Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ktut Bagus S.
"Polimer blend atau poyblend adalah kombinasi dari dua atau lebih polimer yang berikatan secara fisik satu sama lain. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kombinasi sifat yang menguntungkan dari komponen penyusunnya. Pada penelitian ini, PP di-blending dengan LLDPE untuk memperbaiki sifat ketahanan impak PP yang kurang bagus, sehingga diharapkan akan memperluas aplikasi material ini dan dapat digunakan pada rear fender sepeda motor ataupun dash hoard dan bumper mobil. Metodologi penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan blending pada komposisi PP/LLDPE 90/10, 85/15, 75/25 dan 60/40 pada mesin rheomex twin screw extruder. Penelitian difokuskan untuk menentukan komposisi blending yang tepat sehingga menghasilkan campuran yang memiliki sifat mekanik optimal. Berdasarkan hasil penelitian, penambahan LLDPE di huwah 25% meningkatkan sifat mekanik PP, akan tetapi besarnya masih cukup jauh di bawah nilai rata-rata yang semestinya didapat berdasarkan rules of mixing. Pada gambar mikrostruktur tcrlihat adanya dua fasa yang berbeda karena terjadi pemisahan fasa akibat pendinginan lambat pada saat pembentukan sampel. Pada penambahan LLDPE di bawah 25%, fasa ter'dispersi berbentuk bola dan rata-rata memiliki diameter < 10 _m, namun, pada komposisi 60/40 ukuran partikel yang terbentuk jauh lebih besar dari 10 _m. Morfologi dari mikrostruktur tersebut sangat menentukan respon material terhadap pembebanan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41686
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kukuh Prahara
"Subtitusi material power window gear yaitu AISI 1144 (merupakan baja karbon rendah dengan kandungan C (0,40-0,48), Mn(l,35-l,65), maksimum P(0,04) dan S(0,24-0,33) yang mengalami proses resulfurisasi) dengan material polimer dilakukan dengan analisis mekanikal dan secara desain. Proses produksi gigi roda plastik ini diutamakan dengan proses injection molding. Dari serangkaian proses desain dan pemilihan material, dipilih material acetal homopolimer dengan grade general purpose untuk menggantikan material awal dari komponen ini. Desain rekayasa dilakukan dengan bantuan perangkat lunak CATIA V5 Release 15. Studi perilaku dan kelayakan material pengganti dipelajari dengan simulasi proses dengan perangkat lunak MPA 7.1 (Moldflow Plastics Advisor 7.1). Variasi temperatur cetakan dan variasi temperatur lelehan menjadi parameter yang diuji untuk mengetahui hubungannya dengan jumlah shrinkage volumetrik dan ukuran sink mark yang terbentuk. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa variasi temperatur cetakan menunjukan korelasi yang cenderung sama dengan kenaikan temperatur terhadap % volume shrinkage dan ukuran sink mark yang terkecil. Pada suhu 60, 70 dan 80_C% volume shrinkage yang paling optimum yaitu pada temperatur 60 _C dengan nilai % volume shrinkage terkecil adalah sebesar 10,836% dan ukuran sink mark yang paling optimum yaitu pada temperatur 60 _C yaitu sebesar 0,245 mm. Pada variasi temperatur lelehan didapatkan hubungan yang cenderung sama pada kenaikan temperatur leleh terhadap % volume shrinkage dan ukuran sink mark yang terjadi. Pada temperatur lelehan 215, 225 dan 235_C, nilai % volume shrinkage yang paling optimum (terkecil) adalah pada temperatur 215 _C yaitu sebesar 10,261% dan ukuran sink mark yang paling optimum (terkecil) yaitu pada temperatur 215 _C yaitu sebesar 0,232 mm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41715
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Topaz Patria Teguh Pratomo
