Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Mohammad Fathi Royyani
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Mohammad Fathi RoyyaniProgram Studi : Antropologi Judul : Cagar Biosfer: Perubahan Status Kawasan, Relasi Sosial dan Relasi Manusia-Alam dalam Isu KonservasiDalam disertasi ini, gagasan yang akan saya kemukakan adalah bahwa dalam isyu konservasi keanekaragaman menjadi berperan penting dalam kehidupan sosial-budaya. Keanekaragaman hayati adalah penghubung dan membentuk relasi sosial dan relasi sosial dan alam, selain membentuk konstruksi dan konsepsi tentang ruang, bahkan dapat ??menghilangkan lsquo; ruang.Kehadiran keanekaragaman hayati dalam isyu konservasi, terutama dalam pengelolaan kawasan konservasi yang bernama cagar biosfer terlihat dari berbagai peristiwa yang melibatkan keanekaragaman hayati dan dimaknai secara berbeda. Tumbuhan obat, hutan, dan harimau tidak saja peristiwa biasa tetapi juga terkait dengan konstruksi kealamiahan, konsepsi tentang ruang, dan berdampak pada relasi-relasi baru yang dilakukan.Melalui sudut pandang etnografi, saya melihat bahwa perubahan status kawasan adalah peristiwa penting yang menjadi titik mula berbagai peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perubahan status adalah peristiwa yang menjalin dan menyulam berbagai kejadian yang terdapat di kawasan tersebut. Dari kawasan yang dikelola secara komersil menjadi kawasan yang harus dilindungi. Dengan demikian, konservasi itu sendiri adalah konstruksi yang dibangun oleh para aktor manusia yang terlibat dalam pengelolaan cagar biosfer. Saya menganggap pembahasan ini penting untuk menggambarkan alam pikiran pengelola supaya kita mendapatkan pemahaman utuh terhadap praktek-praktek yang melibatkan keanekaragaman hayati sebagai ekspresi yang menandakan ikatan orang dengan keanekaragaman hayati.Dalam konteks di Riau, konstruksi tentang alam dibangun oleh para aktor dengan menggunakan keanekaragaman hayati. Alasannya karena keanekaragaman hayati sejak zaman dulu sudah menghubungkan orang yang berada di ruang yang sangat jauh dengan ruang yang ada di Indonesia. Keterhubungan antar ruang yang berbeda jauh dan relasi sosial yang terbangun menimbulkan ide-ide untuk membangun ruang-ruang baru dan konstruksi baru yang terdapat pada para aktor. Hal tersebut berdampak pada relasi sosial maupun relasi orang dengan alam, dalam konteks pelestarian lingkungan. Dari kepentingan global, upaya negara dalam meng-lokal-kan isyu konservasi, dan dampaknya terhadap program-program yang dilakukan oleh badan pengelola di kawasan tersebut.Kata Kunci : Cagar biosfer, Konservasi, keanekaragaman hayati, Riau, relasi sosial, relasi alam
ABSTRACT
Name : Mohammad Fathi RoyyaniStudi Program : Antropologi Title : Cagar Biosfer: Perubahan Status Kawasan, Relasi Sosial dan Relasi Manusia-Alam dalam Isu KonservasiIn this dissertation, the idea I would like to point out is that in the issue of conservation, diversity provides an important role in socio-cultural life. Biodiversity links and establishes social relation and social relation as well as nature. In addition to forming construction and conception of space, it even can get rid of the space. The existence of biodiversity in the issue of conservation, mainly in the management of conservation area namely biosphere reserve can be seen from various phenomena involving biodiversity and it is differently interpreted. Medical plant, forest and tiger are not only ordinary phenomena but also the phenomena related to nature construction, space conception and it affects on new relation carried out. Through the point of view of ethnography, the researcher found that the change of status of the area was the significant phenomena becoming starting point of various phenomena never previously occured. The change of the status was the phenomena interweaving and linking various phenomena in the area. The area commercially managed became the area to preserve. Conservation, therefore, was the construction created by human involved in the management biosphere reserve. I considered this discussion being important to illustrate manager lsquo;s thought in order to gain intact understanding to the practices involving