktur untuk mendukung perekonomian daerah; (d) meningkatkan upah riil masyarakat; (e) meningkatkan kualitas tata pemerintahan daerah, terutama dengan mengurangi pungutan-pungutan yang tidak pro investasi, serta meningkatkan alokasi anggaran pembangunan dalam APBD yang lebih pro terhadap masyarakat miskin.

Considering the fact that inter-region disparity of poverty has been consistent year by year, this research has a main objective to study the existence of poverty circle in Indonesia: is the poverty level in one region both a "cause" and "consequence" phenomena? The poverty circle would refer to a theory from Nurkse (1953) stated that: the high level of poverty in one region occurred due to low income per capita. The low income per capita occurred due to low investment per capita. The low investment per capita occurred due to low domestic demand per capita. The low domestic demand per capita occurred due to the high level of poverty -- thus afterward turning back as a circle, make a poor region will never improve.
This research would try to build an econometric model proving, if any, the phenomena of poverty circle in Indonesia. It would be useful for both central and local government to develop policies in poverty reduction program as one of the priority of nation agendas.
To achieve those objectives, this research has developed a methodology consisting of seven steps. They were: (1) formulated the specification model of poverty circle referred to Nurkse theory as mentioned before; (2) collected data and verified its consistency related with region expansion;(3) examined the existence of two-way causality between poverty level and income per capita using Granger test as an indicator of poverty circle phenomena; (4) estimated the parameter of the model using Weighted Two Stages Least Squares; (5) evaluated the model using criteria of "theoretically meaningful" and "statistically significant"; (6) examined the prediction power of the model; and (7) conducted policy simulation using the model.
Through the Granger test, the existence of two-way causality between poverty level and income per capita could be proved statistically with significance level of 5%, either measured by PD (head-count index), P1 (poverty gap index) or P2 (poverty severity index), These findings could explain poverty circle phenomena in sense of direct relationship between poverty level and income per capita.
Through some stages of econometric analysis, this research has proved the existence of poverty circle in sense of indirect relationship between poverty level and income per capita as stated by Nurkse theory. There were three models of poverty circle resulted: the poverty circle model of P0, P1 and P2 with similar pattern. All models have met with criteria both "theoretically meaningful" and "statistically significant", but the PD model was the best econometric model.
Differ with Nurkse's theory that relatively pessimistic about the future of poor regions, this research has resulted a poverty circle model which more optimistic. It means that there are some possibilities for poor regions to improve their condition as long as they can adopt the policies as follow: (1) increasing the quality of human resource particularly through. education and public health; (2) developing industries and services sector to increase their role in regional economic; (3) increasing the availability of infrastructure to support regional economic especially transportation (road) and energy (electricity); (4) to improve the real wages of community; (5) improving the quality of local government institution, especially by _cutting off retributions which are not pro to investment, and also increasing development commitment in the fiscal budget which is more pro to the poor people.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destri Handayani
"Pemerintah Indonesia telah mempunyai komitmen menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin sejak 2 dekade yang lalu. Komitmen tersebut tidak hanya bertujuan untuk mencapai target nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN, UUD, Propenas, dan RPJM tetapi juga berbagai komitmen global yang menuntut perbaikan kondisi kesehatan masyarakat. Model pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin yang dilaksanakan pemerintah telah ditempuh dengan berbagai cara antara lain supply side approach dan demand side approach. Selain itu, model pelayanan dan pembiayaan kesehatan untuk penduduk miskin dapat dilihat dalam dua periode, yaitu periode sebelum krisis moneter (sebelum tahun 1997) dan periode setelah krismon (tahun 1997 ke atas).
Berdasarkan tinjauan literatur, terdapat beberapa alasan kenapa pemerintah harus berperan penting dalam pelayanan kesehatan penduduk miskin, yaitu: (1) Kesehatan merupakan suatu hak dasar rakyat; (2) Kesehatan mempunyai peranan yang besar dalam pembangunan ekonomi, yaitu pada tingkat mikro kesehatan merupakan dasar bagi peningkatan produktivitas kerja dan pada tingkat makro kesehatan merupakan input untuk nienurunkan kemiskinan. Di Indonesia, peran penting pemerintah tersebut ditambah dengan beberapa alasan, yaitu: (1) Pelayanan dasar bagi penduduk miskin adalah perintah konstitusi; (2) Terjadi disparitas status kesehatan; dan (3) Rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin.
Dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin pada waktu yang lalu muncul beberapa permasalahan, antara lain: ketidaktepatan sasaran, jenis pelayanan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, jumlah dana tidak memadai, waktu pemberian tidak tepat, tidak berkesinambungan, dan rendahnya mutu pelayanan yang diberikan. Permasalahan tersebut pada akhirnya berdampak pada rendahnya cakupan program dan pemanfaatan program bantuan pelayanan kesehatan oleh penduduk miskin itu sendiri.
Sebagai contoh, berdasarkan data Susenas Tahun 2002, jumlah rumah tangga miskin yang mempunyai kartu sehat di DKI Jakarta hanya sekitar 15,66 persen dari total rumah tangga miskin yang ada. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional sekitar 21,67 persen. Jika dilihat dari segi kemampuan fiskal, seharusnya Pemda DKI Jakarta dapat meningkatkan cakupan program tersebut melebihi angka nasional karena Propinsi DKI Jakarta tergolong mempunyai kemampuan fiskal tinggi. Dibalik rendahnya cakupan pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin, tetapi di Propinsi DKI Jakarta terdapat sekitar 7,42 persen rumah tangga tidak miskin yang mempunyai kartu sehat.
Oleh karena itu, dengan melakukan studi kasus di suatu wilayah di Propinsi DKI Jakarta (yaitu Kotamadya Jakarta Timur) penulis tertarik untuk mengetahui mengapa efektivitas program bantuan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk rumah tangga miskin rendah, faktor-faktor apa yang mempengaruhi rumah tangga miskin memanfaatkan program tersebut, dan alternatif kebijakan apa yang dapat diambil guna penyempurnaan program pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin?
Data yang digunakan berupa data kuantitatif dan kualitatif yang berasal dari data primer dan sekunder. Untuk mengetahui efektifitas program bantuan pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin digunakan data Susenas tahun 2002 dengan teknik analisis crosstabulasi. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk miskin dalam memanfaatkan program tersebut digunakan teknik analisis Logit Model.
Hasil studi menunjukkan bahwa program bantuan pelayanan kesehatan untuk rumah tangga miskin di Kotamadya Jakarta Timur kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari: (1) Rendahnya cakupan gakin yang mempunyai kartu sehat (18,52%), tetapi sebagian keluarga tidak miskin juga mendapat kartu sehat (7,15%); dan (2) Rendahnya pemanfaatan kartu sehat oleh gakin tersebut untuk berobat ke puskesmas/RS (40%). Rendahnya cakupan rumah tangga miskin yang mendapat kartu sehat tersebut antara lain disebabkan oleh: (1) kurang tepatnya perhitungan jumlah gakin oleh BPS, karena perbedaan dasar perhitungan antara BPS dan program serta kurang akuratnya penggunaan metoda sampel dalam menghitung jumlah gakin yang sesungguhnya; (2) tugas verifikasi dan vaiidasi data gakin di lapangan oleh Tim Desa/Kelurahan kurang berjalan; dan (3) gakin suka berpindah-pindah. Sedangkan rendahnya pemanfaatan kartu sehat untuk memperoleh program bantuan pelayanan kesehatan oleh gakin diantaranya karena terbatasnya jam buka puskesmas, rata-rata antara jam 9 pagi sampai 12 siang.
Dari hasil regresi logistik diperoleh kesimpulan bahwa: (1) variabel keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, serta jenis pelayanan mempunyai nubungan yang positif dengan variabel pemanfaatan program oleh gakin dan sebaliknya dengan variabel tingkat pendidikan, waktu administrasi, waktu tunggu pelayanan, dan jarak tempat tinggal gakin ke puskesmas/RS; (2) dalam mengambil keputusan untuk memanfaatkan atau tidak pelayanan kesehatan, gakin lebih mempertimbangkan faktor ekonomi dibandingkan faktor non ekonomi. Hal ini terbukti bahwa faktor kecepatan proses administrasi dan waktu tunggu mendapat pelayanan, serta jarak antara tempat tinggal gakin dengan puskemas atau RS merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program bantuan pelayanan kesehatan, sedangkan faktor keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, jenis pelayanan, dan tingkat pendidikan KK gakin tidak signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program.
