Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Mayastuti Kusumasari
"Pemeriksaan golongan darah ABO terhadap sampel saliva dapat dilakukan pada individu sekretorik, yaitu individu yang mampu mensekresikan antigen-antigen golongan darahnya ke dalam berbagai cairan tubuh termasuk saliva. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan golongan darah menggunakan saliva, diantaranya faktor temperatur dan durasi waktu penyimpanan. Tujuan penelitian : Membandingkan hasil pemeriksaan golongan darah terhadap sampel saliva segera dengan sampel saliva yang disimpan selama 1 jam pada temperatur 7°C. Metode : Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan golongan darah dengan teknik absorpsi-inhibisi menggunakan 20 sampel saliva dari 10 orang individu sekretorik bergolongan darah A, B, atau AB yang dilakukan pada periode waktu Oktober hingga November 2007. Hasil penelitian : Pemeriksaan golongan darah dengan sampel saliva segera menunjukkan kesesuaian 100%, sedangkan pada pemeriksaan sampel saliva yang disimpan selama 1 jam pada temperatur 7°C kesesuaiannya hanya 60%. Kesimpulan : Pemeriksaan golongan darah menggunakan saliva segera menunjukkan hasil yang tepat. Namun terjadi penurunan ketepatan pada hasil pemeriksaan setelah penyimpanan sampel selama 1 jam dengan temperatur 7°C.

ABO blood group can be determined from secretoric individual, who has the ability to secrete A, B, or O antigen to the body fluids including saliva. However, there are factors affecting the result of blood group examination using saliva including temperature and time duration of sample storage. Objective : To compare the result of blood group examination from immediate saliva samples with saliva stored at 7°C for 1 hour. Method : Twenty saliva samples from 10 secretoric individuals with A, B, or AB blood group were examined using absorption inhibition technique from October until November 2007. Result : Blood group examination results using immediate saliva samples were 100% correct. On the other hand, the results from saliva samples stored for 1 hour at 7°C were 60% correct. Conclusion : Blood group examination using immediate saliva samples showed the most accurate results. After 1 hour, delayed saliva sample examinations at cool temperature (7°C) showed a decrease accuracy in blood group examination results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dias Tarita Nurfitria
"Latar belakang : Dilatarbelakangi risiko pemalsuan usia rentang 16 - 21 tahun seperti pada kasus perdagangan manusia, maka metode identifikasi usia menjadi penting.
Tujuan : Menguji keakuratan rumus metode TCI-Benindra dibandingkan dengan metode lainnya.
Metode penelitian: Prakiraan usia dilakukan menggunakan rumus Tooth Coronal Index (TCI)-Benindra pada gigi P1 rahang bawah, dibandingkan dengan metode Al-Qahtani dan Blenkin-Taylor.
Hasil : Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara prakiraan usia menggunakan metode TCI-Benindra dengan metode Al-Qahtani dan metode Blenkin-Taylor.
Kesimpulan : Rumus metode TCI-Benindra, metode Al-Qahtani dan metode Blenkin-Taylor ketiganya mendekati usia sebenarnya pada rentang 16-21 tahun.

Background : Due to the risk for age manipulation in 16-21 years old such as in cases of human trafficking, age estimation method becomes imperative.
Aims : to test the accuracy of TCI-Benindra formula method compared with other methods.
Methodology : Age estimation is performed using TCI-Benindra formula method in mandibular first premolar, was compared with Al-Qahtani and Blenkin-Taylor methods.
Result : There was no significant difference (p>0.05) between age estimation using TCI-Benindra formula method and Al-Qahtani or Blenkin-Taylor methods.
Conclusion : TCI-Benindra formula, Al-Qahtani and Blenkin-Taylor methods are close to real age in range of 16-21 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45010
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuri Lathifah
"Latar Belakang: Penentuan jenis kelamin penting untuk identifikasi forensik. Salah satu metodenya berdasarkan ukuran gigi.
Tujuan: Mengetahui perbedaan ukuran gigi laki-laki dan perempuan serta menentukan nilai referensi gigi molar satu rahang atas untuk penentuan jenis kelamin.
Metode: 30 gigi molar satu rahang atas laki-laki dan 30 perempuan diukur lebar mesiodistal dan bukolingual dengan kaliper digital.
Hasil: Perbedaan signifikan (p<0,05) ukuran gigi molar satu rahang atas laki-laki dan perempuan. Nilai referensi ukuran bukolingual 11.34 mm (kanan), 11.22 mm (kiri); ukuran mesiodistal 10.61 mm (kanan) 10.51 mm (kiri).
Kesimpulan: Ukuran mahkota gigi molar satu rahang atas dapat digunakan untuk penentuan jenis kelamin.

