Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadhil Muhammad
Abstrak :
In recent study of antioxidant effect of Acalypha indica Linn (AI) and Centella asiatica (CA) increased due to appearance more complication of various disease which often caused by ROS (Reactive Oxidative Stress) formation. The active content of both plants have several proved effect on tissue such as wound healing effect, anti-inflammatory effect, diuretic effect, antioxidant effect, etc. Many research of AI and CA are used to evaluate their scavenging effect towards free radical. Several research investigating the combination of both plants conducted in Faculty of Medicine Universitas Indonesia limited in liver, kidney and brain, this research aim to seek the efficacy of both plants to suppress oxidative stress in heart tissue.
This study uses experimental in vivo method. Combination of AI and CA are administered to Sprague dawley rats with dose of 200mg.kgBW- and 150mg.kgBW-1 respectively for 3, 7 and 14 days in hypoxia condition. Then the effect of both plants are compared to placebo (aquades) and Piracetam at 50mg.kgBW-1 dose. The result showed that combination of AI and CA have antioxidant effect after 7 days administration. Those combinations of AI and CA can suppress those pathways and reduce the MDA level. Therefore, the usage duration of the combination of AI and CA determined the efficacy as antioxidant in the heart and longtime usage duration might replace the use of piracetam as antioxidant.

Studi mengenai efek antioksidan pada Acalypha indica Linn (AI) dan Centella asiatica (CA) mulai diperdalam dikarenakan peningkatan komplikasi penyakit yang disebabkan oleh pembentukan stress oksidatif. Kandungan dari kedua tanaman ini telah diteliti pada jaringan dan memiliki efek yang bagus dalam penyembuhan luka, anti-inflamasi, diuretik, antioksidan dll. Telah banyak dilakukan penelitian tentang AI dan CA yang digunakan untuk mengevaulasi efek penurunan/eliminasi radikal bebas. Penelitian mengenai kombinasi AI dan CA masih sedikit dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, terbatas pada organ ginjal, hati dan otak, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan khasiat kombinasi AI dan CA pada jaringan jantung dalam menanggulangi stres oksidatif.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental in vivo. Kombinasi AI dan CA yang digunakan mempunyai kadar dosis yang masing-masing berjumlah 200mg.kgBB-1 dan 150mg.kgBB-1. Lalu kombinasi tersebut dieksperimentalkan pada tikus Sprague dawley dengan berat antara 150-250 g selama 3, 7 dan 14 hari dalam keadaan hipoksia. Efek dari kedua tanaman tersebut dibandingkan dengan plasebo (aquades) dan Pirasetam dengan dosis 50mg.kgBW-1. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kombinasi AI dan CA mempunyai efek antioksidan setelah pemberian lebih dari 7 hari. Kombinasi AI dan CA dapat menekan/memotong jalur pembentukan stress oksidatif di jantung dan mengurangi kadar MDA. Oleh karena itu durasi penggunaan kombinasi AI dan CA menentukan khasiat antioksidan dalam jantung dan perlakuan jangka panjang mungkin dapat menggantikan obat Pirasetam sebagai antioksidan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khifzhon Azwar
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Penelitian-penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa
Syzygium aromaticum (cengkih) dapat berfungsi sebagai antioksidan dan
prooksidan. Untuk mendapatkan data dan mengetahui efek cengkih terhadap
konsentrasi malondialdehida (MDA) dikarenakan stres oksidatif yang diinduksi
karbon tetraklorida (CCl4) pada hati dan plasma darah tikus dan apakah plasma
darah dapat mewakili kerusakan pada hati.
Metode: 10 jenis perlakuan dibandingkan yaitu 5 perlakuan pada hati dan 5 pada
plasma darah. Setiap jaringan diberi perlakuan yakni (1) CCl4 positif dan cengkih positif setelah 3 hari, (2) setelah 1 hari perlakuan, (3) alfa-tokoferol, (4) CCl4, dan"
"(5) kontrol normal. Metode Wills digunakan untuk mengukur kadar MDA."
Hasil: Kadar MDA hati ±SD adalah 0,0262 ±0,0010 pada kelompok hari ketiga,
0,0214 ±0,0047 pada kelompok hari pertama, 0 pada kelompok alfa-tokoferol,
0,0077 ±0,0094 pada kelompok CCl4, dan 0,0039 ±0,0009 pada kontrol normal
dalam nmol/mg protein (p=0,000), sedangkan di plasma darah hasilnya 29,6032
±6,8021 pada kelompok hari ketiga, 26,1103 ±3,6920 pada kelompok hari
pertama, 1,1612 ±0,3555 pada kelompok alfa-tokoferol, 1,4585 ±1,4747 pada
kelompok CCl4, and 2,4217 ±1,2382 pada kontrol normal diukur dalam nmol/mL
(p=0,000).
