Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agetha Lautania Harsono
"Profesi apoteker mempunyai peran penting dalam pekerjaan kefarmasian. Salah satu hal penting yang harus dilakukan untuk menjadi seorang apoteker profesional adalah berpartisipasi langsung dalam melakukan praktik kefarmasian. Maka dari itu, calon apoteker dituntut untuk menjalani praktik profesi sebagai bekal pengalaman untuk memahami peran apoteker dan meningkatkan kompetensi sebelum memasuki dunia kerja. Praktik Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Apotek Atrika periode Juni 2021, PT Dankos Farma periode September –Oktober 2021, PT Anugerah Pharmindo Lestari periode November 2021, dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo periode Desember 2021. Dengan melaksanakan kegiatan PKPA di apotek, industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan puskesmas tersebut, calon apoteker diharapkan mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman yang sesuai untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.

Pharmacists have important role in pharmacy practice. One of important things that must be done to become a professional pharmacist is participate directly in the practice of pharmacy. Therefore, prospective pharmacists are required to undergo professional practice as a provision experience to understand the role of pharmacists and increase competence before entering the world of work. The Professional Practice of Pharmacist was held at Apotek Atrika period of June 2021, PT Dankos Farma period of September – October 2021, PT Anugerah Pharmindo Lestari period of November 2021, and Pasar Rebo Sub-district Health Center period of Desember 2021. By doing the activities in the pharmacy, pharmaceutical industry, distributor, and public health center, prospective pharmacists are expected to be able to obtain appropriate knowledge, skills, and experience to perform pharmaceutical practice."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fariha Ulfah Azzahrah
"Minyak biji anggur Vitis vinifera L. merupakan minyak nabati berwujud cair yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena kandungan asam linoleat di dalamnya. Namun, wujud cair yang dimiliki oleh minyak biji anggur ini dapat membatasi proses penyimpanannya. Mikroenkapsulasi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengubah bentuk cair menjadi bentuk padat. Penelitian ini bertujuan untuk mengubah minyak biji menjadi serbuk mikrokapsul dengan metode emulsifikasi sambung silang menggunakan gum arab sebagai penyalut. Minyak biji anggur diformulasikan dengan perbandingan minyak dengan polimer yaitu 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5. Evaluasi mikrokapsul yang dilakukan yaitu bentuk dan morfologi, ukuran mikrokapsul, indeks mengembang, kadar air, dan efisiensi penjerapan.
Hasil evaluasi dari keempat formulasi mikrokapsul yang diperoleh berwarna putih kekuningan berbentuk sferis. Mikrokapsul pada F1 memiliki ukuran 69 m, F2 memiliki ukuran 82 m, F3 memiliki ukuran 125 m, dan mikrokapsul pada F4 memiliki ukuran 131 m. Nilai kadar air dari keempat formulasi berkisar 4,37-5,70 . Indeks mengambang dari keempat formulasi berkisar 5,54-5,94. Sedangkan nilai efisiensi penjerapan dari F1 adalah 17,33 , F2 20,73 , F3 34,22 , dan F4 67,15 . Hasil evaluasi menunjukkan bahwa F4 merupakan formula terbaik dengan nilai efisiensi penjerapan 67,15 . Dapat disimpulkan bahwa minyak biji anggur mampu diubah menjadi mikrokapsul dengan metode emulsifikasi sambung silang.

Grape seed oil Vitis vinifera L. is a liquid vegetable oil used mainly for its linoleic acid. However, there are many efforts to convert the liquid form of the oil into a solid form due to its instability under poor storage condition. Thus, microencapsulation can be used to convert its liquid into a solid form. The aim of this study was to convert grape seed oil into a microcapsule powder by cross linked emulsification method using gum arabic as a coating polymer. The grape seed oil was formulated with gum arabic in the ratios of 1 2, 1 3, 1 4, and 1 5. Microcapsules were characterized in terms of shape and morphology, size, swelling index, water content, and entrapment efficiency.