Background: Sex determination is an important aspect in the human identification. One of the methods is using tooth dimensions.
Objective: To obtain the differences of male and female tooth size using maxillary first molar crown dimensions and to determine reference point for sex determination.
Methods: 30 males and 30 females, on maxillary first molar study cast. Mesiodistal and buccolingual width were measured using digital calipers.
Results: The differences between males and females in all dimensions measured were statistically significant (p<0,05). The reference point for buccolingual width was 11.34 mm (right), 11.22 mm (left); for mesiodistal width was 10.61 mm (right) and 10.51 mm (left).
Conclusion: Maxillary first molar crown dimension may be used as an aid in sex determination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S43922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adani Nur Imanina
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian obat kumur kombinasi IgY anti-comD S. mutans + kitosan terhadap jumlah S. mutans isolat saliva. Masing-masing kelompok subjek diberikan obat kumur yang mengandung IgY anti-comD S. mutans dan obat kumur kombinasi IgY anti-comD S. mutans + kitosan. Obat kumur digunakan 2 kali sehari selama 6 hari. S. mutans isolat saliva subjek sebelum dan sesudah perlakuan dibiakkan di medium agar TYS20B. Jumlah koloni S. mutans dihitung secara manual. Penelitian ini menunjukkan obat kumur kombinasi IgY anti-comD S. mutans + kitosan dapat menurunkan jumlah S. mutans dalam saliva namun tidak signifikan.

This study aims to evaluate the effect of mouthrinse containing IgY anti-comD S. mutans + chitosan on the quantity of salivary S. mutans in caries and caries free subjects. Each subject group was given IgY anti-comD S. mutans mouthrinse and IgY anti-comD S. mutans + chitosan mouthrinse. Mouthrinse was used twice a day for 6 days. Salivary S. mutans was cultured in TYS20B agar before and after treatment. Quantity of salivary S. mutans colonies were counted manually. This study showed that mouthrinse containing IgY anti-comD S. mutans + chitosan decreased the quantity of salivary S. mutans although insignificantly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beatrice Intan Kasih
"Latar Belakang: Analisis rugae palatal merupakan salah satu metode identifikasi sekunder untuk penentuan jenis kelamin. Tujuan: Mengetahui perbedaan jenis dan asal rugae laki-laki dan perempuan. Metode: Analisis rugae palatal 100 cetakan maksila menurut klasifikasi Lysell. Hasil: Rugae sekunder dan total semua rugae palatum kiri laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (p<0.05); rugae fragmenter palatum kanan laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan (p<0.05). Rugae asal raphae pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (p<0.05) sedangkan rugae asal medial pada laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan (p<0.05). Kesimpulan: rugae sekunder, fragmenter, total semua rugae, rugae primer asal raphae dan medial berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Background: Palatal rugae analysis is a secondary identification for sex determination. Objectives: To identify differences of types and origins palatal rugae in sexes. Methods: Analysis of 100 maxilla casts by Lysell’s classification. Results: Secondary and total rugae males’ left palate has more number than females (p<0.05); fragmentary rugae males’ right palate has less number than females (p<0.05). Raphae origin males’ rugae has more number than females (p<0.05) while medial origin rugae in males has less number than females (p<0.05). Conclusions: Secondary, fragmentary, total rugae as well as raphae and medial origins palatal rugae is different between males and females."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Uji Tesli Haralini Br.
"Latar Belakang: Gen Wnt3a berperan pada pembentukan orofacial cleft.
Tujuan: Melihat distribusi polimorfisme gen Wnt3a rs 752107 pada penderita OFC.
Metode: Menggunakan teknik PCR-RFLP pada 30 sampel DNA penderita OFC dan 70 DNA kontrol, diperoleh gambaran polimorfisme gen tersebut.
Hasil: 100% sampel penderita OFC memiliki genotip CC (wildtype). Selanjutnya, dengan uji chi-square menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara distribusi polimorfisme gen Wnt3a rs 752107 pada penderita OFC dan kontrol (p>0.05).
Kesimpulan: Pada penelitian ini tidak ditemukan distribusi polimorfisme gen Wnt3a rs 752107 pada penderita OFC.