biodiversity as the expression bringing up the relation between human and biodiversity. In Riau the nature construction was built by the actors using biodiversity. The reason was that since ancient time biodiversity had linked the people in very distant place with the space in Indonesia. The interconnection of tremendously different space and built social relation resulted in ideas to create new space and construction in actors lsquo; area. It affected on the social relation or human relation with nature in the context of environmental conservation. From global interest, state strived to localize the issue of conservation and its impact on the programs carried out by the managers in that area.Key Words : , conservation, biodiversity, Riau, social relation, natur-culture relation
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Riskianingrum
Abstrak :
Disertasi ini membahas Budaya Risiko di Pulau Sebesi dalam perspektif Perubahan Sosial antara tahun 1883-2018. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah sosial dengan analisisnya menggunakan pendekatan struktural dari Ferdinand Braudel dan konsep tiga Budaya Risiko milik Steicher, et. al.(2018), Cornia, et. al.(2014), dan Beccera, et. al.(2020), yang ketiga konsep tersebut berakar dari Cultural Theory of Risk dari Mary Douglas dan Aaron Wildavsky di tahun 1982. Tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 telah membangkitkan kembali ingatan bersama tentang letusan Krakatau 1883. Bencana yang pada awalnya terlupakan oleh masyarakat di Pulau Sebesi, kembali diingat dan semakin menguat saat mereka mengalami tsunami 2018. Namun demikian, bencana tsunami tidak meninggalkan trauma bagi sebagian besar masyarakat Sebesi, bahkan mereka enggan untuk berpindah dari pulau tersebut, terlepas dari kenyataan bahwa ada ancaman bencana di sekitar lingkungan mereka. Tsunami 2018 pun secara nyata merubah persepsi mereka tentang gunung Anak Krakatau, yang awalnya sebagai pembawa berkah karena mendatangkan turis ke pulau mereka, menjadi ancaman yang bisa menimbulkan risiko bencana. Oleh karena itu, disertasi ini mengkaji pengalaman sosial masyarakat Sebesi yang terkena dampak tsunami 2018 dengan menganalisis faktor-faktor pemicu ancaman bahaya di Sebesi, menelaah alasan terbentuknya budaya risiko, serta materialisme budaya risiko pada masyarakat Sebesi. Hasil studi ini juga menjelaskan kehadiran pemerintah dalam penanggulangan bencana di pulau Sebesi. Namun demikian, hal yang menjadi sorotan dalam studi ini bahwa pemerintah cenderung datang saat telah terjadi peristiwa bencana, namun tidak tampak dalam keadaan normal. Keadaan yang terjadi di pulau Sebesi seolah mengembalikan status pendekatan penanganan bencana di Indonesia kepada disaster response based atau tindakan reaktif saat terjadi bencana. Padahal, paradigma pengelolaan bencana di Indonesia saat ini berbasis Pengurangan Risiko Bencana. Seringnya Anak Krakatau ber-erupsi menyebabkan masyarakat seakan terbiasa terhadap perilaku gunung ini. Risiko yang ada dalam keseharian masyarakat Pulau Sebesi telah menjelma menjadi bagian dari budaya kehidupan mereka. Rutinisasi membersamai Anak Krakatau telah mendorong munculnya budaya risiko di pulau Sebesi. ......The dissertation discusses Risk Culture on Sebesi Island during the period of 1883-2018 from the perspective of Social Change. This is social history research applying Ferdinand Braudel's structural approach analysed with the risk culture concept from Steicher, et. al. (2018); Cornia, et. al. (2014); and Beccera, et. al. (2020). The three concepts are rooted in the Cultural Theory of Risk from Mary Douglas and Aaron Wildavsky in 1982. The Sunda Strait tsunami on December 22 2018 has revived the memories of the 1883 Krakatau eruption. A disaster that was initially forgotten by the community on Sebesi Island, was remembered again and became even stronger when they experienced the 2018 tsunami. However, the tsunami disaster did not leave a trauma for most of the Sebesi people, in fact they were reluctant to move from the island, despite the fact that there was a threat of disaster around their environment. The 2018 tsunami also significantly changed their perception of Mount Anak