Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Emilia Sari Sutikno
"Tesis ini memfokuskan perhatian pada penggunaan sanksi ekonomi sebagai instrumen kebijakan luar negeri AS terhadap Irak dalam kurun waktu 1993-1998 (masa Pemerintahan Presiden Bill Clinton), serta menjelaskan pentingnya interaksi antara faktor-faktor domestik (internal) dengan faktor-faktor internasional (eksternal) dalam dihasilkannya keputusan perpanjangan penggunaan sanksi ekonomi terhadap Irak.
Keputusan tersebut, dipicu juga oleh serangkaian perilaku atau tindakan Irak di bawah rejim Saddam Hussein, yang bersifat agresif dan dianggap cenderung melanggar norma-norma internasional serta mengancam kestabilan dan perdamaian di kawasan Timur Tengah. Presiden dan Kongres pada masa ini, masih mengaggap perlu perpanjangan sanksi ekonomi terhadap Irak berdasarkan sejumlah alasan. Namun pada dasarnya, AS tetap menganggap Irak sebagai negara yang mengancam kepentingan (nasional) AS, khususnya di kawasan Timur Tengah (berkaitan dengan masalah Israel dan minyak). Lobi pro-Israel, AIPAC, dalam hal ini juga memainkan peran cukup signifikan dalam mempengaruhi kebijakan perpanjangan sanksi ini. Dunia internasional, melalui PBB, juga mengeluarkan sejumlah resolusi yang berkaitan dengan pelaksanaan sanksi ekonomi terhadap rejim Saddam Hussein.
Pembahasan mengenai kasus ini, dilakukan secara deskriptif-analitis dengan menggunakan berbagai kerangka pemikiran/teori sebagai alat analitis. Tujuan dari penelitian ini, adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai keterkaitan antara faktor-faktor domestik dan internasional yang mempengaruhi keluarnya kebijakan perpanjangan sanksi ekonomi atas Irak, 1993-1998.
Konsep Rosenau mengenai linkage theory digunakan untuk membahas interaksi dan keterkaitan antara faktor-faktor domestik dengan internasional. Konsep-konsep lain yang berkaitan dengan kebijakan luar negeri juga digunakan untuk menganalisa kasus yang diajukan.
Tesis ini menyimpulkan bahwa tetap dipertahankannya penggunaan sanksi ekonomi terhadap Irak bertujuan agar terjadi pergantian rejim pemerintahan di Irak. Namun seperti diketahui, tujuan ini tidak berhasil karena Saddam Hussein masih berkuasa di Irak. Selain itu, tulisan ini juga melihat adanya kerjasama antara Presiden Clinton dan Kongres (yang dipengaruhi oleh lobi pro-Israel, AIPAC) dalam keputusan perpanjangan penggunaan sanksi ekonomi terhadap Irak, 1993-1998."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Lukman Hakim
"Dalam tesis ini ingin menjelaskan mengapa hubungan Arab Saudi-AS yang dianggap 'hubungan khusus' belum dapat membawa Arab Saudi untuk berperan optimal dalam menyelesaikan masalah Palestina. Penyelesaian masalah Palestina merupakan ukuran keberhasilan pelaksanaan tuntutan tugas dan misi politik luar negeri Arab Saudi yang dirumuskannya tahun 1943. Tugas dan misi tersebut berisi bahwa penyelesaian masalah Palestina ditempuh dengan dua Cara : Arab Saudi bersatu dengan negara-negara Arab lainnya untuk menyelesaikan Palestina, dan Arab Saudi mempengaruhi Amerika untuk menjadi mediator yang adil dalam menyelesaikan masalah Palestina. Namun, pelaksanaan untuk menarik Amerika menjadi mediator yang adil masih mendapat hambatan eksternal dan internal.
Hambatan eksternal dan internal yang dimaksud, sebagai berikut :
1. Kuatnya lobi pro-Israel terhadap pengambil kebijakan (decision maker) di Amerika, sehingga Amerika dapat mengorbankan hubungan khususnya dengan Arab Saudi, terutama menyangkut penyelesaian masalah Palestina. Lemahnya dukungan negara-negara Arab lainnya atas kepemimpinan Arab Saudi (Arab leadership) membuat Arab Saudi tidak dapat berperan optimal, karena tidak mendapat wewenang penuh dari negara Arab lainnya.
2. Lemahnya pengaruh Arab Saudi terhadap Amerika akibat ketergantungannya di bidang politik, militer dan ekonomi, sehingga Arab Saudi tidak mempunyai posisi tawar menawar yang memadai terhadap Amerika Serikat, dan ketergantungan Arab Saudi tersebut menempatkan kedua negara tidak mempunyai hubungan khusus dalam arti yang sesungguhnya.
3. Perbedaan sosial budaya antara Arab Saudi-Amerika Serikat mengakibatkan kedua negara tidak mendapat dukungan yang penuh dari warga kedua negara masing-masing, dan bahkan perbedaan sosial budaya tersebut dapat menghambat usaha pemerintah kedua negara untuk menyelesaikan masalah Palestina.
4. Adanya konflik elit di Arab Saudi mengenai hubungan yang ideal antara Arab Saudi-Amerika, sehingga para elit di lingkungan kerajaan tidak mempunyai pandangan yang sama mengenai keterlibatan Amerika dalam proses perdamaian, dan dari pihak Arab Saudi tidak mempunyai strategi yang baku untuk membawa Amerika dalam menyelesaikan masalah Palestina.
