Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Palupi Widyastuti
"The Gunung Gede - Pangrango National Park is known as a reserve for protecting plant and animal diversity, and has been listed as a biosphere reserve by The United Nation for Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). The Floristic composition in this park is very diverse ranging from lowland and mountain forests to sub-alpine vegetation. The forest in the national park does not always have a closed canopy as gaps have been created by both natural forces such as death of trees or windblows and by human activities.
This study was designed to examine: 1) species richness and forest structure at the sapling level; 2) forest regeneration; and 3) potential uses of saplings and seedlings. The study area was located at the forest at Bodogol at the altitude of 800 m above sea level (asl). Saplings were recorded in 25 plots of 10 m x 10 m of each. The study site was located along the hill path. A sapling species inventory was conducted in one-hectare plot, which was divided into 25 subplots of 10 m x 10 m each, where enumeration, measurement of diameter and identification of each sapling were undertaken. Enumeration and identification of shrubs, tree seedlings, herbs and ferns were made in 25 subsubplots of 1 m x 1 m each.
The results indicated that the sapling species richness is remarkably high. The numbers of sapling (< 10 cm diameter at breast height) recorded in 25 plots with total area of 2500 m was 1516, which belong to 83 species and 34 families with total basal area of 0.124 m2. The highest density of 356 saplings per hectare were recorded in Rubiaceae, with two leading spesies Urophyllum arboreum and Paederia foetida. Uropyllum arboreum was recorded as the most frequent sapling across 18 subplots of the total 25 subplots. Lithocarpus elegans, Acer niveum, Villebrunea rubescens, Sterculia oblongata, and Cryptocarya tomentosa were recorded as having the highest basal areas.
Five species were recorded with biggest Importance Value Indexes (INP); Urophyllum arboreum (INP=23.75%), Paederia foetida (INP=13.10%), Villebrunea rubescens (INP=8.94%), Antidesma sp (INP=8.51%), and Persea excelsa (INP=7.88%). Above ground vegetation showed remarkable high species richness with total count 68 species, belonging to 44 families representing 224 individuals recorded in 25 subsubplots with total area of 25 m2. The highest frequency was recorded in Diospyros frutescens, which recorded in 7 subsubplots. Schismatoglottis calyptrata from Araceae family was recorded as the most prominent species.
Twenty five subplots with a total area of 2500 m2 at Bedogol in the national park, 126 species have been identified of having potential uses for traditional medicines, building material, food sources, fire wood, handy craft, and ornamental plants."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T28827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dolly Priatna
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inge Larashati
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T40152
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Adijaya Susanto
"Telah dilakukan penelitian mengenai pohon buah di empat puluh satu desa di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Mei 2012 sampai Agustus 2012 dengan menggunakan metode kuadran total 410 plot dan metode kuadrat 5 x 5 m yang diletakkan di dalam kuadran. Ditemukan 74 spesies pohon dari 31 famili dan 1.640 individu tingkat pohon (diameter setinggi dada ≥ 10 cm) dan 462 individu pohon berdiameter ≥ 2 cm-- ≤ 9,9 cm dengan tinggi ≥1,5 m. Nephelium lappaceum L. (famili Sapindaceae), Artocarpus heterophyllus Lam. (famili Moraceae), dan Lansium domesticum Corr. (famili Meliaceae) menjadi spesies dominan di Kabupaten Bogor dengan indeks nilai kepentingan (INK) masing-masing 64,6%, 41,5%, dan 41.4%. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) keanekaragaman buah di Kabupaten Bogor rendah dengan nilai H’ < 2 dan nilai indeks kesamaan Sorensen rata-rata 0,64

Research on fruit trees biodiversity has been conducted in fourty one villages sites located in Bogor Regency, West Java from Mei 2012 until August 2012. Four hundred and ten plots of quadran method were establish at the homegarden, while fourty one of half one kilometers transect were made at the street each villages. Four trees of each plot were sampled. The results obtained 74 species of 31 family and 1.640 trees (DBH ≥ 10 cm) and 462 trees belta (DBH ≥ 2,0 cm--≤9,9 cm). Nephelium lappaceum L. (family Sapindaceae), Artocarpus heterophyllus Lam. (family Moraceae), and Lansium domesticum Corr. (family Meliaceae) was the dominant species at the Bogor Regency, West Java with High Importance Value 64,6%, 41,5%, and 41.4%. The diversity of fruit trees at both sites were categorized low based on Shannon Wiener index H’ < 2 and similarity of fruit trees community between the villages based on Sorenson Similarity average were 0,64"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ataupah, Hendrik, authro
"ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui cara-cara peternak mengelola sapi supaya dapat mengatasi masalah-masalah kekurangan makanan ternak, terutama pada musim kemarau. Studi ini juga bertujuan untuk mengetahui keputusan-keputusan apakah yang biasa diambil peternak untuk mengatasi kekurangan makanan ternak, faktor-faktor apa yang mendorong peternak untuk mengambil keputusan, dan apakah akibat dari kegiatan-kegiatan peternak terhadap lingkungan.