Upaya yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas program pelayanan kesehatan, antara lain: (1) Mengevaluasi kembali penghitungan jumlah gakin dan kriteria penentuan gakin yang dikeluarkan oleh BPS Propinsi DKI Jakarta; (2) Pemda perlu menunjuk suatu instansi independen yang khusus bertugas dan bertanggungjawab menentukan siapa gakin tersebut dan memverifikasi datanya secara rutin; (3) Melaksanakan pendataan langsung (bukan perkiraan atau sampling), dan menyelaraskan dasar perhitungan gakin dengan sasaran program untuk mencegah terjadinya bias (contoh: RT, KK, atau penduduk); (4) Memperpanjang jam buka puskesmas atau jam buka puskesmas tetap tetapi diadakan kerjasama dengan klinik-klinik swasta setaraf puskesmas sebagai alternatif bagi Gakin untuk rnendapatkan pelayanan jika ybs sakit dan butuh pelayanan pada saat puskesmas tutup; (5) Waktu tunggu mendapat pelayanan dan proses administrasi harus cepat (<15 menit); (6) Ketersediaan sarana kesehatan yang tersebar merata perlu dipertahankan dan ditingkatkan (di setiap kelurahan terdapat satu puskesmas dan berlokasi di tempat yang dapat diakses gakin dengan mudah dan cepat); (7) Sosialisasi kepada publik tentang subtansi program, kriteria masyarakat yang berhak mendapatkannya, prosedur bagaimana mendapatkannya, serta mekanisme pengaduan masyarakat perlu lebih ditingkatkan; dan (8) Pemberian reward dan punishment kepada RS, puskesmas, tenaga kesehatan, dan instansi lain yang berhasil melaksanakan program pelayanan kesehatan bagi Gakin dengan baik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Judilherry Justam
"Tulisan ini mengkaji sejauh mana keberhasilan program privatisasi di Indonesia dengan memperbandingkan kinerja keuangan dan operasional dari 12 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencatatkan sahamnya di pasar modal sebelum dan sesudah privatisasi. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan dan operasional adalah profitabilitas, efisiensi, leverage, kebijakan dividen, belanja modal, penjualan/pendapatan (output), kesempatan kerja, dan pajak yang dibayar perusahaan. Selanjutnya dibandingkan juga beberapa rasio keuangan BUMN yang diprivatisasi dengan sektor industri terkait pada tahun 2004 serta kecenderungan pergerakan harga saham tiga tahun terakhir (2002 sampai dengan 2004).
Walaupun belum dapat dilakukan pengujian secara statistik, mengingat kecilnya sampel dan singkatnya waktu pengamatan, dalam beberapa indikator seperti efisiensi, output, dividen dan leverage hasilnya hampir bersamaan dengan temuan Sun dan Tong (2002) di Malaysia, dan Wei dkk. (2003) di China. Namun berbeda hasilnya untuk indikator profitabilitas, dimana ternyata peningkatan output perusahaan BUMN di Indonesia tidak serta merta dapat pula meningkatkan profitabilitas. Untuk indikator tenaga kerja, pajak dan belanja modal, ternyata kinerja BUMN yang diprivatisasi tidak seperti yang diharapkan.
Gambaran secara umum menunjukkan bahwa delapan dari dua belas BUMN yang diprivatisasi menunjukkan kinerja keuangan dan operasional yang lebih baik setelah dilaksanakannya privatisasi, sedangkan empat BUMN Iainnya (Bank BNI, Indofarma, Kimia Farma dan Gas Negara) menunjukkan kinerja yang lebih buruk. Analisis secara sektoral kembali menunjukkan adanya kinerja yang buruk dari BUMN sektor konsumer/farmasi, sedangkan untuk sektor pertambangan dan keuangan, sebagian kinerjanya sangat buruk (Bukit Asam, Tambang Timah dan Bank BNI) dan sebagian lagi cukup baik (Bank BRI dan Aneka Tambang). Satu-satunya BUMN yang kinerjanya dan imbal hasil sahamnya bagus -dalam arti dibandingkan dengan industri sejenis dan sektor industri yang sama- adalah Semen Gresik.
