Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Itja Risanti
"Ketahanan ikatan resin komposit-dentin merupakan salah satu penentu keberhasilan restorasi resin komposit. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efek klorheksidin terhadap degradasi kekuatan ikat resin kompositdentin.
Metode: Dua puluh empat sampel dentin yang diambil dari mahkota gigi premolar, dibagi menjadi tiga kelompok yang diberikan perlakuan berbeda. Kelompok I diberi perlakuan bahan bonding tanpa klorheksidin, kelompok II diberi perlakuan klorheksidin dan bonding, kelompok III diberi perlakuan bonding mengandung klorheksidin, pada tiap kelompok dibagi menjadi 2 sub-kelompok yaitu kelompok tanpa direndam dan kelompok yang direndam NaOCl 10% selama satu jam, sehingga didapat enam sub-kelompok. Kemudian seluruh kelompok di ukur kekuatan ikat gesernya menggunakan Universal Testing Machine. Satu sampel dari setiap sub-kelompok dilakukan Scanning Electron Microscope (SEM). Data dianalisa statistik dengan uji hipotesis Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.
Hasil: rerata kekuatan ikat geser sebelum perendaman NaOCl 10% tertinggi kelompok I sedangkan rerata kekuatan ikat geser setelah perendaman NaOCl 10% tertinggi pada kelompok III. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok I terhadap kelompok II dan antara kelompok II terhadap kelompok III.
Kesimpulan: Klorheksidin mempunyai efek terhadap pengurangan degradasi kekuatan ikat geser resin komposit-dentin.

Resilience of composite resin-dentin bonding known as one of success composite resin restoration determinants. The purpose of this study was to analyze the effect of chlorhexidine on reducing the degradation of composite resin-dentin shear bond strength.
Methods: Twenty-four premolar crowns were divided into three groups then given different treatments. Group I was treated material bonding without chlorhexidine, group II was treated with chlorhexidine and bonding, group III was treated with chlorhexidine-contained bonding. Each group was divided into two sub-groups: the group without immersion of NaOCl 10% and the group with immersion of NaOCl 10% for one hour, then it were obtained six sub-groups. After twenty-four hours, shear bond strengths measured using Universal Testing Machine. A sample of each group was photographed with Scanning Electron Microscope (SEM). Statistical analysis was done by Kruskal Wallis test, then followed by Mann Whitney test to determine significance between groups.
Results: The mean value of shear bond strength before immersion of NaOCl 10% was highest on Group I, while the mean value of shear bond strength after immersion of NaOCl 10% was highest on Group III. There are significant differences between Group I with Group II and between Group II with Group III.
Conclusion: Chlorhexidine have an effect on reducing the degradation of shear bond strength of resin-dentin bonding.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31955
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Itja Risanti
"ABSTRAK
Latar belakang: Ketahanan ikatan resin komposit-dentin merupakan salah satu
penentu keberhasilan restorasi resin komposit. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis efek klorheksidin terhadap degradasi kekuatan ikat resin kompositdentin.
Metode: Dua puluh empat sampel dentin yang diambil dari mahkota gigi
premolar, dibagi menjadi tiga kelompok yang diberikan perlakuan berbeda.
Kelompok I diberi perlakuan bahan bonding tanpa klorheksidin, kelompok II
diberi perlakuan klorheksidin dan bonding, kelompok III diberi perlakuan bonding
mengandung klorheksidin, pada tiap kelompok dibagi menjadi 2 sub-kelompok
yaitu kelompok tanpa direndam dan kelompok yang direndam NaOCl 10%
selama satu jam, sehingga didapat enam sub-kelompok. Kemudian seluruh
kelompok di ukur kekuatan ikat gesernya menggunakan Universal Testing
Machine. Satu sampel dari setiap sub-kelompok dilakukan Scanning Electron
Microscope (SEM). Data dianalisa statistik dengan uji hipotesis Kruskal Wallis
yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil: rerata kekuatan ikat geser
sebelum perendaman NaOCl 10% tertinggi kelompok I sedangkan rerata kekuatan
ikat geser setelah perendaman NaOCl 10% tertinggi pada kelompok III. Terdapat
perbedaan bermakna antara kelompok I terhadap kelompok II dan antara
kelompok II terhadap kelompok III. Kesimpulan: Klorheksidin mempunyai efek
terhadap pengurangan degradasi kekuatan ikat geser resin komposit-dentin.