"Baru-baru ini polymer-clay nanocomposite telah menjadi sebuah konsep yang berkembang di dlam pemanfaatan komposit matriks polImer hal ini dikarenakan penggabungan antara OLS dengan polymer memiliki kesempatan yang menjanjikan untuk meningkatkan performa yang lebih baik dari pada filled polymers pada umumnya. Dispersi dari OLS sulit untuk dicapai karena perbedaan polaritas antara keduanya. Kebutuhan akan compatibilizer yang memiliki kecocokan dengan PP dan clay juga kondisi proses yang sesuai menjadikan proses ini kompleks dan relatif mahal. Peneliatian menjalankan aplikasi Cascade Engineering Principle selama proses fabrikasi. Proses yang stimultan untuk menghasilkan polimer fungsional (sintesis dari PP-g-MA) untuk mencapai struktur PP-clay nanokomposit dengan interkelasi dan atau eksfoliasi menjadikan sebuah metode jalan pintas yang memiliki biaya proses relatif rendah. Untuk awal dibuat terlebih dahulu Masterbatch untuk kemudian dilanjutkan dengan membuat PPCN. PP, Peroxide dan Maleat Anhidrida dicampur menghasilkan PP-g-MA menggunakan metode melt compounding dengan tiga variabel watu pencampuran (1, 3 dan 6 menit) kemudian clay OLS dengan gugus OH (2-Hydroxyethyl(hexadecyl)- dimethylammonium iodide) dimasukkan dengan metode yang sama. Lalu, PP ditambahkan ke dalam masterbatch untuk menghasilkan PPCN. Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength Test) dilakukan untuk mengidentifikasi adanya peningkatan terhadap sifat mekanik dan pemeriksaan dengan XRD untuk menunjukan stabilitas struktur nanomorfologi. Metode fabrikasi ini belum memberikan hasil yang ideal. Sebagai compatibilizer, PP-g-MA yang dihasilkan memberikan interaksi yang kurang baik, mengacu pada runtuhnya/collapse dari struktur nanomorfologi-nya diantara gallery silikat. XRD difractogram menunjukan bahwa terbentuk interkelasi pada PPCN dan beberapa deinterkelasi juga terdeteksi. Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength Test) membuktikan penurunan pada kekuatan tarik dari PPCN.

Recently, polymer-clay nanocomposite has become advanced concept in polymer matrix composites due to the fusion of hybrid between OLS and polymer promising to have significantly improved performance over traditionally filled polymers. Dispersion of OLS to polymer is difficult to be achieved in that the difference in polarity grade. Compatibilizer affinity to PP and clay and suitable process conditions make this process complex and expensive. The research applying Cascade Engineering Principle during fabrication. A simultaneous process of polymer functionalization (synthesis of PP-g-MA) to achieve intercalated and/or exfoliated PP-clay nanocomposite makes such proposed method is a shortcut and a low cost processing. Masterbatch being the main focus on preparation of PPCN. PP, Peroxide and Maleic Anhydride mixed to be PP-g-MA using melt compounding method with three variabels (1, 3 and 6 minutes) and then clay OLS with OH functional group (2-Hydroxyethyl(hexadecyl)-dimethylammonium iodide) inserted with the same method. Next, PP added to masterbatch to produce PPCN system. Tensile Strength testing indicating the improvement of mechanical properties and XRD examination showing the stability of nanomorphology structure. This fabrication method didn?t offer ideal result yet. Although there is an imrovement in the modulus of elasticity.As compatibilizer, PP-g-MA gave poor interaction referred to the collapse on nanomorphology structure between silicate galleries. XRD difractogram showed that some intercalation formed in PPCN system while some deintercalation detected on the contrary. Tensile Strength testing proved that deintercalation had its tensile strength lower. As variabels, three of PPCN products had no significant differences of data series."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S41737
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daru Tutuko
"Polimer-clay nanokomposit menjadi konsep terdepan dalam polimer komposit karena sifat sinergi dari hybrid OLS dengan polimer mampu meningkatkan berbagai sifat material yang signifikan pada konsentrasi filler yang rendah (5 % OLS). Pada sistem PPCN, dispersi OLS di dalam polimer sulit tercapai karena tingkat kepolarannya yang berbeda. Selain itu tingkat afinitas compatibilizer terhadap PP maupun clay dan juga berbagai kondisi proses yang spesifik menyebabkan proses pembuatannya sangat kompleks dan mahal.
