Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adeka Julita Sari
"Pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat membuat masyarakat memberikan perhatian lebih dalam hal estetika gigi. Konsep proporsi terbaru yang digunakan sebagai panduan estetika di Negara Barat adalah Recurring Esthetic Dental (RED) proportion oleh Daniel Ward. Untuk mengetahui apakah konsep Recurring Esthetic Dental (RED) proportion dapat diterapkan pada ras Deutro Melayu, dilakukan pencetakan rahang atas, pengukuran lebar mesio distal dan tinggi gigi anterior rahang atas tampak frontal, kemudian penghitungan proporsi lebar gigi anterior rahang atas pada mahasiswa FKG UI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Recurring Esthetic Dental (RED) proportion tidak dapat diterapkan pada ras Deutro Melayu karena proporsi RED yang ditemukan berbeda.

The increasing of public knowledge makes people give more attention to dental esthetics. The new concept that used as esthetics guide in Western countries is Recurring Esthetic Dental (RED) proportion by Daniel Ward. To determine whether this concept can be applied to Deutro Melayu Race, maxillary impression was taken, mesio distal width and height of the anterior teeth looked frontal were measured, then width proportions of the anterior teeth were calculated among dental students at University of Indonesia. The result showed that the concept of RED proportion can’t be applied to Deutro Melayu race because RED proportions found were different.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Susanty
"Latar belakang: Meningkatnya kebutuhan estetik pasien edentulous terutama untuk mendapatkan hasil warna elemen gigi tiruan yang akurat merupakan suatu tantangan bagi dokter gigi, khususnya prosthodontis. Namun belum ada data mengenai ketiga gigi anterior untuk pemilihan warna gigi yang lebih estetis. Terbatasnya informasi tentang penentuan warna gigi berdasarkan usia, jenis kelamin dan warna kulit menyulitkan untuk memilih warna elemen gigi tiruan pada pasien yang tidak bergigi.
Tujuan: Menganalisis perbedaan warna antara ketiga geligi anterior atas dan menganalisis hubungan warna gigi insisif sentral rahang atas dengan kelompok usia, jenis kelamin dan warna kulit.
Metode: Cross sectional pada 84 subjek dengan penentuan warna gigi menggunakan spektrofotometer pada gigi insisif sentral, insisif lateral dan kaninus rahang atas. Warna kulit dicocokkan dengan Wardah compact shade guide powder sesuai klasifikasi warna kulit Fitzpatrick.
Hasil: Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan terdapat perbedaan warna yang bermakna antara gigi insisif sentral, insisif lateral dan kaninus (p < 0,05). Hasil Uji Chi-Square mendapatkan hasil yang bermakna warna gigi berdasarkan usia (p < 0,05) namun tidak bermakna pada perbedaan jenis kelamin dan warna kulit (p > 0,05).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan warna antara ketiga geligi anterior atas. Faktor usia mempengaruhi warna gigi namun jenis kelamin dan warna kulit tidak mempengaruhi warna gigi.

Background: Esthetic demands for fully edentulous patients to get a natural tooth colour of denture treatment has been increasing and become a challenge for dentist, especially prosthodontist There is presently no available data about anterior maxillary tooth shades and limited information in relationship between tooth shades with age, gender and skin tone has made difficulties for edentulous patients on their complete denture.
Objective: To analyze the shade differences of maxillary anterior teeth and also to analyze the relationship between shades of maxillary central incisor with age, gender and skin tone.
Methods: Cross sectional study was performed towards 84 subjects using spectrophotometer on maxillary central incisor, lateral incisor and canine. Wardah compact powder shade guide were used to examine skin type according Fitzpatrick's classification.
Result: Kruskal Wallis test showed there was a significant shades difference between maxillary central incisor, lateral incisor and canine (p<0,05). Chi-Square test showed there was a significancy relationship maxillary central incisors shade with age (p<0,05) but no significancy different in relation with gender and skin tone (p>0,05).