5. Lemahnya pengaruh pro-Palestina di Arab Saudi merupakan akibat sistem politik Arab Saudi yang membatasi partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga Arab Saudi kelihatan passif dalam mencari terobosan baru dalam penyelesaian masalah Palestina, dan cenderung menunggu inisiatif dari Amerika Serikat. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Wibisono
"ABSTRAK
Seringkali didapati kasus-kasus pelanggaran hukum di Indonesia yang sebenarnya belum tentu termasuk kategori pelanggaran Subversi. Namun oleh pemerintah selaku penguasa politik kepada para pelanggar pidana tersebut kerapkali dijerat dan dikenakan dengan isi pasal-pasal UU No.11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. Kejadian ini telah terdapat pada masa Pemerintah Orde Lama, hingga diteruskan oleh Pemerintah Orde Baru sekarang ini, yang menimbulkan berbagai polemik di pihak yang pro maupun kontra.
Bahkan para Cendekiawan Politik dan Hukum (Dr. Burhan Magenda, Arbi Sanit, dan Prof. Dr. Sri Sumantri, SH), menyatakan bahwa isi pasal UU No.l1/PNPS/1963 tersebut terlalu luas jangkauannya sehingga tidak ada batasan-batasan yang jelas dan tegas pada pasal-pasalnya yang dapat menjerat siapa saja dan kapan saja dan kurang relevan dengan pekermbangan Demokratisasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) dewasa ini.
Menurut pendapat nara sumber hukum dari Universitas Indonesia (Prof. Dr. Bintan R. Saragih, SH. dan Nara sumber Undang-undang Anti Subversi (Dr.Loebby Loqman, SH.) mengatakan bahwa Isi pasal-pasal UU No.ll/PNPS/1963 terdiri dari 20 pasal yaitu pasal 1 s/d. 20 dan 6 Bab yaitu Bab 1 s/d. V perlu dibatasi (limitatif), karena bila hal itu tetap diberlakukan, maka isi pasal UU No.17./PNPS/1963 ini dianggap telah dipengaruhi budaya politik otoriter yang terdapat pada pasal 1,2,3,7,11 dan 17 yang pada inti isinya memperkokoh kedudukan Presiden selaku penguasa politik. Pengaruh budaya politik Feodal terdapat pada pasal 13 (2), yang berintikan adanya kedudukan penguasa politik yang tidak ingin dikritik atau dikontrol oleh masyarakat, melainkan harus dihormati dan di patuhi oleh seluruh masyarakat; dan pengaruh budaya politik patrimonial nampak terdapat pada pasal 13 (2) yang pada isinya adalah keharusan dari pihak masyarakat/rakyat untuk loyal dan patuh tunduk pada senioritas yaitu penguasa politik (presiden) tanpa ada kontrol pengawasan dari masyarakat/rakyat.
Tujuan penelitian dengan menggunakan kerangka pikir kualitatif, untuk mengetahui secara jelas benarkah sifat patrimonial, Feodal dan Otoriter yang melekat pada isi UU Noll/PNPS/1963 akibat dari adanya pengaruh Budaya Politik Patrimonial, Feodal dan Otoriter yang diwariskan oleh para penguasa politik Jawa (Raja-raja Jawa Mataram) yang secara langsung atau tidak langsung telah diwariskan dan diikuti serta diterapkan oleh para Penguasa Politik, sehingga memberikan tempat yang subur bagi tumbuh dan berkembangnya budaya politik subyek (menurut G.A. Almond dan Sindey Verbs). Seperti halnya Presiden Soekarno sebagaimana telah dikemukakan dalam kerangka teori Budaya Politik yang digambarkan oleh Clifford Gertz, Arief Budiman, Miriam Budiarjo, Marbanggun Hardjowirogo, Sukarna, Eberhard Puntsch, Ralf Dahrendorf, Gabriel A. Almond, dan Sidney Verbs, Niniek Suparni, dan sebagainya, dengan menggunakan kerangka piker kualitatif.
Para nara sumber politik dan nara sumber hukum tersebut di atas telah menggambarkan bahwa betapa otoriternya kepemimpinan Presiden Soekarno pada saat pemerintah dengan sistem politik Demokrasi Terpimpin yang membuat dan memberlakukan Penetapan Presiden (Penpres/PNPS) No.11 tahun 1963 tentang Tindak Pidana Subversi tanpa persetujuan DPRS yang perannya dimandulkan (lemah) yang kemudian ditetapkan menjadi UU No.11/PNPS/1963. Permasalahan di mana pada isi pasal-pasal UU No.11/PNPS/1963 tersebut memiliki jangkauan sangat jauh dan luas langkah represifnya dan hanya menguntungkan Penguasa Politik / presiden), dikarenakan pasal-pasalnya bersifat karet yang dapat menjerat siapa saja.
Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas perlu dibuktikan dalam penulisan tesis ini diungkapkan secara rinci proses pembahasan pembentukan isi UU No.ll/PNPS/1963 tentang pernberantasan kegiatan Subversi sejak latar belakang pembentukannya, sejarah pembentukannya, sampai budaya politik yang mempengaruhinya yang cukup menarik dipelajari karena menimbulkan pro dan kontra."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Tjandra Prijanti
"ABSTRAK
Tesis ini disusun berdasarkan pengamatan adanya kekhawatiran masyarakat internasional akan masa depan status internasional perekonomian Hongkong di bawah kedaulatan Cina, sehingga tesis ini diberi judul: "Masa Depan Status Internasional Perekonomian Hongkong Pasca 1997". Tesis ini menganalisa penerapan otonomi khusus dalam rangka menerapkan konsep "satu negara dua sistem", yang diberikan Cina kepada Hongkong.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hal itu, penulis menggunakan kerangka pemikiran internasionalisasi dari Jeffry Frieden dan Ronald Rogowski serta proses persiapan unifikasi antara 2emerintah Inggris dan Cina. Metode penelitian yang digunakan adalah studi perpustakaan dan tehnik pengumpulan datanya adalah melalui buku-buku, dokumen-dokumen, majalah dan koran serta data dari Internet.
Diperoleh gambaran bahwa perekonomian Hongkong layak berstatus internasional dan perlu dipertahankan, apalagi kondisi ini mendukung perekonomian Cina. Berarti penerapan kebijakan otonomi khusus kepada Hongkong, memberi pengaruh positif bagi masa depan status internasional perekonomian Hongkong.