ABSTRACT
Background: Resilience of composite resin-dentin bonding known as one of
success composite resin restoration determinants. The purpose of this study was to
analyze the effect of chlorhexidine on reducing the degradation of composite
resin-dentin shear bond strength. Methods: Twenty-four premolar crowns were
divided into three groups then given different treatments. Group I was treated
material bonding without chlorhexidine, group II was treated with chlorhexidine
and bonding, group III was treated with chlorhexidine-contained bonding. Each
group was divided into two sub-groups: the group without immersion of NaOCl
10% and the group with immersion of NaOCl 10% for one hour, then it were
obtained six sub-groups. After twenty-four hours, shear bond strengths measured
using Universal Testing Machine. A sample of each group was photographed with
Scanning Electron Microscope (SEM). Statistical analysis was done by Kruskal
Wallis test, then followed by Mann Whitney test to determine significance
between groups. Results: The mean value of shear bond strength before
immersion of NaOCl 10% was highest on Group I, while the mean value of shear
bond strength after immersion of NaOCl 10% was highest on Group III. There are
significant differences between Group I with Group II and between Group II with
Group III. Conclusion: Chlorhexidine have an effect on reducing the degradation
of shear bond strength of resin-dentin bonding"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trini Santi Pramudita
"Preparasi saluran akar menghasilkan ekstrusi debri, memicu respons inflamasi di periapeks.
Tujuan: Mengamati perbedaan jumlah ekstrusi debri ke periapeks pada saluran akar yang dipreparasi menggunakan gerakan rotasi kontinyu dan resiprokal.
Metode: Tigapuluh dua gigi premolar secara acak dibagi dalam dua kelompok. Kelompok 1 dipreparasi menggunakan gerakan rotasi kontiyu. Kelompok 2 menggunakan gerakan resiprokal. Penimbangan tabung penampung debri dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan setelah preparasi. Perbedaan berat tabung tersebut dianggap sebagai berat debri terekstrusi.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 2 (p=0,844)
Kesimpulan: Perbedaan gerakan preparasi saluran akar menggunakan rotasi kontinyu maupun resiprokal tidak memengaruhi jumlah ekstrusi debri ke periapeks.

Root canal preparation produces debris extrusion, lead to inflammation in periapical tissue.
Objective: Assess the differences of periapically extruded debris amount after preparation using continous rotation and reciprocating motion.
Method: Thirty two premolars in a receptor tube were randomly divided into 2 groups. Group 1 was prepared using continuous rotation, Group 2 using reciprocating motion. Amount of the extruded debris was obtained by the receptor tube weight differences before and after preparation.
Results: The difference between groups were not statistically significant (p = 0,844).
Conclusion: Continuous rotation and reciprocating motion have no influence in the amount of periapically extruded debris.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T33031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titty Sulianti
"Papain dan Papacarie® adalah bahan kemomekanik yang dikembangkan dari bahan alami berupa enzim papain. Enzim papain diperoleh dari getah buah pepaya, mengandung α- I antitrypsin yang hanya bekerja pada jaringan terinfeksi. Bahan kemomekanik yang terbaik adalah yang juga memiliki efek antimikroba karena bakteri dapat tetap hidup pada lesi karies yang telah dipreparasi.
Tujuan: membandingkan efek antimikroba antara papain dan Papacarie® terhadap Streptococcus mutans.
Material dan metode: kelompok uji adalah papain dan Papacarie® dengan kontrol klorheksidin. Uji analisis dilakukan secara in vitro dengan uji dilusi dan uji difusi yang menghasilkan Kadar Hambat Minimal (KHM), Kadar Bunuh Minimal (KBM) dan zona hambatan.