Conclusion: there is a shade differences between maxillary anterior teeth. Age factor has influence of tooth shade determination but there is no relation between tooth shade with gender and skin tone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sena Arianto
"[ABSTRAK
Kedokteran gigi estetik dipengaruhi berbagai faktor. Digital Smile Design (DSD) merupakan salah satu kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat menunjang perawatan dalam bidang estetika. Dokter gigi dapat langsung memberi gambaran rencana perawatan pada pasien. Proporsi gigi anterior merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan perawatan dalam bidang estetik Penelitian bertujuan untuk menganalisis persepsi kepuasan pasien terhadap estetika desain senyum yang dihasilkan dengan dan tanpa panduan DSD.
Subjek berjumlah 25 orang dengan indikasi rehabilitasi estetik diminta untuk menilai kepuasan estetika desain senyum dengan 2 metode mock up, yaitu dengan dan tanpa panduan Digital Smile Design serta menjawab kuesioner estetik yang sudah tervalidasi dengan nilai alpha cronbach 0,98. Mock up dengan panduan DSD menghasilkan kepuasan yang lebih baik dibandingkan dengan mock up tanpa panduan DSD.

ABSTRACT
In the field of dentistry, aesthetic is influenced by various factors. Advances in science and technology, supports in aesthetic treatment, especially in this modern era, the dentist can immediately provide an overview plan of treatment. One of the main factor in planning an aesthetic treatment is the proportion of upper anterior teeth. Twenty-five subjects with the aesthetic rehabilitation indications were asked to assess the aesthetic satisfaction with 2 mock-up methods, with and without a guide of Digital Smile Design, followed by answering an aesthetic questionnaire that has been validated with a value of Cronbach?s alpha = 0.98.Patients? satisfaction with the aesthetic proportion of upper anterior teeth with a mock-up guide Digital Smile Design is better than a mock-up without Digital Smile Design., In the field of dentistry, aesthetic is influenced by various factors. Advances in science and technology, supports in aesthetic treatment, especially in this modern era, the dentist can immediately provide an overview plan of treatment. One of the main factor in planning an aesthetic treatment is the proportion of upper anterior teeth. Twenty-five subjects with the aesthetic rehabilitation indications were asked to assess the aesthetic satisfaction with 2 mock-up methods, with and without a guide of Digital Smile Design, followed by answering an aesthetic questionnaire that has been validated with a value of Cronbach’s alpha = 0.98.Patients’ satisfaction with the aesthetic proportion of upper anterior teeth with a mock-up guide Digital Smile Design is better than a mock-up without Digital Smile Design.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendry
"ABSTRAK
Latar Belakang. Akurasi dimensi hasil cetakan merupakan hal yang sangat
penting didalam menentukan keberhasilan perawatan dengan gigi tiruan cekat dan
teknik pencetakan merupakan faktor yang besar pengaruhnya pada akurasi
dimensi ini. Pada Klinik Spesialis Prostodonti Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia, umumnya pencetakan dilakukan dengan teknik modifikasi
putty/wash 2 tahap untuk perawatan dengan gigi tiruan cekat. Untuk mendapatkan
ruang bagi material wash, sendok cetak dengan material putty digerak-gerakkan
sampai setting, kemudian di atas bahan tersebut dilapisi dengan material wash
untuk memperoleh detail preparasi.
Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis akurasi dimensi
hasil cetakan yang diperoleh dengan teknik modifikasi putty/wash 2 tahap
dibandingkan dengan teknik putty/wash 1 dan 2 tahap
Material dan Metode. Akurasi dimensi ini diukur melalui jarak intra-abutmen
dan interabutmen. Pada masing-masing teknik, dilakukan 10 kali pencetakan
terhadap master model yang berupa simulasi dua gigi penyangga. Model kerja
discan menggunakan 3D laser scanner terlebih dahulu, kemudian diukur jarak
intraabutment dan interabutmentnya menggunakan software 3D Tool V10.
Hasil. Pada penelitian ini ditemukan bahwa akurasi dimensi dari model kerja yang
diperoleh dengan teknik pencetakan modifikasi putty/wash 2 tahap mempunyai
perbedaan yang bermakna dengan master model dan teknik putty/wash 1 tahap
yang merupakan teknik yang paling akurat pada hasil penelitian ini. Akan tetapi,
nilai perbedaan tersebut masih dalam batas yang dapat diterima secara klinis
karena adanya aplikasi die spacer pada pembuatan restorasi gigi tiruan cekat.
