Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuspirah
"Penelitian ini menelaah perubahan pekerjaan produktif perempuan, dari bersawah dan menenun songket ke menyadap karet dan bersawah, serta pekerjaan produktif laki-laki, dari pandai besi di rantau menjadi penyadap karet di desa. Perubahan pekerjaan itu disebabkan oleh Proyek Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat (Proyek PPKR). Penelitian ini mengungkap dampak perubahan itu pada perempuan: manfaat dan mudaratnya. Penelitian kualitatif berperspektif perempuan ini telah mengumpulkan data primer melalui observasi serta wawancara mendalam dengan tujuh betas subjek, delapan suami subjek, lima tokoh masyarakat, dan tiga pengelola Proyek PPKR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran Proyek PPKR kurang bermanfaat bagi perempuan. Meski demikian, Proyek itu menyebabkan suami menetap di desa sehingga dapat membantu istrinya dalam melakukan beberapa tahapan penanaman padi sawah. Perempuan terdiskriminasi sejak dari pendaitaran peserta Proyek hingga mengikuti kursus yang diselenggarakan oleh Proyek. Padahal, perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki, yaitu berusia produktif dan pandai baca tulis. Meskipun perempuan banyak terlibat dalam tahapan kegiatan pembuatan kebun karet dan penyadapan karet, mereka tersubordinasi, artinya sekadar sebagai pekerja keluarga. Bila sebagai penenun songket perempuan memiliki otonomi terhadap uang dari hasil kerjanya, sebagai penyadap karet perempuan kehilangan otonominya. Baik sebelum maupun setelah ada Proyek PPKR, perempuan bertanggung jawab atas pekerjaan reproduktif Sementara itu, perempuan juga disibukkan oleh kegiatan sosial di desa. Hal ini disebabkan oleh pembagian kerja secara seksual yang jelas antara laki-laki. Dan perempuan. Akibatnya, perempuan harus memikul beban yang multi. Oleh karena itu, disarankan agar basil penelitian ini dijadikan masukan bagi perencana pembangunan, khususnya di bidang perkebunan dalam membuat peraturan dan pedoman yang adil jender; bagi lembaga penelitian, baik negeri maupun swasta dalam memberikan pelatihan sensilivitas jender bagi pelaksana Proyek, Penyuluh Pertanian Lapangan, dan tokoh masyarakat, dan dalam mensosialisasikan kesetaraan jender dalam masyarakat; dan bagi para peneliti agar dapat melakukan penelitian mengenai dampak lain dari kehadiran Proyek PPKR pada perempuan.

The focus of the study is on the changing of productive activities of women, From rice cultivation and `songket' weaving, to latex incision and rice farming; and the productive activities of men, from migrated steel laborer to latex plantation laborer - due to the Development of Latex Plantation Project. The study inteded to reveal the implication of the changes to the lives of women.The research used qualitative methods Focused on women's perspective. Obsevation and in-depth interviews were conducted to seventeen women, eight men (the husbands), five informallformal leaders, and three staff of the project.
It was revealed while the project enable the men to stay in the village, the changing activities did not benefit women. Before the project, women were very active in economic lives, and had their autonomy over their earnings. But after the presence of the project, women were discriminated against from the beginning of the project: in registration as participant of the project, and to have access to courses. Women were very active in the whole process of planation activities, but subordinated only as family woker. They did not earn as individuals, and did not have autonomy over the earnings anymore. Because of the gender ideology embedded both in cultural as well as social structure, women always had their multiple burdens. Before the project, women had their triple-role: reproductive, productive, and community managing -and duringthe project they still have to he responsible for the triple-role. From its result it-is suggested to development planner and decisionmaker, precisely to those in charge for planation project, to compose explicit-written gudelines to prohibit discrimination against women in planation. It is also suggested for those related to the field to conduct gender sensitivity and gender equality Craning to the women and men farmers, for them to be able to develop new ways of working and relating.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T 10261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paat, Ivonne
"Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan: bentuk-bentuk kekerasan, alasan spiritual yang digunakan, baik oleh suami (pelaku) maupun istri (korban), mengapa perempuan bertahan dalam lingkungan kekerasan dan mengapa mengambil keputusan bercerai. Secara khusus, peneliti ingin mengungkapkan bagaimana perempuan Kristen dan Gereja (diwakili oleh Pendeta) menyikapi kekerasan tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus dengan metode kualitatif yang berperspektif gender.