"
"
"Kesimpulan: Penggunaan ekstrak cengkih dengan dosis 200 mg/kg berat badan"
"tikus meningkatkan kadar MDA dan kerusakan yang diinduksi oleh CCl4 tergantung pada lama perlakuan. Efek antioksidan tidak didapatkan dalam penelitian ini. Dengan adanya korelasi yang kuat antara kadar MDA di hati dan plasma darah (R=0,97; p=0,003), dapat disimpulkan penggunaan plasma darah dalam pengukuran kadar MDA dapat mewakili perubahan kadar di hati yang"
"diakibatkan oleh kerusakan."

ABSTRACT
Background: Previous studies showed that Syzygium aromaticum (clove) could
be antioxidant or prooxidant. It is important to obtain better understanding about
the effect of clove on malondialdehyde (MDA) concentration due to carbon
tetrachloride (CCl4)-induced oxidative stress in rat liver and blood plasma in Day
1 and Day 3; and whether blood plasma MDA level might represent liver damage.
"
"
Methods: 10 kinds of treatment consist of 5 kinds for liver and 5 for plasma.
Each rat group underwent several treatments, namely (1) CCl4- and clove-positive
treatment after 3 days of clove treatment, (2) one day after, (3) alpha-tocopherol,
(4) CCl4, and (5) normal control. Wills method was used for MDA concentration
measurement.
Results: : Liver MDA concentration was 0.0262 ± 0.0010 for day 3 group, 0.0214
±0.0047 for day 1 group, 0 for alpha-tocopherol group, 0.0077 ±0.0094 for CCl4
group, and 0.0039 ±0.0009 for the normal control group in nmol/mg protein
(p=0.000). Whereas in blood plasma it was 29.6032 ± 6.8021 for day 3 group,
26.1103 ±3.6920 for day 1 group, 1.1612 ±0.3555 for alpha-tocopherol group,
1.4585 ±1.4747 for CCl4 group, and 2.4217 ±1.2382 for normal control group in
nmol/mL (p=0.000).
"
"
Conclusion: 200 mg clove administration /kg body weight of rat increased MDA
concentration and enhanced CCl4-induced damage in a time-dependent fashion.
No antioxidant properties were observed. Strong correlation between MDA
concentration in the liver and blood plasma (R=0.97; p=0.003) approved blood
plasma utilization to represent hepatic MDA concentration or damage
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frizka Widyana Widjanarko
Abstrak :
Latar Belakang: Hipertensi terkait kehamilan, termasuk preeklamsia, merupakan salah satu penyebab utama dari kematian ibu dan janin. Penyebab spesifik preeklamsia belum pernah ditentukan, dan satu-satunya pengobatan definitif adalah melahirkan janin dan plasenta. Preeklamsia onset dini dan preeklamsia onset lambat adalah dua subkategori preeklamsia berdasarkan waktu terjadinya dalam kaitannya dengan usia kehamilan. Fosfofruktokinase-1 (PFK-1) adalah enzim glikolitik pembatas laju yang penting untuk sintesis energi setiap sel – ATP terus menerus diperlukan untuk perkembangan plasenta. Enzim glikolitik seperti PFK-1 dibutuhkan pada preeklamsia ketika terjadi perubahan metabolisme plasenta dan stres oksidatif. Dalam konteks preeklamsia, masih terdapat kesenjangan pengetahuan mengenai mekanisme molekuler PFK-1 sebagai enzim glikolitik. Metode: Berdasarkan desain penelitian yang merupakan studi observasional dengan desain case control. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sampel biologis plasenta manusia yang disimpan dari pasien dengan preeklamsia aterm normal dan awitan dini. Isolasi RNA total kemudian dilakukan sebelum RT-PCR – ekspresi relatif PFK-1 dilakukan dengan membandingkan konsentrasi mRNA PFK-1 pada kelompok normal dan EOPE. Data tersebut akan dianalisis menggunakan persamaan Livak dan dianalisis secara statistik dengan independent T-test menggunakan IBM SPSS versi 2.0. Hasil: Terdapat penurunan relatif ekspresi PFK-1 mRNA pada kelompok EOPE (2.342±2.894) jika dibandingkan dengan kelompok normal (3.960±5.343). Perbedaan ekspresi relatif antara kedua kelompok yang diuji ini secara statistik tidak signifikan (hasil independent T-test p= 0.472). Kesimpulan: Ekspresi relatif PFK-1 mRNA pada kelompok EOPE menurun 0.591 kali dibandingkan dengan kelompok normal, dan perbedaannya tidak signifikan secara statistik.