Kesimpulan. Teknik pencetakan modifikasi putty/wash 2 tahap masih dapat
dipergunakan pada pencetakan untuk perawatan dengan gigi tiruan cekat.

Abstract
Background. Dimensional accuracy when making impressions is important for
the clinical success of fixed prosthodontic treatment, and the impression technique
is a critical factor affecting this accuracy. At Prosthodontic Specialist?s clinic in
Faculty of Dentistry Universitas Indonesia, generally impressions is taken with
modified putty/wash 2 step technique. To create a space for wash material, putty
impression was firmly wiggle in a clockwise and counterclockwise rotational
direction several time before setting. Wash material was then added to putty
impression to record detail of tooth preparation.
Purpose. To analyze dimensional accuracy of impression with modified
putty/wash 2 step technique compare to putty/wash 1 and 2 step technique.
Material & Method. Dimensional accuracy was assessed by measuring
intraabutment and interabutment distance. For each technique, 10 impressions
were made on master model that contained simulation of 2 complete crown
abutment preparations. Stone dies poured from each impressions were digitized
with 3D laser Scanner. Intraabutment and interabutment?s distance were then
measured with 3D Tool V10 software.
Result. This study found that dimensional accuracy of impression with modified
putty/wash 2 step technique were significantly different with master model and
putty/wash 1 step technique which is a most accurate technique in this study.
Conclusion. Although statistically significant different with master model and
putty/wash 1 step impression technique, modified putty/wash 2 step impression
technique can be used in impression taking for fixed prosthodontic treatment
because there was a die spacer application on procedure in making fixed
restoration."
2012
T31595
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Farida Nurlitasari
"Latar belakang: Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering ditemukan pada lansia adalah kehilangan gigi. Pembuatan gigi tiruan diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehilangan gigi, baik dari segi fungsi, estetik, psikologis dan sosial. Kebutuhan gigi tiruan tidak sama dengan permintaan gigi tiruan. Alat ukur kuesioner kebutuhan subjektif dan permintaan gigi tiruan diharapkan dapat mengukur kebutuhan subjektif dan permintaan gigi tiruan pada lansia.Faktor lokal dan sosiodemografi dapat mempengaruhi proses perubahan kebutuhan menjadi permintaan.
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor yang berperan terhadap permintaan gigi tiruan pada lanjut usia.
Metode: Subjek penelitian terdiri dari 100 orang lansia yang berusia 60 tahun keatas. Subjek diminta menjawab kuesioner kebutuhan dan permintaan gigi tiruan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kemudian dilakukan pemeriksaan rongga mulut untuk memeriksa kehilangan gigi dan penggunaan gigi tiruan. Pada tahap pertama dilakukan uji validitas dan reabilitas kuesioner kebutuhan dan permintaan gigi tiruan, tahap kedua dilakukan uji potong lintang.
Hasil: Uji validitas dan reabilitas alat ukur ini menunjukkan hasil yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur kebutuhan subjektif gigi tiruan dan permintaan gigi tiruan. Analisis data menggunakan uji Chi Square dan regresi logistik menunjukkan bahwa kebutuhan subjektif dan biaya perawatan mempunyai hubungan yang bermakna dengan permintaan gigi tiruan (p<0,05). Biaya perawatan merupakan faktor yang paling berperan terhadap permintaan gigi tiruan (OR = 3,55).
Kesimpulan: Alat ukur kebutuhan subjektif dan permintaan gigi tiruan valid dan reliabel. Faktor yang paling menghambat permintaan gigi tiruan adalah biaya perawatan.

Background: Oral health of the elderly is a part of optimal quality of life. Tooth loss is a common oral health problem in elderly. The objective of tooth replacement is the rehabilitation of function, esthetics, psychological and social. Need does not always lead to demand of the treatment. Perceived need and demand for denture questionnaire tools was expected to estimate perceived need and demand of denture in elderly. The process between need and demand closely related to local factors and socio demographic factors.
Objective: To analysis factor influenced the demand of the dentures in elderly.
Method: A survey was performed to 100 elderly. The subject was questioned with the perceived need and demand questionnaire tools and factors which influenced demand of the denture. Oral and dental examination was performed to examined tooth loss and denture worn. The survey was analysis in two steps, the first step was to investigated the validity and reliability of the questionnaire tools and the second step was a crosssectional design.