Hasil studi menunjukkan: Pertama, perlakuan kekerasan secara fisik, psikologi, ekonomi dan seksual masing-masing kasus memiliki kekhasan tersendiri. Tindak kekerasan untuk semua kasus sama intensitasnya, namun, pengambilan keputusan berbeda, tergantung dari sifat dan perangai masing-masing korban. Kedua, perempuan-perempuan yang mengalami tindak kekerasan memiliki sikap yang sama untuk menolak kekerasan itu, namun demikian, tidak dalam hal tindakan yang diambil; ada yang bercerai, ada yang bertahan, dan ada yang berpisah tetapi tidak bercerai. Ketiga, perhatian Gereja terhadap perempuan-perempuan korban tindak kekerasan tersebut belum memadai dan optimal. Gereja belum terlalu memperdulikan kasus-kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga Kristen. Sebagian besar perhatiannya masih tertuju pada konseling pra nikah. Keempat, kesetaraannya dengan laki-laki bukan menjadi jaminan perempuan Minahasa tidak mengalami tindak kekerasan; harus diakui, perempuan Minahasa masih tetap berada di posisi subordinat.

The objective of the research is to identify and reveal: forms of violence, spiritual reason that is used, either by the husband (the suspect) or the wife (the victim), why women hold on in violence environment and why take the decision to have a divorce. Specifically, revealing how Christian Women and Church (represented by the Priest) deal with these violence actions. The approach of this research is a case study with qualitative method with gender perspective.
Study results showed that: First, violence treatment have their own uniqueness physically, psychologically, economically, and sexually. Violence actions in all cases have the same intensity, but there were different decision that has been made, depend on the character and the attitude of each victim. Second, women who experience it have the same idea to oppose it, but not in the action that has been taken; some have divorced, some hold on, and some separate from each other but not having a divorce. Third, Church's attention for the women who were the victims of that violence action has not been properly made and optimized. Church didn't really have the concern about Christian domestic violence cases. Most of the Church's attention still directed to pre-marital counseling. Fourth, their same level with men is not a guarantee for Minahasan women not to experience violence actions; it has to be admit, Minahasan women still in subordinate position.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salinah
"Penelitian ini bertujuan mengungkapkan pengalaman perempuan yang mengajukan cerai gugat di Pengadilan Agama Banjarmasin. Pengalaman yang digali berkaitan masalah-masalah perkawinan yang mereka hadapi, upaya-upaya yang mereka lakukan untuk mengatasi problem perkawinan dan sebagai upaya terakhir adalah mengajukan cerai gugat di Pengadilan Agama Banjarmasin. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis berperspektif perempuan. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam. Subjek penelitian berjumlah sepuluh orang, yaitu perempuan yang melakukan cerai gugat dan mendapat keputusan cerai dari Pengadilan Agama Banjarmasin serta berdomisili di Banjarmasin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan cerai gugat, pihak perempuan (istri) makin berada dalam posisi yang dirugikan. Hal ini disebabkan perceraian ini adalah khuluk, yaitu perceraian terjadi dengan pembayaran tebusan (iwadh) dari istri dan tidak ada biaya hidup (nafkah iddah) serta membayar semua biaya perceraian. Bagi istri yang suaminya PNS ,dia (istri) tidak mendapat bagian gaji dari suaminya, sedangkan jika suami yang mengajukan cerai (cerai talak), istri mendapat bagian dari gaji suaminya. Bagi istri sebagai PNS, proses cerai gugat harus melalui birokratis yang panjang dan rumit. Konsekwensi dari cerai gugat. perempuan mengasuh anak, menjadi orangtua tunggal (single parent) dan kebanyakan menanggung biaya untuk pendidikan dan kesehatan anak-anaknya. Walaupun menurut peraturan ayah yang seharusnya menanggung biaya tersebut.