Background: Wnt3a plays role in the process orofacial cleft.
Aim: to observe the distribution of Wnt3a rs 752107 gene polymorphism in OFC.
Methods: This research were used PCR-RFLP technique of 30 OFC and 70 control DNA samples, obtained a description of the gene polymorphism.
Results: 100% OFC samples have CC genotype (wildtype). Then, with chi-square test in SPSS 22 there were found no significant differences between the distribution of the gene polymorphism in OFC and control (p>0.05).
Conclusion: In this research found no distribution of Wnt3a rs 752107 gene polymorphism in orofacial cleft.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Mariska Putri
"Teknik rekayasa jaringan kini dikembangkan untuk perawatan kerusakan tulang yang besar. Pada kasus one wall defect dibutuhkan scaffold dalam bentuk membran yang dikombinasikan dengan RGD untuk memfasilitasi regenerasi jaringan.
Tujuan: Mengetahui efek penambahan RGD kepada scaffoldmembran kitosan terhadap proliferasi sel pulpa manusia.
Metode: Scaffold membran kitosan kulit udang RGD dipaparkan kepada sel pulpa manusia hasil primary culture dan diuji menggunakan MTT-assay.
Hasil: Terdapat peningkatan proliferasi sel pulpa manusia yang bermakna pada kelompok scaffold membran kitosan kulit udang RGD dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Kesimpulan:Scaffold membran kitosan kulit udang RGD mampu meningkatkan proliferasi sel pulpa manusia.

Background: Tissue engineering is now being developed to treat large bone defect. A membrane scaffold with addition of RGD is needed to treat one wall defect as it is capable to fasilitate tissue regeneration.
Objective: To analyze the effect of RGD addition to shrimp shells chitosan scaffold membrane on human dental pulp cell proliferation.
Methods: Human dental pulp cell was exposed by shrimp shells chitosan membrane scaffold with RGD addition and was tested using MTT assay.
Result: Proliferation of human dental pulp cell exposed by shrimp shells chitosan membrane scaffold RGD shows a significant increase compared to control.
Conclusion: Shrimp shells chitosan scaffold membrane RGD can increase human dental pulp cell proliferation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Peggy
"Latar Belakang: Candida albicans merupakan jamur flora normal dalam rongga mulut yang bila mengalami pertumbuhan berlebih menyebabkan kandidiasis mulut. Salah satu faktor pemicunya adalah malnutrisi yang sering terjadi pada masyarakat golongan ekonomi rendah. Daya beli masyarakat yang rendah membuat kandidiasis mulut sering terabaikan, karena obat-obatan anti jamur yang tersedia di pasaran relatif mahal. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengobatan yang terjangkau. Salah satunya adalah kitosan yang berasal dari limbah cangkang udang yang jumlahnya berlimpah di Indonesia. Dari hasil penelitian yang terdahulu, terbukti bahwa bermacam-macam kitosan dengan berbagai konsentrasi mempunyai sifat anti jamur yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui efek anti jamur dari kitosan produksi dalam negeri dengan berbagai konsentrasi terhadap Candida albicans ATCC 10231 dalam medium kultur.
Metode: Dibuat larutan suspensi Candida albicans ATCC 10231 dengan pengenceran dalam PBS sampai 106 CFU/mL. Larutan tersebut selanjutnya dipaparkan pada dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (berisi larutan SDB) dan kelompok perlakuan (berisi larutan kitosan dengan konsentrasi 0,1%, 0,25%, 0,5%, dan 1% dalam SDB). Dikocok selama 3 jam pada suhu 370C dan 6 jam pada suhu ruang, lalu ditanam pada SDA. Setelah diinkubasi selama 3 hari pada suhu 370C, dilakukan penghitungan jumlah koloni.
Hasil: Peningkatan konsentrasi kitosan diikuti dengan penurunan jumlah koloni C. albicans (p < 0,05).
Kesimpulan: Kitosan pada penelitian ini dengan konsentrasi 1% dan 0,5% mempunyai efek anti jamur yang baik karena tidak menunjukkan adanya pertumbuhan koloni C. albicans.