Privatisasi yang sifatnya parsial ternyata turut memberikan kontribusi terhadap tata kelola perusahaan yang lemah (weak governance) yang pada gilirannya menghasilkan kinerja yang belum memuaskan. Kondisi politik nasional yang tidak kondusif, tarik menarik antar elit politik (khususnya antara eksekutif dan legislatif), ketidakpastian hukum dan kekurangtransparanan pemerintah dalam proses privatisasi turut pula memberi kontribusi tersendatnya program privatisasi di Indonesia. Dari sekitar 160 BUMN yang ada, yang berhasil diprivatisasi dengan berbagai metodenya baru sebanyak 32 perusahaan (20%)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Adhi Suryadnyana
"Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa globalisasi perdagangan perlu diantisipasi oleh semua negara sehingga dapat diperoleh keuntungan dari situasi tersebut, tidak terkecuali Indonesia. Sebagai institusi tunggal yang menangani kebijakan di bidang kepabeanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dituntut untuk menerapkan sebuah kebijakan publik yang dapat mendorong terciptanya kondisi perekonomian yang kondusif dan berdaya saing, serta dapat mengakomodir pilihan-pilihan pengguna jasa kedalam sebuah colletive outcomes. Adapun variable-variabel yang dapat digali dalam penelitian ini adalah variable kualitas pelayanan, kepuasan, kepercayaan, komitmen, kerjasama dan variable keberhasilan penerapan kebijakan yang menjadi muara dalam penelitian ini. Permasalahan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: Apakah diantara variable-variabel yang diteliti tersebut saling mempengaruhi, seberapa kuat apabila saling berpengaruh dan kearah mana hubungan pengaruh tersebut? Untuk menjawab pertanyaan penelitian ini, dikembangkan lima hipotesis yang akan diuji.
Data berasal dari 100 pengguna jasa Bea dan Cukai Wilayah semarang, diolah menggunakan analisis Statistical Product and Service Solution for Windows versi 12 (SPSS). Dari penelitian diperoleh hasii bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan, kepuasan berpengaruh positif terhadap komitmen, kepuasan berpengaruh positif terhadap kepercayaan, kepercayaan berpengaruh positif terhadap komitmen, komitmen berpengaruh positif terhadap kerjasama, dan terakhir kerjasama antara Bea dan Cukai dengan pengguna jasa berpengaruh positif terhadap peningkatan keberhasilan penerapan kebijakan kepabeanan.
Akhir dari penelitian ini juga menghubungkan antara hasil penelitian dengan implikasi teoritis dan manajerial. Dalam implikasi manajerial dinyatakan bahwa pihak Bea dan Cukai dapat melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan keberhasilan penerapan kebijakan yang dipilih melalui pengelolaan faktor-faktor kualitas pelayanan, kepuasan, kepercayaan, komitmen, serta membangun kerjasama yang positif dengan pengguna jasa. Keterbatasan penelitian dan agenda penelitian mendatang dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Frider
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 terhadap harga saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Kalau Pemilu 2004 memiliki pengaruh terhadap harga saham akan menyebabkan perubahan harga saham yang diproxikan dengan abnormal return.
Penelitian ini menggunakan metodologi event study, yaitu penelitian yang memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh suatu event terhadap harga saham. Penelitian ini memilih Pemilu 2004 sebagai event. Karena Pemilu 2004 dilaksanakan dalam 3 tahap, maka setiap tahap akan dijadikan sebagai event sehingga dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) event.
Sampel yang digunakan adalah 45 saham yang masuk Indeks LQ 45. Saham yang masuk LQ 45 adalah saham-saham berkapitalisasi besar dengan tingkat likuiditas yang tinggi sehingga diharapkan dapat mewakili populasi saham di BEJ. Setiap 3 bulan BEJ melakukan review terhadap perkembangan saham dan setiap 6 bulan bisa terjadi perubahan komposisi saham dalam Indeks LQ 45. Karena hal tersebut, komposisi saham yang digunakan dalam Pemilu I dan II berbeda dengan Pemilu III.
