Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Ariani Hertina
"Thriving at work memberikan beragam luaran penting bagi individu maupun organisasi. Thriving a work merupakan kondisi psikologis saat individu mengalami sense of learning dan sense of vitality. Tetapi salah satu studi terbaru menunjukkan bahwa hanya sebagian dari responden penelitian yang mengaku memiliki energi positif di tempat kerja sebagai dampak dari berkurangnya koneksi dan relasi sosial di masa pandemi. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh perceived supervisor support for strengths use (PSSSU) sebagai work contextual terhadap thriving at work ASN melalui mediasi strenghs use. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui peran moderasi core self-evaluation pada hubungan antar variabel. Penelitian ini dilakukan terhadap 326 orang ASN. Data diperoleh melalui survei yang disebarkan secara daring menggunakan kuesioner self-report. Alat ukur yang digunakan antara lain thriving at work scale, adaptasi dari POSSU scale, subskala strengths use dari SUDCO scale, dan core self-evaluation scale. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan model 7 Macro PROCESS HAYES’ pada SPSS versi 26. Hasil menunjukkan bahwa strengths use memediasi secara parsial pengaruh perceived supervisor support for strengths use terhadap thriving at work. Selain itu, core self-evaluation tidak memoderasi pengaruh tidak langsung perceived supervisor support for strengths use terhadap thriving at work. Hasil penelitian memberikan implikasi berupa pemahaman bagi organisasi pemerintah bahwa thriving at work dapat didorong melalui PSSSU. Selain itu dampak PSSSU terhadap thriving at work dapat ditingkatkan dengan cara memastikan ASN mempraktekkan strengths use sebagai respon dari PSSSU yang didapatkan.

Thriving at work provides a variety of important outcomes for individuals and organizations. Thriving at work is a psychological state when individuals experience a sense of learning and as sense of vitality. But, recent study showed that only some of research respondents reported to have a positive energy at work, as a result of reduces social connections and interaction during the pandemic. This research was conducted to examine the effect of perceived supervisor support for strengths use (PSSSU) as a work contextual on thriving at work among ASN through the mediation of strengths use. This research was also conducted to determine the moderating role of core self-evaluation on the relationship between variables. This research was conducted on 326 of ASN. Data was obtained through a survey distributed online using a self-report questionnaire. The measuring instruments used include the thriving at work scale, an adaptation of the POSSU scale, the strengths use subscale of the SUDCO scale, and the core self-evaluation scale. Data processing and analysis was carried out using model 7 of Macro PROCESS HAYES' in SPSS version 26. The results show that strengths use partially mediates the effect of perceived supervisor support for strengths use on thriving at work. On the other hand, core self-evaluation does not moderate the indirect effect of perceived supervisor support for strengths use on thriving at work. The study results provide implications in the form of understanding for government organizations that thriving at work can be encouraged through PSSSU. Apart from that, the impact of PSSSU on thriving at work can be increased by ensuring ASN practice strengths use as a response to the PSSSU obtained."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Permana Ruma Horbo
"Perkembangan pada era digitalisasi menuntut perusahaan melakukan perubahan yang signifikan dalam proses bisnisnya sebagai langkah dan upaya untuk menghadapi kompetitor dan beradaptasi dengan lingkungan terutama pasar eksternal (eksternal market). Perubahan tersebut tentunya memberi dampak berupa tantangan bagi suatu organisasi terutama SDM yang dimiliki untuk dapat menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan yang sedang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komitmen afektif terhadap perubahan sebagai mediator hubungan pertukaran pemimpin-anggota dengan kemampuan mengatasi perubahaan di Unit Area PT X. Subjek penelitian berjumlah 222 partisipan yang berasal dari 7 Unit Area PT X. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pertukaran pemimpin-anggota dapat memprediksi kemampuan karyawan dalam menghadapi perubahan jika karyawan memiliki komitmen afektif terhadap perubahan