The Experience of Women Who Filed Divorce (A Case Study of Divorce Filing to The Religious Court in Province of Banjarmasin, South Kalimantan)This thesis intends to shed light on the experience of women who filed a divorce to the Religious Court in Banjarmasin, focusing on their experience in dealing with marriage problems as well as their efforts to overcome the problems including filing divorce. Using qualitative method with feminist perspectives, data gathered by means of in depth interviews with 10 women residing in Banjarmasin and having filed divorce to the court in Banjarmasin as subjects.
Results show that the act of filing a divorce has placed women in more disadvantageous position: women must pay all expenses for filing divorce while they no longer receive financial supports from their former husbands. For those who file divorce against their civil-servant husbands, they will no longer receive parts of their ex-husband's salary. On the other hand, they will still get financial supports from ex-husbands in case the divorce is filed by the husbands. In general as results for filing divorce, women are merely left as single parents and breadwinners with no financial support from their ex-husbands while in compliance with the prevailing regulation; father shall still give financial support for their children even though parents are divorced.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fierenziana Getruida Junus
"Penelitian ini bertujuan memperlihatkan penggambaran seksualitas perempuan dalam novel Pengakuan Pariyem -karya Linus Suryadi Ag dan Saman karya Ayu Utami dan menganalisis falosentrisme dan jouissance yang muncul. 'Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang menggunakan pendekatan tekstual dengan menggunakan fokalisasi atau sudut pandang serta menerapkan .konsep falosentrisme dan jouissance. Dari hasil analisis ditemukan bahwa penggambaran seksualitas perempuan. yang- falosentris dalam Pengakuan Pariyem lebih besar frekuensi kemunculannya .daripada dalam Saman; sementara- itu; jouissance dalam penggambaran seksualitas perempuan lebih besar frekuensi kemunculannya dalam Saman daripada dalam Pengakuan Pariyem.
Penggambaran seksualitas perempuan yang sangat falosentris berimplikasi pada pornografi, kekerasan seksual, dan mitos tentang seksualitas perempuan. Sementara itu, jouissance. muncul sebagai rekomendasi untuk tidak melanggengkan pandangan yang falosentris tentang seksualitas perempuan.

Phallocentrism and Jouissance : Female Sexuality Description in "Pengakuan Pariyemn by Linus Suryadi Ag and ?Saman" by Ayu UtamiThe aim of this research is to describe female sexuality in two novels, Pengakuan Pariyem by Linus Suryadi Ag and Saman by Ayu Utami, and to analyze phallocentrism and jouissance set forth in these novels.
This research is undertaken by applying textual analysis and adopting the concept of phallocentrism and jouissance. This research shows that the description of female sexuality in Pengakuan Pariyem quantitatively has a larger amount than in Saman. In contrary, jouissance in Saman quantitatively has a larger amount than in Pengakuan Pariyem. Phallocentrism has the implication to pornography, sexual violence, and myth of female sexuality. Whilst jouissance may become a recommendation to create another image of female sexuality which is beyond the phailocentrism.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Latifa Soetrisno
"ABSTRAK
Tesis ini merupakan sebuah analisa atas kasus-kasus kekerasan yang dilakukan suami tehadap istrinya. Pengangkatan tema kekerasan terhadap istri ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa meskipun kekerasan terhadap istri merupakan persoalan yang sangat kompleks, namun di kalangan masyarakat luas masih sedikit orang yang menaruh perhatian dan menganggap penting persoalan ini. Berdasarkan 171 kasus (dikumpulkan dari kasus-kasus, yang ditangani oleh sebuah Lembaga Konsultasi Perkawinan di Jakarta, tahun 1992 s.d. 1996) penelitian ini bertujuan memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tindak kekerasan terhadap perempuan (untuk kasus ini adalah para istri), yang ditelaah dengan perspektif feminis.
