Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Hanin Fatah
Abstrak :
Financial Distress yang dibahas dalam tesis ini adalah financial distress yang terjadi akibat perusahaan yang diteliti mengalami ketidakmampuan melunasi hutang dalam bentuk L/C impor, di mana L/C-nya berbentuk UPAS Usance, L/C (Usance LIC Payable At Sight). Karena antara perusahaan yang diteliti dengan pihak kreditor tidak mencapai suatu kesepakatan dan karena Bank/kreditor yang bersangkutan direkapitalisasi oleh pemerintah, maka akhimya kasus ini diserahkan ke BPPN. Hingga saat ini, perusahaan yang diteliti masih berada di BPPN dan sedang dalam tahap review. Atau biasa disingkat dengan L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh suatu Bank atas permintaan importir langganan Bank tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir yang memberi hak kepada eksportir yang bersangkutan untuk menarik wesel-wesel atas importer bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu. Seterusnya Bank bersangkutan menjamin untuk mengakseptir (accept) atau menghonorir wesel yang ditarik itu asal saja sesuai dan memenuhi semua syarat yang tercantum dalam surat tersebut. Sedangkan Financial Distress yang dialami oleh suatu perusahaan dapat dilihat dari faktor internal dan faktor eksternal. Untuk mengukur Financial Distress dilakukan dengan analisa terhadap faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal tersebut. Faktor-faktor internal akan dianalisa antara lain melalui cash flow, degree of indebtedness, debt service dan nilai Z-score. Sedangkan faktor-faktor eksternal akan dianalisis melalui kerugian kurs dan bunga hutang L/C. Berdasarkan hasil penelitian, faktor eksternal lebih banyak pengaruhnya dalam mempengaruhi terjadinya Financial Distress, terutama faktor kerugian kurs yang sangat besar yang diakibatkan oleh dispute dengan kreditor, di mana kreditor berpedoman pada peraturan pemerintah (Menko EKUIN) yang mengatur setiap perbankan nasional harus mengkonversi hutang yang berbentuk dolar ke rupiah. Seperti dikatakan oleh Ross, Westerfield, dan Jaffe dalam buku "Corporate Finance", perusahaan yang mengalami kondisi Financial Distress akan berusaha menangani masalah Financial Distress dengan solusi antara lain melalui negosiasi dengan pihak bank dan kreditor-kreditor lain. Maka untuk perusahaan yang diteliti, juga telah melakukan hal yang sama, namun karena kedua belah pihak tidak mencapai suatu kesepakatan, akhirnya pihak kreditor (Bank BNI) menyerahkan kasus ini ke BPPN.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gorat, Bataris
Abstrak :
Banyak yang berpendapat, bahwa krisis mata uang Asia Tenggara yang bermula dari jatuhnya nilai mata uang Thailand, tidak akan berpengaruh banyak terhadap perekonomian Indonesia, sebab perekonomian Indonesia memiliki fundamental yang kuat. Kenyataannya, bagi Indonesia, krisis yang semula disebut krisis moneter tersebut, telah berkembang menjadi krisis multi dimensi dan puncaknya adalah krisis kepercayaan terhadap institusi negara dan kepemimpinan nasional. Harus diakui, krisis kali ini telah mengubah tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Hasil kajian Kaminsky dan Reinhart terhadap indikator makro, seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, neraca pembayaran, sistem keuangan dan perbankan menunjukkan, bahwa fundamental ekonomi Indonesia sebelum krisis ternyata tidak seperti yang diduga banyak orang. Kekuatan ekonomi yang mendapat pujian selama ini, ternyata tidak lebih dari istana pasir. Berbagai laporan tentang hal itu ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Meskipun sulit mencari akar krisis yang sesungguhnya, ada pendapat yang mengatakan, bahwa praktek, kebijakan dan pendekatan ekonomi yang diterapkan selama ini merupakan salah satu penyebab meluasnya