Tesis ini dibagi menjadi 4 (empat) bab, bab pertama merupakan pendahuluan. Bab kedua menganalisa sejarah serta perkembangan perekonomian Hongkong dan Cina setahun sebelum dan sesudah unifikasi Hongkong. Bab tiga menganalisa internasionalisasi yang dialami Hongkong dan proses persiapan unifikasi Hongkong ke dalam kedaulatan Cina. Dan akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa dengan pertimbangan kepentingan ekonomi, Cina akan konsisten menerapkan kebijakan otonomi khusus dan status internasional perekonomian Hongkong pasca unifikasi dapat dipertahankan."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumardi
"Tidak lama setelah Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, meletuslah konfrontasi RI-Belanda yang dipicu oleh keinginan Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia Dalam konfrontasi ini Belanda berusaha melemahkan RI dengan cara menduduki daerah-daerah kekuasaan RI dan kemudian memprakarsai pendirian negara negara bagian di daerah-daerah yang berhasil dikuasainya, yang mana hal ini termasuk wilayah Madura.
Tujuan Belanda yang sebenarnya mendirikan negara-negara bagian itu adalah untuk mengembalikan lagi kekuasaannya di Indonesia, dengan cara memfungsikan kembali alat kekuasaannya di Indonesia, yaitu Binnenlands Bestuur dan KNIL di negara-negara bagian yang dibentuknya. Adanya kenyataan bahwa di Indonesia telah berdiri suatu negara yang merdeka, yakni RI mendorong pihak Belanda untuk menjalankan siasat federalistis, yaitu berusaha agar di Indonesia didirikan sebuah negara federal yang beranggotakan RI bersama sama dengan negara-negara bagian yang dikendalikannya.
Madura adalah salah satu wilayah yang berhasil dijadikan sebuah negara bagian oleh Belanda pada tahun 1948-1950, disamping wilayah-wilayah RI Iainnya seperti Sumatera Timur, Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Jawa Timur. Madura adalah suatu wilayah kepulauan di Propinsi hum Timur, yang terletak di sebelah timur kota Surabaya atau di timur laut pulau Jawa Setelah proklamasi kemerdekaan, Madura merupakan sebuah wilayah Karesidenan dari Propinsi Jawa Timur, dengan dikepalai seorang Residen, yaitu R.A.ATjakraningrat.
Dalam rangka mempermudah pembentukan Negara Madura ini, diantaranya Belanda melakukan suatu blokade ekonomi dan agresi militer. Khususnya dalam melakukan agresi militer, Belanda mengerahkan kekuatan yang terdiri dari pasukan KL, KIEL dan Veligheids Brigade (semacam Polisi Tentara Rahasia). Selain itu Belanda menyiapkan suatu Batalyon khusus, yaitu "Pasukan Cakra.. Walaupun agresi ini mendapat perlawanan yang hebat dari TNI dan rakyat setempat, namun karena tidak seimbangnya kekuatan musuh, baik di darat, lautr dan udara, maka setelah pertempuran berlangsung selama tiga setengah bulan, akhirnya Madura dapat dikuasai Belanda. Dengan dikuasainya Madura oleh Belanda tersebut berarti secara politic, telah menguasai Tjakraningrat sebagai pemimpin politik tertinggi di Madura
Setelah dapat menguasai Madura, Belanda lewat vas der Plas selaku pemimpin Recamba Jawa Timur membujuk Tjakraningrat dalam upayanya menjalin kerja sama untuk membentuk Negara Madura. Kerja sama ini ternyata disambut oleh Tjakraningrat, sehingga akhirnya Madura dapat dibentuk menjadi sebuah negara, dan Tjakraningrat diangkat menjadi Wali Negaranya
Keberhasilan membentuk Negara Madura, tidak terlepas dari kelihaian Belanda dalam mendekati selain para. pemimpin formal seperti Tjakraningrat, juga pendekatan terhadap para pemirnpin non-formal yang dalam masyarakat Madura mempunyai pengaruh yang amat besar, yaitu Alim Ulama atau Kyai. Disamping itu juga terlihat uanya sambutan sebagian masyarakat terhadap pembentukan negara ini yang ditunjukkan lewat hasil dari suatu plebisit
Negara Madura yang telah berhasil dibentuk, sebagai layaknya sebuah negara, negara tersebut terdapat pula organ-organ pemerintahan, seperti DPR, Departemen-Departemen, dan organ-organ lainnya Sedangkan sebagai landasan hukumnya, negara ini juga memiliki sebuah "Peraturan Ketatanegaraan" yang berfungsi sebagai Undang-Undang Dasarnya
Akan tetapi dalam realitasnya, negara bikinan Belanda ini ternyata hanya bertahan relatif singkat. Golongan-golongan pro-Republik, seperti yang tergabung dalam Batalyon 635 Jokotole dan Pemerintahan Sipil Bayangan di Pengasingan Jawa, Gerakan Perjuangan Madura di Yogyakarta, dan Organisasi-Organisasi Gerakan Bawah Tanah, dengan merangkul masyarakat luas secara terus-menerus melakukan berbagai upaya untuk membubarkan Negara Madura tersebut.
Dengan kuatnya gerakan pembubaran terhadap negara ini oleh unsur-unsur pro-Republik tersebut, akhirnya negara yang didirikan Belanda pada tanggal 20 Februari 1948, akhirnya dapat dibubarkan. Masyarakat Maduralah termasuk kelompok masyarakat yang paling awal mempelopori gerakan pembubaran negara ciptaan Belanda tersebut, dan mendesak bergabung dengan Negara Kesatuan RI . Kemudian melalui Surat Keputusan Presiden RIS tanggal 9 Maret 1950, secara resmi Negara Madura dibubarkan dan bergabung kembali dengan RI, serta ditetapkan sebagai sebuah Karesidenan dari RI."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Surata
"ABSTRAK
Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik literatur yang disitir dalam skripsi Jurusan Ilmu Politik Fakultas Illmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (UNHAS) dan Universitas Indonesia (UI).