Penelitian ini menerapkan "Cascade Engineering Principle" pada fabrikasinya. Proses simultan (serempak) dari sintesis PP-g-MA guna tercapainya interkelasi dan/atau eksfoliasi dari PPCN membuat metode ini menjadi singkat sehingga biayanya rendah. Masterbatch menjadi fokus utama dimana pada awalnya PP, Peroksida dan Anhidrida Maleat dicampur untuk membuat PP-g-MA dan kemudian ditambahkan clay dengan menggunakan metoda melt compounding. Waktu 1 menit, 3 menit dan 6 menit menjadi variabel pembuatan masterbatch. Penambahan PP selanjutnya akan menghasilkan sistem PPCN.
Pengujian kuat tarik dilakukan untuk melihat peningkatan sifat mekanisnya dan karakterisasi XRD akan menunjukkan kestabilan nanomorfologi yang terbentuk. Pada penerapannya, metode fabrikasi yang digunakan belum memberikan hasil maksimal. Compatibilizer PP-g-MA memberikan interaksi yang buruk dilihat dari ketidakmampuannya memberi pilar yang kokoh untuk mempertahankan struktur nanomorfologi dalam galeri silikat. Analisa XRD menunjukkan adanya interkelasi di sebagian sistem PPCN, terdapat pula deinterkelasi di sebagian lainnya. Pengujian Kuat Tarik membuktikan bahwa adanya deinterkelasi akan menurunkan sifat kuat tariknya (tensile strength). Variabel waktu dari ketiga PPCN tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada nilai kuat tarik dan difaktogram XRD.

Recently, polymer-clay nanocomposite has become advanced concept in polymer matrix composites due to the fusion of hybrid between OLS and polymer promising to have significantly improved performance over traditionally filled polymers. Dispersion of OLS to polymer is difficult to be achieved in that the difference in polarity grade. Compatibilizer affinity to PP and clay and suitable process conditions make this process complex and expensive.
The research applying Cascade Engineering Principle during fabrication. A simultaneous process of polymer functionalization (synthesis of PP-g-MA) to achieve intercalated and/or exfoliated PP-clay nanocomposite makes such proposed method is a shortcut and a low cost processing. Masterbatch being the main focus on preparation of PPCN. PP, Peroxide and Maleic Anhydride mixed to be PP-g-MA using melt compounding method with three variabels (1, 3 and 6 minutes) and then clay inserted with the same method. Next, PP added to masterbatch to produce PPCN system.
Tensile Strength testing indicating the improvement of mechanical properties and XRD examination showing the stability of nanomorphology structure. This fabrication method did not offer ideal result yet. As compatibilizer, PP-g-MA gave poor interaction referred to the collapse on nanomorphology structure between silicate galleries. XRD diffractogram showed that some intercalation formed in PPCN system while some deintercalation detected on the contrary. Tensile Strength testing proved that deintercalation had its tensile strength lower. As variabels, three of PPCN products had no significant differences of data series.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S41768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandu Lanang Kinasih
"Untuk mendapatkan kemasan makanan dengan sifat yang superior, trend saat ini ialah pengembangan teknologi nanokomposit. Salah satu permasalahan yang ada ialah pembuatan nanokomposit ini terbilang rumit dan mahal. Penelitian ini bertujuan membuat polipropilena clay nanokomposit (red. PPCN) yang berbiaya rendah dengan menerapkan prinsip pembuatan singkat cascade engineering. Prinsip cascade engineering pada pembuatan PPCN ini, ditunjukkan melalui pembuatan compatibilizer (untuk memungkinkan pencampuran PP dengan clay), masterbatch, dan PPCN secara berkelanjutan dalam satu alat melt mixing. Kemudian untuk mengamati kinerja dari PPCN yang dihasilkan dilakukan karakterisasi mekanis dan XRD. Namun karena adanya permasalahan gelembung pada slab pengujian, maka penelitian ini lebih difokuskan pada pengujian stabilitas termal PPCN berdasarkan studi annealing.