krisis. Praktek, kebijakan dan pendekatan ekonomi yang diterapkan sejak lama, sama sekali tidak mendukung terwujudnya struktur perekonomian yang kuat dan sehat. Sebaliknya, justru melahirkan penggelembungan yang sangat rentan (bubble conomy). Perkembngan dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi semata-mata karena eksploitasi sumber-sumber ekonomi yang berlebihan, bukan karena efisiensi penggunaan. Ketika krisis terjadi, beberapa kejutan besar segera dialami oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Aliran modal yang terus meningkat sebelum krisis, berbalik turun karena hilangnya kepercayaan terhadap lingkungan usaha di Indonesia. Tajamnya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing serta-merta membengkakkan beban hutang luar negeri sebagian perusahaan, bahkan memacetkan transaksi internasionalnya. Meningkatnya inflasi dan melonjaknya pengangguran membuat daya beli masyarakat merosot secara drastis. Kondisi keos segera menyusul ketika arah pemulihan ekonomi tidak dapat diprediksi, bahkan memberi gambaran yang sangat rumit, tidak stabil dan tidaksinambung secara fungsional. Penyimpangan semakin lama semakin membesar dan sering terjadi pengulangan-pengulangan yang sesungguhnya tidak memperbaiki keadaan. Disisi lain, kondisi perusahaan-perusahaan di Indonesia sebelum krisis yang ekspansif, konglomerasi, tidak peka, batas otoritas dan tanggung jawab yang tidak jelas merupakan penyakit kronis yang makin memperburuk keadaan. Fenomena itu sebenarnya bukan hal luar biasa, sebab lahirnya perusahaan-perusahaan di Indonesia, termasuk perusahaan PMA dan perusahaan PMDN, yang mengklaim dirinya kuat dan berdaya saing, terkait erat dengan pola korporatisme dan kronisme. Mereka tumbuh dan berkembang bukan karena kompetensi. Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa kebijakan pemulihan ekonomi yang blurred turut menambah kebingungan para pelaku usaha dalam menyelamatkan usahanya. Kesulitan mamprediksi arah, tahapan, tujuan dan batas waktu pemulihan semakin meningkatkan risiko negara berkaitan dengan iklim berusaha (country risk). Sangat berbeda dengan lingkungan usaha sesudah krisis, lingkungan usaha sebelum krisis cukup ramah yang membuat setiap orang ingin melakukan usaha, khususnya para pelaku usaha yang sangat percaya pada hubungan baik. Sekarang ini, perusahaan-perusahaan di Indonesia telah dihadapkan pada perubahan drastis yang tidak terbayangkan sebelumnya. Berbagai elemen lingkungan usaha yang saling terkait telah berubah secara drastis. Pembalikan kondisi tampak jelas akibat hantaman krisis keuangan yang diperkuat oleh tindakan-tindakan yang sesungguhnya tidak memperbaiki keadaan. Memang perubahan kondisi lingkungan usaha memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap perusahaan. Akan tetapi, untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian mendasar, perusahaan harus mampu berhadapan dengan lingkungan usaha yang mungkin secara kasar akan memperpendek waktu yang diperkenankan untuk melakukan penyesuaian. Dan pada akhirnya, lingkungan usaha hanya menyediakan ruang dan kesempatan bagi perusahaan yang memiliki kompetensi dan daya saing yang sesungguhnya. Itulah sebabnya, para pakar organisasi dan manajemen moderen selalu mengatakan, hanya perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif berkelanjutan yang mampu bertahan dan berkembang. Perusahaan kategori ini adalah perusahaan yang secara terus-menerus dapat menilai dengan seksama sifat, arah dan kecepatan perubahan, mengkaji ulang kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, mengidentifikasi peluang dan hambatan yang ada. Berbagai konsep dan teori organisasi berusaha menggambarkan bagaimana perusahaan bereaksi apabila mendapat gangguan akibat adanya perubahan. Teori ekologi populasi mengatakan, perusahaan dapat menjaga