The evaluation result showed that all the formulation microcapsule had a white yellowish spherical form. The particle size of F1, F2, F3 and F4 size 69 m, 82 m, 125 m, and 131 m, respectively. The water content of the F1 ndash F4 ranged from 4,37 5,70 and swelling indexes 5.54 to 5.94. The value of entrapment efficiency of F1, F2, F3, and F4 were 17.33 , 20.73 , 34.22 , and 67.15 , respectively. The result of the evaluation indicated that microcapsule F4 was the best formula with an entrapment efficiency values of 67.15 . It can be concluded that the grape seed oil could be converted into microcapsules by cross linked emulsification using gum arabic.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Farhana
"Fitosom adalah nanovesikel yang menggabungkan ekstrak tanaman dan fosfolipid untuk menghasilkan kompleks yang lebih larut dalam lemak dan memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding dengan ekstrak herbal dalam penetrasi dan absorbsinya menembus kulit dan membran lipid bilayer usus. Ekstrak daun teh hijau memiliki kandungan polifenol dalam jumlah besar yaitu berupa epigalokatekin galat EGCG . Namun, EGCG terlalu polar untuk dapat menembus membran lipid bilayer usus dan tidak stabil terhadap panas, cahaya, dan pH.
Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan dan menghasilkan mikrosfer fitosom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan stabilitas vesikel fitosom. Pada penelitian ini fitosom diformulasikan dengan ekstrak yang memiliki konsentrasi setara 3 EGCG, dan konsentrasi lipoid yang berbeda yaitu sebesar 2 F1 ; 3,5 F2 ; dan 4 F3 . Fitosom dibuat dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Fitosom selanjutnya diformulasikan menjadi sediaan mikrosfer menggunakan maltodekstrin dan gum arab dan kontrol berupa serbuk fitosom tanpa maltodekstrin dan gum arab.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa F3 merupakan formula terbaik dan menjadi formula yang digunakan untuk pembuatan mikrosfer karena memiliki bentuk yang sferis, Dmean volume 42,58 nm, indeks polidispersitas 0,276, potensial zeta 48,2 1,78 mV, dan efisiensi penjerapan sebesar 50,61 0,93 . Mikrosfer fitosom ekstrak daun teh hijau yang terbentuk memiliki jumlah pelepasan EGCG kumulatif sebesar 85,21 pada jam ke-4. Hasil uji stabilitas fisikokimia kedua sediaan menunjukan sediaan yang stabil secara fisikokimia melalui hasil analisa pengamatan organoleptis, kadar air, dan aktivitas antioksidan yang dilakukan selama 6 minggu pada berbagai suhu.

Phytosome is a nanovesicle that combines plant extracts and phospholipids to produce more soluble fat complex and provide better penetration and absorption. The green tea leaves extract has an abundant amount of polyphenol containing Epigallocatechin gallate EGCG . However, its penetration and absorption properties are poor due to its high polarity, and it is unstable to heat, light, and pH.
The purpose of this research was to formulate and produce a phytosome loaded microsphere of green tea leaves extract with good physicochemical properties so it can improve the stability of phytosome. In this research, phytosome were formulated with green tea leaves extract equal to 3 of EGCG, and different concentrations of lipoid, i.e. 2 F1 3.5 F2 dan 4 F3 . Phytosome was made using thin layer hydration method. Then, the selected phytosome was formulated into a microsphere using maltodextrin and gum arabic, and a control in form of spray dried phytosome without maltodextrin and gum arabic.