Peternak-peternak di lokasi penelitian ini bekerja dari ekosistem sabana Timor yang ditentukan dan dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks diantara : musim hujan yang singkat dengan curah hujan yang tidak menentu, musim kemarau yang panjang, tanah list yang mudah mengalarri erosi, tanah kapur yang poreus dan tanah karang berbatu-batu yang kering dalam musim kemarau, sungai-sungai musim yang tidak tetap debit airnya, pertumbuhan vegetasi yang targantung pada keadaan cuaca, dan pertambahan penduduk yang tidak memperdulikan daya dukung lingkungan dalam mencari nafkah. Pengelolaan ternak yang tidak dikaitkan dengan pengelolaan padang rumput, sedangkan padangrumput sabana diandalkan sebagai sumber makanan ternak, merupakan titik ancang dari proses kerusakan lingkungan yang didalangi peternak.
Padang rumput menjadi arena kegiatan peternakan oleh peladang, tukang-tukang di pe desaan,pedagang,penyiar agama, pegawai negeri, dan sebagainya sehingga daya dukung lingkungan makin menurun. Ketika rumput alam makin habis oleh sapi, tidak segera dilakukan kegiatan penanaman rumput dan pohon-pohon lain untuk diberikan sumber makanan ternak, dan tidak dilakukan pengelolaan padang rumput yang baik, tetapi justru peternak berpaling pada pohon - pohon yang relatif sedikit jumlahnya. Padang rumput, hutan, dan tanah menjadi rusak, dan terjadi suatu rangkaian kerusakan lingkungan, sehingga manusi a dan sapi terpengaruh. Kawanan sapi yang lapar menyerbu ladang, sawah, dan tanaman pekarangan. Petani inempertahankan .pertaniannya dengan pagar yang tinggi dan kokoh dengan menggunakan kayu, pelepah lontar dan gebang, bambu, dan sebagainya sehingga proses perusakan hutan berlangsung.
Peternakan sapi yang dinaksudkan sebagai pengganti perdagangan cendana sebagai tulang punggung perekonomian Timor ternyata merupakan faktor perusak lingkungan meskipun demikian Pemerintah berusaha agar sapi tetap d.ipelihara rakyat, tetapi kebebasan sapi harus dibatasi, diberikan makanan dan minuman yang cukup, serta kualitasnya diper baiki. Pembatasan kebebasan sapi antara lain dilakukan relalui pembuatan pagar desa, tetapi segera timbul parselisihan antara peternak yang masih melepaskan sapi dengan penduduk desa yang membuat pager pencegah sapi. makanan utama sapi yang diikat terdi ri atas lantoro.
Kehadiran lantoro yang pada mulanya ditanam untuk penyuburan tanah dan anti erosi tetapi yang kini menjadi sumber makanan penggemuk sapi merangsang petanimenjadi peternak dan peternak meningkatkan Jumlah sapinya yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Peternak dapat memutuskan untuk melakukan peternakan dengan mengikat sapi dan sekaligus melepaskan sapi lainnya, tetapi keputusan itu menimbulkan masalah tenaga kerja dan masalah lainnya yang tidak dapat dipecahkan peternak sendiri.
Bimbingan dan penyuluhan untuk perbaikan kualitas sapi melalui kontes sapi dan inseminasi buatan dilakukan pemerintah dan diikuti peternak, tetapi menimbulkan masalah penyediaan makanan ternak.