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui (i) proporsi penggunaan literatur dalam skripsi Jurusan Ilmu Politik di UNHAS dan UI berdasarkan jenis, bahasa, dan usia literatur, (ii) apakah penggunaan literatur dalam skripsi Jurusan Ilmu Politik di UNHAS berbeda dengan UI berdasarkan jenis, bahasa, dan usia literatur, (iii) paro-hidup literatur yang digunakan dalam skripsi Jurusan Ilmu Politik di UNHAS dan UI, (iv) literatur yang dominan disitir dalam skripsi Jurusan Ilmu Politik di UNHAS dan UI.
Subjek penelitian adalah skripsi Jurusan Ilmu Politik di UNHAS dan UI yang diterbitkan antara tahun 1991-1995 yang terdapat di Perpustakaan UNHAS dan Perpustakaan FISIP-UT. Sampel yang digunakan adalah 117 judul, terdiri dari 43 judul skripsi dari UNHAS dan 74 judul dari M. Data penelitian diambil dari semua bibliografi yang terdapat pada setiap skripsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buku merupakan jenis literatur yang paling sering digunakan dalam skripsi Jurusan Ilmu Politik di UNHAS, selanjutnya berturut-turut jenis lain, majalah, dan surat kabar. Dalam skripsi Jurusan Ilmu Politik di UI, dijumpai bahwa buku juga merupakan jenis literatur yang paling sering digunakan, selanjutnya berturut-turut majalah, surat kabar, dan jenis literatur lain. Uji statistik menunjukkan bahwa penggunaan literatur dalam skripsi UNHAS berbeda nyata dengan UI berdasarkan jeaisnya, kecuali untuk jenis literatur lain.
Dan segi bahasa, dalam skripsi UNHAS, literatur yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia lebih banyak disitir daripada yang diterbitkan dalam bahasa Inggris. Buku berbahasa Indonesia merupakan jenis literatur yang paling dominan disitir. Dalam skripsi UI, literatur yang diterbitkan dalam bahasa Inggris lebih banyak disitir daripada yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia, Buku dan majalah berbahasa Inggris merupakan jenis literatur yang paling dominan disitir. Uji statistik menunjukkan bahwa penggunaan literatur dalam skripsi UNHAS berbeda nyata dengan UI berdasarkan bahasanya, kecuali dalam bahasa Indonesia.
Rata-rata usia literatur yang disitir dalam skripsi UNHAS adalah 5.8 tahun, dan dalam skripsi UI adalah 8.8 tahun. Masa keterpakaian literatur dalam skripsi UNHAS lebih singkat daripada dalam skripsi UI. Tetapi, paro-hidup literatur yang disitir dalam kedua skripsi sama, yaitu 7 tahun. Di samping itu, pola penggunaan literatur dalam skripsi UNHAS berdasarkan usianya sama dengan dalam skripsi UI, yaitu semakin tua usia literatur, semakin sedikit literatur tersebut digunakan.
Penelitian menemukan judul judul buku yang sering disitir dalam skripsi UNHAS yang dapat disarankan untuk pengembangan koleksi bagi Jurusan Ilmu Politik di UNHAS. Penelitian tidak dapat menemukan judul judul buku yang sering disitir dalam skripsi UI karena frekuensi sitiran yang diperoleh masing-masing judul sangat sedikit. Meskipun demikian, penelitian berhasil menyusun judul judul majalah yang memiliki frekuensi sitiran yang tinggi yang dapat dianjurkan untuk pengembangan koleksi bagi Jurusan Ilmu Politik di UI. Asian Survey merupakan judul majalah yang memiliki frekuensi sitiran paling tinggi dalam skripsi Jurusan Ilmu Politik di UI.

ABSTRACT
The Characteristics of Literature Cited In Skripsi of Politics Department of Social Science and Politics Faculty At University of Hasanuddin and University of Indonesia Between 1991-1995. The aim of the research is to identify characteristics of literature cited in skripsi of Politics Department of Social Science and Politics Faculty (FISIP) at University of Hasanuddin(UNHAS) and University of Indonesia (UI).
The objectives of the research are to identify (i) the' proportion of literature usage in skripsi of Politics Department at UNHAS and UI based on the kind, language, and age of literature, (ii) whether the usage of literature in skripsi of Politics Department at UNHAS differs from UI based on the kind, language, and age of literature, (iii) half-life of literature used in skripsi of Politics Department at UNHAS and UI, and (iv)the dominant literature cited in skripsi of Politics Department at UNHAS and UI.
The subject of the research is the skripsi of Politics Department at UNHAS and UI published between 1991-1995 available in the Library of UNHAS and Library of FISIP-UI. The samples used in the research are 117 titles, consist of 43 titles of skripsi from UNHAS and 74 titles from UI. The research data taken from all of bibliography available in each of the skripsi.
The result showed that books were the kind of literature used the most frequently in skripsi of Politics Department at UNHAS, then other kinds of literature, magazines, and newspaper, respectively. In skripsi of Politics Department at UI, found that books were also the kind of literature used the most frequently, then magazines, newspaper, and other kinds of literature, respectively. The statistical tests showed that the literature usage in skripsi of UNHAS significantly differed from UI based on its kind, except other kinds of literature.
In the view of language, in skripsi of UNHAS, literature published in bahasa Indonesia cited more than in English. Books in Bahasa Indonesia were the most dominant kind of literature cited. In skripsi of UI1 literature published in English cited more than in bahasa Indonesia. Books and magazines in English were the most dominant kinds of literature cited. The statistical tests showed that the literature usage in skripsi of UNHAS significantly differed from UI based on its language, except in bahasa Indonesia.