Result: The reliability and validity had good result. Analysis used Chi Square and logistic regression showed perceived need and cost were significantly associated with demand of the denture (p<0,5). Cost had the strongest association with the demand of the denture (OR=3,55).
Conclusion: The questionnaire tools is valid and reliable to measure the perceived need and demand of the denture in elderly. Cost had the highest impact as a barrier on the demand of the denture.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31597
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Madarina
"Osteoporosis tulang mandibula dapat diukur menggunakan indeks penurunan densitas tulang mandibula dimana dapat digunakan dokter gigi dalam membuat rencana perawatan sehingga kegagalan akibat faktor osteoporosis dapat dicegah terutama dalam perawatan prostodonsia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan osteoporosis tulang rahang dan kualitas hidup dari aspek kesehatan gigi dan mulut lansia penelitian dilakukan dengan metode potong lintang. Penelitian dilakukan dengan pencatatan data sosio demografis, pemeriksaan intraoral, wawancara utuk pengisian kuesioner indeks densitas tulang mandibula dan kuesioner kualitas hidup lansia. Hasil uji chi-square, tidak terdapat hubungan antara osteoporosis tulang rahang dan kualitas hidup dari aspek kesehatan gigi dan mulut lansia.

Osteoporosis in mandibular bone can be measured by mandibular bone density index which is tool for early detection of osteoporosis in mandibular bone that can be used by dentists in planning a treatment so that failure caused by osteoporosis can be prevented especially in prosthodontics treatment. The objective of this studies is to analyze the relationship between and oral health related quality of life in elderly patient with cross sectional studies. Sociodemographic data were obtained, intraoral examination and interview for mandibular bone density index and oral health relatred quality of life questionnaire were conducted. Chi square results indicated that there was no significant relation between mandibular bone osteoporosis and oral health related quality of life in elderly patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Indah Sri Bernadetta
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kehilangan gigi masih menjadi masalah dalam kesehatan gigi dan mulut di Indonesia. Kehilangan gigi posterior yang tidak digantikan dengan gigi tiruan dapat menyebabkan terganggunya kemampuan mastikasi. Kemampuan mastikasi yang buruk berdampak terhadap pemilihan makanan dan mempengaruhi status nutrisi. Jika hal ini terjadi pada ibu hamil, dapat mempengaruhi bayi yang ada di dalam kandungannya. Belum ada penelitian yang mengamati hubungan kemampuan mastikasi dengan berat lahir bayi di Indonesia. Beberapa penelitian terdahulu meneliti faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat lahir bayi seperti asupan nutrisi ibu, paritas, jarak kehamilan, usia kandungan jenis kelamin bayidan faktor lainnya. Adapun penelitian terdahulu tentang asupan nutrisi ibu hamil dengan berat lahir bayi ditinjau berdasarkan jenis makanannya. Sedangkan dalam penelitian ini asupan nutrisi ibu di amati berdasarkan total kalori yang di konsumsi ibu. Tujuan : Menganalisis hubungan kemampuan mastikasi, asupan nutrisi, dan indeks massa tubuh ibu hamil yang kehilangan gigi posterior terhadap berat lahir bayi. Metode: Studi analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan dengan teknik consecutive sampling pada ibu yang sudah melahirkan, usia 20-35 tahun, memiliki satu atau lebih gigi yang hilang dan tidak memakai gigi tiruan. Subjek diamati jumlah dan lokasi gigi hilangnya, pengambilan data dari buku KIA, menjawab kuesioner kemampuan mastikasi dan aupan nutrisi. Penelitian ini dianalisis dengan one sample t-test, independent t-test, Kruskal-Wallis dan uji korelasi pearson. Hasil: Kemampuan mastikasi pada ibu hamil yang kehilangan gigi posterior memiliki hubungan bermakna dengan berat lahir bayi dengan nilai p 0.000, asupan nutrisi pada ibu hamil yang kehilangan gigi posterior memiliki hubungan bermakna dengan berat lahir bayi dengan nilai p 0.000, Indeks Massa Tubuh IMT ibu hamil yang kehilangan gigi posterior memiliki hubungan bermakna dengan berat lahir bayi dengan nilai p 0,038. Aspek yang paling berhubungan dengan berat lahir bayi adalah indeks massa tubuh ibu hamil yang memiliki nilai korelasi pearson 0,142. Kesimpulan: Terdapat hubungan kemampuan mastikasi pada ibu hamil yang kehilangan gigi posterior dengan berat lahir bayi, terdapat hubungan asupan nutrisi pada ibu hamil yang kehilangan gigi posterior dengan berat lahir bayi, terdapat hubungan Indeks Massa Tubuh IMT ibu hamil yang kehilangan gigi posterior dengan berat lahir bayi, aspek yang paling berpengaruh terhadap berat lahir bayi adalah indeks massa tubuh