The result showed that F3 was the best formula with spherical shape, Dmean volume 42.58 nm, polydispersity index 0.276, zeta potential 48.2 1.78 mV, and entrapment efficiency 50.61 0.93 . Total cumulative amount of EGCG after 4 hour dissolution test was 85,21 . Furthermore, it shows a good physicochemical stability through organoleptic, water content, and physicochemical properties study which are conducted for 6 weeks at various temperatures.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Nur Aziza
"ABSTRAK
Ketokonazol merupakan antifungi golongan imidazol spektrum luas yang digunakan sebagai anti jamur untuk mengobati infeksi jamur sistemik dan superfisial. Ketokonazol diformulasikan sebagai mikroemulsi gel untuk meningkatkan kelarutan dan efektifitasnya. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan mengevaluasi sediaan mikroemulsi gel ketokonazol yang jernih dan stabil. Formula mikroemulsi ketokonazol dioptimasi, dengan membuat diagram fase pseudo-terner dengan menggunakan Tween 80 sebagai surfaktan, dan propilen glikol digunakan sebagai kosurfaktan dengan perbandingan 1:1. Formula mikroemulsi yang didapatkan dari hasil optimasi mengandung 5 Isopropil Miristat sebagai fase minyak, 25 Tween 80 sebagai surfaktan, 25 Propilen Glikol sebagai kosurfaktan, sedangkan untuk basis gel yang digunakan adalah carbopol. Dalam penelitian ini diperoleh sediaan mikroemulsi yang memiliki warna kuning transparan dan mikroemulsi gel memiliki warna kuning keruh. Mikroemulsi gel ketokonazol tidak memenuhi kriteria stabilitas setelah dilakukan penyimpanan pada berbagai suhu, Cycling test dan uji sentrifugasi, pengukuran globul.

ABSTRACT
Ketoconazole is a synthetic broad spectrum antifungal agent, is used for treatment of superficial and systemic fungal infections. Formulating ketoconazole into microemulsion was to enhace solubility and effectivity. The purpose of this study was to evaluate physical stability of clear microemulsion gel ketoconazole. Pseudoternary phase diagrams were constructed using Tween 80 as surfactants and propylene glycol as cosurfactants in the ratio 1 1. The optimized microemulsion containing 5 isopropyl myristate, 25 Tween 80, and 25 propylene glycol, while gel base is prepared using carbopol 940 as gelling agent. Microemulsion formulation showed clear and transparent yellowish microemulsion, while the microemulsion gel showed cloudy yellowish colour. The physical stability test of the microemulsion gel ketoconazole was carried out by stored the microemulsion gel at three different temperatures, cycling test, centrifugation test and also globul size. Tests on several physical stability parameters showed none the formulated microemulsion gel ketoconazole met the criteria for physical stability."
2017
S67551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Laksmi Dewi Dhyaksa
"ABSTRAK
Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. merupakan salah satu tanaman yang berpotensi untuk dijadikan sumber antioksidan. Kandungan antioksidan alaminya seperti vitamin C, karotenoid, flavonoid, tannin, dan senyawa polifenol lain dipercaya dapat mencegah terjadinya peristiwa photoaging. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan ekstrak etanolik belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. ke dalam bentuk nanoemulsi gel dan menguji stabilitas fisik serta aktivitas antioksidannya menggunakan metode peredaman DPPH 2,2,-difenil-1-pikril hidrazil . Nanoemulsi gel dibuat dengan metode high pressure homogenizer dalam berbagai konsentrasi ekstrak yaitu 1 , 2 , dan 3 . Sediaan nanoemulsi gel yang diformulasikan dengan 5 isopropil miristat sebagai fase minyak, 30 Tween 80-Span 20 sebagai surfaktan, dan 30 propilenglikol sebagai kosurfaktan menunjukkan penampilan fisik yang stabil selama penyimpanan 8 minggu pada suhu ruang 25 2oC dan suhu tinggi 40 2oC , cycling test, serta uji mekanik. Namun, pada uji stabilitas fisik jangka panjang suhu rendah 4 2oC , keempat formula mengalami fenomena Ostwald Ripening. Hasil pengujian aktivitas antioksidan keempat formula secara in vitro menghasilkan nilai IC50 yang kurang baik, yaitu 20520,09 g/mL F0 ; 18392,29 g/mL F1 ; 17868,80 g/mL F2 ; dan 17287,625 g/mL F3. Sehingga, formula tersebut bukan merupakan formula yang optimal untuk menghasilkan nanoemulsi gel dengan kestabilan fisik dan aktivitas antioksidan yang baik.