Result of Candida albicans overgrowth is oral candidiasis. Predisposing factor of Candida albicans overgrowth is malnutrition caused by poverty. Low economical power make people ignore oral candidiasis because the price of current antifungal medicines available are expensive. In this case, alternative antifungal material is needed. Chitosan is a new antifungal material made from crustacean shell waste which is excessive in Indonesia. Some researchers had been done and it was concluded that different concentration of chitosan has different antifungal effect. In this experiment, we tested the antifungal effect of local made chitosan on Candida albicans. Purpose: To find out the antifungal effect of local made chitosan with different concentrations on Candida albicans (ATCC 10231).
Method: Candida albicans ATCC 10231 suspension made with serial dilution method using PBS as a solvent until 106 concentration reached. Candida albicans suspension were added to chitosan solution with 1%, 0.5%, 0.25%, and 0.1% concentration and control group (SDB) and planted on SDA disk. Shook for 3 hours in 37oC and 6 hours in room temperature and incubated for 3 days in incubator and Candida albicans colonies formed.
Results: The increase in the concentration of chitosan was followed by the decrease of Candida albicans colonies formed (p < 0,05).
Conclusion: Candida albicans colonies were not grown on chitosan with 1% and 0.5% concentration."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Yoshua
"Latar Belakang: Candida albicans merupakan jamur flora normal dalam rongga mulut yang bila mengalami pertumbuhan berlebih menyebabkan kandidiasis mulut. Salah satu faktor pemicunya adalah malnutrisi yang sering terjadi pada masyarakat golongan ekonomi rendah. Daya beli masyarakat yang rendah membuat kandidiasis mulut sering terabaikan, karena obat-obatan anti jamur yang tersedia di pasaran relatif mahal. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengobatan yang terjangkau. Salah satunya adalah kitosan yang berasal dari limbah cangkang udang yang jumlahnya berlimpah di Indonesia. Dari hasil penelitian yang terdahulu, terbukti bahwa bermacam-macam kitosan dengan berbagai derajat deasetilasi mempunyai sifat anti jamur yang berbeda-beda.
Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui efek anti jamur dari kitosan produksi dalam negeri dengan berbagai derajat deasetilasi terhadap Candida albicans ATCC 10231 dalam medium kultur.
Metode: Dibuat larutan suspensi Candida albicans ATCC 10231 dengan pengenceran dalam PBS sampai 106 CFU/mL. Larutan tersebut selanjutnya dipaparkan pada dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (berisi larutan SDB) dan kelompok perlakuan (berisi larutan kitosan A (derajat deasetilasi 80,45%), kitosan B dan kitosan C (derajat deasetilasi 72- 82%)). Dikocok selama 3 jam pada suhu 370C dan 6 jam pada suhu ruang, lalu ditanam pada SDA. Setelah diinkubasi selama 3 hari pada suhu 370C, dilakukan penghitungan jumlah koloni.
Hasil: Peningkatan derajat deasetilasi kitosan diikuti dengan penurunan jumlah koloni C. albic ans (p < 0,05).
Kesimpulan: Kitosan A dengan derajat deasetilasi lebih tinggi mempunyai efek anti jamur yang lebih baik daripada kitosan C.