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini mencakup tiga hal, pertama bagaimana gambaran mengenai kekerasan yang dialami oleh para istri yang menjadi korban. Untuk mendapatkan gambaran tersebut informasi yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: a) Deskripsi tentang jenis-jenis kekerasan; b) Darnpak dari tindakan kekerasan tersebut; c) Frekuensi kekerasan; d) Diskripsi mengenai proses terjadinya tindak kekerasan. Penelitian ini juga mengangkat latar belakang terjadinya tindak kekerasan menurut sudut pandang korbanlistri dan pelaku kekerasan/suami serta mencoba meninjau masalah kekerasan dari perspektif feminis. Penjabaran masalah ini diangkat berdasarkan asumsi bahwa masih relatif sedikit studi yang mencoba mengungkapkan kuantitas dan kualitas kekerasan yang dihadapi perempuan dalam konteks keluarga.
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka dilakukan analisis isi atas data yang telah dikumpulkan. Berdasarkan analisa atas kasus-kasus tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa kekerasan menimpa pasangan suami-istri dari berbagai lapisan sosial ekonomi. Karakteristik istri maupun suami juga sangat bervariasi. Baik suami maupun istri menjalankan berbagai profesi dan menduduki berbagai jabatan serta sebagian besar berpendidikan tinggi (tingkat SMA ke atas).
Berdasarkan kasus-kasus kekerasan ini terungkap berbagai jenis kekerasan yang dilakukan suami terhadap istrinya, yaitu tindak kekerasan fisik, verbal dan seksual. Tindakan suami tidak hanya berdampak secara fisik (seperti meninggalkan bekas memar, biru, berdarah, dan sebagainya) tetapi juga berdampak secara psikologis. Apabila ditinjau dari segi frekuensi, maka teridentifikasi dari 171 kasus terdapat 118 kasus yang mengungkapkan bahwa istri sering mengalami tindak kekerasan.
Berdasarkan hasil pengamatan lebih dalam terhadap kasus kekerasan ini maka diketahui bahwa sebagian besar tindak kekerasan sudah dimulai sejak awal perkawinan dan umumnya sebelum tindak kekerasan terjadi diawali terlebih dahulu dengan pertengkaran-pertengkaran. Menurut sudut pandang istri ada beberapa hal (yang menonjol) yang menjadi pemicu kekerasan, yaitu 1) adanya orang `ketiga' dalam perkawinan, 2) hal-hal yang berkaitan dengan tanggung jawab suami, 3) istri tidak menuruti kehendak suami, 4) istri tidak menanggapi perkataan suami, 5) suami mempunyai `kepribadian aneh' dan karena sebab lainnya. Sementara menurut sudut pandang suami, hal yang memotivasi mereka untuk melakukan tindak kekerasan adalah: 1) istri "cerewet"; 2) ingin "mendidik" istri; 3) karena istri menyeleweng, 4) karena istri bersikap kasar pada suami, 5) istri diam saja bila ditanya suami; 6) suami mengaku `khilaf.
Apabila ditinjau dari sudut pandang feminis, maka dapat dikatakan bahwa berbagai tindak kekerasan terhadap istri merupakan cermin adanya ketidaksetaraan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Tindak kekerasan diyakini menjadi timbul bukan semata-mata karena adanya penyimpangan kepribadian akan tetapi karena adanya norma-norma atau nilai-nilai yang memberikan penghargaan lebih kepada kaum lelaki. Sehingga kaum laki-laki memiliki hak untuk mengontrol, termasuk mendominasi, segala hal yang berkaitan dengan hubungan antara laki dan perempuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindak kekerasan merupakan bagian dari tatanan sosial yang mentoleransi dominasi/kontrol suami terhadap istri.
Dalam kenyataan, adanya nilai-nilai yang sangat merendahkan perempuan tersebut telah terinternalisasi sedemikian kuat dalam benak istri sebagai korban kekerasan tersebut. Tidak jarang para istri tersebut menampilkan sikap `rnendua' yaitu di satu sisi mereka merasa sangat menderita, takut dan terancam jiwanya tetapi di pihak lainnya mereka tampak berusaha untuk memaharni, menerima bahkan acapkali menyalahkan diri sendiri (self-blame) atas timbulnya kekerasan. Dengan mengadopsi sikap yang demikian dapatlah dipahami apabila korban kekerasan mengembangkan pemahaman yang keliru tentang banyak hal.