The average of literature age cited in skripsi of UNHAS was 5.8 years old, and in skripsi of UI was 8.8 years old. The usage period of literature in skripsi of UNHAS shorter than in skripsi of UI. However, the literature half-life cited in both skripsi were equal, i.e. 7 years old. Furthermore, the pattern of literature usage in skripsi of UNHAS based on its age was the same as in skripsi of i.e. the older the literature age, the less the literature used.
The research found some book titles frequently cited in skripsi of UNHAS that could be suggested to the collection development for the politics department at UNHAS. The research, unfortunately, could not find the most frequently cited books in skripsi of UI because citations frequency obtained by each title was only a few. Nevertheless, the research could list some magazine titles dominantly cited that could be suggested to the collection development for Politics Department at UI. Asian Survey was the most frequently title cited in skripsi of Politics Department at UI."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Nursi
"Penelitian ini bertolak dari keinginan untuk mengetahui tinggi rendahnya potensi konflik politik (PKP) kepartaian dalam masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Masalah ini relevan dan menarik untuk diteliti. Sebab dalam perjalanan kehidupan politik masyarakatnya telah terjadi konflik dan segmentasi palitik secara tajam, yang berakar dari pertentangan ideologi politik. Pendapat Geertz, konflik tersebut semakin dipertajam oleh perhimpitannya dengan polarisasi dan primordialisme regionalisme, agama, dan etnis. Akibatnya konflik politik tidak hanya terjadi di lapisan alit partai, tetapi juga merebak dan memancing emosional ideoloqis dan primordialisme masyarakat. Namun demikian, sekarang sistem kepartaian telah jauh berbeda dan semakin integratif. Persepsi dan sikap politik masyarakat pun diasumsikan demikian, khususnya dengan adanya penyeragaman ideologi politik (azas tunggal Pancasila) dan fusi partai. Tapi apakah dengan reformasi sistem kepartaian tersebut juga berarti tereliminirnya PKP dalam masyarakat masyarakat Kecamatan VII Kato Sungai Sarik ?
Penelitian ini utamanya menggunakan metode kuantitatit, dan dilengkapi dengan metode kualitatif, serta dengan teori konflik politik. Sedangkan untuk pengumpulan data digunakan tehnik kuesioner, wawancara, dan pengamatan. Dengan menggunakan pokok-pokok metodologi tersebut, temuan penelitian ini membuktikan bahwa KP kepartaian dalam masyarakat tersebut cenderung "rendah tetapi berarti". Temuan ini memproyeksikan: 1) Lemahnya pertentangan ideologi politik, 2) Lemahnya sikap dan loyalitas politik primordialisme agama dan etnik, dan 3) Lemahnya segmentasi politik dalam masyarakat.
Dari faktor-faktor yang diasumsi mempengaruhi lemahnya PKP kepartaian terbukti: 1]. Penyeragaman ideologi politik (aaas tunggal Pancasila) bagi semua orpol --yang dari akomodasi masyarakat ternyata tinggi -- terbukti berpengaruh kuat terhadap lemahnya PKP kapartaian. 2].Dari faktor jumlah (pluralisme) partai politik, dapat dikatakan tidak menunjukkan adanya hubungan dengan PKP. 3]. Faktor kesadaran primordial "murni" (agama dan etnis) yang ternyata tinggi justru terbukti memperlemah PKP kepartaian. 4] . Dari faktor pembelahan adat-agama dan Islam Tarekat-Islam Modernis ternyata memiliki hubungan yang positif -- namun lemah-- dengan rendahnya PKP kepartaian masyarakat.
Penyebab dari tidak ada atau lemahnya hubungan antara fusi partai dan kesadaran primordial "murni" (agama dan etnis) dengan PKP kepartaian di atas adalah: 1] Sikap politik masyarakat cenderung kuat realistis dan pragmatis, 2] Sistem ideologi politik yang tidak memberi peluang bagi tumbuhnya primordialisme agama dan etnik, 3] Sistem kepartaian yang melemahkan posisi dan kompetisi partai politik, baik melalui kebijakan fusi partai maupun deorpolisasi, 4] Tingginya homogenitas agama dan etnik, sehingga melemahkan potensi polarisasi primordial internal masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfan
"Latar Belakang
Para pengusaha adalah orang yang bertugas untuk membuat dan menjalankan keputusan-keputusan dalam bidang ekonomi. Kelas pengusaha seperti ini telah ada dalam stratifikasi sosial masyarakat Aceh sejak masa kesultanan. Golongan ini hampir tidak mempunyai hubungan politik dengan sultan, akan tetapi mempunyai status sosial tertentu karena potensinya yang dapat meningkatkan pendapatan kerajaan. Dengan demikian boleh dikatakan menonjol dalam sistem pelapisan sosial pada masa itu sebagai akibat dari peranannya dalam bidang ekonomi pada umumnya dan dalam bidang perdagangan pada khususnya, mereka berada pada puncak jenjang sosial yang mempunyai hak-hak istimewa, golongan ini dapat diwakili oleh para Orang Kaya (OK). Golongan bangsawan dan pedagang ini dalam stratifikasi sosial pada masa itu berada diantara elit politik dan agama dengan golongan rakyat biasa.
Pada masa kesultanan. usaha-usaha perdagangan sepenuhnya dikuasai oleh Sultan sendiri, sedangkan para Uleebalang (pemimpin negeri) dan para pedagang lainnya hanya diizinkan bertindak sebagai pedagang perantara, antara sultan dengan pedagang asing. Hubungan antara Sultan dengan para Uleebalang mulai dipererat baik dalam bidang politik maupun ekonomi pada tahun 1520, yaitu setelah Sultan Ali Muhayatsyah mendirikan kerajaan Aceh Darussalam.