Penanggulangan kekurangan air dilakukan melalui penggalian sumur, pembuatan cekdam, dan penggunaan batang pi-sang. Keadaan curah hujan yang tidak teratur, jenis tanah, dan kenampuan teknologi peternak yang terbatas menghambat usaha penanggulangan kekurangan air ini.
"
1983
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Rosana
"ABSTRAK
Penelitian mengenai komunitas epifit telah dilakukan pada cuplikan seluas satu ha di Hutan Kota Muhammad Sabki (HKMS), Kota Jambi. Data diambil pada bulan Januari sampai Februari 2012. Jumlah seluruh pohon 489 individu, 25 individu yang terdiri atas 10 spesies menjadi inang epifit. Pohon inang yang paling banyak dijumpai adalah Hevea brasilliensis, ada 6 individu. Permukaan kulit Hevea brasiliensis memiliki karakteristik yang kasar dan banyak lekukan atau celah, banyak ditumbuhi epifit dengan jumlah 5 spesies. Epifit yang ditemukan terdiri atas Orchidaceae dan 4 suku tumbuhan paku-pakuan (Polypodiaceae, Aspleniaceae, Nephrolepidaceae dan Davalliaceae). Pyrrosia angustata, Microsorum superficiale, Lecanopteris sinuosa dan Drynaria sparsisora.merupakan spesies yang tercatat dari Polypodiaceae. Sementara itu suku lainnya hanya terdiri atas 1 spesies yaitu Aspleniaceae (Asplenium nidus), Nephrolepidaceae (Nephrolepis biserrata), Davalliaceae (Davallia divaricata) dan Orchidaceae (Dendrobium crumenatum). Spesies yang paling banyak tersebar pada petak pengamatan adalah Asplenium nidus, Pyrrosia angustata, Nephrolepis biserrata, Leconopteris sinuosa, Drynaria sparsisora, Dendrobium crumenatum dan Davallia divaricata. Selain terdapat di 7 petak pengamatan, Asplenium nidus juga menempati 7 spesies spesies pohon inang. Epifit yang memiliki Nilai Unggulan tertinggi adalah Lecanopteris sinuosa. Lima spesies epifit masing-masing terdapat di pangkal batang dan batang, dan empat spesies tercatat pada tajuk pohon.

Abstract
Research on the epiphytic community was performed on a one-hectare sample in Hutan Kota Muhammad Sabki (HKMS), Kota Jambi. The data were collected on January to February 2012. A total of 489 individual trees was recorded, of which 25 individuals of 10 species were hosts of the epiphytes. The most common host tree was rubber tree, Hevea brasilliensis, totalling 6 individuals. The barks of Hevea brasiliensis trees have rough surfaces with many loopholes, overgrown by epiphytes totalling 5 species. The epiphytes recorded consist of Orchidaceae and four fern families (Polypodiaceae, Aspleniaceae, Nephrolepidaceae and Davalliaceae). Pyrrosia angustata, Microsorum superficiale, Lecanopteris sinuosa and Drynaria sparsisora are the species of Polypodiaceae recorded. Meanwhile, the other families each consists of only one species, i.e., Aspleniaceae (Asplenium nidus), Nephrolepidaceae (Nephrolepis biserrata), Davalliaceae (Davallia divaricata) and Orchidaceae (Dendrobium crumenatum). The species that are distributed in most quadrats are Asplenium nidus, Pyrrosia angustata, Nephrolepis biserrata, Leconopteris sinuosa, Drynaria sparsisora, Dendrobium crumenatum and Davallia divaricata. In addition to its occurrence in seven quadrats, Asplenium nidus inhabited also seven of the ten host-tree species. The epiphyte having the highest Prevalence Value was Lecopteris sinuosa. Five species of epiphytes, respectively, occurred on the bases of trees and tree, and only four species was recorded in the tree crowns."
2012
T31010
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunanisa
"ABSTRAK
Tumbuhan bawah merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang
memiliki fungsi ekologis yang penting di dalam ekosistem hutan serta potensi
pemanfaatan bagi manusia yaitu sebagai sumber pangan, papan, dan obat-obatan.