Hasil: KHM papain lebih tinggi dari Papacarie®. KBM papain lebih tinggi dari Papacarie® dan Zona hambatan papain lebih rendah dari Papacarie®..
Kesimpulan: papain sebagai bahan kemomekanik memiliki efek antimikroba yang tidak lebih baik dari Papacarie®.

Papain and Papacarie® are chemomechanical removal caries (CMCR) materials that developed from natural material, papain enzim. Papain enzym derived from papaya latex, containing α- I antitrypsin that only works in infected tissue. The best CMCR is also contain antimicrobial material because the bacteri could alive in the caries lesion.
Objective: to compare the antimicrobial effects of papain and Papacarie® with dilution and difussion test.
Materials and methods: test groups are papain and Papacarie®; control group is chlorhexidine. Analyses are tests with dilution and diffusion tests by in vitro that found the KHM ,KBM and zona hambatan as antimicrobial effects.
Result: The KHM of papain is higher than Papacarie. The KBM of papain is higher than Papacarie®. The Zona hambatan of papain is lower than Papacarie®.
Conclusion: papain as chemomechanical caries removal has antimicrobial effect but Papacarie® have antimicrobial effect better than papain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T33030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vastya Ihsani
"ABSTRAK
Konsep mempertahankan struktur jaringan gigi yang sehat saat
ini telah berkembang, mengacu pada prinsip intervensi minimal. Metode yang telah dikembangkan sesuai dengan prinsip preparasi minimal yaitu preparasi menggunakan bahan kemomekanis, yaitu Papacarie®. Produk ini mengandung bahan alami utama yaitu enzim papain. Pada penelitian ini, akan dilakukan pembuangan infected dentin dengan preparasi kemomekanis menggunakan gel papain dan Papacarie®, dan preparasi mekanis menggunakan instrumen putar bur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekerasan mikro affected dentin setelah pembuangan infected dentin secara mekanis dan kemomekanis. Metode: Dua puluh tujuh gigi molar tetap dibagi ke dalam tiga
kelompok. Kelompok 1: pembuangan infected dentin menggunakan tehnik
kemomekanis gel papain. Kelompok 2: menggunakan bahan Papacarie®.
Kelompok 3: menggunakan instrumen putar bur. Setiap kelompok dilakukan uji kekerasan menggunakan ANOVA, dilanjutkan dengan Post-hoc dan Tukey. Hasil:. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 3 serta kelompok 2 dan 3, p= 0.000. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 2, p= 1.000. Kesimpulan: Kekerasan mikro affected dentin setelah
pembuangan infected dentin dengan bur lebih tinggi dibandingkan setelah aplikasi gel papain dan Papacarie®. Sedangkan, kekerasan mikro affected dentin setelah pembuangan infected dentin dengan gel papain hampir sama dengan setelah aplikasi Papacarie®.

ABSTRACT
Konsep mempertahankan struktur jaringan gigi yang sehat saat
ini telah berkembang, mengacu pada prinsip intervensi minimal. Metode yang telah dikembangkan sesuai dengan prinsip preparasi minimal yaitu preparasi menggunakan bahan kemomekanis, yaitu Papacarie®. Produk ini mengandung bahan alami utama yaitu enzim papain. Pada penelitian ini, akan dilakukan pembuangan infected dentin dengan preparasi kemomekanis menggunakan gel papain dan Papacarie®, dan preparasi mekanis menggunakan instrumen putar bur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekerasan mikro affected dentin setelah pembuangan infected dentin secara mekanis dan kemomekanis. Metode: Dua puluh tujuh gigi molar tetap dibagi ke dalam tiga
kelompok. Kelompok 1: pembuangan infected dentin menggunakan tehnik
kemomekanis gel papain. Kelompok 2: menggunakan bahan Papacarie®.