Dalam upaya mencegah sekaligus menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengurangi tindak kekerasan terhadap para istri, suatu pendekatan yang terintegrasi baik' dari segi pendidikan, hukum maupun dari segi jasa pelayanan/penanganan sangatlah diperlukan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hukom, Grace A.D.
"Dampak Program JPS bagi proses pemberdayaan perempuan diangkat sebagai masalah utama tesis ini karena banyak fakta menunjukkan bahwa situasi krisis sangat berisiko bagi perempuan dan anak-anak, sementara intervensi JPS hanya menjadikan perempuan sebagai objek dari distribusi bantuan. Penelitian ini merupakan studi kasus tentang masyarakat penerima manfaat pada Program JPS yang dilakukan World Vision dengan dukungan CIDA yang dilakukan di wilayah Kelurahan Cilincing dan Kalibaru. Analisis kasus dilakukan dengan menelusuri siklus manajemen proyek dan berbagai dokumen. Analisis jender yang dilakukan pada kelompok masyarakat penerima manfaat bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data mengenai peran jender yang melekat pada laki-laki dan perempuan dalam kelompok masyarakat di wilayah Cilincing dan Kalibaru.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa Program JPS yang merupakan pendekatan sosial untuk memberdayakan masyarakat yang terkena dampak krisis dilakukan dalam jangka waktu pendek dan lebih menjawab kebutuhan pangan dan kesehatan masyarakat penerima manfaat saja. Dengan kata lain, program itu hanya menjawab kebutuhan praktis jender seperti makanan, gizi ibu dan anak, sanitasi lingkungan. Penelitian ini juga menemukan bahwa pola bantuan JPS yang berjangka pendek dan menggunakan pendekatan dari atas ke bawah membuat pelaksana program JPS tidak peka lagi terhadap strategi pemenuhan kebutuhan yang telah dimiliki setiap individu. Pendekatan itu tidak lagi mengkategorikan mereka yang paling terkena dampak krisis, tetapi memberi bantuan kepada keluarga. Pelaksana JPS tidak menyadari bahwa dalam keluarga telah terjadi pembagian kerja sesuai dengan peran masing-masing, akses dan kontrol pada sumber daya yang ada. Akibatnya, intervensi bantuan justru menambah beban peran perempuan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T14625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Mega
"Polisi wanita (polwan) yang sudah menikah memiliki tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga, pendamping dan pendorong suami serta ibu bagi anak-anaknya. Semangat untuk berprestasi dan kesuksesan untuk mencapai karir di Kepolisian, hendaknya harus pula diikuti dengan keberhasilan dalam membina kehidupan rumah tangga. Polwan merupakan bagian integral dari Polri hingga tidak dapat terlepas dalam dinamika organisasi Polri guna mewujudkan profesionalismenya. Menjadi seorang polwan dihadapkan kepada dua hal yang sama penting dan berat, yaitu keberhasilan sebagai polisi dan kesuksesan membina rumah tangga. Kewajiban polwan sebagai seorang wanita adalah menjadi pendorong bagi suami serta ibu bagi anak-anaknya. Sementara itu prestasi dan kesuksesan untuk mencapai karir di Kepolisian harus pula diikuti keberhasilan dalam membina kehidupan rumah tangga.
Tuntutan atau role expectation dari kedua peran dalam keluarga maupun dalam pekerjaan inilah yang kemudian dapat menimbulkan konflik peran pada polwan yang sudah menikah. Hal ini sejalan dengan penjelasan Lindzey & Aronson (1968 dalam Wulandari 1997) bahwa konflik peran dapat terjadi ketika seorang memiliki dua atau Iebih posisi secara bersamaan, dimana pemenuhan harapan dari satu peran tidak sesuai dengan peran lainnya. Frieze (1978 dalam Wulandari 1997) juga menambahkan, bahwa wanita yang telah menikah dan memiliki anak setidaknya akan mengalami konflik antara tugasnya sebagai ibu rumah langga dengan tugasnya sebagai wanita. Selain itu, ia juga akan mengalami beban yang berlebih dari setiap peran yang dimilikinya. Hal ini akan membuat wanita mengalami kesulitan dalam mengamr waktu karena peran-peran yang dimiliki menuntut waktu yang tidak sedikit.
