Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kang, Young Soon
"Penelitian ini bermaksud mengetahui gambaran kepolitikan NU sejak Muktamar ke-27 NU tahun 1984, yang telah memutuskan kembali ke Khittah '26 untuk tidak berpartisipasi politik secara struktural. Sejauh mana PKB yang difasilitasi oleh PBNU, telah menjadi partai politik yang signifikan melalui kekuatan massa NU dalam perolehan suara sewaktu pemilu 1999. Sejauh mana kekuatan tradisi NU sejak Khittah '26 hingga memasuki era sistem multipartai, pemilu, dan suksesi. Kemudian menganalisis prakondisi perubahan dan konflik kepolitikan NU, terutama melalui PKB dan berbagai partai pendukung lainnya, serta interaksi antara berbagai kekuatan politik dalam sukseksi kepemimpinan nasional.
Dengan permasalahan penelitian tersebut, maka digunakan kerangka teori; Pertama, tradisi pesantren, yaitu nilai-nilai hubungan antara santri dan kyai, hubungan antara kyai dan politik, dalam bentuk budaya patron-klien yang bersifat paternalistik. Hubungan antara kyai dan santri, atau pemimpin NU dan pengikut tetap bersifat patron-klien, tetapi masalah pertukaran tidak hanya berbentuk materi yang ditegaskan dalam teori patron-klien. Imbalan santri terhadap kyai berupa kepatuhan dan ketaatan. Dalam hubungan kyai-santri, yang diberikan kyai tidak hanya kebutuhan hidup, tetapi juga berbagai ilmu pengetahuan dan pengajaran, terutama pelajaran agama Islam, sedangkan para santri dituntut untuk taat pada ajaran-ajaran kyai sebagai bentuk imbalan. Nilai-nilai tersebut mempengaruhi perilaku para kyai dan santri dalam berpolitik. Kedua, konflik, yaitu perbedaan pendapat, pertentangan, dan persaingan antar dua kelompok atau lebih dalam bentuk non-fisik atau fisik konflik dalam NU terjadi antara kyai, antara elite NU, dan konflik karena intervensi pemerintah. Ketiga, reformasi yang di dalamnya terdapat isu demokratisasi merupakan kondisi eksternal yang juga berpengaruh terhadap kepolitikan NU, yaitu pembentukan wadah politik NU yang kemudian bermuara terpilihnya KH. Abdurrahman Wahid sebagai presiden.
Penelitian ini menggunakan metode analisis proses perkembangan politik NU dalam konteks NU sejak kembali ke Khittah '26 pada tahun 1984 sampai terpilihnya K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden tahun 1999. Untuk memperoleh data-data mengenai NU dari tahun 1984 sampai 1999, digunakan studi dokumen, wawancara, dan pengamatan. Unit analisis dalam penelitian ini adalah organisasi NU. Unit pengamatannya adalah individu. Setelah data diperoleh kemudian dianalisis dengan mengkategorikan, mengelompokkan, dan memberi tafsiran makna-maknanya. Melalui cross check dan wawancara yang mendalam dengan key informan diharapkan diperoleh verifikasi data.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi pesantren (Jama ah) begitu kuat mempengaruhi perilaku orang-orang NU, misalnya dalam hubungan antara kyai dan santri dalam bentuk paternalisme dan patron-klien. Hubungan antara kyai dan santri penuh dengan kepatuhan, keterikatan, kewibawaan kyai dalam hal ini kekuasaan keturunan kyai, sehingga kewibawaan dan pengaruh kyai yang dorninan sudah membudaya di NU. Oleh karena itu, dimensi individu dalam NU lebih menonjol dibandingkan dengan dimensi lembaga atau sistem.
Reformasi berpengaruh terhadap organisasi (Jam'iyyah) NU. Reformasi merupakan peluang bagi NU untuk terlibat dalam percaturan politik nasional secara organisatoris. Tanpa mengesampingkan Khittah '26, bahwa secara organisasi, NU tidak boleh berpolitik maka orang-orang NU kemudian mendirikan partai politik. Ada empat partai politik yang didirikan oleh orang-orang NU, yaitu PKU, PNU, SUNI, dan PKB. Beragamnya partai politik dari orang-orang NU merupakan refleksi adanya perbedaan pandangan atau pendapat. Perbedaan pandangan yang kemudian memunculkan pluralisme merupakan suatu kenyataan. Perbedaan pandangan tersebut merupakan konflik. Konflik internal NU selain karena perbedaan pandangan juga karena perebutan kekuasaan, sumber-sumber ekonomi, dan aliansi politik.