Periode pengamatan diambil sebanyak 110 hari terdiri dari periode estimasi 100 hari dan periode kejadian 10 hari (5 hari sebelum dan 5 hari sesudah event). Hal ini sesuai dengan periode yang dianjurkan Peterson (1989).
Dalam perhitungan expected return sebagai satu langkah untuk menghitung abnormal return, digunakan model pasar (market model). Pemilihan model ini mengikuti MacKinlay (1997) yang mengatakan bahwa market model sangat baik dan kuat untuk berbagai kondisi terutama bila menggunakan data harian.
Alat uji statistik yang digunakan adalah (i) Kolmogorov-Smirnov test untuk mengetahui distribusi data, (ii) Standardized Cumulative Abnormal Return (SCAR) untuk mengetahui pengaruh event terhadap harga saham pada 10 hari periode kejadian, dan (iii) paired-samples t-test untuk mengetahui perbedaan harga saham antara 5 hari sebelum dan 5 hari setelah event.
Hasil penelitian menunjukkan (i) masing-masing tahap Pemilu 2004 (Pemilu I, II, dan III) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga saham di BEJ pada 10 hari periode kejadian, (ii) masing-masing tahap Pemilu 2004 (Pemilu I, II, dan III) tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada harga saham di BEJ pada periode 5 hari sebelum dengan 5 hari setelah kejadian."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Findi A.
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan dan dampak transformasi suatu kebijakan, khususnya menyangkut kebijakan tata niaga menuju kebijakan mekanisme pasar pada industri pupuk di Indonesia pada tatanan pengadaan dan penyaluran. Mengamati komoditas pupuk yang saat ini seolah-olah berkembang menjadi komoditas politik, artinya harga dan ketersediaan produk pupuk berpengaruh besar dalam mendinginkan sekaligus memanaskan suhu politik dan pilar ekonomi mikro, maka dalam kondisi seperti ini campur tangan pemerinath menjadi sangat penting dalam kapasitas pemerintah sebagai regulator dan stabilisator pembangunan.
Melalui pendekatan ekonomi, politik dan kebijakan, penelitian ini bertujuan : pertama, untuk mendeskripsikan model kerangka analisis structure, consuct, performance (SCP) industri pupuk di Indonesia. Kedua, menelusuri dampak transformasi kebijakan pengadaan dan penyaluran pupuk pada tatanan industri pupuk di Indonesia dari kebijakan tata niaga menuju mekanisme pasar, di mana pada tatanan era mekanisme pasar distributor tidak diwajibkan memenuhi region tertentu, tetapi bebas menjual pada pasar yang dikehendakinya, kondisi ini berpotensi memunculkan pihak yang dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Ketiga, melihat sejauh mana urgensi keberadaan pupuk khususnya pupuk urea bagi kebutuhan sektor pertanian. Sehingga dengan bantuan koefisien nilai-nilai elastisitas harga, elastisitas silang, maupun elastisitas pendapatan terhadap permintaan pupuk urea, kita dapat menarik kesimpulan seberapa besar arti pentingnya pupuk bagi petani dan sektor pertanian. Ketiga, menelaah solusi yang dilakukan oleh pembuat kebijakan dalam kondisi sulit di tengah-tengah kelangkaan pupuk yang semakin meluas akhir-akhir ini."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T1883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Kurnia Rizkiyansyah
"Pasca krisis ekonomi ini banyak menyisakab berbagai persoalan yang cukup problematik. Berbagai kebijakan yang distorsifl kesenjangan ekonomi, sampai permasalahan kredit macet (utang) yang dialami UKM, disadari merupakan persoalan yang sampai saat ini belum terselesaikan. Adanya kelompok kepentingan dalam kancah kepolitikan saat ini, umunmya memiliki kecenderungan untuk bersikap konaervatif dan status quo. Namun tat kala kemunculan kebijakan restrukturisasi utang UKM, terdapat bukti yang cukup kuat yang menunjukkan keterlibatan kelompok kepenlingan yang artikulatif dalam mencapai tujuan kebijakan tersebut.