Sejalan dengan hal tersehut di atas, Stevenson (1994 dalam Wulandari 1997) mengungkapkan bahwa stres yang paling berat bagi wanita adalah mengintegrasikan peran mereka dalam keluarga dengan peran dalam pekerjaan. Hal ini didukung oleh pendapat Burden et. al (dalam Thomas &. Ganster, 1995) bahwa potensi akan terjadinya konflik dan stres meningkat sejalan dengan usaha seorang dalam menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga.
Penelitian ini bermaksud untuk melihat lebih lanjut mengenai fenomena konflik peran sebagai polwan dan ibu rumah tangga yang dialami oleh polwan yang sudah menikah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif berupa wawancara mendalam terhadap enam orang subyek guna memperoleh pemahaman mendalam mengenai konflik yang dihadapi dan coping yang dilakukan subyek.
Dari wawancara kualitatif yang dilakukan terhadap keenam subyek, diperoleh hasil bahwa masing-masing subyek tetap akan rnenemui konflik dalam hubungannya dengan kedua peran yang dijalani. Konflik peran terjadi terutama dengan polwan yang sudah memiliki anak dan kurang mendapat dukungan dari pihak keluarga. Konflik peran tersebut terjadi ketika subyek kurang mampu mengontrol diri dan emosi dalam keadaan lelah, kurangnya waktu yang cliberikan kepada suami dan anak, tidak dapat memenuhi keinginan anak untuk rekreasi. Dampak dari konflik peran yang dimiliki oleh keenam subyek juga bervariasi, diantaranya seperti terjadinya konflik kecil antara dengan suami yang menyebabkan terganggunya konsentrasi dalam pekerjaan, sikap yang lebih protektif terhadap anak, kondisi psikis yang Iebih mudah mengalami stres, pcrasaan bersalah terhadap keluarga.
Seluruh subyek memilih melakukan coping yang berfokus pada masalah (problemfocused coping) dalam mengatasi stres yang disebabkan oleh konflik yang dialami. Sementara itu tiga subyek tidak hanya melakukan coping dengan berfokus kepada masalah yang dihadapinya saja, melainkan juga dengan menggunakan coping yang berfokus pada emosi mereka (emotion-focused coping). Dalam melakukan coping nya, keselumhan subyek memanfaatkan sumber claya yang bersifat eksternal yang berupa dukungan sosial dari anggota keluarga dan tenaga komersial (pembantu). Dukungan sosial yang diperoleh dari keluarga yaitu berupa dukungan emosi (emotional support), informasi (informational support), harga diri (esteem support). Sementara sumber daya internal yang dimiliki oleh beberapa subyek adalah sumber daya fisik meliputi kesehatan dan energi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estee Fina Pleyto
"Dalam bekerja, para pekerja seks biasanya membangun tembok yang menghalangi atau membatasi antara dirinya yang sebenarnya (real self) dengan dirinya pada saat mereka melayani para pria yang menjadi konsumennya. Barry (1995) menyebutnya sebagai disengangement, di mana pekerja seks membangun suatu jarak emosional dengan dirinya sendiri. Pheterson (1996) menyebut gejala ini sebagai detachment (ketidakterlibatan). Salah satu komponen utama yang digunakan untuk mengembangkan definisi pelacuran atau prostitusi adalah adanya ketidakacuhan emosional.