Tradisi dan konflik dalam wujud perilaku warga NU ternyata cenderung berperanan dalam kepolitikan NU, baik secara internal maupun unsur eksternal (politik nasional). Ini bisa dilihat NU dalam pemilu dan ketokohan individu Gus Dur dalam pencalonan Presiden. Sejalan dengan perubahan politik nasional, NU tetap menjadi organisasi sosial keagamaan tetapi mempunyai wadah perjuangan politik, yaitu PKB. Konflik politik nasional telah mendorong NU ke posisi puncak politik nasional dengan terpilihnya Ketua Umum PBNU sebagai Presiden.
Implikasi teoritiknya adalah membangun jaringan antara tradisi pesantren, konflik internal, dan reformasi dengan isu demokratisasi yang berperan dalam kepolitikan NU. Kepolitikan NU dilihat sebagai suatu kontinuitas, pada masa Orde Baru kepolitikan NU cenderung menekankan pada level individu, sedangkan pada masa reformasi kepolitikan NU lebih pada level organisasi. Pergeseran politik tersebut karena kondisi eksternal, yaitu keadaan politik nasional juga berubah, selain peranan paham keagamaan Ahlus-sunnah walyama'ah, yang merupakan landasan berpikir dan bertindak warga NU."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D507
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siswanto
"The USA has signifikan contribution on negotiation of West Papua dispute. President John F. Kennedy changed the USA policy in West Papua dispute from passive neutral policy into active mediation policy. By this policy the USA and UNO supported and managed negotiations between Dutch and Indonesia. As a result, the representative of the countries signed the New York Agreement in 1962. The role of the USA diplomacy on the negotiation of West Papua dispute connecting with its interest in preventing communism in Indonesia. In case, America problem is how to eliminate communist influence in Indonesia. In connecting with the problem, the dissertasion has two research questions that what is the background of active mediation policy and how is the process of mediation diplomacy in West Papua dispute.
The dissertasion would like to describe and analyse the negotiations process between Dutch and Indonesia in Middleburg, the USA. The negotiations process have inportant value in Indonesia and America diplomacy history. These will give inforrnations in West Papua history-especially it was looked from the USA perspective. The dissertasion used historical methods in understanding America diplomacy in relationship with negotiation on West Papua dispute. The dissertasion produced conclusions that the USA diplomacy in West Papua dispute has relationship with containment policy in Cold War. The USA and UNO have great contribution to West Papua negotiation and New York Agreement. Consequently, they have moral obligations to West Papua. Their Intervention into West Papua problem is something possible in the future when Indonesia can not solve social dan political problems in there. It should be anticipated by great anttention to West Papua.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D891
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Iskandar
2007
D1848
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armin
"Di penghujung abad ke dua puluh Indonesia di landa oleh gelombang reformasi yang menuntut perubahan yang mendasar dalam berbagai bidang. Salah satu tuntutan yang bergulir adalah pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah. Hal itu berimplikasi pada perubahan pola hubungan pusat daerah. Adanya perubahan dalam hubungan pusat daerah mendorong penulis untuk mengkaji lebih jauh.
Studi hubungan pusat dan daerah berfokus pada masalah kebebasan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat setempat. Suasana kebebasan di satu sisi dan adanya kontrol pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah di sisi lain memicu konflik kepentingan antara tingkatan pemerintahan. Di samping itu konflik kepentingan di provinsi kalimantan timur juga disebabkan oleh perebutan sumber daya oleh semua tingkatan pemerintah, baik pemerinta pusat dengan pemerintah daerah provinsi maupun antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini ada 5 aspek. Pertama, tipe penelitian eksplanatif. Kedua, pendekatan penelitian yang digunakan adalah struktural. Ketiga, konteks penelitiannya transisi. Keempat, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi terbatas. Kelima, teknik analisisnya kualitatif.