The development in the era of digitalization requires companies to make significant changes in their business processes as steps and efforts to face competitors and adapt to the environment, especially the external market (external market). These changes certainly have an impact in the form of challenges for an organization, especially its human resources, to be able to face and adapt to the changes that are happening. This study aims to determine the role of affective commitment to change as a mediator of the leader-member exchange relationship with the ability to cope with change in the PT X Area Unit. Subjects totaled 222 participants from 7 Unit Area PT X. The results of this study concluded that leader-member exchange can predict the ability of employees to deal with change if employees have an affective commitment to change."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yorri Violeta Widyayanti
"Perubahan iklim saat ini menuntut perilaku konkret yang berdampak positif pada lingkungan, seperti pro-environmental behavior. Kehadiran pro-environmental behavior juga dibutuhkan dalam lingkup organisasi dan pekerja, karena berpengaruh terhadap efektivitas organisasi. Faktor-faktor beragam memengaruhi pro-environmental behavior, termasuk tingkat extraversion seseorang. Kehadiran pro-environmental behavior juga dapat disebabkan oleh eco-anxiety yang dialami seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan eco-anxiety sebagai mediator antara extraversion dengan pro- environmental behavior pada masyarakat Indonesia yang tergolong usia pekerja. Sebanyak 241 warga negara Indonesia yang tergolong usia pekerja, yaitu usia 19–58 tahun, menjadi partisipan dalam penelitian ini. Alat ukur yang digunakan yaitu Ten Item Personality Inventory (TIPI), Hogg Eco-Anxiety Scale (HEAS-13), dan Pro- Environmental Behavior Scale (PEBS-2013). Data pada penelitian ini dianalisis menggunakan teknik analisis mediasi model 4 dari Hayes, dengan menggunakan PROCESS v4.2. Temuan dari penelitian menunjukkan adanya partial mediation, yaitu tingkat extraversion secara langsung dapat memotivasi seseorang untuk memunculkan perilaku yang berdampak positif bagi lingkungan, sebagai pemenuhan norma sosial. Lebih lanjut, eco-anxiety memainkan peran signifikan sebagai mediator dalam hubungan antara extraversion dan pro-environmental behavior. Namun, kehadiran eco-anxiety pada penelitian ini diprediksi menjadi variabel suppressor. Hal ini memberikan implikasi bagi organisasi bahwa eco-anxiety perlu ditanggapi dan difasilitasi secara positif agar dapat menghasilkan dampak yang positif. Penelitian ini memberikan gambaran tentang keterkaitan antara pro-environmental behavior, extraversion, dan eco-anxiety di masyarakat Indonesia usia pekerja yang masih jarang diteliti. Limitasi pada penelitian ini juga dibahas lebih lanjut.

The current climate change demands concrete behaviors that positively impact the environment, such as pro-environmental behavior. The presence of pro-environmental behavior is also needed in the context of organizations and workers, as it affects organizational effectiveness. Various factors influence pro-environmental behavior, including an individual's level of extraversion. The presence of pro-environmental behavior can also be triggered by a person's eco-anxiety. This study aims to see the role of eco-anxiety as a mediator between extraversion and pro-environmental behavior among Indonesian working-age individuals. A total of 241 Indonesian citizens within the working-age range, from 19 to 58 years old, participated in this research. The measurement tools used were the Ten Item Personality Inventory (TIPI), Hogg Eco- Anxiety Scale (HEAS-13), and Pro-Environmental Behavior Scale (PEBS-2013). The findings of the study showed partial mediation, which that the level of extraversion can directly motivate someone to exhibit environmentally positive behaviors as a fulfillment of social norms. Furthermore, eco-anxiety plays a significant role as a mediator in the relationship between extraversion and pro-environmental behavior. However, the presence of eco-anxiety in this study was predicted to be a suppressor variable. This has implications for organizations that eco-anxiety needs to be addressed and facilitated in a positive way in order to have a positive impact. This study provides an overview of the relationships between extraversion, pro-environmental behavior, and eco-anxiety in the working-age population in Indonesia, a field that has been relatively underexplored. The limitations of this study are also discussed further."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Sofyan