Berkaitan dengarm kecenderungan di atas dan untuk mengetahui berbagai persoalan yang ada menyangkut mmalah kebijakan restruktudsasi utang UKM yang di keluarkan Pemerintah melalui Keppres Nomor 56 tahun 2002 ini, penelitian ini mengajukan dna pertanyaan, yakni pertama, faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong dikeluarkannya kebijakan restrukturisasi utang usaha kecil menengah? dan Kedua, Bagaimana peran interest group dalam melakukan proses perumusan terhadap kebijakan restrukturisasi utang UKM ini?
Untuk membahas permasalahan di atas telah dilakukan penelitian terhadap informan dan berbagai kalangan yang terkait dengan penelitién ini secara purposif dengan mempenimbangkan konfigurasi dan keterkaitan dengan masnlah restrukturisasi utang UKM. Penelitian yang menggunakan metode kualitatif dan deskriptif analisis ini, lebih mengutamakan data kulitatif yang dikumpulkan melalui wawancara dan studi literature, yang kemudian dilengkapi dengan hasil observasi yang dilakukan di lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kebijakan restrukturisasi utang UKM yang digulirkan pasca krisis ini menjadi salah satu solusi alternatif dalam mendorong UKM menjadi lebih bergairah dan layak pembiayaan bank (bankcable) lagi, sehingga nantinya UKM dapat munjadi pembayaf pajak yang cukup besar yang dapat berperan aktif dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Tetapi yang menjadi persoalan adalah bahwa fbktor yang mempengaruhi kemunculan kebijakan restrukturisasi utang UKM tidak sepenuhnya atas pennintaan seluruh usaha kecil menengah dan merefleksikan kepentingan UKM, tetapi sangat boleh jadi ini adalah lmtuk kepentingan kelas menengah kila yang oportunis, yang hendak memanipulasi usaha kecil. Selanjutnya Kelompok kepentingan yang ada sudah berperan sehagai agen artikulasi kepentingan UKM yang cukup signifikan. Akan tetapi, peran ini tampaknya bukan merupakan konsekuensi dan kesadaran politik yang memadai dan otonom tentang urgensi restrukturisasi utang UKM.
Hal ini bisa disimpulkan daxi sejumlah cara-cara yang cukup agresif tetapi pragmatis dalam mengartikulasiknn kepenlingannya. Pada akhimya, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal yang cukup panting. Perlama, proses kebijakan publik yang ditawarknn kepada publik haruslah merepresentasikan kepentingan publik secara luas, bukan kepentingan segelintir kelompok yang oportunis, termasuk kebiiakan restrukturisasi Utsmg UKM yang sudah di keluarkan. Kedua, Kelompok kepentingan hendaknya menampilkan dirinya subagai agen peranlara yang, mengkomunikasikan kepentingan kelompoknya dan masyarakat di tingkat bawah dan kepenlinganelite di tingkat atas. Ketiga. untuk kepéndngan feoritis, penelitian ini menyarankan penelitian lebih lanjut tentang kebiiakan yang berkaitan dengan UKM ditinjau dad aspek ekonorni politik. Dengan dernikian, kesimpulan yang dihasilkan diharapkan lebih komprehensif dan lebih terbebas dari berbagai ambiguitas (kekaburan)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T6162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boediarso Teguh Widodo
"Kebijakan fiskal yang merupakan salah satu instrumen kebijakan ekonomi makro mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mencapai berbagai tujuan ekonomi dan sosial, yaitu stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan mengurangi pengangguran. Di Indonesia operasi fiskal pemerintah dilakukan melalui APBN, sehingga untuk dapat menjalankan peranan dan fungsi sentral kebijakan fiskal secara balk, APBN, haruslah sehat, dapat dipercaya (credible), dan memiliki ketahanan yang berkelanjutan (sustainable).