Background: Pregnancy-related hypertension, including preeclampsia, is one of the primary causes of maternal and fetal death. The specific cause of preeclampsia has never been determined, and the only definitive treatment is immediate delivery of both the fetus and the placenta. EOPE and LOPE are subcategories of preeclampsia based on its occurrence in relation to gestational age. The enzyme phosphofructokinase-1 (PFK-1) is a rate-limiting glycolytic enzyme that is essential for every cell's energy synthesis – continuous ATP is required for placental development. Glycolytic enzymes like PFK-1 are needed in preeclampsia when there are changes in placental metabolism and oxidative stress. In the context of preeclampsia, there is still a knowledge gap regarding the molecular mechanism of PFK-1 as a glycolytic enzyme. Method: Based on the research design which is an observational study with case control design. The sample that is used for this research are stored biological sample of human placenta from patients with normal term and early-onset preeclampsia. Total RNA isolation is then done before RT-PCR – relative expression of PFK-1 is done by comparing the concentration using Livak equation of PFK-1 mRNA in the normal and EOPE group. Result: There is a decrease relative expression of PFK-1 mRNA in EOPE group (2.342±2.894) when compared to the normal group (3.960±5.343). The difference of relative expression between these groups are statistically insignificant (independent T-test result p= 0.472). Conclusion: The relative expression of PFK-1 mRNA in EOPE group is decreased by 0.591 times compared to the normal group, and the difference was statistically insignificant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Komala
Abstrak :
Latar belakang. Prevalensi preeklampsia masih tinggi pada ibu hamil dan janin di negara berkembang. Patofisiologi preeklampsia masih belum dapat dipahami sepenuhnya. Stres oksidatif, inflamasi dan malnutrisi masih menjadi hipotesis utama yang dihubungkan dengan kejadian preeklampsia. Koenzim Q10 merupakan komponen penting dalam tubuh sebagai antioksidan.
Tujuan. Studi ini merupakan studi potong lintang komparatif pertama di Indonesia. Subjek penelitian diambil dari dua rumah sakit di Jakarta. Studi untuk menilai status gizi ibu hamil di Indonesia, asupan koenzim Q10, dan kadar koenzim Q10 plasma pada ibu hamil yang dihubungkan dengan kejadian preeklampsia.
Metode. Sebanyak 72 subjek preeklampsia dan non-preeklampsia direkrut dari RS Cipto Mangunkusumo dan Koja, Jakarta pada bulan September 2018 sampai November 2018. Kriteria inklusi meliputi subjek usia >18 tahun, usia kehamilan >34 minggu dan in partu, kehamilan tunggal, intrauterin, hidup, dan kriteria ekslusi meliputi riwayat penyakit kronik misalnya hipertensi kronik, diabetes mellitus, dan penyakit ginjal sebelum dan saat hamil. Data karakteristik, data klinis, sampel plasma darah, kuesioner food recall 1x24 jam dan FFQ semikuantitatif diambil pada peneltian ini. Data dianalisis statistik menggunakan SPSS versi 20.0.
Hasil. Kejadian preeklampsia lebih banyak terjadi pada usia yang lebih tua yaitu >35 tahun (p = 0,001). Tingkat pendidikan, pekerjaan, usia kehamilan, riwayat obstetri yaitu paritas, dan status gizi antara perempuan hamil dengan preeklampsia dan non-preeklampsia secara statistik tidak berbeda bermakna. Semua subjek pada kelompok preeklampsia dan non-preeklampsia (termasuk hamil normal) memiliki kadar koenzim Q10 plasma yang rendah. Kadar koenzim Q10 di plasma pada kelompok preeklampsia cenderung lebih rendah daripada non-preeklampsia tetapi secara statistik tidak berbeda bermakna.
Kesimpulan. Semua subjek pada kelompok preeklampsia dan non-preeklampsia (termasuk hamil normal) memiliki kadar koenzim Q10 plasma yang rendah, walaupun asupan koenzim Q10 adalah kategori cukup namun kualitasnya rendah pada sebagian besar subjek preeklampsia dan non-preeklampsia.

Background: Preeclampsia remains a major issue in developing countries. Studies on this disease have yet to clearly elucidate the precise mechanism of its pathogenesis. Oxidative stress, inflammation, and malnutrition have been correlated with preeclampsia. Coenzyme Q10 (CoQ10) is a vital nutrient for pregnant women as an antioxidant.
Aim: This was the first comparative cross-sectional study in two hospitals in Jakarta to investigate the nutrition status of pregnant women in Indonesia, CoQ10 intake and plasma levels during pregnancy, and correlation with the incidence of preeclampsia.