Sultan sebagai penguasa pemerintahan menjalankan sistem monopoli perdagangan, sehingga terjadi pembatasan terhadap aktivitas perdagangan para kelompok pedagang yang berkedudukan pada tingkat kenegerian, yang pada umumnya didominasi oleh para Uleebalang. Para Uleebalang sebagai pemimpin negeri dan juga sekaligus sebagai pedagang dalam kerajaan Aceh tidak memperoleh kebebasan untuk mengadakan perdagangan secara langsung dengan pedagang asing. Para pedagang diwajibkan untuk memasukkan semua komoditi ekspor kepusat kesultanan, setelah itu komoditi tersebut baru diekspor keluar negeri.
Dengan demikian para pedagang pada tingkat kenegerian tidak dapat berkembang secara optimal. Hal ini pula yang menyebabkan para Uleebalang,dan kelompok pedagang pada tingkat kenegerian berusaha menentang kekuasaan Sultan pada waktu-waktu yang memungkinkan. Sultan Aceh mendominasi usaha perdagangan secara intensif pada akhir abad ke 19 dan pada permulaan abad ke 17, yaitu pada pemerintahan Alkahar dan Iskandar Muda. Mengenai dominasi Sultan Iskandar Muda dalam bidang perdagangan, Anthony Reid mengemukakan bahwa kebesarannya dalam bidang politik dan militer sebenarnya didasari oleh keberhasilannya dalam bidang ekonomi, melakukan monopoli perdagangan dalam negeri. Pada masa pemerintahannya, ia berhasil menghancurkan kekuasaan pedagang babas atau " orang kaya ". Seluruh kegiatan perdagangan baik didalam negeri maupun yang berhubungan dengan pedagang asing berada dibawah kontrolnya. Dengan demikian ia merupakan Raja Pedagang yang sesungguhnya seperti yang dikenal dalam sejarah Asia Tenggara pada umumnya. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Wahono
"ABSTRAK
Sejalan dengan judulnya, tesis ini dikembangkan terutama berdasarkan pada upaya untuk menjelaskan terjadinya proses perubahan tata niaga industri baja di Indonesia. Perubahan yang kemudian lajim dikenal dengan istilah deregulasi baja tersebut, merupakan salah satu bagian dari kebijakan pemerintah di bidang ekonomi secara keseluruhan. Tindakan itu dilakukan sebagai reaksi alas perubahan ekonomi politik internasional pada awal tahun 1980-an. Tujuan utama dari perubahan kelembagaan ekonomi itu adalah untuk mendorong kinerja ekonomi nasional agar mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Namun demikian kebijakan tersebut juga dapat dilihat sebagai upaya reorientasi terhadap besarnya campur tangan pemerintah di bidang ekonomi. Untuk itu yang tidak dapat dihindarkan adalah terjadinya perubahan pelaku utama di bidang ekonomi, dari dominasi perusahan-perusahaan milik negara (BUMN) kepada ekonomi yang dijalankan oleh swasta. Akibatnya mekanisme ekonomi yang digunakan juga akan berubah, dari titik berat pada government control mechanism kepada market mechanism.
Sementara itu bagi Indonesia, industri baja merupakan salah satu industri hulu yang sejak awal pembangunannya telah memiliki kaitan erat dengan perkembangan masalah politik ketika itu. Secara ekonomi, arti penting industri baja dapat dilihat dari keterkaitannya dengan industri menengah dan hilir pengguna baja yang jumlahnya sangat luas, dan sangat dibutuhkan dalam rangka pembangunan nasional. Sedang secara politik, pembangunan industri baja itu sendiri tidak lepas dari latar belakang politik dan strategi keamanan nasional, terutama dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan barang vital yang menggunakan bahan baku baja, mulai dari industri ringan sampai ke industri berat serta industri peralatan militer. Sehingga pemilikan industri hulu baja dinilai akan menjamin adanya pasokan bahan baku yang aman dalam rangka pengembangan industri nasional.
Melihat arti penting dan tujuan kebijakan pemerintah tersebut, maka sebagai negara yang demokratis, peran serta masyarakat akan menjadi sangat penting pula artinya. Sebab kebijakan deregulasi akan mengarah kepada terjadinya democratic economic policy making, dimana masyarakat sebagai bagian terbesar dari partisipan di bidang ekonomi harus menjadi penentu dari kebijakan, terutama sekali yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk itu penelitian ini berusaha untuk melihat kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja dari proses perumusannya. Bertolak dari permasalahan yang ingin diungkapkan tersebut, maka penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam penelitian kwalitalif dan metode analisanya bersifat diskriptif analitis. Artinya adalah, bahwa penelitian ini disamping menggambarkan fenomena yang ada juga menganalisis keterkaitan antara satu fenomena dengan fenomena lainnya. Adapun pendekatan yang digunakan adalah Ekonomi Politik (Political Economy), yaitu suatu pendekatan- yang berusaha mengkaitkan antara masalah-masalah ekonomi dengan politik. Pendekatan ini dianggap lebih cocok karena selain penelitian ini ingin menjawab pertanyaan bagaimana suatu kebijakan dirumuskan, juga karena studi ini ingin mengungkapkan jawaban politik dari pendekatan ini, yaitu siapa yang diuntungkan, siapa yang dirugikan dan bagaimana prosesnya. Melihat pada kenyataan yang ada, maka sebagai unit analisisnya di sini adalah negara (state centred), karena walaupun mayarakat diyakini mulai besar peranannya namun dalam proses perumusan kebijakan keikutsertaan mereka masih banyak dipertanyakan.