ABSTRACT
Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. is one of the plants that is potentially used as a source of antioxidants. Natural antioxidant content such as vitamin C, carotenoids, flavonoids, tannins, and other polyphenol compounds are believed to prevent the photoaging process. This study aims to formulate the ethanolic extract of Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. into nanoemulsion gel dosage form and test its physical stability and antioxidant activity using DPPH damping method 2,2, diphenyl 1 picryl hydrazil . Nanoemuldel was prepared by high pressure homogenizer method in various extract concentrations ie 1 , 2 , and 3 . Nanoemulgel formulated with 5 isopropyl myristate as an oil phase, 30 Tween 80 Span 20 as a surfactant, and 30 propylenglycol as a cosurfactant showing stable physical appearance for 8 weeks at room temperature 25 2oC , high temperature 40 2oC , cycling test, and mechanical test. However, in the low temperature 4 2 C of long term physical stability test, all nanoemulgel undergo the Ostwald Ripening phenomena. The results of in vitro antioxidant activity study showed poor IC50 value, respectively 20520.09 g mL F0 18392.29 g mL F1 17868.80 g mL F2 and 17287.625 g mL F3. Thus, the formula is not an optimal formula to produce a nanoemulgel with good physical stability and antioxidant activity"
2017
S69212
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Amalia Handayani
"Transfersom merupakan suatu nano vesikel yang bersifat sangat elastis, sehingga ia dapat menembus membran tidak hanya karena sifatnya yang ampifilik namun juga karena ia dapat berubah bentuk. Namun, transfersom memiliki kekurangan, yaitu mudah mengalami degradasi oksidatif. Oleh karena itu, transfersom yang sudah jadi dilindungi di dalam suatu sistem mikrosfer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan mikrosfer transfersom dengan karakteristik yang baik dan stabil secara fisikokimia. Pada penelitian ini, transfersom dibuat menggunakan metode hidrasi lapis tipis dengan variasi perbandingan antara fosfolipid dan Span 80, yaitu 95:5, 90:10, dan 85:15. Dari ketiga formulasi, formula pertama terpilih untuk dijadikan mikrosfer menggunakan metode semprot kering, dengan bentuk yang sferis, berukuran 78,75 nm, indeks polidispersitas sebesar 0,187, zeta potensial sebesar -37,5 mV dan efisiensi penjerapan sebesar 47,96 5,81. Kemudian, mikrosfer yang dihasilkan berbentuk tidak sferis dan berkerut, memiliki ukuran partikel 2058,44 nm dengan indeks polidispersitas 0,545, efisiensi penjerapan sebesar 59,27 0,59 , kadar air 5,21 dan indeks mengembang sebesar 289,36 setelah 4 jam. Setelah dilakukan uji disolusi, jumlah EGCG kumulatif yang diperoleh adalah 69,15 7,66 . Dari hasil tersebut diketahui bahwa, stabilitas mikrosfer transfersom dan serbuk transfersom tidak memiliki perbedaan yang siginifikan.

Transfersome is an elastic nano vesicle. It can go through a membrane because it is an amphiphilic and ultradeformable particle. However, transfersome has a weakness, it can go through oxidative degradation. Therefore, transfersome needs to be protected in a microsphere system. The aim of this study was to prepare transfersome loaded microsphere which has good characteristic and physicochemical stability. In this research, transfersome was made using thin layer hydration method. Green tea leaves extract transfersomes were formulated in the ratio of 95 5, 90 10, and 85 15 based on the amount of phospholipid and Span 80. The best formula was formula 1 F1 that had spherical shape, its size was 78.75 nm, polydispersity index 0.187, zeta potential 37.5 mV and entrapment efficiency 47.96 5.81. After that, transfersome was loaded into microsphere using spray dry method. It had non spherical and wrinkled shape, its size was 2058,44 nm, polydispersity index 0.545, entrapment efficiency 59.27 0.59, moisture content 5.21, and swelling index 289.36 after 4 hours. Total cumulative amount of EGCG after dissolution test was 69.15 7.66. The conclusion is that transfersome loaded microsphere has no significant difference with transfersome powder in physicochemical stability."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69569
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Tasyah