harmoni dengan lingkungan melalui proses suatu pembelajaran. Menurut teori kontinjensi, kemampuan perusahaan merespons perubahan tergantung pada kemampuannya menciptakan sesuatu yang bernilai khusus. Menurut teori ketergantungan sumber, kendala yang dihadapi perusahaan akibat adanya perubahan akan ditransformasikan ke dalam fungsi-fungsi interen untuk meredam dampak buruknya. Sedangkan menurut teori kelembagaan, perusahaan dapat menyesuaikan diri atau mengendalikan perubahan. Menyesuaikan diri (adaptasi) dilakukan dengan cara menyetujui atau berkompromi, sebaliknya mengendalikan dilakukan dengan cara memanipulasi, menentang atau menghindari perubahan agar tidak merugikan. Salah satu strategi pengelolaan lingkungan usaha adalah dengan melakukan perubahan. Pilihan organisasional dapat didasarkan pada sasaran dan alasan perubahan. Sasaran perubahan dapat ditujukan pada lingkungan interen atau eksteren, sedangkan alasan perubahan dapat bersifat reaktif atau proaktif. Pilihan perubahan juga ditentukan oleh pertimbangan risiko, skala dan investasi. Perubahan interen secara bertahap adalah perubahan yang berisiko rendah dan investasi kecil, sedangkan perubahan eksteren yang radikal adalah perubahan yang berisiko tinggi dan investasi besar. Ketepatan suatu strategi dalam merespons lingkungan digunakan untuk menjelaskan strategi yang berhasil. Kegagalan sering terjadi bukan karena buruknya strategi, tetapi karena strategi yang digunakan tidak sesuai. Ada dua pendekatan yang sangat populer dan berpengaruh di dalam perumusan strategi berdasarkan pandangannya terhadap faktor sentral pembentukan keunggulan usaha. Masing-masing pendekatan memiliki pandangan yang berbeda mengenai dari mana perumusan suatu strategi seharusnya dimulai. Pendekatan pertama memandang kualitas sumber daya sebagai pertimbangan utama, sedangkan pendekatan kedua memandang daya tarik pasar dan struktur industrinya sebagai pertimbangan utama dalam merumuskan suatu strategi. Proses perumusan strategi mencakup aspek yang sangat luas, seperti analisis, perencanaan, pengambilan keputusan, visi, misi, budaya dan sistem nilai. Suatu perubahan sering melibatkan berbagai aspek dengan komposisi dan kadar yang tidak terukur. Fenomena ini memberi kontribusi penting bagi berkembangnya berbagai perspektif dan model pengambilan keputusan stratejik. Sesuai judul tulisan ini, tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran umum mengenai respons perusahaan PMA dan perusahaan PMDN terhadap lingkungan usaha di Indonesia dalam kurun waktu 1997-2001, strategi yang digunakan serta ada tidaknya perbedaan respons dan strategi menurut status perusahaan dan bidang usaha. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, data penelitian yang diperoleh dari lembaga terkait, diolah dan diuji dengan menggunakan metode pengujian statistik nonparametrik, seperti Uji Modus, Uji Perbedaan dan Uji Korelasi Tata Jenjang. Pengujian dan analisis dilakukan, baik secara kategorial (sub populasi) berdasarkan status perusahaan dan bidang usaha maupun secara keseluruhan sebagai satu populasi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso
Abstrak :
Hubungan Australia - Indonesia berjalan sejak masa awal kemerdekaan Indonesia. Hubungan antara Indonesia dengan Australia semakin meningkat bersamaan dengan kepentingan ekonominya di berbagai bidang. Hubungan Indonesia - Australia pada masa pasca perang dingin mengalami perubahan bersamaan dengan berubahnya tata dunia internasional dari bipolar ke multipolar. Perubahan-perubahan ini mendorong Australia berperan secara aktif di IGGI, APEC, ARF, IMF dan organisasi-organisasi multilateral lainnya. Perkembangan hubungan Australia dari waktu ke waktu perlu dianalisis akibat dari perubahan eksternal dan internal di Indonesia dan Australia serta lingkungan dunia secara global. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui perkembangan hubungan di bidang ekonomi antara Australia dan Indonesia berdasarkan tinjauan kebijakan ekonomi Indonesia di sektor perdagangan dan industri, yang dijalankan kedua negara tersebut. Teori yang dipergunakan adalah mengenai konsep kebijakan publik dan hubungan ekonomi antar negara. Metode penelitian adalah desain penelitian deskriptif dan analisis data menggunakan pendekatan kualitatif/historis. Dalam hal ini subjek atau pokok penelitian adalah kebijakan-kebijakan ekonomi Indonesia di sektor perdagangan dan industri yang dilakukan akibat hubungan antara Australia - Indonesia dan metode pengumpulan data melalui analisis data sekunder. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Australia memiliki kepentingan yang cukup besar di bidang ekonomi di Indonesia. Hubungan Australia dari waktu ke waktu tetap berkisar pada masalah ekonomi dan tidak jauh pula dari masalah politik. Oleh karena itu, peranan Australia yang semakin aktif di dunia internasional dapat digunakan untuk mengambil inisiatif dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan mempertimbangkan hubungan antara Indonesia - Australia, dimana dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian dan peranannya di badan-badan organisasi multilateral.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Widjonarko
Abstrak :
Peranan minyak dan gas bumi yang secara tradisional menjadi sumber devisa negara, dana pembangunan dan sebagai komoditi guna pemenuhan energi dalam negeri diperkirakan masih tetap dominan terhadap perekonomian Indonesia, setidak-tidaknya sampai dua dasawarsa mendatang. Sebagai salah satu andalan penerimaan negara, kekayaan sumberdaya alam minyak dan gas bumi dengan produksi rata-rata 1,5 juta barel minyak bumi dan 3 milyar kaki kubik gas bumi perhari, menjadikan Indonesia pada saat ini sebagai negara produsen minyak dan gas bumi terbesar di Asia Tenggara. Sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar tahun 1945, Pasal 33, ayat (2) dan (3) dinyatakan secara tegas bahwa sumberdaya minyak dan gas bumi sebagai bagian dari kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia adalah dimiliki dan dikuasai oleh negara. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa sumberdaya minyak dan gas bumi merupakan property right negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Rancangan penelitian ini adalah mengkaji bentuk kerjasama atau sistem kerjasama pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia dengan model keputusan yang disusun dari hirarki manfaat dan hirarki biaya yang dilakukan untuk memperoleh pilihan strategi atau kebijakan sistem kerjasama. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan metodologi AHP untuk analisis manfaat-biaya guna menentukan alternatif sistem kerjasama pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia berdasarkan sistem kerjasama pengusahaan minyak dan gas bumi yang telah diterapkan atau sistem kerjasama lain yang diharapkan akan memberikan manfaat dan kontribusi penerimaan negara yang optimal, serta berdampak positif kepada masyarakat. Model keputusan tersebut dianalisis menggunakan software Expert Choice 2000 untuk menentukan skala prioritas global dari masing masing hirarki. Hasil akhir analisis dengan membandingkan total manfaat dengan total biaya yang diperoleh dari analisis prioritas global diperoleh rasio manfaat-biaya berturut-turut dari yang tertinggi sebagai alternatif strategi atau kebijakan sistem pengusahaan minyak dan gas bumi adalah Kontrak Royalti dan Pajak 1,217, Kontrak Karya 1,021, , Kontrak Bagi Hasil Tanpa Pembatasan Cost Recovery 0,943, Kontrak Bagi Hasil Dengan Pembatasan Cost Recovery 0,996 dan Kontrak Jasa 1,047.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Popon Herawati A. M.