Pembahasan tesis ini diawali dengan adanya perubahan di sektor penerimaan negara,
menyusul jatuhnya harga minyak di pasar internasional dan kecenderungan perubahan ekonomi politik secara global. Sejak awal Orde Baru, melalui dukungan devisa dari minyak, pemerintah melalui berbagai perusahaan negara (BUMN), secara aktiv menjadi pelaku utama di bidang ekonomi. Namun dengan jatuhnya harga minyak yang tajam dan terus menerus, pemerintah secara bertahap terpaksa hares menyerahkan sebagian besar pengelolaan ekonomi kepada swasta. Akan tetapi proses ini terjadi tidak dengan cara yang sederhana karena melibatkan berbagai kepentingan politik di tingkat pengambilan keputusan. Pertentangan terutama terjadi antara mereka yang mendukung ekonomi terbuka (pro-deregulasi), melawan mereka yang pro-nasionalisme ekonomi (status-quo). Oleh karena itu dilakukannya kebijakan deregulasi ini, bukan berarti hilangnya pengaruh kelompok pro-nasionalisme ekonomi, karena pertentangan pemikiran ekonomi yang terjadi tidak berlangsung secara zero-sume game, sehingga terjadi semacam tarik ulur (trade-off) dalam daregulasi yang dilakukan, terutama dalam masalah proteksi. Dua aliran utama (mainstream) ekonomi Indonesia ini, masing-masing memiliki pendukung dalam birokrasi maupun masyarakat pelaku bisnis, terutama mereka yang diuntungkan dari sistem yang bersangkutan. Mereka ini merupakan aktor-aktor yang mempunyai kepentingan melekat (vested interest), yang keberadaannya kerapkali menjadi pertimbangan utama dari deregulasi. Dalam penelitian ini juga dijelaskan perkembangan industri baja dalam negeri terutama PT Krakatau Steel sebagai pelaku utama, mulai dari awal pembangunannya sampai pada perkembangan terakhirnya, terutama berkenaan dengan kebijakan deregulasi baja yang telah memangkas segala fasilitas yang selama ini diberikan pemerintah.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa, faktor-faktor yang menjadi pendorong deregulasi baja dan ekonomi secara keseluruhan adalah jatuhnya harga minyak, tekanan dari dalam birokrasi pemerintah, tekanan dari kreditor internasional, tekanan dari kalangan swasta dan situasi serta kondisi ekonomi politik internasional dan nasional yang telah bertaut menjadi satu kekuatan pendorong yang tidak terabaikan. Sementara itu, sebagai negara yang mengandalkan pada single commodity migas sebagai sumber devisa negara, jatuhnya harga minyak sangat dirasakan akibatnya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi pemerintah untuk melakukan alih strategi, dari ekonomi yang berorientasi ke dalam (inward looking) ke ekonomi yang berorientasi ekspor (outward looking); dari kebijakan industri substitusi impor (ISI), yang lebih menekankan pada pemenuhan barang pengganti impor dan ekspor bahan mentah kepada industri yang berorientasi ekspor (export oriented) yang menekankan kepada produk barang olahan (industri manufaktur).
Dalam prosesnya, deregulasi lebih merupakan inisiatif dari pemerintah ketimbang swasta (masyarakat). Oleh karenanya keterlibatan masyarakat baik melalui Kadin, sebagai lembaga perwakilan para pelaku bisnis, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, serta Parpol sebagai lembaga aspirasi secara umum, adalah tidal( kentara. Minimnya peran mereka ini sebagian diakibatkan adanya strategi korporatisme negara yang dikenakan pemerintah sejak Orde Baru dengan sokongan dari besarnya penerimaan negara dari minyak. Adapun sebab lain dari lemahnya keterlibatan perwakilan masyarakat tersebut menurut pemerintah adalah, dikarenakan terlalu luasnya cakupan organisasi-organisasi tersebut, sehingga dianggap tidak langsung berkaitan dengan industri terkait (baja). Sementara itu Asosiasi (baja) dan Pers diyakini oleh pemerintah memiliki keterkaitan yang kuat dalam kebijakan deregulasi yang dirumuskan. Peran mereka terutama dalam memberikan input yang berkaitan dengan struktur biaya (cost stucture) produksi maupun perkembangan harga dan bahan baku di pasar internasional maupun domestik. Dari penelitian ini juga ditemukanbahwa, mudahnya deregulasi dilakukan terhadap industri baja antara lain dikarenakan industri ini sepenuhnya milik negara. Sedang swasta yang bergerak di sektor hulu satu-satunya milik Liam Soe Liong CRMI (Cold Rolled Milling Steel Industry) sudah diambil alih oleh PT Krakatau Steel milik negara (BUMN) beberapa waktu sebelum deregulasi Oktober 1993 dikeluarkan.
Implikasi dari kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja ini sangat terkait dengan pertanyaan pendekatan ekonomi politk, terutama siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dari kebijakan tersebut. Mereka yang dirugikan dari kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja ini adalah PT Krakatau Steel, yang selama ini ditunjuk menjadi distributor utama kebutuhan baja nasional dan menikmati berbagai fasilitas proteksi dan subsidi akhirnya hams dilepaskan. Akibatnya adalah terjadinya penurunan keuntungan yang tajam menyusul dikeluarkannya Paket Deregulasi 23 Oktober 1993, yang secara telah menghapus sama sekali dan mengurangi proteksi bea masuk (BM) dan bea masuk tambahan (BMT) atas sebagian besar produk baja. Adapun mereka yang diuntungkan dari kebijakan ini adalah perusahaan-perusahaan yang banyak menggunakan baja sebagai bahan bakunya, seperti perusahaan konstruksi, industri alat-alat berat, otomotif, makanan kalengan dan seterusnya yang banyak bergerak di sektor menengah dan hilir dalam proses produksi. Sedangkan ancaman terhadap prospek deregulasi Baja ini, terutama berkenaan dengan adanya tuduhan dumping yang dialamatkan terhadap produsen baja asing yang selama ini menjual produk mereka ke Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan raregulasi barn (reregulasi), karena mereka mendapat dukungan dari Menteri Perindustrian (juga Komisaris utama PT Krakatau Steel), yang berjanji untuk segera menerapkan UU Anti Dumping.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aini
"ABSTRAK
Kegiatan politik bukan monopoli milik para elit politik. la ada di mana-mana, dari kalangan atas sampai paling bawah, termasuk buruh perempuan. Ketika orang merasa diperlakukan tidak adil dan sewenang-wenang sehingga apa yang seharusnya menjadi haknya tidak diperoleh, maka is akan berusaha memperolehnya dengan banyak cara, antara lain dengan mempengaruhi kebijakan pemerintah atau yang dikenal dengan partisipasi politik.