Konsep serupa dikemukakan oleh Seeman (dalam Mirowsky & Ross, 1989) sebagai self-estrangement, yaitu perasaan individu bahwa dirinya terpisah dari pikiran, perilaku, dan pengalamannya sendiri karena berada di bawah kontrol orang lain. Maddi dkk. (1979) menyebut gejala serupa sebagai vegetativeness, yaitu ketidakmampuan individu untuk memberikan makna pada pekerjaannya. Sikap yang terkait dengan vegetativeness adalah sikap apatis dan tidak perduli. Self-estrangement atau vegetativeness merupakan salah satu dimensi/bagian atau jenis dari alienasi, sebuah tema yang akan dibahas dalam penelitian ini. Maddi juga menemukan bahwa alienasi berkorelasi negatif secara signifikan terhadap makna hidup. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran alienasi dan makna hidup pada pekerja seks.
Penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Alienasi (oleh Maddi dkk.,1979) dan Skala Makna Hidup (oleh Crumbaugh & Macholick) yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh Komalasari (1995). Selain itu peneliti juga membuat pedoman wawancara terstandar yang terbuka untuk mendapatkan data kualitatif.
Dari hasil analisis ditemukan bahwa secara umum para pekerja seks di PSBKW Harapan Mulya Kedoya teralienasi dari kehidupannya. Para pekerja seks tersebut terpisah dan menjadi asing (alienated) dari pekerjaan, dari diri mereka sendiri, dari masyarakat (institusi sosial), dari hubungan interpersonal, serta dari keluarga mereka. Seluruh dimensi alienasi dihayati oleh para pekerja seks dalam seluruh area alienasi, dengan penghayatan paling signifikan adalah penghayatan powerlessness, diikuti oleh penghayatan nihilism, vegetativeness, dan terakhir penghayatan adventurousness. Alienasi dari hubungan interpersonal terkait erat dengan alineasi dari institusi sosial dan alienasi dari diri sendiri. Riga ditemukan bahwa alienasi dari hubungan interpersonal tidak sating terkait dengan alienasi dari keluarga. Selain itu, para pekerja seks di PSBKW Harapan Mulya Kedoya yang teralineasi belum tentu tidak rnemiliki penghayatan terhadap makna atau tujuan hidupnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17874
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Karlina Ridwan
"Maraknya perilaku agresif yang terjadi memunculkan pemikiran akan perlunya pengembangan alat ukur psikologi mengenai agresi. Tes yang mampu mengukur agresi dibutuhkan untuk memprediksi dan mengukur tingkat kekerasan pada populasi klinis, termasuk di sini pelaku tawuran pelajar. Melalui pemikiran akan perlunya pengembangan alat ukur agresi, dan keunggulan pads AQ sebagai instrumen yang mengukur agresi, maka penulis merasa perlu dilakukan penelitian terhadap AQ, yang telah diadaptasi dan dimodifkasi oleh Widyastuti (1996). Karena itu, penulis melakukan uji alat ukur AQ dengan membandingkan respon siswa pelaku dan bukan pelaku tawuran pelajar.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif. Subyek pada kelompok tawuran pelajar merupakan siswa-siswa (laki-laki) SMK A, sementara subyek pada kelompok bukan tawuran pelajar adalah siswasiswa SMA B. Jumlah keseluruhan subyek 99 orang, dengan 50 orang clan kelompok tawuran dan 49 orang dari kelompok bukan tawuran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa agresi pada kelompok tawuran lebih tinggi secara signifikan dibandingkan agresi pada kelompok bukan tawuran. Tingkat agresi pada kelompok bukan tawuran secara signifikan Iebih bervariasi dibandingkan pada kelompok bukan tawuran. Perbedaan agresi pada kelompok tawuran dan bukan tawuran narnpak jelas pada dimensi agresi fisik, dimana kelompok tawuran memiliki tingkat agresi fisik yang cenderung lebih tinggi sementara untuk dimensi agresi yang lain, yaitu agresi verbal, agresi marah, dan agresi benci, nampak tidak ada perbedaan signifikan pada kedua kelompok. Tingginya agresi pada kelompok tawuran dibandingkan kelompok bukan tawuran sesuai dengan asumsi peneliti dan ini menjelaskan bahwa AQ bisa membedakan individu yang cenderung agresif dan cenderung tidak agresif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahli Rumekso