Abstrak :
Universitas Mercu Buana (UMB) senantiasa melakukan perbaikan baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Usaha itu dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan citra perguruan tinggi, seperti peningkatan jumlah lulusan yang berkualitas, jumlah mahasiswa dan peningkatan prestasi mahasiswa. Semua itu perlu dukungan SDM yang handal dan modal, antara lain alokasi dana serta sarana dan prasarana yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh SDM, alokasi dana dan infrastruktur terhadap kinerja UMB antara lain jumlah lulusan dan jumlah mahasiswa Universitas Mercu Buana. Penelitian dimulai dengan pengumpulan data time series dari tahun 1985 sampai tahun 2000, dengan menggunakan metode exploratif dan survei. Analisis data dilakukan dengan analisis statistik dengan bantuan SPSS (Statistical Package for Social Science). Berdasarkan hasil analisis korelasi diketahui bahwa variabel independen dana pembelajaran, kualitas dosen yang lulus program pascasarjana dan infrastruktur berhubungan sangat kuat dengan jumlah kelulusan mahasiswa. Sedangkan jumlah mahasiswa baru berkorelasi sangat kuat dengan variabel independen SDM, promosi dan infrastruktur. Hasil analisis regresi, menunjukkan bahwa variabel independen, scoring dosen tetap yang menyelesaikan pascasarjana dan jumlah dana anggaran LP2M respon terhadap variabel dependen jumlah lulusan. Sedangkan variabel independen lainnya tidak respon terhadap variabel dependen. Berdasarkan kesimpulan di atas, perlu disarankan sebagai berikut untuk meningkatkan jumlah kelulusan mahasiswa, dukungan biaya operasional perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan jumlah lulusan juga perlu meningkatkan jenjang pendidikan dosen ke tingkat pascasarjana di perguruan tinggi yang berkualitas. Sistem informasi perlu dibangun lebih baik lagi terhadap sasaran calon mahasiswa Universitas Mercu Buana agar jumlah mahasiswa baru dapat meningkat antara lain melalui promosi intensif dan penjaringan bibit unggul dari berbagai SMU.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Prahastuti
Abstrak :
Perekonomian Cina mengalami peningkatan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir apalagi dengan masuknya Cina menjadi anggota WTO akan menambah keterbukaan ekonomi Cina dan akan memberikan peluang dan tantangan baru terhadap hubungan perdagangan Cina dengan mitra dagangnya. Dalam hal tersebut, Indonesia dapat mengambil keuntungan dari Cina dengan melakukan penetrasi terhadap pasar Cina yang sedang tumbuh, mengembangkan hubungan yang saling melengkapi dengan perekonomian Cina, menarik investasi dari Cina dan menciptakan hubungan kerjasama pembangunan dengan Cina. Untuk melihat peluang tersebut, penulis melakukan penelitian tentang ekspor Indonesia ke pasar Cina dengan tujuan untuk menggambarkan perkembangan ekspor komoditi Indonesia ke Cina; mengkaji potensi komoditikomoditi Indonesia yang mempunyai daya saing di pasar Cina; menjelaskan daya saing komoditi unggulan Indonesia tersebut, apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya khususnya Malaysia dan Thailand. Selama ini hubungan perdagangan Indonesia dengan Cina mengalami perkembangan pesat sejak tahun 1990 dan pada tahun 2002 Cina menduduki urutan ke-4 baik sebagai negara tujuan ekspor dan urutan ke-3 sebagai negara asal impor bagi Indonesia. Indikasi hal itu antara lain dapat dilihat dari total nilai perdagangan dalam periode lima tahun terakhir (1997-2001) cukup besar dimana pada tahun 2001 sebesar US$ 4,04 milyar dengan posisi Neraca Perdagangan menunjukkan surplus bagi Indonesia. Peluang yang ada di pasar Cina tersebut dapat dimanfaatkan dengan terus meningkatkan ekspor berbagai komoditi Indonesia, komoditi yang dimiliki Indonesia tersebut dihitung dengan menggunakan metoda analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan daya saing komoditi Indonesia tersebut di pasar Cina dan metode analisa Constant Market Share (CMS) dapat melihat kinerja ekspor komoditas Indonesia di pasar internasional. Dari