Jika mempengaruhi kebijakan pemerintah dapat dilakukan dengan cara-cara yang konvensional, orang akan menempuh cara itu. Akan tetapi jika cara itu tidak memberi hasil, maka orang akan melakukannya dengan cara-cara yang nonkonvensional seperti demonstrasi, unjuk rasa, huru hara, dan lainnya. Sejak reformasi digulirkan awal tahun 1998, di Indonesia seringkali terjadi demonstrasi dan unjuk rasa yang dilakukan oleh berbagai macam kelompok masyarakat, mahasiwa, sampai buruh perempuan.
Buruh perempuan sebagai pekerja yang dipersepsikan lemah, berpendidikan rendah, memiliki status sosial ekonomi rendah, dan mempunyai ketergantungan yang cukup besar pada pekerjaan; menjadi sasaran tindakan sewenang-wenang pengusaha. Dalam upaya mencari profit yang tinggi, pengusaha tidak segan mengurangi hak buruh perempuan seperti memberi upah yang rendah, tanpa uang makan, tanpa uang transpor, dan melanggar hak-hak normatif lain seperti cuti hamil yang dibayar tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Upaya buruh perempuan memperoleh hak, mereka lakukan dengan partisipasi di lingkungan kerja. Melalui serikat pekerja, mereka melakukan negosiasi dengan pengusaha. Karena SPSI sebagai organisasi buruh tidak menjalankan fungsinya secara optimal, maka upaya ini pun gagal. Hadirnya SBSI di PT Tongkyung Makmur Abadi yang diharapkan dapat menjadi serikat pekerja alternatif, justru menimbulkan konflik antar serikat pekerja dalam satu perusahaan, yang kian melemahkan posisi buruh. Oleh karena itu buruh perempuan kemudian melakukan partisipasi politik dengan mendatangi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) dan DPR-RI.
Fokus studi ini mengkaji bagaimana buruh perempuan yang dianggap lemah, bodoh, dan mempunyai ketergantungan pada pekerjaan itu dapat melakukan partisipasi politik di PT Tongkyung Makmur Abadi, sebuah pabrik garmen milik pengusaha Korea Selatan yang terkenal keras, dengan segala konsekuensi yang harus mereka tanggung. Selain itu juga dikaji faktor penyebab dan pengaruh yang terkait dengan partisipasi politik buruh perempuan Bagaimana pengusaha dan penguasa merespons partisipasi politik buruh perempuan serta bagaimana buruh perempuan menyikapi dampak tindakannya, merupakan bagian dari studi ini juga.
Dalam mengkaji permasalahan ini beberapa teori yang digunakan adalah teori kekuasaan, konflik, sosialisasi politik, dan partisipasi politik. Teori kekuasaan yang diambil dari Galtung menjelaskan bagaimana kekuasaan terjadi dan bagaimana pihak yang lemah dapat menghadapi kekuasaan pihak yang lebih kuat. Sedangkan konflik kepentingan yang muncul dari hubungan tidak setara, dikemukakan oleh Dahrendorf dan Coser. Selanjutnya Coser menjelaskan bahwa jarak hubungan mempengaruhi munculnya konflik. Semakin dekat suatu hubungan semakin besar kecenderungan menekan konflik, sedang pada hubungan sekunder seperti antara buruh perempuan dengan pengusaha permusuhan relatif lebih bebas diungkapkan.
Untuk memahami partisipasi politik, antara lain digunakan teori sosialisasi politik yang dikemukakan oleh Michael Rush dan Phillip Althoff, yaitu bahwa dengan sosialisasi politik orang dapat terlibat dalam sistem politik, yaitu dalam partisipasi politik dengan kadar yang berbeda.
Perbedaan derajad partisipasi politik ini dipengaruhi oleh sikap politik dan kesadaran politik pelakunya. Tingkat pendidikan, status sosial, dan media massa banyak berpengaruh pada pembentukan sikap politik dan pengembangan kesadaran politik. Terkait dengan kesadaran politik dan sikap politik ini Jeffry M. Paige menyusun derajad partisipasi politik, yaitu aktif, militan radikal, pasif, dan apatis. Selain Paige, Milbrath dan Goal juga membuat empat kategori partisipasi politik, yaitu apatis, spektator, gladiator, dan pengkritik. Dilihat dari kondisi buruh perempuan yang miskin, lemah, bodoh, dan tidak berdaya, baik menurut Paige maupun Milbrath dan Goel, partisipasi politik buruh perempuan termasuk kategori apatis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi politik buruh perempuan pabrik garmen PT Tongkyung Makmur Abadi ternyata cukup tinggi. Mereka terlibat aktif dalam serikat pekerja dengan menduduki jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Bendahara yang selama ini selalu diduduki oleh buruh laki-laki. Selain itu buruh perempuan juga melakukan tindakan aktif dalam memperjuangkan hak-hak mereka dengan melakukan partisipasi politik di bawah pimpinan seorang buruh perempuan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi politik, seperti tingkat pendidikan yang tinggi untuk ukuran buruh, munculnya LSM dan media massa. Kecuali itu eutora reformasi yang berlangsung di negeri ini sejak akhir tahun 1998 telah membuat sistem politik negara ini lebih demokratis, dan memberi peluang bagi buruh perempuan melakukan partisipasi politik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa buruh perempuan yang selama ini dipersepsikan lemah dan lebih dipercaya menangani urusan domestik, ternyata jika diberdayakan dapat menjalankan fungsi politik mereka dengan meyakinkan. Untuk itu peran serta pihak-pihak yang terkait perlu lebih ditingkatkan. Pengembangan ilmu politik di lingkungan industri pun kemudian menjadi suatu keharusan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D31
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>