Untuk mencapai APBN yang sehat, credible, dan sustainable tersebut harus dipenuhi dua kondisi yaitu necessary condition - defisit fiskal yang terkendali, dan sufficient condition - strategi pembiayaan anggaran yang mampu menjamin ketahanan utang yang berkelanjutan. Dengan demikian, ada dua aspek penting yang selalu menjadi pusat perhatian dari para stakeholders dalam perencanaan dan pengelolaan APBN tahunan, yaitu: (i) penetapan sasaran surplus/defisit fiskal, dan (ii) perencanaan strategi pembiayaan anggaran yang tepat. Hal ini untuk menghindari terjadinya penggunaan sumber-sumber pembiayaan secara berlebihan sehingga tidak menimbulkan beban fiskal yang sangat berat di masa-masa datang.
Sebagai indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable atau unsustainable umumnya digunakan rasio utang terhadap PDB, rasio pembayaran bungs utang terhadap total pengeluaran, keseimbangan umum (overall balance), dan keseimbangan anggaran primer (primary budget balance).
Dengan basis fiskal yang cukup mantap, maka sejak tahun 1994/1995 telah terjadi perubahan yang sangat mendasar pada strategi kebijakan fiskal, dari anggaran defisit pada masa sebelumnya menjadi anggaran berimbang, bahkan anggaran surplus (dengan masing-masing sekitar 2,0 % dari PDB pada tahun 1995/1996 dan sekitar 1,9 % dari PDB pada tahun 1996/1997). Namun demikian, sangat disayangkan, perubahan strategi kebijakan fiskal ini tidak dapat berlangsung lama, karena badai krisis yang menerpa perekonomian Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memporakporandakan sendi-sendi kehidupan ekonomi nasional. Sebagai akibatnya, dalam enam tahun terakhir sejak krisis ekonomi, APBN Indonesia kembali mengalami anggaran defisit.
Selama masa pemerintahan Orde Baru, defisit anggaran yang terjadi pada periode sebelum krisis, sepenuhnya ditutup dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan dari luar negeri. Karena itu, pada sebagian besar periode fiskal selama PJP I, instrumen pembiayaan luar negeri menjadi sumber utama pembiayaan defisit anggaran. ]umlah pembiayaan loan negeri (bersih) yang berhasil dihimpun setiap tahun selama PJP I hampir selalu melebihi kebutuhan pembiayaan yang diperlukan untuk menutup defisit yang terjadi. Dengan demikian, hampir setiap tahun terdapat sisa Iebih pembiayaan anggaran, yang berarti menambah saldo rekening simpanan pemerintah di sektor perbankan sebagaimana tercermin pada pembiayaan perbankan dalam negeri (yang bertanda negatif).
Seperti halnya yang terjadi pada defisit anggaran, ada perbedaan yang sangat signifikan dalam perkembangan pembiayaan anggaran selama krisis, seining dengan besarnya beban kebutuhan pembiayaan anggaran untuk menutup defisit APBN, memenuhi kewajiban pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri, melunasi obligasi dan surat utang negara yang jatuh tempo, serta membiayai pembelian kembali (buy back) obligasi dan surat utang negara yang belum jatuh waktu untuk membantu menurunkan stock utang, maka terjadi diversifikasi dalam penggunaan instrumen pembiayaan anggaran, sehingga menjadi semakin beragam. Karena itu, di samping pembiayaan anggaran dari sumber-sumber luar negeri masih tetap diperlukan, kebijakan pembiayaan anggaran selama krisis juga diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan dari dalam negeri. Pengembangan dan optimalisasi penggunaan instrumen pembiayaan dalam negeri ini terutama didasarkan atas pertimbangan adanya risiko kerawanan terhadap ketergantungan yang terlalu berlebihan atas penggunaan pinjaman luar negeri sebagai sumber pembiayaan APBN.
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dengan berbagai pilihan sumber-sumber pembiayaan dapat disimpulkan bahwa fiscal sustainability masih bisa dipertahankan dalam jangka menengah maupun panjang. Hal ini terlihat dari stok utang total baik nominal maupun rasio terhadap PDB yang mempunyai kecenderungan menurun."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Dwi Ari S.