hasil analisis dapat diketahui pengaruh impor negara tujuan ekspor, komposisi komoditi, dan daya saing terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia. Dari hasil analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dapat diuraikan 16 komoditi unggulan Indonesia yang mamiliki nilai trend dan RCA yang paling besar dan mempunyai daya saing sangat kuat yaitu Batang dan batang kecil besilbaja dalam gulungan, Kain tenun dari serat staple sintesis, Batu monumen dan batu bangunan, Belahan ikan tanpa tulang dan daging ikan lainnya, Asam lemak monokarboksilat industrial, Tempat duduk yang dapat ltidak menjadi tempat tidur, Sisa dan skrap tembaga, Minyak atsiri mengandung terpena atau tidak, Polimer akrilik dalam bentuk asal, Pati inulin, Wadah untuk mengangkut/mengemas dari plastik, Asam asiklik monokarboksilat jenuh, halida dsb, Kain tenun dari kapas, Bubuk/butir gosok alamiltiruan dari bahan tekstil, kertas, dll, Preparat untuk digunakan pada rambut, Bahan aktif permukaan organik. Sedangkan hasil metode analisis Constant Market Share (CMS) dari 16 komoditi unggulan Indonesia di Pasar Gina yang mempunyai kinerja yang berdaya saing ada 3 (tiga) komoditi, yang permintaannya tinggi ada 6 (enam) komoditi, yang kinerja ekspornya sedang ada 6 (enam) komoditi dan yang kinerja ekspornya rendah hanya 1 (satu) komoditi. Daya saing 16 komoditi unggulan Indonesia di pasar Cina, apabila dibandingkan dengan negara pesaing Indonesia terutama negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Indonesia lebih unggul terhadap 9 komoditi dan apabila dibandingkan dengan Thailand dengan komoditi serupa, Indonesia lebih unggul dan lebih mempunyai daya saing di pasar Cina. Sedangkan, daya saing komoditi Thailand di pasar Cina hanya dimiliki oleh 2 (dua) komoditi saja.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Indriyani
Abstrak :
ABSTRAK
Pemberian kesempatan menggunakan dana Kredit Likuiditas dari Bank Indonesia (KLBI) oleh pemerintah kepada Bulog, pada dasarnya dianggap lebih baik daripada fasilitas kredit komersial. Bunga KLBI dari semula 6 persen, kemudian meningkat hingga dua dan bahkan pernah tiga kali lipat. Masalah besarnya stok, disinyalir sebagai penyebab defisit dan kesulitan membayar kembali bagi debitur. Bulog sebagai pengguna KLBI tetapi beroperasi secara break even.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kecenderungan atau arah perkembangan KLBI beras Bulog, mengidentifikasi faktor yang menyebabkan defisit serta tingkat korelasinya. Penelitian ini tergolong policy research , dengan data utama adalah data sekunder time series dari tahun anggaran 1984/1985 sampai tahun 1994/95, yang dikumpulkan dengan metode eksplorasi dari instansi pemerintah terkait.

Perkembangan KLBI beras cenderung makin besar, meskipun suatu ketika turun sesuai dengan kebutuhan operasional Bulog, khususnya beras. Jumlah KLBI pangan bila dibandingkan dengan seluruh KLBI mencapai rata- rata 17 persen setiap tahunnya.

Pengeluaran dari KLBI beras ditambah persediaan merupakan pinjaman Bulog yang harus dibayar kembali. Pengembalian kredit selain jumlah pinjaman masih harus ditambah biaya dan bunga yang disebut total kredit. Secara sederhana deficit/surplus dapat dihitung dengan membandingkan jumlah kredit dengan jumlah angsuran per tahun.

Hasil temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah, Bulog yang diperkirakan selalu defisit karena besarnya stok yang tersimpan dan tingginya suku bunga, secara kumulatif selama 11 tahun, ternyata masih mengalami surplus.

Beberapa faktor yang bersifat internal dan eksternal mempengaruhi KLBI beras diteliti untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap besarnya pinjaman. Hasil penelitian yang diharapkan adalah berguna bagi teori perkreditan terutama KLBI dan dengan pengamanan beras nasional. Faktor-faktor yang disinyalir mempengaruhi pinjaman KLBI beras Bulog adalah harga pembelian beras Bulog ternyata tidak signifikan, karena ternyata yang berpengaruh adalah harga dasar dan permintaan beras.