Dari hasil XRD yang dilakukan, terlihat bahwa morfologi yang dihasilkan sistem ini ialah berupa mikrokomposit. Dan secara umum, terlihat tidak adanya pengaruh yang signifikan dari variabel waktu pembuatan masterbatch yang digunakan (1, 3, dan 6 menit). Setelah dilakukan pengujian XRD pasca anil, terlihat bahwa stabilitas termal sistem yang dihasilkan kurang baik. Hal ini terlihat dari adanya penurunan ukuran galeri MMT (deinterkelasi). Diperkirakan hal ini disebabkan oleh kurang kuatnya ikatan yang terbentuk antara compatibilizer PP-g-MA dengan clay dan juga kurang baik kompatibilitas PP-g-MA.

For getting superior properties of food packaging, today?s people try to use nanocomposite technology. One of nanocomposite problems is the fabrication of this materials were complex and expensive. This research aim is to make a low cost polypropylene clay nanocomposite (red. PPCN) which processed by a short-cut method well-known as cascade engineering principle. Cascade engineering principle in this PPCN fabrication is shown by making compatibilizer (to enable the mixing of PP and clay), masterbatch, and PPCN in one pot process using melt mixing. After making PPCN, to examine the performance of this system, the intended characterizations were mechanical and XRD testing. Due to the presence of voids in slabs produced for the testing, the investigation was focused on the thermal stability of PPCN based on annealing study.
The initial result of XRD showed that the morphology of the system were microcomposite. The XRD data showed that time, as the investigated parameter (1, 3, and 6 minutes), did not make any significant change on the PPCN morphology. After doing the annealing process, the XRD data showed that the thermal stability of this system was poor. This conclusion obtained from the reduction of MMT gallery?s height (deintercalation). These phenomenons are cause by the weak bonding and the lack of compatibility of PP-g-MA.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S41780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sudia Abdurrahman
"Polimer clay nanokomposit tengah marak dikembangkan di berbagai negara karena keunggulannya yang dapat meningkatkan berbagai properties material dengan hanya penambahan sedikit OLS (5%) saja. PPCN dapat dihasilkan dengan adanya interaksi (ikatan) yang kuat antara OLS sebagai nano filler, PP-g-MA sebagai compatibilizer dan polimer sebagai matriksnya. Dispersi OLS di dalam polimer sulit tercapai karena tingkat kepolarannya yang berbeda, tingkat afinitas compatibilizer terhadap PP maupun clay dan juga kondisi proses yang harus spesifik. Sehingga pada eksperimen ini, tahap pre eksfoliasi dilakukan dalam pelarut nonpolar agar memudahkan terjadinya eksfoliasi pada tahap berikutnya yang lebih kompleks. Komposisi optimal diperoleh dengan melakukan eksperimen berbagai komposisi antara OLS dengan pelarutnya. Besarnya persentase OLS diarahkan pada hasil akhir yakni pembuatan masterbatch untuk aplikasi industri dan komersil. Pada komposisi OLS 15%, didapatkan kondisi optimum yang ditandai dengan adanya kesetimbangan termodinamika antara OLS dengan pelarut. Difraktogram hasil XRD 15% OLS + EG dan 15% OLS + PG menunjukkan kurva dengan struktur interkalasi dan/atau eksfoliasi yang ditandai dengan menghilangnya puncak (peak) kurva kedua sampel tersebut di bandingkan dengan puncak kurva OLS. Namun, interaksi yang lebih baik terjadi antara OLS dengan propilen glikol. Hal ini dikuatkan dari nilai parameter kelarutan OLS (surfaktannya) (16,92 MPa1/2), etilen glikol (30,37 MPa1/2), propilen glikol (27,61 MPa1/2) dan air (47,9 MPa1/2) yang menandakan bahwa nilai OLS (surfaktan) dengan propilen glikol lebih berdekatan. Excess yang terdapat pada pengamatan visual sampel 15% OLS + EG menunjukkan bahwa pelarut etilen glikol yang masuk ke dalam galeri layer silikat berikatan tidak sebanyak dan sebaik propilen glikol.