"Fleksibilitas kerja semakin menjadi perhatian utama di berbagai sektor industri, terutama dalam konteks kesejahteraan subjektif pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara pengaturan kerja fleksibel dan kesejahteraan subjektif pada pekerja di sektor industri swasta di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain non-eksperimental korelasional. Partisipan penelitian adalah 87 pekerja berusia 19-60 tahun yang telah bekerja dengan pengaturan kerja fleksibel minimal selama 3 bulan. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang terdiri dari The PERMA-Profiler dan Flexible Working Arrangement Scale (FWAS). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara fleksibilitas waktu kerja dan kesejahteraan subjektif (r = 0,487; p < 0,01; two tailed) serta antara fleksibilitas tempat kerja dan kesejahteraan subjektif (r = 0,532; p < 0,01; two tailed). Temuan ini mengindikasikan bahwa pekerja yang memiliki kontrol lebih besar atas waktu dan lokasi kerja mereka cenderung memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang lebih tinggi. Oleh karena itu, disarankan bagi organisasi untuk merancang kebijakan kerja yang lebih fleksibel dan memberikan dukungan yang memadai untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Work flexibility has increasingly become a major focus in various industrial sectors, especially concerning the subjective well-being of employees. This study aims to examine the relationship between flexible working arrangements and subjective well-being among workers in the private sector in Indonesia, particularly in DKI Jakarta, Banten, and West Java. This research employs a quantitative method with a non-experimental correlational design. The participants of the study are 87 employees aged 19-60 years who have been working with flexible working arrangements for at least 3 months. Data were collected through questionnaires consisting of The PERMA- Profiler and the Flexible Working Arrangement Scale (FWAS). The results of the study show a significant positive relationship between flexible working hours and subjective well-being (r = 0,487; p < 0,01; two tailed) as well as between flexible work location and subjective well-being (r = 0,532; p < 0,01; two tailed). These findings indicate that employees who have greater control over their work hours and locations tend to have higher levels of subjective well-being. Therefore, it is recommended for organizations to design more flexible work policies and provide adequate support to enhance employee well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Benaya Mahendra
"Keluarnya karyawan dari perusahaan adalah fenomena yang selalu terjadi. Saat ini tingkat keluarnya karyawan cenderung tinggi dan terus meningkat, baik karena alasan ekonomi maupun karena pengembangan karier, terutama pada Generasi Milenial. Hal tersebut dapat merugikan karyawan dan perusahaan. Keluarnya karyawan dapat dipengaruhi oleh niat keluar dan keterlibatan karyawan. Namun, saat ini tingkat niat keluar karyawan tinggi dan keterlibatan karyawan rendah, karena ketidakpuasan terhadap gaji/upah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi niat keluar, komitmen organisasi, keterlibatan karyawan, dan kepuasan penghargaan. Penelitian dilakukan secara daring pada 176 karyawan Generasi Milenial. Hasil analisis menggunakan metode regresi dan PROCESS v4.2 menunjukkan: kepuasan penghargaan memengaruhi keterlibatan karyawan dan komitmen organisasi secara positif, serta niat keluar secara negatif; keterlibatan karyawan memengaruhi komitmen organisasi secara positif dan niat keluar secara negatif; dan keterlibatan karyawan dapat memediasi pengaruh kepuasan penghargaan terhadap komitmen organisasi, tetapi tidak terhadap niat keluar. Selain itu, ditemukan bahwa karyawan Generasi Milenial memiliki niat keluar yang rendah, keterlibatan karyawan tinggi, serta komitmen organisasi dan kepuasan penghargaan sedang. Dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan penghargaan yang diberikan dan memberikan peran pekerjaan yang dapat melibatkan karyawan secara aktif agar karyawan memiliki komitmen yang lebih kuat dan tidak memiliki niat untuk keluar sehingga meminimalisasi
keluarnya karyawan.