Kelompok 3: menggunakan instrumen putar bur. Setiap kelompok dilakukan uji kekerasan menggunakan ANOVA, dilanjutkan dengan Post-hoc dan Tukey. Hasil:. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 3 serta kelompok 2 dan 3, p= 0.000. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 2, p= 1.000. Kesimpulan: Kekerasan mikro affected dentin setelah
pembuangan infected dentin dengan bur lebih tinggi dibandingkan setelah aplikasi gel papain dan Papacarie®. Sedangkan, kekerasan mikro affected dentin setelah pembuangan infected dentin dengan gel papain hampir sama dengan setelah aplikasi Papacarie®."
2012
T33039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmeisari
"Latar Belakang: Kerapatan pengisian saluran akar merupakan hal yang penting bagi kesuksesan perawatan saluran akar. Pengambilan gutaperca dan preparasi pasak pada restorasi gigi pasca PSA dapat mengganggu kerapatan bahan pengisi yang tersisa. Siler saluran akar sebaiknya dapat mempertahankan kerapatan bahan pengisi setelah dilakukan pembuangan gutaperca dan preparasi pasak. Siler epoksi telah digunakan secara luas karena memiliki sifat adhesif dan kerapatan yang baik dengan dinding saluran akar. Baru-baru ini siler MTA juga telah dikembangkan dan dikatakan memiliki sifat adhesif dan kerapatan yang baik.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kerapatan sepertiga apeks pengisian saluran akar dengan siler epoksi dan siler MTA setelah dilakukan preparasi pasak.
Metode: Preparasi saluran akar dilakukan pada empat puluh gigi manusia dengan saluran akar tunggal dan dibagi menjadi dua kelompok secara acak, yaitu kelompok siler epoksi (SE) dan siler MTA (SM). Preparasi saluran akar dilakukan dengan ProTaper rotary, dan irigasi NaOCl 2,5% dan EDTA cair 17%. Preparasi pasak dengan peeso reamer dilakukan 7 hari pasca pengisian dengan menyisakan bahan pengisi sepanjang 5 mm di bagian apeks. Kerapatan sisa bahan pengisi diukur dengan menghitung penetrasi tinta pada sampel yang telah ditransparansi. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop stereo perbesaran 20 kali. Skor 1 untuk penetrasi tinta 0-0,5 mm, skor 2 untuk penetrasi tinta 0,51-1mm, dan skor 3 untuk penetrasi tinta >1 mm.
Hasil: Data penetrasi tinta pada kelompok SE: skor 1 sebanyak 35%, skor 2 sebanyak 30%, dan skor 3 sebanyak 35%. Sedangkan pada kelompok SM skor 1 sebanyak 25%, skor 2 sebanyak 30%, dan skor 3 sebanyak 45%. Uji Chi-Square menunjukkan terdapat perbedaan kerapatan yang tidak bermakna antara kelompok SE dan SM.
Kesimpulan: Pengisian sepertiga apeks pasca preparasi pasak pada kelompok siler epoksi lebih rapat dibandingkan kelompok siler MTA, namun keduanya tidak berbeda bermakna.

Background: Root canal obturation sealing ability is an important part of endodontic success. Restoration of endodontically treated teeth may sometimes need post and core. Post preparation procedure requires partial removal of the root canal filling to prepare adequate space for the post and retention of the intra canal post. Root canal sealer should be able to maintain obturation seal. Epoxy sealer has been widely used because its adhesive properties and sealing ability. Recently MTA sealer has also been developed and according to the manufacturer, MTA sealer also has adhesive properties and good sealing ability.
Aim: The aim of this study was to analyze the sealing ability of apical third of the root canal a with epoxy sealer and MTA sealer after post preparation.