Methods: Seventy-two preeclamptic and non-preeclamptic pregnant mothers were enrolled in this study. We included patients above 18 years old, gestational age >34 weeks, singleton pregnancy, and excluded patients with history of chronic hypertension, diabetes mellitus, and renal diseases before or during current pregnancy. Clinical data and 24-hour food recall and semi-quantitative food frequency questionnaire were collected. Plasma CoQ10 levels were also obtained. Data was statistically analyzed using SPSS version 20.0.
Results: Age (above 35 years old) was significant when comparing preeclampsia and non-preeclampsia group (p = 0.001). Education, work status, gestational age, pregnancy history, BMI, dietary intake, and nutrition status were not statistically significant between both groups. The plasma CoQ10 levels in preeclampsia group were lower than non-preeclampsia group, albeit not statistically significant. The main results show all subjects were patients with severe late-onset preeclampsia with decreased plasma CoQ10 level.
Conclusions: Both preeclamptic and non-preeclamptic subjects in Indonesia show reduced plasma CoQ10 levels. Despite adequate intake, plasma CoQ10 levels in pregnant women remain low.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Arianto
Abstrak :
Mukopolisakaridosis tipe II (MPS II) merupakan penyakit kelainan lisosomal langka yang disebabkan oleh mutasi pada gen iduronat 2-sulfatase (IDS) dapat menyebabkan disfungsi dari enzim I2S yang dihasilkan sehingga molekul heparan sulfat (HS) dan dermatan sulfat (DS) terakumulasi pada jaringan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan kadar HS dan DS urin dengan jenis mutasi gen IDS pada penderita MPS II di Indonesia. Data susunan nukleotida gen IDS dari tujuh pasien MPS II dianalisis untuk melihat jenis mutasi dan dibuat model 3D proteinnya. Analisis 3D protein akan dikorelasikan dengan kadar HS dan DS urin pasien tersebut yang diukur menggunakan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Hasil analisis mutasi ditemukan beberapa jenis mutasi, seperti mutasi nonsense (1/7), delesi (2/7), insersi (1/7), dan missense (3/7). Dari ketujuh pasien tersebut, tiga diantaranya (P2, P6, P7) telah menjalani terapi ERT. Kadar HS urin dari ketujuh pasien menunjukkan peningkatan yang beragam dibandingkan dengan kadar HS normal. Berbeda dengan HS, kadar DS urin sampel pasien ada yang mengalami sedikit peningkatan (P1, P2, P7) dan ada pula yang tetap berada pada rentang kadar DS normal (P3, P4, P5, P6). Keragaman kadar HS dan DS sampel pasien tersebut sangat dipengaruhi oleh letak mutasi, jenis mutasi, diagnosis dan prognosis yang ditegakkan sedini mungkin, terapi ERT yang telah dilakukan pasie, durasi ERT, dan respon masing-masing pasien terhadap pengobatan yang telah diberikan.

Mucopolysaccharidosis type II (MPS II) is a rare lysosomal disorder caused by mutations in the iduronat 2-sulfatase (IDS) gene that can cause dysfunction of I2S enzyme so that the heparan sulfate (HS) and dermatan sulfate (DS) molecules accumulate in the tissue. This study was conducted to determine and analyze the relationship of urinary HS and DS levels with the type of IDS gene mutation in MPS II patients in Indonesia. The nucleotide of IDS genes sequences from seven MPS II patients were analyzed to see the type of mutation and the 3D protein model was made. 3D protein analysis will be correlated with urinary HS and DS levels of the patients measured by using the Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) method. Results of mutation analysis results found several types of mutations, such as nonsense mutations (1/7), deletions (2/7), insertions (1/7), and missense (3/7). From the seven patients, three of them (P2, P6, P7) had undergone ERT therapy. The urine HS level of the seven patients showed a varied increase compared to normal HS levels. In contrast to HS, the urine DS level of the sample of patients had a slight increase (P1, P2, P7) and some remained in the normal DS level range (P3, P4, P5, P6). The diversity of HS and DS levels of the patient's samples is strongly influenced by the location of the mutation, type of mutation, diagnosis and prognosis that is enforced as early as possible, ERT therapy has been carried out, ERT duration, and each patient's response to the treatment given.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atik Arimurti
Abstrak :
Ketombe (Pityriasis capitis) adalah pengelupasan korneosit lebih cepat dan berlebihan di kulit kepala, tampak sebagai serpihan kecil berwarna putih.6 Penyebab adalah jamur Malassezia sp, aktivitas kelenjar sebasea, dan kerentanan individu. Cara menanggulangan dengan menurunkan produksi sebum dan jumlah jamur penyebab.5-6 Sampo yang mengandung zinc pyrithione (ZPT) dan selenium sulfida (SeS2) berperan untuk membersihkan kulit kepala, menghambat pembelahan korneosit, menurunkan sebum dan membunuh jamur penyebabnya. Penelitian bertujuan untuk uji efikasi sampo selenium sulfida 1% dan sampo zinc pyrithione 1% terhadap Malassezia globosa secara in vitro.