ABSTRACT
Background Tooth loss is still a major oral health problem oral health in Indonesia. Tooth loss which can rsquo t replaced by denture can cause mastication ability disturbance. Bad mastication function can affect to food choice and nutritional status. If this occurs to pregnant women, it can affect the baby in her womb. There is no study which observes the relationship beetween mastication ability with infant birth rsquo s weightin Indonesia. Some previous studies showed factors which affect infant birth rsquo s weightsuch as mother rsquo s nutrient intake, parity, pregnancy gap, fetal age, infant sex and other factors. Previous research about pregnant women nutrient intake with infant birth rsquo s weightwere viewed based on type of food. While in this study mother rsquo s nutrient intake dased on total calories. Objective To analyze relationship between mastication ability, nutrient intake and body mass index of pregnant women with posterior tooth loss with birth weight of baby. Method Study design is analytical observational study with cross sectiona. This study was performed with consecutive sampling, to mothers who gave birth, aged 20 35, have one or more missing posterior teeth, no denture. Missing teeth number and location were observed, the data was taken from KIA booklet and subjects answered questionairre about mastication ability and nutrient intake. This study was analyze by one sample t test, independent t test, Kruskal Wallis and Pearson. Result Mastication ablity of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weightwas found statistically significant p 0,000 . Nutrient intake of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weight was also found statistically significant p 0,000 . BMI of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weight was found statistically significant p 0,038 . The most correlate aspect with infant birth rsquo s weight is BMI of pregnant women with pearson correlation value 0,142. Conclusion There is a relationship between mastication ability of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weight. There is a relationship between nutrient intake of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weight. There is a relationship between BMI of pregnant women with posterior tooth loss with infant birth rsquo s weight. The most correlated aspect with infant birth rsquo s weight in BMI of pregnant women. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zela Puteri Nurbani
"ABSTRAK
Proses penuaan pada lansia dapat menjadi faktor risiko kehilangan gigi sehingga akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan gigi dan mulut lansia. Dalam upaya menghindari hal tersebut, maka dibutuhkan perawatan prostodontik pada lansia. Namun, tidak seluruh kebutuhan berubah menjadi permintaan dikarenakan banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi permintaan termasuk kesediaan membayar. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kesediaan membayar dan kebutuhan dengan permintaan perawataan prostodontik pada lansia. Dilakukan juga analisis antara faktor sosiodemografi (jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi, jarak, waktu tempuh) dengan kesediaan membayar, kebutuhan, dan permintaan perawatan prostodontik pada lansia. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional pada 100 pasien Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yang berusia 60 tahun keatas. Data faktor sosiodemografi diperoleh dari pencatatan data diri subjek, kesediaan membayar dan permintaan perawatan prostodontik diperoleh dari kuesioner, dan kebutuhan perawatan prostodontik ditentukan berdasarkan kebutuhan fungsional berdasarkan Shortened Dental Arch dan kebutuhan normatif berdasarkan WHO oral health assessment form (1997) di setiap rahang. Hasil Penelitian: Kesedian membayar dan kebutuhan (fungsional dan normatif rahang bawah) memiliki hubungan bermakna dengan permintaan perawatan prostodontik pada lansia p<0.05. Terdapat hubungan bermakna p<0.05 antara jarak dan waktu tempuh ke fasilitas kesehtan dengan permintaan perawatan prostodontik, tingkat pendidikan dengan kebutuhan fungsional, waktu tempuh ke fasilitas kesehatan dengan kebutuhan normatif rahang bawah, dan waktu tempuh ke fasilitas kesehatan dengan kesediaan membayar perawatan prostodontik. Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara kesedian membayar dan kebutuhan (fungsional dan normatif rahang bawah) dengan permintaan perawatan prostodontik pada lansia.