"Kulit pisang pada umumnya hanya dibuang dan pemanfaatannya masih sangat rendah padahal memiliki kandungan pati sebesar 27,7% yang dapat dimanfaatkan sebagai superdisintegran. Superdisintegran merupakan bahan yang sangat penting dalam pembuatan tablet cepat hancur. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah kulit pisang kepok untuk menghasilkan tepung kulit pisang dan mengkarakterisasinya sebagai superdisintegran serta membandingkan karakteristik tablet cepat hancur piroksikam yang menggunakan tepung kulit pisang dengan yang menggunakan croscarmellose sodium sebagai superdisintegran. Dalam penelitian ini, dibuat 4 formula tablet cepat hancur dengan perbedaan konsentrasi tepung kulit pisang sebagai superdisintegran yaitu 3%, 5% dan 9% serta satu formula pembanding menggunakan superdisintegran croscarmellose sodium. Tablet diuji mutu fisiknya meliputi organoleptis, keseragaman ukuran, keseragaman kandungan, kekerasan, keregasan, waktu hancur, waktu pembasahan, penetapan kadar dan profil disolusi. Tepung kulit pisang yang dihasilkan berwarna putih kecoklatan, kadar air 7,79%, pH 6,12, kandungan amilosa 20,23%, swelling power 4 g/g dan indeks kelarutan dalam air 0,87%. Tepung kulit pisang dengan konsentrasi 3% memiliki waktu hancur 14,02 detik dimana kurang dari yang menggunakan croscarmellose sodium tetapi dapat hancur kurang dari 30 detik sesuai persyaratan. Dapat disimpulkan limbah kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai tepung kulit pisang dan karakteristiknya sebagai superdisintegran baik serta dapat dijadikan sebagai superdisintegran pada tablet cepat hancur piroksikam.

Banana peels are generally just thrown away and their utilization is still very low even though it has a starch content of 27.7% which can be used as a superdisintegrant. Superdisintegrant is a very important ingredient in the manufacture of fast disintegrating tablets. This study aimed to utilize kepok banana peel waste to produce banana peel flour and to characterize it as a superdisintegrant and to compare the characteristics of piroxicam fast disintegrating tablets using banana peel flour with croscarmellose sodium as a superdisintegrant. In this study, 4 formulas of fast disintegrating tablets were made with different concentrations of banana peel flour as superdisintegrant, which is 3%, 5% and 9% and one comparison formula used the superdisintegrant croscarmellose sodium. The tablets were tested for physical quality including organoleptic, size uniformity, content uniformity, hardness, friability, disintegration time, wetting time, piroxicam content and dissolution profiles. The banana peel flour produced was brownish white, water content 7.79%, pH 6.12, amylose content 20.23%, swelling power 4 g/g and water solubility index 0.87%. Banana peel flour with a concentration of 3% had a disintegration time of 14.02 seconds which is less than the fast disintegrating tablets using croscarmellose sodium but could be disintegrated in less than 30 seconds according to the requirements. It was concluded that banana peel waste can be used as banana peel flour and its characteristics as a superdisintegrant was good and can be used as a superdisintegrant in piroxicam fast disintegrating tablets."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selvia Wiliantari
"Markisa manis (Passiflora ligularis Juss) tumbuh di dataran tinggi yang sejuk di Indonesia, salah satunya provinsi Sumatera Barat. Markisa manis memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dan memiliki potensi dalam penghambatan tirosinase dari bagian tanamannya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kadar flavonoid, kadar polifenol, aktivitas antioksidan (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dan Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP)) dan penghambatan tirosinase dari ekstrak dan fraksi bagian tanaman markisa manis, selanjutnya fraksi bagian ter-aktif diformulasikan dalam sediaan krim masker wajah. Penelitian ini menggunakan empat bagian tanaman markisa manis yaitu daun, batang, biji dan kulit buah. Proses ekstraksi dilakukan dengan pelarut etanol 70% menggunakan metode Ultrasound-Assisted Extraction (UAE). Ekstrak bagian tanaman yang menunjukkan hasil pengujian terbaik selanjutnya dilakukan fraksinasi dengan n-heksan, etil asetat dan akuades. Fraksi bagian tanaman ter-aktif dilakukan pengujian antioksidan dan aktivitas penghambatan tirosinase, kemudian diidentifikasi menggunakan Liquid Chromatograpy Mass Spectroscopy (LC-MS). Fraksi ter-aktif diperoleh dari bagian biji sebagai fraksi etil asetat biji yang diformulasikan dalam sediaan krim masker wajah. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi yang sangat kuat hingga kuat dan memiliki potensi penghambatan tirosinase. Sedangkan krim masker wajah menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat kuat dan potensi penghambatan tirosinase pada F1 dan F2. Stabilitas 12 minggu menunjukkan terjadinya penurunan aktivitas antioksidan, penghambatan tirosinase dan evaluasi fisik sediaan pada F1 dan F2.