Bulog yang berstatus "Non Profit Company " ternyata mendapatkan keuntungan. Besarnya keuntungan/surplus diperoleh dari selisih harga jual beras persediaan yang dijual dengan harga baru, sebagai akibat sistim perhitungan harga pokok penjualan yang berlaku.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rahman Bahry
Abstrak :
The Government of Republic of Indonesia issued a package of deregulation policy in the public business dated May 19, 1994; it had been well known as Pakmei 1994. Palonei 1994 consists of some regulations, and it was intended to simplify the business regulation in order to arise the economic atmosphere to be conducive for economic development. The substance of Pakmei 1994 is the Government Regulation Number 20 of 1994 Re share ownership in companies established in the framework of foreign capital. The Article number 5 (1) of Regulation Number 20 of 1994 stated that the joint venture company between expatriate and Indonesian citizen and/or the Indonesian company had been allowed to conduct business activity in some fields which were categorized formerly as important for the State and the people. They were harbour, production and transmission as well as distribution of electric power for the public, telecommunication, shipping, aviation, drinking water, public railway, atomic energy, and mass media. Regardless of whether Pakmei 1994 opposing to the Constitution or pertaining to development age, Pakmei 1994 is a fascinating topic to discuss. This thesis is a result of the field research on the container port of Tanjung Priok Jakarta. The harbour business (including the container port) is one of nine kinds of business allowed to be conducted by the private company after Pakmei 1994. Prior to Pakmei 1994, no one nor private company to be allowed to conduct business of harbour. Pakmei 1994 hence considered as a fundamental institutional arrangement and as a revolutionary interpretation of the Article Number 33 of the Constitution thereof; and it means that the government monopoly in the harbour business is officially terminated. This thesis puts forth effort to ascertain the effect of Pakmei 1994 onto the harbour business especially the rise of container port of Tanjung Priok Jakarta after the issuance of Pakmei 1994; the highlights are: 1. the system of container port, Tanjung Priok. 2. the growth of container port business. 3. the container handling. 4. the some performances of container port, Tanjung Priok. There are some problems to solve concomitant to container port business at Tanjung Priok, if they are set aside then the valuable momentum of Pakmei 1994 should be wasteful.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Ernawan
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan atas dasar masih rendahnya rasio elektrifikasi di daerah pedesaan serta masih banyaknya keluhan pelanggan listrik terhadap mutu pelayanan yang selama ini diberikan. Berangkat dari dasaran tersebut penelitian ini memfokuskan kepada strategi dan teknik pelayanan yang dilakukan oleh PLN Cabang Bogor terhadap pelanggan maupun calon pelanggan serta masyarakat lainnya yang berhubungan dengan penjualan tenaga listrik, membandingkan tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang telah diberikan serta melihat alternatif peningkatan kualitas pelayanan listrik pedesaan. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan berbagai pejabat yang berwenang menangani listrik pedesaan, baik di kantor pusat maupun dengan berbagai pihak di kantor Cabang, sedangkan teknik kuesioner yaitu mengirirnkan daftar pertanyaan tertulis kepada seratus orang responden pelanggan listrik yang tersebar di tiga desa pada kecamatan yang berbeda dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang telah diberikan PLN selama ini. Metode analisis data yaitu analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif terhadap tingkat kepuasan pelanggan dengan pendekatan ukuran asosiasi (uji khai-kwadrat), serta mengkaji setiap jenis pelayanan dengan pendekatan regresi sederhana. Untuk mengolah data kuantitatif ini digunakan paket program komputer mikrostat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya teknik pelayanan yang telah dilaksanakan oleh pihak cabang Bogor belum cukup untuk meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan elektrifikasi didaerah pedesaan mengingat tugas yang dilaksanakan di lapangan terlalu di tekankan pada pelaksanaan peraturan dan prosedur, akibatnya perhatian kepada mutu pelayanan