Temuan-temuan yang diperoleh dari studi ini akan dikemukakan sebagai berikut. Pertama, pemerintah daerah provinsi kalimantan timur memiliki kebebasan untuk berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan sesuai dengan batas-batas kewenangan yang diberikan kepadanya. Batas-batas kewenangan itu ditentukan oleh pemerintah pusat dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Kedua, ada dua upaya pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan menciptakan sumber pendapatan baru bagi daerahnya. Pertama, intensifikasi pendapatan asli daerahnya. Kedua, ekstensifikasi pendapatan asli daerahnya.
Ketiga, kontrol pemerintah pusat terhadap pelaksanaan otonomi daerah ada dua macam. Pertama, pengawasan terhadap pelaksanaan APBD dan peraturn daerah dan atau keputusan kepala daerah. Kedua pengendalian pemerintah pusat dilakukan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang selanjutnya dijadikan pedoman dan acuan bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Keempat, konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur terjadi disebabkan oleh dua faktor. Pertama, ketidakadilan dalam bagi hasil minyak dan gas. Pasalnya provinsi papua dan NAD diberikan bagi hasil minyak dan gas sebanyak 70%, sedangkan provinsi kalimantan timur dan riau hanya diberikan sebanyak 15%. kedua, konflik dalam penentuan Dana Alokasi Umum, konflik itu berawal dari simulasi DAU yang dilakukan oleh departemen keuangan pertengahan tahun 2001. Simulasi itu merugikan daerah penghasil termasuk provinsi kalimantan timur. Oleh karena itu daerah penghasil bersatu membentuk Kaukus Pekan Baru dan Kaukus jakarta. Kedua kaukus itu menuntut kepada panitia anggaran DPR RI agar kebijakan formulasi DAU yang disimulasikan ditinjau kembali. Panitia anggaran DPR RI berpendapat bahwa mereka tidak terikat dengan simulasi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan. atas dasar itu dalma Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR RI dengan Menteri Keuangan disimpulkan bahwa tidak ada Daerah yang menerima DAU lebih rendah dari 2001.
Kelima, konflik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kota samarinda bersumber dari pencabutan peraturan daerah No. 20 Tahun 2000 tentang ketentuan pengusahaan pertambangan umum dalam wilayah kota samarinda. Pencabutan peraturan daerah itu didasarkan atas dua faktr. Pertama, peraturan daerah No. 20 Tahun 2000 bertentangan dengan kontrak karya (KK) yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pengusaha batubara. Kedua, peraturan daerah tersebut bertentangan dengan UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan.
Secara teoritis, studi ini menunjukkan relevansi terhadap beberapa teori yang diginakan dan mengkonstruksi teori baru tentang nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur. Kebebasan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat setempat, menunjukkan relevansi dengan teori Otonimi Daerah menurut Abdul Muttalib dan Mohd Ali Khan. Teori yang dikemukakan oleh Mack dan Snyder dan Maswadi Rauf tentang konflik menunjukkan relevansinya. Di samping relevansi teoritis juga dikemukakan konstruksi teoritis mengenai tingginya nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur. Tingginya nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, masyarakat tidak frustasi terhadap pemerintah-baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah-. Hal itu disebabkan oleh dua faktor. Pertama, masyarakat tidak mendapat tekanan dari pemerintah. Kedua, masyarakat masing-masing memiliki kesibukan sehingga kurang waktu untuk memikirkan masalah pemerintahan apalagi melakukan gerakan separatis. kedua, heterogenitas masyarakat kalimantan timur. Tingginya heterogenitas masyarakat sehingga tidak ada suku yang mayoritas. Ketiga, masyarakat dan elite beranggapan bahwa melakukan gerakan separatis kerugiannya lebih banyak dari pada manfaatnya. Kerugian bagi elite jika terjadi gerakan separatis atau semacamnya adalah mereka sendiri akan terlempar dari struktur kekuasaan. Sedangkan kerugian bagi masyarakat adalah kalau terjadi kekacauan maka iklim untuk berusaha juga akan terganggu. Oleh karena itu elite politik Kalimantan Timur memegang prinsip bahwa bekerjasama dengan pemerintah Pusat lebih banyak manfaatnya dari pada melawannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
D475
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalia Alfian
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
D605
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Kemal Dermawan
"Lokasi penelitian ini adalah permukiman Real estate dan Non Real estate di Bekasi dan Depok. Karena penelitian disertasi ini juga melihat potensi pelaksanaan Pemolisian Komunitas di dalam komunitas dengan klas sosial yang berbeda maka pemilihan permukiman real estate dan non real estate ditetapkan untuk mewakili komunitas yang lebih mapan (tingkat sosial-ekonomi, dalam hal ini diwakili oleh komunitas permukiman real estate) dan komunitas yang kurang mapan (tingkat sosial-ekonomi, dalam hal ini diwakili oleh komunitas permukiman non real estate).