Metode eksperimental. Jenis sampo SeS2 1%, sampo ZPT 1%, dan sampo kombinasi SeS2 1% + ZPT 1 %, dan Basis sampo dengan pengenceran 2X, 4X, dan 6X dengan waktu kontak 3 menit dan 5 menit selain itu akuades steril digunakan sebagai kontrol. Jamur yang diuji adalah Malassezia globosa (CBS 7966 ATCC 96807) dengan konsentrasi 3-5 x 104 sel/ml. Medium inokulasi adalah sabouraud dextrose agar (SDA ) + minyak zaitun 2%. Biakan diinkubasi pada suhu kamar, selama 5 hari dan dihitung jumlah koloni jamur M. globosa yang tumbuh. Data dianalisis dengan uji Anova (p<0,05) dan uji Fisher?s LSD (p<0,05).
Hasil penelitian uji efikasi sampo SeS2 1%, ZPT 1% dan kombinasi SeS2 1% + ZPT 1% menunjukkan jumlah koloni M. globosa yang lebih rendah dibanding jumlah koloni M. globosa yang dikontakkan dengan basis sampo maupun akuades steril. Secara statistik hasil ini menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (P= 0,000). Pada sampo SeS2 1%, sampo ZPT 1% dan sampo kombinasi SeS2 1% + ZPT 1% dengan pengenceran 2X, 4X, dan 6X jumlah koloni yang tumbuh tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna, hasil yang sama diperoleh pada waktu kontak yaitu 3 menit dan 5 menit yaitu tidak menunjukkan perbedaan bermakna.
Secara in vitro sampo SeS2 1%, ZPT 1% dan kombinasi SeS2 1% + ZPT 1% mempunyai daya hambat yang sangat kuat terhadap M. globosa baik pada pengenceran 2X, 4X, dan 6X maupun pada waktu kontak 3 menit dan 5 menit.

Dandruff (Pityriasis capitis) is the excessive flaking of the scalp epithel, appear as white flakes. Malassezia sp has been known as a causatif agent of dandruff. 5 One of the method to treat dandruff is reduce the production of sebum, and the number of fungi.5-6 Shampoo containing zinc pyrithion (ZPT) and selenium sulfide (SeS2) is known as an anti-dandruff shampoo. Despite the widely usage of this shampoo, its effectivenes against the fungi In Vitro has not been known. The aim of this study is determine the efficacy of shampoo containing selenium sulfide and zinc pyrithion against Malassezia globosa In Vitro.
The method of this study was experimental. Three types of shampoo were tested (Shampoo containing 1% SeS2, shampoo containing 1% ZPT, shampoo containing combination of 1% SeS2 and 1% ZPT), Basic shampoo with three dilution level (two times, four times and six times) and two level of contact time (3 minutes and 5 minutes), and sterile distilled water were used as control. The sample was Malassezia globosa (CBS 7966 ATCC 96807) with a concentration of 3-5 x 104 cells/ml. We used sabouraud dextrose agar (SDA) and 2% olive oil as a medium. Inoculated cultures were incubated at room temperature and observed for 5 days. Than the number of M. globosa colonies were counted. Data were analyzed using ANOVA test (p <0.05) and Fisher's LSD test (p <0.05).
The results showed that the number of colonies of M. globosa that have been contacted with the shampoo containing 1% SeS2, the shampoo containing 1% Zinc Pyrithion and the shampoo containing combination of 1% SeS2 and 1% ZPT have a strong inhibitory to M. globosa than control. This result showed statistically significant (P = 0.000). There is no significant within the shampoo containing SeS2 1%, the shampoo containing 1% ZPT and the shampoo containing combination of 1% SeS2 and 1% ZPT in all level of dilution. The contact time also did not show any statistical significant.
Conclusion: Shampoo containing 1% SeS2, shampoo containing 1% ZPT, and shampoo containing combination of both have strong inhibition to M. globosa In Vitro in all dilution level and contact time.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarno
Abstrak :
Latar belakang: Malaria masih merupakan penyakit infeksi utama di dunia. Sebagian besar kematian pada malaria disebabkan oleh malaria serebral yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Bayam duri (Amaranthus spinosus L) merupakan tumbuhan liar yang banyak tumbuh di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengukur pengaruh pemberian kombinasi ekstrak bayam duri (Amaranthus spinosus L) dan sambiloto (Andrographis paniculta Burm.F) terhadap survival, berat badan, kadar MDA dan GSH serta gambaran histopatologi otak mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei.