Keberadaan tumbuhan bawah seringkali terabaikan sehingga Hutan Kota
Muhammad Sabki (HKMS) belum mempunyai data tentang tumbuhan bawah.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis struktur komunitas serta potensi
pemanfaatan tumbuhan bawah di HKMS Kota Jambi. Data dikumpulkan dari
bulan Januari 2012 sampai dengan Februari 2012 dengan menggunakan metode
garis berpetak dalam 100 petak contoh (1 m x 1 m) secara sistematis.
Ditemukan sebanyak 45 famili yang terdiri atas 83 spesies dan 3674 individu.
Nilai Kepentingan tertinggi diperoleh spesies herba Pennisetum purpureum
(71,81%). Kerapatan individu tertinggi ada pada petak pengamatan 61
(209 individu). Spesies dengan nilai frekuensi tertinggi adalah
Melastoma malabathricum (37%). Terdapat asosiasi di antara lima spesies yang
memiliki nilai frekuensi tertinggi. Bentuk hidup (life form) tumbuhan bawah
terbanyak adalah semai pohon (39 spesies). Indeks Keanekaragaman spesies
sebesar 2,49. Komposisi spesies asli Indonesia di Zona Pemanfaatan Sedang
(ZPS) lebih tinggi dari pada di Zona Pemanfaatan Rendah (ZPR). Hasil
wawancara kepada masyarakat sekitar HKMS, pemanfaatan tumbuhan terbanyak
adalah untuk bahan obat-obatan (53 spesies), bahan pangan tambahan
(23 spesies), bahan bangunan dan peralatan rumah tangga (18 spesies), kayu bakar
(15 spesies), tanaman hias (10 spesies), dan kerajinan (7 spesies). Pengukuran
nilai Index of Cultural Significance (ICS) untuk mengetahui potensi pemanfaatan
tumbuhan bawah menurut status pengetahuan masyarakat sekitar HKMS. Nilai
ICS tertinggi diperoleh spesies Tamarindus indica (50) dengan 3 kategori
pemanfaatan yaitu sebagai bahan pangan tambahan, bahan obat-obatan dan kayu
bakar.

Abstract
Understorey plant is a part of forest having important ecological functions
in the forest ecosystem and the potential for human use is as a source of food,
shelter, and medicine. The existence of the plant is often overlooked that HKMS
does not have data on understorey plant. The study aims to analyze the
community structure as well as the potential use of understorey plant in HKMS
Kota Jambi. The data was collected from January 2012 to February 2012 with the
quadrate transect method in 100 sample plots (1 m x 1 m) were systematically.
Found as many as 45 families comprising 83 species and 3674 individuals. High
Importance Value obtained by herbaceous species Pennisetum purpureum
(71,81%). The highest density at plot 61 (209 individuals). The species with the
highest frequency is Melastoma malabathricum (37%). There are five species
forming association. Life form are the largest tree seedlings (39 species). Species
diversity index of 2.49. The native species of Indonesia composition in Zona
Pemanfaatan Sedang (ZPS) is higher than in Zona Pemanfaatan Rendah (ZPR).
The results of interviews to the people around HKMS, most plants use is for
medicinal (53 species), secondary food (23 species), building materials and
household appliances (18 species), firewood (15 species), ornamental plants (10
species), and craft (7 species). The highest Index of Cultural Significance (ICS)
value derived species Tamarindus indica (50) with three using categories, namely
the use of additional food, medicine materials and firewood."