Dari kondisi empiris Tataran kebijakan yang melingkupi implementasi Pemolisian Komunitas terlihat bahwa (1) Aturan Perundang-undangan termasuk pula kebijakan-kebijakan yang berpijak pada Paradigma Baru POLRI/Reformasi POLRI sudah memadai; (2) terkait dengan penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam Pemolisian Komunitas, ternyata masih terdapat beberapa masalah seperti (a) belum terumuskannya mekanisme kemitraan yang lebih partisipastif; (b) belum diperolehnya pemahaman yang baik tentang formasi dan stratifikasi kelaskelas sosial dan gender; (c) belum maksimalnya faktor pendorong dan fasilitasi kebijakan-kebijakan bagi prakarsa, inisiatif dan gagasan yang muncul dari polisi lokal/ setempat; terkait dengan pelaksanaan pengawasan sipil terhadap POLRI dan tindakan pemolisiannya, ternyata masih terdapat beberapa masalah seperti (a) belum berjalan mekanisme pengawasan sipil dengan baik, khususnya pengawasan terhadap Polri dan tindakan pemolisiannya; (b) belum ada lembaga pengawasan yang efektif baik lembaga pengawasan bentukan Undang-Undang maupun bentukan masyarakat.
Dari kondisi empiris Tataran Empiris, yakni relasi POLRI dan Komunitas dalam Pemolisian Komunitas, diperoleh data bahwa (a) kondisi Kapasitas. Komunitas secara umum mendukung kemitraan serta siap dikembangkan bagi kepentingan menyambut program dari luar yang bermanfaat bagi mereka; (b) belum terciptanya Kemitraan yang setara antara POLRI dan Komunitas karena POLRI lebih mendominasi sejak Pembentukan Panitia Persiapan Pembentukan FKPM hingga Realisasi FKPM; (c) muncul tiga pihak dalam relasi kemitraan yang kemudian memunculkan relasi kekuasaan tiga pihak : POLRI-FKPMKomunitas. Hal ini kemudian menjadi hambatan bagi terciptanya partisipasi kolektif warga komunitas dalam bermitra dengan Polri demi tercapainya upayaupaya penyelenggaraan kamtibmas di dalam komunitas secara kolektif. Beberapa kendala dalam pelaksanaan Pemolisian Komunitas yang ditemui dalam penelitian Disertasi ini tersebut, secara umum tidak menghambat potensi keberhasilan program Pemolisian Komunitas di masa yang akan datang. Beberapa perbaikan, peningkatan dan penyempurnaan hal-hal yang terkait dengan kendalakendala tersebut harus dilakukan dan mendapat perhatian yang seksama oleh pelaksana program Pemolisian Komunitas.

Real estate and Non Real estate settlement community in Bekasi and Depok are the research location for the Dissertation. The reason to choose the Real estate and Non Real estate settlement is to shown therepresentation the stable community (social economy class, represented by Real estate housing community) and less stable community (social economy class, represented by Non Real estate housing community).
From the empirical policy level that contains Community Policing implementation, we are able to view that: (1) The laws, including the policies that stand on the new paradigm of POLRI/the reformation of POLRI, has adequated; (2) there are still some problems in the democratic principles implementation in Community Policing, which are (a) the more participative partnership has not been fully explainable, (b) the social class and gender formation and stratification has not been fully understandable, (c) the supporting factors and policies facility for action, initiative, and ideas that come up from the local Police regarding the implementation of civil monitoring to POLRI and their Policing action has not been maximized. There are a few problems regarding this factor, such as: (a) the civil monitoring mechanism has not been successfully implemented, especially the monitoring to POLRI and their Policing action, (b) there has no effective oversight institution, either made by law or community.
