Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadi Wahyudi
"Salah satu lembaga dalam Hukum Acara Perdata yang digunakan agar putusan hakim nantinya dapat terjamin pelaksanaannya adalah dengan adanya lembaga Sita Jaminan. Lembaga Sita Jaminan dapat dikatakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menjamin hak Pemohon. Untuk mengajukan Sita Jaminan haruslah ada hubungan hukum berupa hutang-piutang antara Penggugat dan Tergugat serta adanya persangkaan atau dugaan yang beralasan, bahwa seseorang yang berhutang sebelum dijatuhkan putusan oleh Hakim atau putusan belum dijalankan, beritikad buruk mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya. Untuk membuktikan suatu persangkaan yang beralasan sebagai dasar disetujuinya permintaan Sita Jaminan, maka Penggugat (Kreditur) sebagai pihak yang mendalilkan persangkaan maka ia harus membuktikan persangkaannya itu, sesuai dengan pasal 163 RIB dan Tergugat (Debitur) sebagai pemilik barang yang akan disita tersebut seharusnya datang ke Pengadilan untuk diperiksa secara seksama mengenai persangkaan yang didalilkan oleh Penggugat untuk meletakkan Sita Jaminan. Hal ini sejalan dengan asas hukum acara perdata yaitu audi et alteram partem (mendengar kedua belah pihak). Dengan Perkataan lain, supaya dapat dikabulkan Sita Jaminan yang dimohonkan oleh Pemohon, haruslah sesuai dengan syarat-syarat atau alasan-alasan yang telah ditentukan di dalam pasal 227 ayat 1 Reglement Indonesia yang Diperbaharui (RIB). Apabila telah dikabulkannya suatu Permohonan Sita Jaminan maka barang yang diletakkan Sita Jaminan tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak ketiga. Alasan dibuatnya penelitian tentang penetapan dan peletakkan Sita Jaminan pada perkara gugatan perbuatan melawan hukum tentang pencemaran nama baik, antara Tomy Winata (Penggugat) terhadap Goenawan Muhammad (Tergugat) karena Penetapan maupun peletakkan Sita Jaminan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur secara yuridis dianggap telah mengandung cacat hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Maharani Debora
"Ketika suatu persidangan perkara perdata sedang berjalan di Pengadilan Negeri, terdapat kemungkinan salah satu pihak (dalam kasus ini tergugat) meninggal dunia. Dalam hukum pidana dimana jika terdakwa meninggal dunia penuntutan perkaranya gugur, maka dalam hukum acara perdata, meninggalnya tergugat, tidak menyebabkan gugatan menjadi gugur. Kedudukan tersebut digantikan oleh ahli warisnya sebab tampilnya ahli waris menggantikan pewaris sebagai tergugat bukan merupakan hak, tetapi kewajiban hukum. Dalam perkara perdata No.904/Pdt.G/2007/PN.Jaksel, almarhum Soeharto sebagai tergugat I meninggal dunia ketika sidang akan memasuki tahap kesimpulan. Tentu saja ahli waris dari Soeharto harus menggantikan kedudukannya. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama adalah mengajukan penetapan ahli waris kepada Pengadilan Agama (pewaris dan ahli waris beragama Islam). Hal ini berguna untuk mengetahui siapa saja ahli waris yang akan bertanggungjawab jika putusan hakim menyatakan tergugat I (almarhum) wajib membayar ganti kerugian. Kedua, jika menginginkan adanya perubahan gugatan, yaitu mengubah nama tergugat asal menjadi nama ahli warisnya, hanya dapat dilakukan sampai tahap replik-duplik dengan memberitahukan terlebih dahulu peristiwa kematian tergugat kepada majelis hakim. Sedangkan jika tergugat meninggal dunia ketika sudah sampai tahap pembuktian dan kesimpulan, maka penggugat tidak perlu memperbaiki atau memperbaharui gugatan. Ahli waris tampil menggantikan pewaris sebagai tergugat sebagai kewajiban hukumnya. Ketiga, terhadap putusan pengadilan, tergugat yang meninggal dunia yang posisinya diganti oleh ahli waris, maka nama tergugat yang meninggal diganti dengan nama ahli warisnya. Jika seluruh ahli waris menolak warisan, maka anak-anak dari ahli waris yang menolak tampil berdasarkan kedudukan sendiri. Dan jika anak dari ahli waris tersebut juga menolak, maka tampil keluarga sedarah lainnya berdasarkan penggolongan ahli waris. Dan jika seluruh keluarga sedarah dari ahli waris tetap menolak, maka harta peninggalan pewaris menjadi milik negara dimana negara wajib melunasi segala utang pewaris sebanyak harga harta peninggalan mencukupi untuk itu (Pasal 832b KUHPerdata)."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22397
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Ken Wedhayanti DA
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adi Priyono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S22021
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aidil Khairunsyah
"Seorang anak tidak pernah minta untuk dilahirkan. Sesungguhnya ia adalah karunia dari Allah SWT kepada umatnya. Secara biologis, terjadinya seorang anak didahului oleh adanya hubungan badan antara seorang pria dengan seorang wanita. Hubungan badan tersebut biasa terjadi dalam suatu ikatan perkawinan yang sah antara suami dan istri. Namun hubungan itu bisa pula terjadi tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah. Hubungan badan yang dilakukan di luar ikatan perkawinan yang sah dikenal dengan istilah free sex atau seks bebas. Hubungan free sex atau hubungan badan yang dilakukan di luar ikatan perkawinan akan menimbulkan permasalahan terhadap anak yang lahir dari hubungan tersebut. Seorang anak yang dilahirkan dari suatu hubungan free sex akan memiliki status dan kedudukan yang berbeda dengan anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah. Status dan kedudukan seorang anak sangatlah penting, karena status dan kedudukan tersebut akan mempengaruhi hubungan kekeluargaan dan hubungan perdata yang dimiliki antara si anak dengan ayah dan ibunya. Selain itu status dan kedudukan anak juga akan mempengaruhi perwalian anak.
Seorang wali diangkat melalui penetapan Pengadilan Negeri. Dimana pihak yang berkepentingan mengajukan permohonan perwalian kepada Pengadilan Negeri setempat. Kemudian Pengadilan Negeri tersebut memutuskan untuk mengabulkan atau menolak permohonan perwalian yang diajukan, yang dituangkan dalam sebuah penetapan. Dengan menggunakan metode studi dokumen dan wawancara, diketahui bahwa upaya hukum yang dapat ditempuh atas suatu penetapan voluntair adalah dengan mengajukan permohonan kasasi. Hal ini merujuk kepada Penjelasan Pasal 43 ayat (1) UU No.14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Dan terhadap suatu penetapan perwalian, dapat dimohonkan pembatalan. Dimana yang mempunyai wewenang untuk membatalkan suatu penetapan Pengadilan Negeri adalah Mahkamah Agung. Ketentuan ini didasarkan pada Pasal 30 Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Wellem D.S.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4   >>