ABSTRACT
Background: The aging in the elderly can be a risk factor for tooth loss. Tooth loss might adversely affect elderly dental and oral health. In an effort to overcome these problems, prosthodontic treatment is needed for elderly. However, not all needs of prosthodontic treatment are changed to demand because many factors affect demand including the willingness to pay. Objectives: To analyze the relationship between sociodemographic factors (gender, education, economic status, distance, travel time), willingness to pay, needs (functional and normative) with demand of prosthodontics treatment in the elderly. Method: This was a cross-sectional study involving 100 subjects from Kramat Jati Sub-district Health Center who were 60 years old or older. Sociodemographic data was obtained from the recording of subjects personal data, willingness to pay and demand for prosthodontic treatment was obtained from questionnaires modification Kamal Shigli et al with Dandekeri S et al, and prosthodontic treatment needs were determined by functional need based on shortened Dental Arch (SDA) and normative needs based on the WHO oral health assessment form 1997 in each jaw. Result: The willingness to pay and needs (functional and normative on the mandible) had a significant relationship with the demand of prosthodontic treatment in the elderly There is a significant relationship between distance and travel time to health facilities with demand for prosthodontic treatment, education with the functional need, travel time to health facilities with the normative need on the mandible, and travel time to health facilities with willingness to pay for prosthodontic treatment. Conclusion: There is a significant relationship between willingness to pay and needs (functional and normative on the mandible) with the demand of prosthodontic treatment in the elderly."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrana Ariani Ayub
"Latar Belakang: Kemampuan mastikasi telah dipelajari secara luas dalam dekade terakhir. Kemampuan mastikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia, jenis kelamin, jumlah gigi dan oklusi, area kontak pada oklusal, kehilangan gigi dan restorasi pada gigi posterior, laju alir saliva, serta penurunan fungsi motorik oral seiring dengan proses penuaan. Rehabilitasi prostodontik dengan gigi tiruan cekat maupun gigi tiruan lepasan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan mastikasi pada individu dengan kehilangan gigi sebagian maupun menyeluruh.
Tujuan: Menganalisis hubungan antara kemampuan mastikasi dengan usia, jenis kelamin, OHI-S, DMF-T, pemakaian gigi tiruan, dan kondisi gigi tiruan.
Metode: 152 subjek 60 laki-laki dan 92 perempuan berusia 17 tahun ke atas rerata SD = 33,4 13,1 tahun berpartisipasi dalam uji kemampuan mastikasi menggunakan color-changeable chewing gum. Uji statistik Chi-Square digunakan untuk menganalisis hubungan antara kemampuan mastikasi dengan usia, jenis kelamin, OHI-S, DMF-T, pemakaian gigi tiruan dan kondisi gigi tiruan.
Hasil: Usia p=0,001, kehilangan gigi p=0,001, dan pemakaian gigi tiruan p=0,011 berhubungan dengan kemampuan mastikasi. Namun, jenis kelamin, decay, fililing, OHI-S, dan kondisi gigi tiruan tidak menunjukan hubungan bermakna secara statistik p>0,05. Berdasarkan uji Post Hoc Bonferroni correction didapatkan perbedaan pada kelompok usia ge;46 dengan kemampuan mastikasi buruk p=0,0009, kelompok usia ge;46 dengan kemampuan mastikasi baik p=0,0017, kelompok kehilangan 9-32 gigi dengan kemampuan mastikasi buruk p=0,0027. Kelompok tidak ada kehilangan gigi dengan kemampuan mastikasi buruk memiliki hubungan bermakna baik dilihat dari kehilangan gigi p=0,0019 maupun dari pemakaian gigi tiruan p=0,0027.
Kesimpulan: Usia, kehilangan gigi, dan pemakaian gigi tiruan berhubungan dengan kemampuan mastikasi.