Polymer clay nanocomposite has been widely developed in many countries because of its special quality which can increase several material properties with the addition of only few amounts of OLS (5%). PPCN can be produced from interaction/ bonding between OLS as nano filler, PP-g-MA as compatibilizer and polymer as matrix. The OLS dispersion inside polymer is difficult to be achieved because of the difference in polarity grade, compatibilizer affinity to PP and clay, and also suitable process conditions. Therefore in this experiment, preexfoliation stage was done inside the nonpolar solvent to make the exfoliation easier in the next stage which was more complex. Optimum composition was gained from experimenting several compositions between OLS and its solvent. The percentage value of OLS used was based on the production of masterbatch for industrial and commercial application. On 15% OLS composition, optimum condition was gained, indicated by thermodynamic equilibrium between OLS and its solvent. Diffractograms produced from XRD results, which are 15% OLS + EG and 15% OLS + PG, showed curves with intercalation structure and/or exfoliation which indicated by missing curve peaks of those two samples compared with OLS curve peak. However, better interaction occurred between OLS and propylene glycol. This event is supported by solubility parameter value of OLS surfactant (16.92 MPa1/2), ethylene glycol (30.37 MPa1/2), propylene glycol (27.61 MPa1/2) and water (47.9 MPa1/2) which showed that the value between OLS surfactant and propylene glycol are close to each other. Excess, which had been shown in visual examination of 15% OLS + EG sample, indicated that ethylene glycol solvent which entered into and bonded onto silicate layers gallery was not as many and as good as propylene glycol."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romie Alpha
"Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan pengujian mikrohardness dengan metode dickers. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan epoksi jenis bisfenol A dengan penguat berupa arang kayu dengan variasi kadar beratnya. Arang kayu yang digunakan berupa arang kayu hitam. Sampel epoksi dibuat sebanyak 4 buah, dengan tiga variasi penambahan arang kayu dan satu sampel epoksi murni. Sampel diuji kekerasannya dengan alat pengujian mikrohardness dengan beban sebesar 25 gram. Sampel yang digunakan yaitu 25 gram epoksi murni, epoksi murni + 1 gram arang kayu, epoksi murni + 2 gram arang kayu, dan epoksi + 4 gram arang kayu. Setiap sampel tadi ditambahkan curing agent berupa polyamida sebanyak 6,6 gram. Pengujian dilakukan dengan penjejakan sebanyak 10 titik pada tiap sampel. Nilai kekerasan dari masing - masing titik ini dirata - ratakan sehingga menghasilkan satu nilai kekerasan yang representatif. Melalui pengujian ini, akan diketahui pengaruh penambahan arang kayu terhadap kekerasan epoksi. Untuk melengkapi pengujian kekerasan, maka dilakukan pengamatan SEM untuk melihat permukaan sampel epoksi murni dan permukaan sampel epoksi yang ditambahkan filler berupa arang kayu. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran lOOx, 500x, dan lOOOx. Selain itu, komposisi arang kayu juga diuji dengan EDX. Melalui pengujian komposisi, maka dapat diketahui unsur - unsur yang terkandung di dalam arang kayu."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamalul Adil