"Tesis ini membahas tentang rencana penerapan tarif pajak tunggal 28% terhadap penghasilan Wajib Pajak (WP) Badan di Indonesia seperti yang tercantum dalam rancangan amandemen Undang-Undang Pajak Penghasilan, khususnya ditinjau dari tingkat kesediaan WP membayar pajak (willingness of people to pay tax) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian dalam tesis ini dimaksudkan untuk menghitung tingkat probabilitas kesedian WP membayar pajak dengan tarif tunggal 28% dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya serta implikasi yang ditimbulkan terhadap penerimaan pajak dengan menggunakan data hasil survai terhadap WP yang terdaftar di wilayah DKI Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tngkat probabilitas WP Badan bersedia membayar pajak dengan tarif 28% adalah tinggi, yaitu sebesar 74,11%. Disamping itu juga diketahui bahwa faktor-faktor seperti persepsi terhadap keadilan (fairness), tingkat penghasilan, dan tarif pajak marjinal berpengaruh positif dan signifikan secara statistik namun berpengaruh secara negatif terhadap tingkat probabilitas WP Badan bersedia membayar pajak dengan tarif 28%. Ada pun pengaruh kompleksitas peraturan perpajakan (complexity) terhadap tingkat probabilitas WP Badan bersedia membayar pajak dengan trif 28% adalah negatif dan tidak signifikan secara statistik (tidak terlalu besar).
Di sisi lain persepsi terhadap tingkat probabilitas WP Badan bersedia membayar pajak dengan tarif 28%. Hasil estimasi mengindikasikan kemungkinan adanya faktor-faktor lain di luar enam faktor yang menjadi variabel penelitian ini yang memiliki kaitan dengan tingkat kepatuhan WP dalam membayar pajak. tingkat probabilitas WP Badan bersedia membayar pajak dengan tarif 28% sebesar 74,11% akan berdampak positif bagi penerimaan pajak jika pemerintah mampu mengupayakan adanya sistem perpajakan yang meminimalkan upaya penghindaran pajak oleh WP."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27687
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Setyawan Santoso
"Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk membuktikan beberapa faktor ekonomi yang mempengaruhi tingkat investasi swasta di Indonesia, seperti kredit domestik, arus modal luar negeri bersih, keseluruhan sumber dana milik sektor swasta dan investasi pemerintah. Hipotesisnya adalah kondisi perekonomian di Indonesia khususnya sektor moneter belum sempurna pada periode pengujian.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan linear regresi. Metode ini akan diterapkan pada model yang pernah disusun oleh Tun Wai dan Wong (1982) pada pengujian di Malaysia, Thailand, Korea dan Yunani. Persamaan—persamaan yang dihasilkan akan diuji kebenarannya dengan metode OLS, sejauh memenuhi beberapa asumsi yang dibutuhkan dalam suatu sistem persamaan klasik.
Hasil penelitian dari kecenderungan kondisi investasi di Indonesia menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan dalam komposisi investasi pemerintah dan swasta di Indonesia. Porsi investasi swasta terus mengalami peningkatan seiring dengan berakhirnya masa kejayaan minyak dan dikeluarkannya deregulasi keuangan tahun 1983. Hasil pengujian terhadap model menunjukkan bahwa telah terbukti perubahan sumber dana terutama yang berupa kredit domestik milik sektor swasta berpengaruh positif bagi tingkat investasi swasta. Sedangkan arus modal masuk bersih dan perubahan - keseluruhan sumber dana domestik tidak terbukti memberi pengaruh bagi tingkat investasi swasta.
Tingkat investasi pemerintah terbukti memberikan pengaruh positif bagi tingkat investasi swasta. Hal ini mencerminkan adanya crowding in effect dari tingkat investasi pemerintah di Indonesia.
Peningkatan dalam investasi pemerintah akan membawa pengaruh positif selama berbentuk investasi infrastruktur dan yang tidak menimbulkan dampak inflasi. Sedangkan peningkatan dalam domestik kredit, meskipun pada pengujian menunjukkan pengaruh positif namun harus diperhatikan bahwa kondisi perekonomian sekarang khususnya sektor moneter telah mengalami perubahan, sehingga kebijakan dalam bidang ini harus memperhatikan faktor lain seperti tingkat bunga dan tingkat harga.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18602
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>