Employee turnover is a phenomenon that always occurs. Currently, employee turnover rates tend to be high and continue to increase, both for economic reasons and for career development, especially among the Millennial Generation. This can be detrimental to employees and companies. Employee turnover can be influenced by turnover intention and employee engagement. However, currently the level of employee turnover intention is high and employee engagement is low, due to dissatisfaction with salary/wages. This research aims to determine the interaction of turnover intention, organizational commitment, employee engagement, and reward satisfaction. Research was conducted online on 176 Millennial Generation employees. The results of the analysis using the regression and PROCESS v4.2 method show: reward satisfaction influences employee engagement and organizational commitment positively, and turnover intention negatively; employee engagement influences organizational commitment positively and turnover intention negatively; and employee engagement can mediate the effect of reward satisfaction on organizational commitment, but not on intention to leave. In addition, it was found that Millennial Generation employees have low turnover intention, high employee engagement, and moderate organizational commitment and reward satisfaction. In this way, companies can increase the rewards given and provide work roles that can actively engage employees so employees have stronger commitment and have no intention of leaving, thereby minimizing employee turnover."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hibatullah Wafi Yassar
"Magang Merdeka merupakan salah satu program Kampus Merdeka untuk mengasah kemampuan praktis mahasiswa yang masih aktif berkuliah. Peneliti ingin melihat hubungan antara setiap dimensi work-life balance dengan kesejahteraan subjektif pada 107 mahasiswa aktif S1 yang mengikuti program Magang Merdeka. Data dikumpulkan melalui kuesioner dengan alat ukur The PERMA-profiler untuk mengukur kesejahteraan subjektif dan Work/Non-work Interference and Enhancement Scale untuk mengukur work-life balance. Hasil penelitian menunjukkan dimensi work enhancement of personal life memiliki hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan subjektif sebesar (r = 0,02; p < 0,01; two tailed). Tidak ada hubungan antara dimensi work interference with personal life, personal life interference with work, dan personal life enhancement of work dengan kesejahteraan subjektif. Oleh karena itu, pemangku kebijakan perlu mengatur agar mahasiswa aktif S1 tidak terbebani dan membekali mereka dengan dukungan yang memadai untuk bisa mengatasi beban kerja dan beban akademik secara bersamaan.

Magang Merdeka is a program aimed at honing students' practical skills, but it has the potential to cause role conflicts among students. This study aims to examine the relationship between the dimensions of work-life balance and subjective well-being in students participating in the Magang Merdeka program. The total number of participants was 107, consisting of active students aged 19 to 23 years old, who have participated or are currently participating in the Magang Merdeka program. This study found a relationship between work enhancement of personal life and subjective well-being (r = 0.02; p < 0.01; two-tailed). Additionally, this study found that there was no relationship between other dimensions of work-life balance and subjective well-being in the context of students in the Magang Merdeka program."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Ghazani
"Pergeseran perilaku berbelanja secara konvensional menjadi online dengan pemanfaatan e-commerce terus berkembang terutama pada emerging adulthood. E-commerce pun berlomba memberikan promosi dan harga yang kompetitif untuk terus mengembangkan pangsa pasar. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh bentuk promosi dan harga terhadap intensi membeli. Penelitian eksperimental dilakukan pada 115 partisipan berusia 18-25 tahun. Partisipan mendapatkan skenario berbelanja online dengan bentuk promosi (diskon dan gratis ongkos kirim) sebagai variabel within-subjects serta harga (murah dan mahal) sebagai variabel between-subjects. Berdasarkan uji Mixed ANOVA, terdapat pengaruh yang signifikan antara harga terhadap intensi membeli (p < ,01). Namun, tidak terdapat hasil yang signifikan antara bentuk promosi terhadap intensi membeli (p = 0,10). Terakhir, tidak ada interaksi antara bentuk promosi dan harga terhadap intensi membeli (p = 0,24).

Buying behavior are shifting from conventional method to use of e-commerce especially in emerging adulthood age range. Therefore, e-commerce is competing in providing promotion and price with the best deal to expand their market. This study aims to examine the effect of promotion type and price toward purchase intention. Experimental study was conducted on participants aged 18-25 years old. Participants assigned to purchase scenario with promotion type (discount and free shipping) as within-subjects variable and price (cheap and expensive) as between-subjects variable. Mixed ANOVA result reveal significant effect of price toward purchase intention (p < .01). Meanwhile, there is no significant effect of promotion type toward purchase intention (p = 0.10). Moreover, there is no interaction between the variables toward purchase intention (p = 0.24)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library