The data shown from the empirical condition at the Empirical Level, regarding POLRI relation with community in community policing, in general, the Community Capacity Condition is ready to support the partnership program and ready to be developed to accept any other intentional program from the outside community that might benefit them. Unequal relationship between community and Police, are caused more by the domination of Police since the begining of FKPM development by the early comitee, until the real activity is running. Since the program is started, there was 3 parties in the partnership relation, that then emerges into 3 power relationships; POLRI-FKPM-Community. Such condition become the barrier for collective participation among community member to become Polri partner on achieving collective activity in community security and order program. Some problem found in this Dissertation research regarding the Community Policing implementation, basicly are not an obstacle for the successful Community Policing program in the future. Nevertheless, some improvement need to be done regarding all the problems, and should be the point of attention to all subjects in Community Policing program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
D955
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad Ali Safa`at
"Disertasi ini membahas tentang pembubaran partai politik di Indonesia pada kurun waktu 1959 sampai 2004, baik dari sisi pengaturan hukum maupun praktik pelaksanaannya serta prospek pengaturan di masa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan sejarah dan perbandingan hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1959 hingga 2004 pada masing-masing periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi, terdapat ketentuan yang berbeda-beda tentang pembubaran partai politik. Pada kurun waktu tersebut juga terjadi beberapa praktik pembubaran partai politik dalam berbagai bentuk baik berdasarkan hukum yang berlaku maupun tidak. Di masa yang akan datang perlu dilakukan pengaturan yang lebih mendetail terkait dengan alasan pembubaran, pemohon, proses peradilan, serta akibat hukum pembubaran partai politik.

The focus study of this disertation is the law and practices of the dissolution of political parties in Indonesia since 1959 until 2004, and how it should be ruled in the future. This research is a normative research that use historical dan comparative approach. The result is tha there were laws concerning the dissolution of political parties between 1959 until 2004 for each period, Orde Lama, Orde Baru, and Reformasi. Some political parties had dissolved at that time with various ways, whether based on positive law or not. The reseacher sugest that The law concerning the dissolution of political party in the future should be more detail especially about the ground or reason of dissolution, applicant, court process, and the consequences."
Depok: Universitas Indonesia, 2009.
D926
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gaussyah
"Anggota Polri sebagai bagian dari warga negara memiliki hak yang dilindungi oleh konstitusi. Salah satu hak yang mereka miliki adalah hak politik (political rights), yang dalam hal ini adalah hak memilih dan dipilih. Memang tugas utamanya tidak bisa dipisahkan dari apa yang telah ditentukan oleh konstitusi dan undang-undang. Namun, hak-hak yang melekat pada diri Polri tidak bisa diabaikan. Kenyataannya hak memilih bagi anggota Polri dalam pemilihan umum masih dibatasi oleh undang-undang. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut diajukan tiga permasalahan, yaitu; mengapa anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan dipilih dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, dasar hukum dan dasar pemikiran apakah yang digunakan oleh pengambil kebijakan negara dalam pertimbangan tidak digunakannya hak memilih anggota Polri dalam pemilihan umum, dan bagaimanakah penggunaan hak pilih anggota Polri dan TNI jika dibandingkan dengan hak pilih Pegawai Negeri Sipil. Teori negara hukum khususnya yang terkait dengan konsep the rule of law yang dikemukakan oleh A. V. Dicey digunakan sebagai grand theory. Teori konstitusi dan teori hak asasi manusia, khususnya teori tentang equality, di antaranya civil equality dan political equality digunakan sebagai middle range theory, dan untuk mempertajam analisis juga digunakan teori demokrasi yang di antaranya dikemukakan oleh Schumpeter dan Robert A.Dahl. Objek penelitian ini pada dasarnya sekitar peraturan perundang-undangan yang berkaitan erat dengan Polri. Selain itu, juga akan dilihat bagaimana pelaksanaan peraturan tersebut di lapangan. Berkenaan dengan objek penelitian ini, tipe penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis Untuk mendukung akurasi data, digunakan pendekatan yuridis historis, yuridis sosiologis, dan yuridis komparatif. Sedangkan jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan untuk selanjutnya dianalisis secara deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman sejarah keikutsertaan anggota Polri dalam politik kekuasaan orde baru, terintegrasinya Polri dalam organisasi militer (ABRI), dan penerapan konsep dwifungsi ABRI yang kurang tepat menyebabkan anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan dipilih dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia pada saat ini. Netralitas dan profesionalisme Polri dijadikan dasar pemikiran oleh pengambil kebijakan negara dalam pertimbangan tidak digunakannya hak memilih anggota Polri dalam pemilihan umum. Anggota TNI tidak menggunakan hak memilih dan dipilih dalam pemilu. Sedangkan PNS memiliki hak memilih dalam pemilu, akan tetapi wajib mengundurkan diri jika ingin dipilih dalam pemilu. Melakukan reformasi menyeluruh agenda reformasi nasional dan merevisi UU No. 2/2002 Tentang Polri diharapkan dapat terciptanya Polri profesional yang sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat.