"Sebagai garda terdepan dalam penanganan keamanan dan ketertiban di suatu negara maka anggota Polri harus selalu siap untuk ditugaskan dalam situasi apapun dan di waktu kapanpun, bahkan harus rela mengorbankan kepentingan diri dan keluarganya. Anggota Polri yang tergabung dalam BKO (Bawah Kendali Operasi) bertugas untuk mendukung tugas Kepolisian di daerah konflik dan bertugas minimal selama enam bulan. Banyak masalah yang harus dihadapi mereka, misalnya : minimnya informasi tentang wilayah baru baik situasi sosial maupun kondisi fisik sehingga menimbulkan stres, dan juga harus berpisah dari keluarga, baik itu orang tua maupun anak istri. Banyak dari mereka yang BKO tersebut sudah berkeluarga. Ketika bertugas tersebut, mereka tidak boleh membawa keluarganya sehingga mereka harus rela untuk berpisah dari orang -orang yang mereka cintai. Bagi keluarga yang ditinggalkan dalam hal ini adalah istri, di mana secara langsung mempunyai kedekatan emosional, selain harus memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa kehadiran suami, mereka juga mengkhawatirkan keberadaan suami di daerah rawan konflik bersenjata. Seorang istri harus berperan ganda, selain ibu juga sebagai ayah sedangkan dia sendiri mengalami goncangan emosi, cemas terhadap situasi kerja suami dan kekhawatiran akan perilaku suami di daerah konflik. Bertolak dari fenomena tersebut diperoleh garnbaran permasalahan baik suami yang sedang menjalankan tugas serta istri dan keluarga yang ditinggalkan. Situasi yang menekan, tersebut memunculkan perilaku untuk menghadapinya atau perilaku coping.
Semua individu akan berusaha keluar dari situasi yang menekan dan tidak menyenangkan dengan cara menyesuaikan diri terhadap situasi tersebut. Usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi keadaan yang menekan, menantang atau mengancam, serta menimbulkan emosi-emosi yang tidak menyenangkan disebut sebagai lingkah laku coping (Lazarus, 1976). Sarafino (1990) mengatakan bahwa individu melakukan perilaku coping sebagai usaha untuk menetralisir atau mengurangi styes, kecemasan yang terjadi dalam suatu proses. Menurut Lazarus, dick (dalam Sarafino, 1990), coping memiliki dua fungsi utama, yaitu : 1) merubah permasalahan - permasalahan yang menjadi penyebab timbulnya stres dan 2) mengatur respon - respon emosional yang muncul sebagai akibat timbulnya permasalahan - permasalahan tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bentuk strategi yang dipilih adalah studi kasus. Penelitian ini mengambil subyek penelitian yaitu istri anggota Polri yang ditinggal suaminya dalam penugasan di daerah konflik dan anggota Polri yang pemah bertugas di daerah konflik dalam rangka bawah kendali operasi. Subyek yang diambil sebanyak tiga orang istri anggota Polri yang ditinggal BKO dan tiga anggota Polri yang pernah bertugas BKO.
Jenis coping yang dipilih subyek dalam merespon satu masalah yang dihadapi dapat berbeda-beda hal ini berhubungan dengan penilaian subyektif terhadap masalah, intensitas dan waktu stres, dan adanya stresor lain, pengalaman sebelumnya, karakteristik individu, dll. Terdapat kesamaan coping yang dipilih pada subyek istri terhadap masalah yang berkaitan dengan peran ganda yaitu seeking social support for instrumen reason dan emotional reasons. Sedangkan masalah yang berkaitan dengan dinas, coping acceptance digunakan oleh istri dan anggota Polri.
Dalam menghadapi permasalahan, individu bisa menggunakan kedua jenis coping diatas, yaitu penggunaan jenis coping yang berorientasi pada masalah maupun coping yang berorientasi pada emosi. Namun seberapa sering penggunaan dari masing - masing jenis coping tersebut tergantung pada tuntutan atau permasalahan- permasalahan yang timbul serta bagaimana individu menilai tuntutan - tuntutan atau permasalahan-permasalahan tersebut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>