Background: Masticatory performance has been studied extensively in the last decades. Age, gender, the number of teeth in occlusion, occlusal contact area, salivary flow, and neuro physiological deficits influence the masticatory process. The replacement of missing teeth with dental prostheses, either fixed or removable, are often used to achieve an acceptable level of masticatory performance.
Objective: The aim of this study was to analyze the relationship between masticatory performance and age, gender, DMF T score, OHI S, dental prostheses use, and prostheses condition in an adult population.
Method: 152 individuals 60 male and 92 female aged 17 years and older mean SD 33.4 13.1 years were included in the study. Masticatory performance was evaluated using color changeable chewing gum. The X2 test was used to determine the association between masticatory performance and age, gender, DMF T score, OHI S, dental prostheses use and prostheses condition.
Result: Age p 0.001, missing teeth p 0.001, and prostheses use p 0.011 had significant relationship with masticatory performance. However, relation with gender, decay, filling, OHI S, and prostheses condition were not statistically significant p 0,05. Based on the Post Hoc Bonferroni correction test, the differences were found in the age group ge 46 with poor mastication performance p 0.0009, age group ge 46 with good mastication performance p 0.0017, missing 9 32 teeth group with poor mastication performance p 0.0027. No missing teeth group with poor mastication performance had a significant association with missing teeth p 0.0019 and use of prostheses p 0.0027.
Conclusion: Age, missing teeth, and prostheses are strongly associated with masticatory performance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Nasseri
"Latar Belakang : Kehilangan gigi dapat menyebabkan penurunan fungsi mastikasi, bicara, serta memberikan dampak emosional. Rehabilitasi menggunakan gigi tiruan dikatakan mengalami penurunan mencapai 30 daripada pasien bergigi lengkap. Mastikasi terdiri dari rangkaian proses penghancuran dan pencampuran. Sampai saat ini belum ada metode tunggal yang dapat mengevaluasi kedua aspek secara bersamaan. Kemampuan mastikasi secara objektif dapat diukur dengan beberapa metode, seperti gummy jelly untuk mengukur kemampuan menghancurkan makanan sedangkan color-changeable chewing gum untuk mengukur kemampuan mencampur makanan. Kemampuan mastikasi diduga dipengaruhi faktor usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh IMT , indeks Eichner, laju alir saliva, pH saliva, kecepatan mengunyah, dan sensory feedback.
Tujuan : Menganalisis kemampuan mastikasi antara pemakai gigi tiruan sebagian lepasan GTSL dengan subjek bergigi lengkap menggunakan color-changeable chewing gum dan gummy jelly, mengetahui hubungan antara kedua metode, serta faktor yang mempengaruhinya.
Metode : Subjek penelitian 40 pasien bergigi lengkap dan 40 orang pasien pemakai GTSL dilakukan pengukuran kemampuan mastikasi dengan color-changeable chewing gum sebanyak 30, 45, 60 strokes dan gummy jelly sebanyak 10, 20, 30 strokes, dan batas ambang penelanan, serta pemeriksaan faktor yang mempengaruhinya.
Hasil : Kemampuan mastikasi pada pasien bergigi lengkap lebih baik secara signifikan daripada pasien pemakai GTSL p < 0,05 baik menggunakan gummy jelly maupun dengan color-changeable chewing gum. Terdapat hubungan yang kuat antara color-changeable chewing gum 60 strokes dan gummy jelly 30 strokes. Terdapat hubungan negatif antara gummy jelly dengan indeks Eichner pada pasien GTSL p < 0,05.
Kesimpulan : Kemampuan mastikasi pemakai GTSL mengalami penurunan sebesar 20.84 dengan menggunakan gummy jelly dan 11.77 dengan color-changeable chewing gum dibandingkan pasien bergigi lengkap. Kedua bahan ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan mastikasi, namun gummy jelly lebih sesuai untuk subjek dewasa muda dengan kemampuan mastikasi yang baik. Jumlah stroke optimal pada GTSL yaitu 60 strokes menggunakan color-changeable chewing gum dan 30 strokes menggunakan gummy jelly. Indeks Eichner mempunyai hubungan dengan kemampuan mastikasi pada pasien pemakai GTSL dengan menggunakan gummy jelly. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>