Member of the INP are part of the state citizens owning the many rights defend by the constitution. One of their rights is political rights, in this case the right to vote and be elected. Their main duty as described in the constitution and legislation surely cannot be disbanded; however their existing rights must also not be neglected. The fact is that the right to vote for INP members in the general election is still limited through legislation. Based on the background, there are three research question which are: why do INP members don‟t use the right to vote and be elected in the state structure of the Republic of Indonesia, the legal basis and philosophy used by state policy makers in considering that INP members may not use their right to vote in the general elections, and how do INP and military members use their right to vote compare to civil servant. The legal state theory especially those in relation with the rule of law concept proposed by A.V. Dicey will be used as the grand theory. The constitution and human rights theory, especially on equality, among others civil equality and political equality will be used as middle range theory, and to sharpen the analysis the democracy theory proposed by Schumpeter and Robert A. Dahl will also be utilized. The research object will revolve around the legislation on the INP. Besides that, the implementation of the rule will also be examined. In relation to the research object, the type of research applied is juridical normative method with a juridical approach. To support the accurateness of the data, the juridical historical, jurisdictional sociological and comparative juridical approach will be applied. The type of research will be qualitative. The data collection for this research will be done through literature review and field research to be analyzed deductively. The result of the study shows that the bad historical experience of INP members in the New Order political rule, INP past integration to a military organization (ABRI), and the ABRI dual-role has caused INP members the right to vote and be elected in the state structure of the Republic of Indonesia. The neutrality and professionalism of the INP has acted as the basis for the policy makers in considering the right to vote of INP members in the general elections. Military member also share the inability for the right to vote and be elected in the elections. However, civil servants have the right to vote but must resign whenever they run for office in the general elections.To conduct comprehensive reform the national agenda towards the state‟s political paradigm and. In order for a professional INP which is in line with the hopes and aspirations of the society, it is recommended that Law Number 2 Year 2002 on INP should be revised.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
D1173
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad Ali Safa`at
"Disertasi ini membahas tentang pembubaran partai politik di Indonesia pada kurun waktu 1959 sampai 2004, baik dari sisi pengaturan hukum maupun praktik pelaksanaannya serta prospek pengaturan di masa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan sejarah dan perbandingan hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1959 hingga 2004 pada masing-masing periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi, terdapat ketentuan yang berbeda-beda tentang pembubaran partai polilik. Pada kurun waktu tersebut juga terjadi beberapa praktik pembubaran partai politik dalam berbagai bentuk baik berdasarkan hukum yang berlaku maupun tidak. Di masa yang akan datang perlu dilakukan pengaturan yang Iebih mendetail terkait dengan alasan pembubaran, pemohon, proses peradilan, serta akibat hukum pembubaran partai politik.

The focus study of this disertation is the law and practices of the dissolution of political parties in Indonesia since 1959 until 2004, and how it should be ruled in the future. This research is a normative research that use historical dan comparative approach. The result is that there were laws concerning the dissolution of political parties between 1959 until 2004 for each period, Orde Lama, Orde Baru, and Reformasi. Some political parties had dissolved at that time with various ways, whether based on positive law or not. The reseacher sugest that The law conceming the dissolution of political party in the future should be more detail especially about the ground or reason of dissolution, applicant, court process, and the consequences.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
D1110
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Effendi Wahyono
"Disertasi ini membahas ttg Desentralisasi yg merupakan modernisasi birokrsi yang dilakukan oleh Pemerintah Hidia Belanda. Kebijakan desentralisasi dikeluarkan karena adanya tuntutan perlunya partisipasi masyarakat dalan\m pengolaan negara. Landasan desentralisasi pertama undang2 desentralisasi tahun 1903, yg kemudian diperbaharui melalui undang2 pembahruan Pemerintah, tahun 1922."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
D1563
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>