Metode: penelitian eksperimental in vivo menggunakan hewan coba mencit jantan galur Swiss yang diinfeksi Plasmodium berghei dan diberi terapi kombinasi ekstrak bayam duri dan sambiloto. Kelompok terdiri atas: K: kontrol; I kontrol negatif; II. Ekstrak kombinasi (10mg/kgBB+4mg/kgBB, 1xsehari, selama 7hari); III kontrol positif klorokuin (10mg/kgBB; sehari 1 x selama 3 hari). Seluruh perlakuan diberikan melalui oral. Dilakukan analisis survival dan berat badan, serta pemeriksaan kadar MDA (metode Wills), dan GSH (metode Ellman) dan pengamatan histopatologi otak mencit.
Hasil: Pemberian kombinasi ekstrak bayam duri dan sambiloto pada mencit yang terinfeksi Plasmodium berghei meningkatkan survival (100%) dan berat badan (10%) mencit. Kadar MDA sedikit menurun dibandingkan kontrol, walaupun tidak berbeda bermakna (0,112 ± 0,021nmol/mg vs 0,133 ± 0,0145nmol/mg) (p≥0,05), dan meningkatkan GSH secara bermakna dibandingkan kontrol negatif. (0,003 ± 0,0005µg/mg vs 0,0002 ± 0,0001µg/mg) p≤0,05. Analisis histopatologi menunjukkan perbaikan sel otak pada mencit yang diberi kombinasi ekstrak bayam duri dan sambiloto.

Background: Malaria is still a major infectious disease in the world. Most of death in malaria are caused by cerebral malaria due to Plasmodium falciparum infection. Amaranthus spinosus L and Andrographis paniculata Burm.F were traditional herbs used to cure malaria. The aim of this study was to determine the anti-malarial effect of the combination of these two herbs in a malaria mouse model through the measurement of survival rate, body weight, MDA, GSH and brain histopathology of mice infected with Plasmodium berghei in vivo.
Methods: male mice (Swiss strain) weighing 28-30 g, 7-8 weeks were used for this study. Treatment animal groups: K. control (nil); I. control negative. II. combination treatment (10mg + 4mg/kgBW; once per day for 7 days); III. chloroquine treatment (10mg/ kgBW; once per day for 3 days). all treatment was administered per os.
Result: A combination of extracts of Amaranthus spinosus L and Andrographis paniculata Burm.F in mice infected with Plasmodium berghei increased the survival rate (100%) and the body weight (10%) of mice respectively. The MDA levels slightly lower than control, although not significantly different (0.112 ± 0,021 nmol/ vs. 0.133 ± 0,0145nmol/mg) (p ≥ 0.05), while GSH level increased significantly (0.003 ± 0,0005 µg/mg vs. 0.0002 ± 0,0001µg/mg) p ≤ 0.05. Histopathological analysis showed improvement of brain cells in mice given a combination of extracts.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Puspa Nur Hidayati
Abstrak :
Pencegahan penyakit tular vektor nyamuk kini dipersulit dengan munculnya resistensi vektor terhadap insektisida. Insektisida organofosfat (OP)-malation merupakan salah satu insektisida yang masih digunakan di Indonesia, oleh karena itu pengawasan status resistensi vektor terhadap insektisida tersebut perlu dilakukan. Dua mekanisme utama yang mendasari resistensi vektor terhadap malation adalah peningkatan enzim metabolik esterase dan insensitif enzim asetilkolinesterase (AChE). Penelitian sebelumnya di Indonesia telah melaporkan keterlibatan enzim esterase pada resistensi vektor terhadap malation, namun peran insensitif AChE belum diketahui jelas.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan nyamuk Aedes aegypti dari Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada bulan April-Oktober 2013 di Lembaga Eijkman. Aedes aegypti sensitif dan resistan malation hasil bioassay dianalisis secara molekuler untuk mengetahui aktivitas enzim AChE yang tersisa setelah dihambat oleh malation. Selain itu, tiga mutasi titik (G119S, F290V, dan F455W) pada gen Ace1 juga dideteksi untuk melihat pengaruh ada tidaknya ketiga mutasi tersebut terhadap aktivitas enzim AChE setelah dihambat oleh malation. Aktivitas enzim AChE ditentukan berdasarkan metode Ellman, sedangkan deteksi mutasi G119S dengan metode PCR-RFLP, dan mutasi F290V-F455W dengan metode PCR-Sequencing.