Methods: Root canal preparation was performed on forty human teeth with a crown down technique; irrigation with 2,5% NaOCl and 17% EDTA, and lubrication with RC-Prep were used. The canals were then filled with gutta-percha and root canal sealer utilizing a cold lateral condensation technique. MTA Fillapex or AH-Plus were used in the experimental groups. The teeth were cleared with Robertson technique and examined under a stereomicroscope. Post preparation was performed with peeso reamer 7 days after obturation. Residual seal was measured by counting dye leakage. Observations were made with a stereo microscope magnification of 20 times. Score 1 for ink penetration 0-0.5 mm, a score of 2 to 0.51 - 1mm dye leakage, and a score of 3 for dye leakage > 1 mm.
Results: Dye leakage on the SE group: score1 : 35 %, score 2: 30 %, and score 3: 35 %. While the SM group: score 1: 25 %, score 2: 30 %, and score 3: 45 %. Chi-Square test showed no significant differences in density between the SE and SM group.
Conclusion: Dye leakage demonstrated that SE group show less leakage than SM group. Chi-Square test show there is no significant difference between both group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Arlia Shafadilla
"Resin komposit termasuk dalam material restoratif direk yang proses pengerasannya melalui proses polimerisasi dibantu dengan bantuan cahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jarak dan durasi penyinaran terhadap kekerasan permukaan resin komposit nanofilled. 60 spesimen resin komposit yang ditumpat dalam mold dibagi ke dalam 6 kelompok berdasarkan jarak dan durasi penyinaran yang berbeda yaitu 2 mm, 5 mm, dan 8 mm; serta 20 detik dan 40 detik. Rerata nilai tertinggi dimiliki oleh kelompok dengan jarak terkecil dan durasi penyinaran terlama sedangkan nilai rerata terendah terdapat pada kelompok dengan jarak terbesar dan durasi penyinaran tersingkat. Terdapat perbedaan bermakna antar tiap kelompok perlakuan dengan jarak yang berbeda, namun pada 2 kelompok yang memiliki jarak tip LED Light Curing Unit sebesar 8 mm, tidak ada perbedaan bermakna. Dapat disimpulkan, jarak tip LED Light Curing Unit dan durasi penyinaran berpengaruh terhadap kekerasan permukaan resin komposit nanofilled. Pengaruh durasi penyinaran hanya signifikan apabila jarak tip LED Light Curing Unit terhadap permukaan resin komposit kurang atau sama dengan 5 mm.

Composite resin is a material of choice for direct restorations. Hardening process of composite resin is triggered by light to begin the polymerization process. The aim of this research was to assess the effect of LED light curing unit's tip distance and curing time to surface hardness of nanofilled composite resin. 60 specimens were prepared into a mold and they were divided into 6 groups based on the different curing distance and time which is 2 mm, 5 mm, and 8 mm along with 20 seconds and 40 seconds. The highest surface hardness was seen in group with 2 mm tip's distance and 40 seconds curing time, while the lowest was seen in group with 8 mm tip's distance and 20 seconds curing time. Significant differences were seen between different tip's distances but in 2 groups which has 8 mm tip's distances and different curing time, there is no significant differences. In coclusion, LED light curing unit's tip distance and curing time is affecting surface hardness of nanofilled composite resin. Curing time only affect the surface hardness if the tip's distance is less than 8 mm."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Surya Heri Itanto
"Latar Belakang: Perawatan restorasi resin komposit nanofilled dan nanohybrid memerlukan prosedur pemolesan untuk mengurangi tingkat kekasaran permukaan sehingga permukaan halus dan mengkilap.
Tujuan: Membandingkan kekasaran permukaan resin komposit nanofilled dan nanohybrid setelah pemolesan menggunakan teknik multiple-step.
Metode: 40 spesimen resin komposit yang dibagi ke dalam 2 kelompok 20 spesimen nanofilled Filtek Z350XT A dan 20 spesimen nanohybrid Filtek Z250XT B dipersiapkan kemudian dipoles. Setelah direndam dalam saliva buatan selama 24 jam, tingkat kekasaran permukaan diukur dengan surface roughness tester.