memperoleh tempat kedua. Selain itu temyata kondisi sosial ekonomi didaerah pedesaan masih merasakan bahwa biaya penyambungan listrik, uang jaminan langganan dan biaya instalasi rumah masih dianggap cukup mahal apabila harus dibayar sekaligus. Jadi walaupun saat ini PLN Cabang Bogor berhasil mencapai prosentase desa berlistrik sampai dengan Juni 1995 sebesar 95,97 % namun rasio elektrifikasi yaitu perbandingan antara jumlah pelanggan listrik dengan jumlah kepala keluarga baru mencapai 49,80 %. Selain itu kapasitas VA tersambung baru mencapai 444.037 kVA dibandingkan dengan kapasitas terpasang sebesar 747.160 kVA. Akibatnya adalah energi listrik sebanyak 303.123 kVA atau 40,57 % hilang karena tidak terjual dan hal ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Karena itu dalam penelitian ini direkomendasikan 13 (tiga belas) strategi untuk meningkatkan mutu pelayanan secara efektif dan efisien, jika perlu peraturan dan prosedur yang kurang mendukung diperbaiki atau bahkan dicabut apalagi yang menghambat pelayanan kepada orang banyak, untuk ini perlu ditempuh dua sasaran yaitu pertama, sasaran kedalam untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi, kedua sasaran keluar yaitu untuk meningkatkan kepekaan terhadap dinamika aspirasi dan kepentingan pelanggan listrik yang akhirnya dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan secara maksimal.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatty Herawati
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kebijakan kuota yang telah ditetapkan, mampu sebagai landasan tata niaga ekspor TPT, mengetahui sejarah tata niaga internasional komoditas TPT, serta mengetahui permasalahan implementasi kebijakan kuota dan pengaruhnya terhadap peningkatan ekspor TPT. Batasan penelitian, khusus ke Eropa dengan pertimbangan bahwa setelah terbentuknya Pasar Tunggal Eropa, penulis menduga Eropa merupakan pasar yang potensial untuk ekspor TPT Indonesia. Dan khusus mengenai Kebijakan Kuota yang menjadi objek penelitian, karena ternyata harga TPT ke Negara Kuota Iebih tinggi bila dibandingkan ke Negara Non Kuota. Kebijakan perdagangan internasional Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) diadakan, karena merupakan kebutuhan dalam ranggka melindungi industri dan eksportir TPT baik di Eropa maupun di Indonesia. Pada umumnya kebijakan itu merupakan intervensi pemerintah yang mengatur pembatasan dalam bentuk kuantitatif yang disebabkan kemajuan yang pesat dari industri tekstil dan produk tekstil di negara-negara berkembang. Bentuk-bentuk Kebijakan yang melandasi perdagangan intemasional TPT tertuang dalam Perjanjian Multilateral dan Bilateral. Berawal dari GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 1948 yang mengecualikan TPT, maka kebijakan pertama yang melandasi perdagangan internasional TPT adalah Short Term Arrangement on Cotton and Textiles (STA) pada tahun 1961. Kemudian Long Term Arrangement on Cotton and Textiles (LTA) sejak tahun 1962 dan selanjutnya pada tahun 1974 Arrangement Regarding International Trade in Textiles, yang lebih dikenal dengan Multi Fibre Arrangemement (MFA). Kinerja ekspor TPT Indonesia terus meningkat, kondisi tersebut merupakan salah satu penunjang peningkatan devisa yang pada akhirnya peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu harus diupayakan agar kinerja itu tidak turun. Bila pada tahun 1994 ada penurunan, perlu diteliti penyebabnya dan dicarikan solusinya. Dengan data yang berhasil dihimpun, penulis menganalisis dengan metoda kuantitatif dan kualitatif serta pengkajiannya menggunakan Analisis SWOT. Dengan analisis tersebut, diharapkan Strength-nya dapat dipertahankan, bila mungkin ditingkatkan, Weakness-nya dihilangkan atau setidak-tidaknya dikurangi, dan Opportunity-nya diupayakan untuk dicapai, serta Threat-nya harus diantisipasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebijakan Kuota mempunyai pengaruh terhadap Kinerja Ekspor TPT Indonesia ke Eropa, karena dari sejarah diperoleh pengalaman bahwa tanpa ikut menanda tangani Perjanjian Multilateral maupun Perjanjian Bilateral, Pemerintah Indonesia tidak dapat melindungi industri dan eksportir TPT Indonesia yang terkena kuota global di negara pengimpor. Disamping itu, agar kuota nasional dapat terealisasi ekspornya secara optimal, maka diperlukan pembenahan dalam pengelolaan kuota serta peningkatan sikap mental dari aparat dan pelaku ekonomi yang bergerak di bidang Tekstil dan Produk Tekstil.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>