Tidak ada perbedaan "aktivitas sisa" enzim AChE yang bermakna dan tidak ditemukan mutasi G119S, F290V, dan F455W pada Ae. aegypti resistan. Hasil ini menandakan bahwa mekanisme insensitif AChE tidak mendasari resistensi Ae. aegypti terhadap malation di Jawa Tengah. Walaupun demikian, terdapat peningkatan "aktivitas sisa" AChE yang tidak bermakna pada Ae. aegypti resistan dibanding Ae. aegypti sensitif. Hasil ini menandakan bahwa kemungkinan terdapat peran enzim lain yang dapat memetabolisme malation lebih cepat atau terjadi peningkatan produksi AChE pada nyamuk resistan sehingga AChE tetap dapat menghidrolisis substratnya (asetilkolin). Mekanisme insensitif AChE belum terlibat penuh dalam mendasari resistensi Ae. aegypti terhadap malation di Jawa Tengah, namun kemungkinan mekanisme ini terlibat dapat diteliti lebih lanjut dengan menganalisis peningkatan produksi enzim AChE yang juga dapat memengaruhi aktivitas AChE selain mutasi gen Ace1.

The prevention of mosquito-borne diseases becomes difficult to overcome since the vectors have developed resistance to insecticides. The molecular basis of resistance to insecticides therefore need to be explored to determine the resistance status earlier. In Indonesia, organophosphate (OP)-malathion insecticide has been widely used to control vector population and therefore the resistance status to this insecticide should be under control. Two main mechanisms have known to be associated with resistance to malathion, previous studies in Indonesia reported that esterase responsible in resistance to malathion, however the insensitive AChE-based mechanism remain to be determined.
Descriptive study was conducted at Eijkman Institute during April to October 2013 using Aedes aegypti from Central Java. Malathion sensitive and resistant Ae. aegypti from bioassay were subjected to molecular analysis to compare the remaining activitiy of AChE between those mosquitoes after inhibited by malathion. The presence of three point mutations (G119S, F290V, and F455W) in the Ace1 gene associated with resistance to malathion were also detected to see the effect of the absence or presence of those mutations to AChE activity.
The results showed that AChE remaining activities in the resistant Ae. aegypti have no significantly different compare to those in the sensitive Ae. aegypti. No associated mutations found in the Ace1 gene (G119S, F290V, or F455W) as well. These results indicated that insensitive AChE-based mechanism is not involved in Ae. aegypti resistance to malathion in Central Java. However, we noticed that the remaining activities of AChE are increased insignificantly in resistant Ae. aegypti, suggesting the possibilities of metabolic enzyme which can degrade insecticide faster or could be due to overproduction of AChE enzyme which may increase the hydrolizing process of acetylcholine (ACh). Insensitive AChE-based mechanism is still not fully involved in Ae. aegypti resistance to malathion in Central Java, however the potency of its involvement should be further analyzed by considering the overproduction of AChE enzyme itself which could contribute in AChE activity enhancement other than Ace1 gene mutation.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T59116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siallagan, Grace Adriani
Abstrak :
Defisiensi besi selama kehamilan adalah salah satu defisiensi gizi yang prevalensinya tetap tinggi di dunia yaitu mencapai 70%. Berat badan kurang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya defisiensi besi selama kehamilan. Feritin adalah protein cadangan zat besi yang disintesis oleh hati dan dapat meningkat selama peradangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar feritin serum dengan indeks massa tubuh pada perempuan hamil trimester 1. Disain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang. Penelitian dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat Kramat Jati, Jakarta selama bulan Oktober 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling. Empat puluh tujuh perempuan hamil trimester 1 didapatkan memenuhi kriteria penelitian. Didapatkan rerata usia 27,79±4,85 tahun, diantara subyek penelitian 5 orang (10,6%) memiliki berat badan kurang, 25 orang (53,2%) berat badan normal dan 17 berat badan lebih (36,2%). Nilai tengah asupan zat besi 23,21 (8,4 ̶ 36,80) mg/hari. Asupan zat besi menunjukkan 66% subyek memiliki asupan zat besi kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia. Nilai tengah kadar feritin serum 58,1 (4,9 ̶ 139,8) μg/L dan 6,4% subyek tergolong status feritin rendah. Hasil penelitian ini diperoleh korelasi positif tidak bermakna antara kadar feritin serum dengan indeks massa tubuh pada perempuan hamil trimester 1 (r=0,097, p=0,52).