2012
T31829
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah
"ABSTRAK
Analisis komposisi, struktur, dan regenerasi pohon hutan pamah di zona inti
bagian timur Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi dilakukan pada bulan
Oktober hingga November 2012. Pengambilan data dilakukan pada plot seluas
satu hektar yang diletakkan di daerah berbukit. Sebanyak 100 petak masingmasing
berukuran 10 m x 10 m digunakan untuk memperoleh data tingkat pohon,
dan menyarang di dalamnya plot berukuran 5 m x 5 m dan 1 m x 1 m untuk
pengamatan data tingkat belta dan semai. Tercatat 414 pohon dengan diameter
setinggi dada (DSD) ≥ 10 cm, yang mewakili 113 spesies dari 38 keluarga,
dengan Luas area dasar (LAD) keseluruhan 25,71 m2 dan indeks keanekaragaman
Shannon - Wiener sebesar 4,29. Sebanyak 282 individu tercatat mewakili 88
spesies dari 34 keluarga pada tingkat belta dan 222 individu yang mewakili 67
spesies dari 32 keluarga pada tingkat semai. Spesies yang paling dominan
berdasarkan Nilai Kepentingan (NK) pada tingkat pohon adalah Prunus arborea
dengan NK sebesar 19,19%. Ficus fistulosa merupakan spesies pohon dengan
kerapatan tertinggi (24 pohon/ha). Kerapatan tertinggi tingkat semai ditempati
oleh Rinorea anguifera (24 pohon/ha) dan kerapatan tertinggi tingkat belta
ditempati oleh Ficus fistulosa (15 pohon/ha). Moraceae dengan NK sebesar
34,05% merupakan famili terpenting dalam plot penelitian pada tingkat pohon,
sementara Violaceae dan Burseraceae dengan masing-masing NK sebesar 28,31%
dan 25,67% menjadi famili terpenting pada tingkat semai dan belta. Sebanyak 71
spesies atau 62,8% dari total spesies pohon beregenerasi di dalam plot penelitian.
Berdasarkan kerapatan pada tingkat semai, belta, dan pohon, spesies-spesies dari
famili Euphorbiaceae menunjukkan kemampuan regenerasi yang baik dan
diharapkan menjadi famili yang dominan di masa depan pada plot penelitian.
Sebanyak 61 spesies terdaftar dalam checklist Sumatra dan salah satunya
endemik, yaitu Baccaurea dulcis. Berdasarkan Redlist IUCN, Shorea leprosula
memiliki status konservasi Endangered, Aquilaria malaccensis memiliki status
konservasi Vulnerable, dan 12 spesies lain memiliki status konservasi Low Risk.

ABSTRACT
Analysis of the composition, structure, and tree regeneration of the lowland forest
in the eastern part of the core zone of the Bukit Duabelas National Park, Jambi
was conducted in October and November 2012. The study was carried out on a
one-hectare plot laid out on a slope of a lowland hill forest. A total of 100
quadrats of 10 m x 10 m each was used to obtain data trees, and plots measuring 5
m x 5 m and 1 m x 1 m each were nestled in sapling quadrates to secure data of
saplings and seedlings. We recorded 414 trees with diameter at breast height
(DBH) ≥ 10 cm, representing 113 species of 38 families, with the total basal area
(BA) of 25.71 m2 and Shannon--Wiener diversity index of 4,29. A total of 282
individuals were recorded representing 88 species of 34 families at the sapling
stage and 222 individuals of seedlings representing 67 species of 32 families. The
prevalent species of tree was Prunus arborea with Importance Value (IV) of
19.2%. Ficus fistulosa was the tree species with the highest density (24 trees/ha).
The highest density of seedlings was Rinorea anguifera (24 trees/ha) and the
highest density of saplings was Ficus fistulosa (15 trees/ha). Moraceae with IV
34,05% was dominant in the study site at tree stage, while Violaceae and
Burseraceae with each IV 28.31% and 25.67% were dominant at seedlings and
saplings stage. A total of 71 species or 62.8% of all tree species were
regenerating in the plot. Based on the density of seedlings, saplings and trees, the
species of Euphorbiaceae showed a good regenerating capability and expected to
be the dominant family in the future in the area. A total of 61 species are
registered in the Sumatra checklist and one of them is endemic, which was
Baccaurea dulcis. Following the IUCN redlist we categorized Shorea leprosula
as an endangered species, Aquilaria malaccensis as a vulnerable species, and 12
others as species with low risk."