Krakatau, which was initially a blessing because it brought tourists to their island, to become a threat that could pose a risk of disaster. Therefore, this dissertation examines the social experiences of the Sebesi community who were affected by the 2018 tsunami by analyzing the factors that trigger the danger in Sebesi, examining the reasons for the formation of a risk culture, as well as the materialism of the risk culture in the Sebesi community. The results of this study also explain the government's presence in disaster management on Sebesi Island. However, what is highlighted in this study is that the government tends to come when a disaster has occurred, but does not appear under normal circumstances. The situation that occurred on Sebesi Island seemed to return the status of the disaster management approach in Indonesia to disaster response based or reactive action when a disaster occurs. In fact, the current disaster management paradigm in Indonesia is based on Disaster Risk Reduction. The frequent eruptions of Anak Krakatau cause people to become accustomed to the behavior of this mountain. The risks that exist in the daily lives of the people of Sebesi Island have become part of their cultural life. The routinization of accompanying Anak Krakatau has encouraged the emergence of a risk culture on Sebesi Island.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wangke, Humphrey
Abstrak :
ABSTRAK
Pembalakan liar tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masyarakat lokal yang telah lebih dahulu tinggal di kawasan daripada berdirinya Taman Nasional Kutai tahun 1995. Pembalakan liar ini melibatkan berbagai pihak baik masyarakat lokal, para pejabat pemerintah daerah maupun oknum TNI/Polri. Akibatnya, kerusakan TNK semakin parah dan mengancam keanekaragaman hayati serta keberlanjutan taman nasional tersebut. Untuk mengatasi masalah itu, penelitian ini fokus pada model kemitraan yang dapat digunakan untuk menanggulangi pembalakan liar di TNK agar keanekaragaman hayati yang dimilikinya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan pada aspek penanggulangan pembalakan liar melalui penerapan model kemitraan antara Balai TNK dan masyarakat lokal. Observasi, wawancara, dokumen resmi, foto, rekaman, gambar dan percakapan informal merupakan sumber data dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa model kemitraan antara Balai TNK dan masyarakat lokal, serta melibatkan pemerintah kabupaten Kutai Timur, perusahaan, perguruan tinggi dan LSM belum pernah dipraktikkan di TNK sehingga memiliki potensi menjadi sarana untuk mengintegrasikan konservasi dan pembangunan dalam pengelolaan TNK agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
ABSTRACT
Illegal logging is in fact inseparable from the existence of the local community who had previously lived in the area long before the establishment of Kutai National Park as a new institution established by the government in 1995. Illegal logging involves significantly different stakeholders from the local community, local government officials as well as the Armed Forces/Police. As a result, the breaking down of Kutai National Park is getting worse as well as threatening the biodiversity and sustainability of the area. In order to address the problem, this study focuses on a partnership model that can be used to tackle illegal logging in KNP so that its biodiversity can be utilized sustainably. The nature of this research is using qualitative approach which emphasizes on illegal logging controlling aspects through the implementation of partnership model between KNP Authority and local community. Observations, interviews, official documents, photographs, recordings, pictures and informal discussions are the sources of data in this study. The results of this study found that the partnership model between KNP Authority and local communities, as well as the involvement of the government of East Kutai Regency, companies, college and NGOs has not been exercised in Kutai National Park, therefore it has the potential to be a means to integrate conservation and development in the management of KNP for sustainable utilization.
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library