Iron deficiency during pregnancy is one of nutritional deficiency with high prevalence in the world, reaching up to 70%. Underweight is one of the main risk factors for iron deficiency during pregnancy. Ferritin is an iron storage protein which synthesized in the liver and can be increased during inflammation. The aim of this study was to find out the correlation between serum ferritin levels and body mass index (BMI) in pregnant woman in their first trimester. The design of the study is cross-sectional. Data collection was conducted at Kramat Jati Primary Health Care, Jakarta during October 2013. Subjects were obtained by consecutive sampling method. A total of 47 pregnant women in their first trimester subjects had met the sudy criteria. The mean of maternal age was 27,79±4,85 years, among them are 5 underweight (10,6%), 25 normal weight (53,2%) and 17 overweight (36,2%). Median of iron intake was 23,21 (8,4 ̶ 36,80) mg/day. Intake of iron showed 66% of the subjects had intake of iron less than Indonesian recomended dietary allowance (RDA). Median of serum ferritin levels was 58,1 (4,9 ̶ 139,8) μg/L, while 6,4% of the subjects were catagorized as low ferritin status. No significant correlation was found between serum ferritin levels and BMI in pregnant women in their first trimester (r=0,097, p=0,52).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Femmi Dwinda Agustini
Abstrak :
Latar belakang. Doksorubisin dikenal sebagai antikanker yang sangat poten, namun penggunaanya dibatasi oleh toksisitas terhadap berbagai organ vital, salah satunya jantung. Mekanisme molekuler kardiotoksisitas doksorubisin berhubungan dengan produksi radikal bebas berlebih yang menyebabkan penurunan ekspresi gen-gen yang mengkode protein regulator kalsium intrasel sehingga terjadi gangguan homeostasis kalsium intrasel yang menyebabkan aktivasi jalur apoptosis intrinsik yang dimediasi caspase, terutama caspase-9 dan caspase-12. Stres oksidatif akibat DOX juga menyebabkan peningkatan produksi sitokin proinflamasi yang berperan dalam terjadinya apoptosis. Mangiferin merupakan salah satu kandidat potensial senyawa kardioprotektor untuk terapi doksorubisin, akan tetapi mekanisme molekulernya belum diketahui dengan pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mekanisme molekuler mangiferin berhubungan dengan regulasi kalsium intraseluler.
Metode. Penelitian dilakukan terhadap tikus Sprague Dawley jantan yang diinduksi doksorubisin dengan dosis total 15 mg/kg BB. Pemberian mangiferin dilakukan dengan dosis 30 dan 60 mg/kg BB secara oral selama tujuh minggu. Parameter yang diamati adalah ekspresi protein regulator Ca2+ intrasel yaitu SERCA2a, parameter apoptosis (caspase-12 dan caspase-9), kadar kalsium sitosol dan mitokondria, serta parameter inflamasi (TNF-α).
Hasil. Induksi doksorubisin menyebabkan penurunan ekspresi SERCA2a, disertai peningkatan ekspresi gen pro-apoptosis yakni caspase-12 dan caspase-9 serta peningkatan derjat inflamasi dan kerusakan jantung. Pemberian mangiferin menyebabkan peningkatan ekspresi SERCA2a, penurunan ekspresi caspase-12 dan caspase-9 serta penurunan derajat inflamasi.
Kesimpulan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa normalisasi homeostasis kadar kalsium intrasel merupakan bagian dari mekanisme kardioproteksi mangiferin.

Background. Doxorubicin is well known as a potent anticancer agent despite its toxicity on various vital organs, especially the heart. The molecular mechanism of doxorubicin cardiotoxicity revolves around the overproduction of free radicals which cause downregulation of genes encoding calcium regulatory proteins, leading to disturbance of calcium homeostasis and activation of intrinsic apoptotic pathway mediated by caspases, particularly caspase-12 and caspase-9. Doxorubicin cardiotoxicity is also accompanied by inflammation that is crucial for apoptosis. Mangiferin is currently studied as cardioprotective agents for doxorubicin therapy. However, its molecular mechanism has yet been revealed. This study was aimed to determine whether cardioprotective effect of mangiferin is caused by its effect on intracellular calcium regulation.
Method. Male Sprague Dawley rats were induced by doxorubicin with a total dose of 15 mg/kg BW. Mangiferin was given orally at the dose of 30 and 60mg/kg BW for seven weeks. The parameters examined were mRNA expressions levels of calcium regulatory gene (SERCA2a), proapoptotic genes (caspase-9 and caspase-12) and proinflammatory cytokine gene (TNF-α), as well as mitochondrial and cytosolic calcium levels.
Result. It was found that doxorubicin caused downregulation of SERCA2a expression and increased the expression of both proapoptotic genes. Interestingly, we found that mangiferin could attenuate those things above by increasing SERCA2a expression as well as decreasing caspase-9 and caspase-12 expressions, while ameliorating inflammation.
Conclusion. Based on this finding, we suggest that the cardioprotective effect of mangiferin is at least in part due to the regulation of intracellular calcium homeostasis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>