2013
T34982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Hermawan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi pohon hutan pamah
dan struktur tegakannya di Hutan Adat Imbo Mengkadai (HAIM). Penelitian
dilakukan dengan menggunakan metode jalur yang dikombinasikan dengan
metode petak. Pengamatan dilakukan pada cuplikan yang berjumlah 100 petak
masing-masing berukuran 10 m x 10 m sehingga luas total petak 1 hektare, yang
disebar secara sistematis pada beberapa jalur. Berdasarkan hasil penelititan
didapat pohon sejumlah 96 spesies 34 famili dari 681 individu pohon. Famili
yang mempunyai keanekaragaman jenis terbanyak adalah Euphorbiaceae,
Moraceae, Annonaceae , Lauraceae , Dipterocarpacea dan Myrtaceae dengan
Nilai Kepentingan (NK) yang paling tinggi yaitu Sloetia elongata. Hutan Adat
imbo Mengkadai termasuk kawasan hutan pamah yang di dalamnya terdapat
sebaran pohon Artocarpus. Genus Artocarpus merupakan pohon yang banyak
menghasilkan buah dan mempunyai berbagai manfaat. Hasil inventaris genus
Artocarpus di HAIM didapat tujuh spesies Artocarpus yaitu A. integer, A.
rigidus, A. nitidus, A. anisophyllus, A. odoratissimus. A. elasticus dan A. cf.
vrieseanus. Jumlah spesies yang kerapatannya tinggi yaitu A. rigidus (15 pohon),
dan yang terendah A. cf. vriseanus (2 pohon). Untuk melihat pola sebaran
Artocarpus menggunakan Indeks Morista, hasil analisis menunjukkan setiap
spesies berbeda. Pola sebaran berkelompok terdapat pada A. rigidus, pola sebaran
acak terdapat pada A. integer dan A. anisophyllus, pola sebaran teratur terdapat
pada A. odoratissima, A. elasticus, A. nitidus dan A. cf vriseanus. Hasil
perhitungan Nilai Kepentingan (NK) tertinggi terdapat pada A. rigidus tingkat
pohon (NK=84,9) belta (NK=84,4) yang terendah A. cf vrieseanus tingkat pohon
(NK=13,6) tingkat belta (NK=13,5). Regenerasi yang bagus terdapat pada A.
nitidus dan A. rigidus di mana kerapatan tingkat belta dan pohon perbandingannya
tidak jauh berbeda. Pada masa akan datang spesies A. nitidus dan A. rigidus
mempunyai peluang terbesar untuk dapat bertahan di tegakan HAIM.
ABSTRACT
This study aims to determine the composition of tree lowland forest and structure
of the its standing in Hutan Adat Imbo Mengkadai (HAIM). The study was
conducted by using the transect method combined with the plot method.
Observations were made on samples totaling 100 plots each measuring 10 m x 10
m constituting total area of 1 hectare, which were distributed systematically. The
tree inventory recorded 96 species of 34 families and 681individuals. Families
that have the highest species diversity are Euphorbiaceae, Moraceae,
Annonaceae, Lauraceae, Dipterocarpacea and Myrtaceae. Sloetiea elongata has
the highest Important Value (IV). Hutan Adat Imbo Mengkadai is a lowland
forest area. Containing Artocarpus species are trees that produce a lot of fruits and
many other benefits. Inventory results obtained Seven species. Artocarpus were
recorded namely A. integer, A. rigidus, A. nitidus, A. anisophyllus, A.
odoratissimus. A. elasticus and A. cf vriseanus. The species with highest density
is, A. rigidus (15 trees), and the lowest A. cf vrieseanus (2 trees). The distribution
pattern of Artocarpus using Morista index, showed. Clustered distribution pattern
in A. rigidus, random distribution pattern in A. integer and A. anisophyllus,
regular distribution pattern in A. odoratissima, A. elasticus, A. nitidus and A. cf
vrieseanus. Species with highest Importance Value (IV) was A. rigidus at tree
level (IV = 84.9) sapling (IV = 84.4) is the lowest tree level was A. cf vrieseanus
(IV = 13.6) and at sapling level (IV = 13.5). Good regeneration occurred in A.
nitidus and A. rigidus where sapling and tree densities were comparably not much
different. In the future A. nitidus and A. rigidus will survive in the HAIM."