Sweet granadilla (Passiflora ligularis Juss) grows in the cool highlands of Indonesia, one of which is the province of West Sumatera. Sweet granadilla has potent antioxidant activity and potential to inhibit the tyrosinase enzyme from plant parts. The purpose of this study was to analyze the content of flavonoid, polyphenols, antioxidant activity (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) and Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP)) and inhibition of tyrosinase from extracts and fraction of sweet granadilla plant parts, then the most active part fraction were formulated in facial mask cream. This study used four parts of the sweet granadilla. They were leaves, stems, peels and seeds. The extraction process was carried out with 70% ethanol solvent with Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) method. Extracts of plant parts that showed the best results then fractionated with n-hexane, ethyl acetate and distilled water. The selected fraction from plant parts was tested for antioxidant activity and inhibition of tyrosinase then identified was done by Liquid Chromatography Mass Spectroscopy (LC-MS). The most active fraction was obtained from the seeds as the ethyl acetate fraction of the seeds. This ethyl acetate fraction was formulated in a face mask cream. The results showed that the antioxidant activity of the extracts and fractions was very strong to strong and had the potential for tyrosinase inhibition. While the face mask cream showed very strong antioxidant activity and tyrosinase inhibition potential in F1 and F2. The 12-week stability showed a decrease in antioxidant activity, tyrosinase inhibition and physical evaluation of the preparation in F1 and F2.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabila Robbani
"Diabetes merupakan salah satu masalah kesehatan global yang tumbuh paling cepat di abad ke-21. Obat antidiabetes dengan berbagai mekanisme kerja telah banyak di produksi. Namun, sebagian besar penderita diabetes menggunakan tanaman untuk pengobatan alternatif karena merasa efek sampingnya lebih kecil dibandingkan obat antidiabetes. Tanaman yang telah terbukti berpotensi sebagai antidiabetes diantaranya adalah Caesalpinia sappan (secang), Andrographis paniculata (sambiloto), dan Syzygium cumini (jamblang). Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antidiabetes dari kombinasi ekstrak etanol herba sambiloto, daun jamblang, dan kayu secang secara in vitro dengan penghambatan enzim alfa-glukosidase dan DPP-IV (Dipeptidil-peptidase IV). Kombinasi ketiga ekstrak dibuat dalam bentuk granul dan sediaan akhir berupa kapsul. Formula terbaik dilanjutkan untuk pengujian stabilitas selama 3 bulan. Caesalpinia sappan menunjukkan aktivitas paling kuat dalam menghambat enzim alfa-glukosidase dan DPP-IV dengan nilai masing-masing sebesar IC50 9,60 ± 1,05 µg/mL dan 59,98 ± 6,84%. Sementara, ekstrak kombinasi menghasilkan IC50 64,21 ± 1,37 µg/mL terhadap penghambatan alfa-glukosidase dan 45,14 ± 12,71% untuk penghambatan DPP-IV. Formulasi paling efisien adalah F1 yang menggunakan Avicel PH 101 dengan komposisi paling rendah. F1 memperoleh carr’s index 14,40 ± 1,38% dan hausner’s ratio 1,17 ± 0,02. Setelah penyimpanan tiga bulan, adanya perbedaan fisik. Kadar senyawa penanda turun setelah penyimpanan dua minggu. Namun, terjadi kenaikan setelahnya untuk brazilin dan andrografolid. Aktivitas penghambatan alfa-glukosidase berlangsung fluktuatif selama masa penyimpanan, namun mengarah pada peningkatan IC50. Caesalpinia sappan memiliki aktivitas paling kuat terhadap penghambatan alfa-glukosidase dan DPP-IV serta sediaan kapsul cenderung stabil selama penyimpanan 3 bulan. 