"Latar belakang. Ketertarikan terhadap penggunaan analgesik tambahan nonopioid intraoperasi semakin meningkat. Salah satu obat yang mendapatkan banyak perhatian adalah penggunaan lidokain intravena. Tiroidektomi adalah prosedur bedah endokrin yang paling umum dilakukan di seluruh dunia. Pemulihan pascaanestesia umum merupakan salah satu hal yang penting untuk dinilai sebagai hasil akhir dari pelayanan anestesia dan pembedahan. Kuesioner Quality of Recovery-40 (QoR-40) merupakan alat penilaian multidimensi yang dapat diandalkan untuk mengevaluasi status pemulihan pasien pascaoperasi. Metode. Penelitian ini merupakan randomized controlled trial dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling. Sebanyak 34 subjek yang akan menjalani operasi bedah tiroid dimasukkan ke dalam penelitian selama periode Maret – Mei 2022. Subjek penelitian akan diberikan lidokain intravena bolus 1.5 mg/kg saat induksi dilanjutkan dengan rumatan 2 mg/kg/jam hingga selesai jahit kulit (kelompok lidokain) atau diberikan NaCl 0.9% dengan volume yang sama (kelompok kontrol). Kualitas pemulihan pascaanestesia akan dinilai menggunakan kuesioner QoR-40 yang dilakukan pada praoperasi dan 24 jam pasca operasi. Hasil. Tiga puluh empat subjek, dengan 17 subjek pada tiap kelompok, mengikuti penelitian hingga selesai. Infus lidokain intravena kontinyu menghasilkan kualitas pemulihan pascaanestesia yang lebih baik pada operasi bedah tiroid sebesar 20,06 (vs kontrol 4.82, p <0,001), namun tidak signifikan secara statistik terhadap kebutuhan opioid fentanyl intraoperatif yaitu 136.47 mg vs placebo 100,3 mg (p = 0.117). Tidak ada efek samping lidokain yang ditemukan selama penelitian. Simpulan. Infus lidokain intravena kontinu intraoperatif pada operasi tiroidektomi menghasilkan kualitas pemulihan yang lebih baik, diukur dengan selisih nilai QoR-40 (delta) dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun secara statistik tidak ada perbedaan signifikan mengenai kebutuhan opioid fentanyl intraoperatif antara kelompok lidokain dan kontrol.

Background. There has been a growing interest in the use of additional intraoperative non-opioid analgesics in recent years. One drug that has received a lot of attention is the use of intravenous lidocaine. Thyroidectomy is the most common endocrine surgical procedure performed worldwide. Recovery after general anesthesia is one of the important things to be assessed as the final outcome of anesthesia and surgery services. The Quality of Recovery-40 (QoR-40) questionnaire is a reliable multidimensional assessment tool to evaluate the recovery status of postoperative patients. Methods. This study is a randomized controlled trial with consecutive sampling. A total of 34 subjects who will undergo thyroid surgery were enrolled in the study during the period of March – May 2022. Subjects will be given either intravenous lidocaine bolus 1.5 mg/kg at induction followed by maintenance at 2 mg/kg/hour until skin closure (lidocaine group) or NaCl 0.9% with the same volume (control group). The quality of recovery after surgery will be assessed using the QoR-40 questionnaire conducted preoperatively and 24 hours postoperatively. Results. Thirty-four subjects, with 17 subjects in each group had completed the study. Continuous intravenous lidocaine infusion resulted in a better quality of recovery after thyroid surgery in 20.06 (vs control 4.82, p < 0.001), but not statistically significant for intraoperative fentanyl opioid requirement of 136.47 mg vs control 100.3 mg, p = 0.117. No side effects of lidocaine were found during the study. Conclusion. Continuous intravenous lidocaine infusion in thyroidectomy resulted in a better quality of recovery, measured by the difference in QoR-40 (delta) values compared to the control group, but there was no statistically significant difference in intraoperative fentanyl opioids requirement between the lidocaine and control groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library