Hasil: Hasil rerata tingkat kekasaran permukaan beserta standar deviasi kelompok A adalah 0,0967 m 0,0174 sedangkan kelompok B adalah 0,1217 m 0,0244. Secara statistik p=0,05 terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa tingkat kekasaran permukaan resin komposit nanofilled setelah pemolesan dengan teknik multiple-step lebih baik dibandingkan dengan nanohybrid.

Background: Restorative treatment using nanofilled and nanohybrid composite should be finished and polished to reduce surface roughness and create smoother surface of the composite.
Objective: To compare the surface roughness nanofilled and nanohybrid composite resin after polishing using multi step technique.
Method: 40 composite resin specimens were divided into 2 groups 20 nanofilled specimens Filtek Z350XT A and 20 nanohybrid specimens Filtek Z250XT B was prepared and then polished. After immersion in artificial saliva for 24 hours, the surface roughness is measured with a surface roughness tester.
ResultL The mean surface roughness results along with standard deviation of group A is 0,0967 m 0,0174 while group B is 0,1217 m 0,0244. Statistically with p 0.05 , there are significant differences between each group.
Conclusion: Surface roughness of nanofilled composite resin after polishing with multiple step technique is better than nanohybrid.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Fitha Prabantari A.
"Latar Belakang: Porositas dan kurangnya daya alir MTA yang berpengaruh pada kerapatan tepi dapat diatasi dengan teknik peletakan agitasi ultrasonik indirek.
Tujuan: Menganalisis perbedaan kebocoran tepi MTA modifikasi sebagai root-end filling dengan teknik peletakan manual dan agitasi ultrasonik indirek.
Metode: Empat puluh gigi premolar dipreparasi saluran akar, diisi, dan dipreparasi retrograde. MTA modifikasi diletakkan dengan teknik manual dan ultrasonik indirek. Sampel direndam dalam tinta india 3x24 jam, kebocoran mikro diamati dengan mikroskop stereo perbesaran 63x, lalu diskor. Uji statistik menggunakan Chi-Square"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astinah
"Latar belakang: C.albicans adalah jamur yang paling banyak ditemukan pada kegagalan perawatan saluran akar. Kemampuan C.albicans untuk bertoleransi terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, salah satunya dengan membentuk biofilm menjadi salah satu masalah dalam perawatan endodontik. Penggunaan irigan alami dengan kemampuan anti jamur yang baik, sebagai alternatif dari bahan sintetik, selama pembersihan dan preparasi saluran akar adalah sangat penting.
Tujuan: Untuk menganalisa potensi aloe vera terhadap biofilm C.albicans.
Metode: Biofilm C.albicans dibagi dalam 5 kelompok yaitu: kelompok I biofilm C.albicans tanpa perlakuan, kelompok II,III dan IV biofilm C.albicans yang diaplikasikan aloe vera 100 , 75 , 50 dan kelompok V diaplikasikan EDTA 17.
Hasil: Nilai rerata koloni biofilm C.albicans kelompok aloe vera 100 , 75 dan 50 lebih tinggi dibandingkan dengan EDTA 17 , namun lebih rendah dibandingkan dengan kelompok biofilm tanpa perlakuan
Kesimpulan: aloe vera terbukti mempunyai daya anti jamur terhadap biofilm c.albicans dan paling tinggi pada konsentrasi 75

Background: C. albicansas biofilm has a major role in endodontic treatment failure as the most important fungus isolated from the root canal system. Using alternative irigan with good anti fungal activity as other option from sintetic irigan, during cleaning and shaping root canal, is very important.
Objective: To analyze anti fungal activity aloe vera against C. albicans biofilm.
Methods: Biofilm C. albicans were divided into five groups Group I as biofilm C. albicans without application. Group II, III and IV with application aloe vera 100, 75 and 50 . Group V with EDTA 17
Result: Average colony biofilm C. albicans for aloe vera 100 , 75 and 50 higher than EDTA 17 but lower than control.
Conclusion: It was concluded that aloe vera possessed anti fungal activity against C. albicans biofilm and highest on consentration 75
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>