Background: Candida albicans is a fungal microorganism in oral cavity. The result of Candida albicans overgrowth is oral candidiasis. Predisposing factor of Candida albicans overgrowth is malnutrition caused by poverty. Low economical power make people ignore oral candidiasis because the price of current antifungal medicines available are expensive. In this case, alternative antifungal material is needed. Chitosan is a new antifungal material made from crustacean shell waste which is excessive in Indonesia. Some researchers had been done and it was concluded that different concentration of chitosan has different antifungal effect. In this experiment, we tested the antifungal effect of local made chitosan on Candida albicans.
Purpose: To find out the antifungal effect of local made chitosan with different degree of deacetylation on Candida albicans (ATCC 10231). Method: Candida albicans ATCC 10231 suspension made with serial dilution method using PBS as a solvent until 106 concentration reached. Candida albicans suspension were added to chitosan solution (chitosan A (degree of deacetylation 80.45%), chitosan B, and chitosan C (degree of deacetylation 72- 82%)) and control group (SDB) and planted on SDA disk. Shook for 3 hours in 37oC and 6 hours in room temperature and incubated for 3 days in incubator and Candida albicans colonies formed.
Results: The increase in the degree of deacetylation of chitosan was followed by the decrease of Candida albicans colonies formed (p < 0,05).
Conclusion: Candida albicans colonies formed on chitosan A with higher degree of deacetylation were fewer than Candida albicans colonies formed on chitosan C."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Steven Setiadi
"ABSTRACT
Latar Belakang: Periodontitis merupakan penyakit yang disebabkan adanya akumulasi  bakteri sehingga dapat menyebabkan kerusakan tulang. Selama ini  tindakan preventif  periodontitis  banyak menggunakan terapi obat sintetis  sehingga menimbulkan berbagai efek samping. Oleh sebab itu, pemanfaatan dan penggunaan ekstrak etanol Hibiscus sabdariffa  diharapkan dapat memberikan alternatif bahan  preventif periodontitis. Tujuan: Menganalisis efek preventif Hibiscus sabdariffa terhadap periodontitis Metode: Pembuatan model periodontitis pada Mus musculus dilakukan dengan mengikatkan ligature silk thread pada gigi molar kedua, selanjutnya perlakuan diberikan dengan irigasi dengan salin steril Otsu-NS 0.9% (kontrol) dan ekstrak etanol rosela 10% (preventif) agar  terjadi penumpukan plak. Pada hari ke tujuh ligature dilepas diambil sampel selanjutnya  dianalisis dengan Image-J. Hasil: Tidak terjadi perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan kontrol dengan ekstrak etanol rosela 10%. Kesimpulan: Ekstrak etanol kelopak bunga rosela10% tidak menunjukkan adanya efek preventif terhadap kerusakan tulang pada model periodontitis dengan Ligatur Silk Thread.

ABSTRACT
Peridontitis is a disease that is caused by accumulation of bacteria that cause bone destruction. Studies have shown that antibiotic thus one of the most common preventive theraphy for periodontitis however there are side effects in prolonged use, recent studies shown that Hibiscus sabdariffa a well known traditional herbal medicine has a significant effect in retaining anti bacterial  behavior of cells. Therefore, by utilizing and using ethanol extract of  Hibiscus destruction hope to be an alternative way for an effective preventif theraphy. Objective: To analyze  preventive property of Hibiscus sabdariffa for periodontitis in maxillary  posterior region of  Swiss Webster Mouse. Methods: Periodontitis model was induced by ligature silk thread circumferentially on the maxillary second molar gingiva of Swiss Webster mouse using ligature silk thread. Spooling with sterlized saline solution Otsu-NS 0.9% for control and ehthanol extract rosela 10% for preventive theraphy, respectively. After the seventh day sampel was taken and analyze by image-J. Results: Overall bone loss occurred after the injection of Ethanol extract in Hibiscus sabdariffa 10% is 166,5µm 2 compare  with control that is 142µm2 on the site of the Ligature wire. Conclusion: Active anti-inflammation  properties  of ethanol extract in Hibiscus sabdariffa 10%  has not shown some preventive effect for periodontitis preventive theraphy."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>