Diabetes is one of the fastest growing global health problems of the 21st century. Antidiabetic drugs with various mechanisms of action have been produced. However, most diabetics use plants as alternative medicine because its side effects are lower than antidiabetic drugs. Plants that have been shown to have potential as antidiabetic are Caesalpinia sappan, Andrographis paniculata, and Syzygium cumin. This study aims to examine the antidiabetic activity in vitro of the combination of ethanol extract of those three plants by inhibiting alpha-glucosidase and DPP-IV enzymes. The combination of the three extracts was made in the form of granules in capsule. The best formula was continued for stability testing for 3 months. Caesalpinia sappan showed the strongest activity in inhibiting alpha-glucosidase and DPP-IV enzymes with IC50 values of 9.60±1.05 µg/mL and 59.98±6.84%, respectively. Meanwhile, the combined extract obtained an IC50 of 64.21±1.37 µg/mL for alpha-glucosidase inhibition and 45.14±12.71% for DPP-IV inhibition. The most efficient formulation was F1 which use Avicel PH 101 with the lowest composition. F1 obtained a carr's index of 14.40±1.38% and a hausner's ratio of 1.17±0.02. After three months of storage, there was changed in physical appearance. The content of marker compounds decreased after two weeks of storage. However, there was a subsequent increase for brazilin and andrographolide. The alpha-glucosidase inhibitory activity fluctuated during storage but led to an increasing in IC50. Caesalpinia sappan extract has the strongest activity against alpha-glucosidase and DPP-IV inhibition and capsule tend to be stable for 3 months of storage."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilbert Wylie
"Influenza merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita di dunia. Banyaknya kasus infeksi influenza juga disebabkan oleh tingginya tingkat transmisi influenza yang dapat dengan cepat menyebar antara penderita ke individu lain di sekitarnya. Nasal spray adalah salah satu solusi untuk mencegah terjadinya penularan infeksi influenza. Zat aktif yang dapat digunakan yaitu nanopartikel perak. Dalam pembuatannya, nanopartikel perak mudah teroksidasi dan beragregasi, sehingga dibutuhkan penstabil yang sesuai, yaitu polivinil alkohol (PVA). Nanopartikel perak yang dihasilkan kemudian akan dikarakterisasi lalu dikembangkan menjadi sediaan nasal spray. Pada penelitian ini, sediaan nasal spray nanopartikel perak yang dibuat akan dibedakan pada ukuran partikel nanopartikel peraknya (±10 nm dan ±100 nm). Adanya perbedaan ukuran partikel bertujuan untuk membandingkan efek anti-influenza virus kedua sediaan. Setelah diproduksi, sediaan akan dilanjutkan ke tahap evaluasi, yaitu evaluasi organoleptis, kandungan sediaan, pola penyemprotan, isi minimum, viskositas, pH, dan uji HAI. Berdasarkan hasil karakterisasi, nanopartikel perak yang dihasilkan memiliki ukuran partikel 11,2 nm dan 92,5 nm. Sediaan nasal spray berhasil dibuat dengan menggunakan nanopartikel perak 11,2 nm, namun belum sepenuhnya stabil. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa efek anti-influenza virus nanopartikel perak dipengaruhi oleh ukuran partikelnya.

Influenza is one of the most common disease in the world. Influenza has a high transmission rate that it can transmit between an infected patient to other people easily. Nasal spray is one of the solution to prevent the infection caused by influenza virus. In this study, the active ingredients used was silver nanoparticles. Silver nanoparticles aggregate and oxidize easily, which was why stabilizer was used, in this case polyvinyl alcohol. The silver nanoparticles were then characterised and used for the formulation. The formulation was differentiated into two types, one containing the ±10 nm silver nanoparticles and the other ±100 nm silver nanoparticles. The difference was made to prove that silver nanoparticles size affect its anti-influenza effect. According to the characterization result, the silver nanoparticles size were 11,2 nm and 92,5 nm. The nasal spray formulation is then evaluated. The evaluation included organoleptic, nasal spray dose, spray pattern, minimum content, viscosity, pH and HAI test. The nasal spray product made had shown anti-influenza effect (11,2 nm), but its stability was not fully optimized yet. Also, in this study, it had been proven that the silver nanoparticles anti-influenza virus effect were effected by their particle size.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>