2013
T35348
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sehati
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang komposisi dan struktur hutan pamah serta regenerasi pohon di zona inti bagian barat Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi pada bulan Oktober-November 2012. Plot seluas satu hektare diletakkan di tanah datar di punggung bukit. Plot dibagi menjadi 100 petak yang masing-masing berukuran 10x10 m untuk pencacahan pohon. Petak 5x5 m dan 1x1 m disarangkan dalam plot tersebut untuk pencacahan belta dan semai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon dengan diameter setinggi dada (DSD) ≥ 10 cm tercatat sebanyak 463 individu, mewakili 91 spesies dan 36 famili, dengan total area dasar (AD) 27,21 m2 dan indeks keanekaragaman shannon-wiener (H’) 4,04. Spesies dominan berdasarkan nilai kepentingan (NK) adalah Archidendron bubalinum dengan NK tertinggi sebesar 13,93%, diikuti Dacryodes sp. 12,32% dan Antidesma neurocarpum sebesar 12,17%. Archidendron bubalinum adalah spesies dengan kerapatan tertinggi (29 pohon/ha) dan frekuensi tertinggi (22). Koompassia malacensis dari famili Caesalpiniaceae memiliki AD tertinggi 2,23 m2 atau 8,18% dari total AD dalam plot. Burseraceae (32,73%) dan Dipterocarpaceae (25,78%) merupakan famili dengan NK tertinggi, sedangkan famili dengan spesies terbanyak tercatat pada famili Euphorbiaceae (7 spesies). Sebanyak 12 spesies (71 individu) masuk dalam kategori redlist IUCN, 2 di antaranya masuk dalam kategori Critically Endangered (Prashorea lucida dan Shorea acuminata), Endangered (Shorea leprosula), Lower Risk (8 spesies), dan vulnerable (1 spesies). Tercatat sebanyak 511 individu pada tingkat semai, yang diwakili oleh 57 spesies dan 32 famili. Pada tingkat belta tercatat 570 individu yang diwakili oleh 87 spesies dan 36 famili. Di antara 10 spesies pohon yang memiliki kerapatan tertinggi, terdapat 6 spesies (Archidendron bubalinum, Dacryodes sp., Antidesma neurocarpum, Ochanostachys sp., Knema laurina, dan Hydnocarpus sp.) memiliki sebaran lengkap. Empat spesies hanya memiliki sebaran anakan di tingkat belta (Koompassia malacensis, Parashorea lucida, Leptonychia caudata, dan Dacryodes rostrata). Sebanyak 65 spesies atau 71,43% dari semua spesies pohon beregenerasi dalam petak penelitian.

ABSTRACT
Study on the composition, structure, and regeneration of the lowland forest in the western part of the core zone of the Bukit Duabelas National Park, Jambi, was conducted in October-November 2012. A one-hectare plot was established on a flatland, over a ridge. It was divided into 100 quadrats of 10 x 10 m each for the enumeration of trees. Subplots of 5x5 m and 1x1 m were nested within the 10x10 m quadrats for enumeration of saplings and seedlings. The results showed that as many as 463 trees with a diameter at breast height (DBH) ≥ 10 cm were recorded, representing 91 species and 36 families, with a total basal area (BA) of 27.21 m2 and the Shannon-Wiener diversity index (H ') of 4.04. The prevalent species in the plot was Archidendron bubalinum with highest importance value (IV) of 13.93%, followed by Dacryodes sp. with IV of 12.32% and Antidesma neurocarpum with IV of 12.17%. Archidendron bubalinum was the species with the highest density (29 trees/ha) and highest frequency (22). Koompassia malacensis from Caesalpiniaceae was a species having the highest BA 2.23 m2 or 8.18% of the total BA in the plot. Burseraceae (32.73%) and Dipterocarpaceae (25.78%) were a families with the highest IV, while the families with the highest number of species recorded was Euphorbiaceae (7 species). A total of 12 species (71 individuals) occurring in the plot were listed in the IUCN redlist category, 2 of which were in the category of Critically Endangered (Prashorea lucida and Shorea acuminata), Endangered (Shorea leprosula), Lower Risk (8 species), and vulnerable (1 species). We recorded 511 individuals of tree seedling, representing 57 species and 32 families. At the sapling stage 570 individuals were recorded representing 87 species and 36 families. Out of 10 species of tree with the highest density, 6 species (Archidendron bubalinum, Antidesma neurocarpum, Dacryodes sp., Hydnocarpus sp., Knema laurina, and Ochanostachys sp.) had a good number of saplings and seedlings. Only four species had individuals at sapling stage (Koompassia malacensis, Parashorea lucida, Leptonychia caudata, and Dacryodes rostrata). A total of 65 species or 71.43% of all tree species were regenerating in plot."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T39237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>