Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kiara Dwileysia Hamzah
"Propaganda perang yang terjadi sejak Perang Dunia II telah menjadi fenomena polarisasi masyarakat yang mengakibatkan destruksi di dunia. Melihat dampaknya, Perserikatan Bangsa Bangsa berupaya untuk membentuk deklarasi media massa untuk memperbaiki kualitas publikasi media melalui nilai-nilai positif. Melalui deklarasi, beberapa akademisi perdamaian mulai mencapai kesadaran untuk mengembangkan jurnalisme perdamaian. Secara praktik dan teoritis dikembangkan dengan baik, dan dituangkan pada penulisan jurnal maupun buku. Sejauh ini jurnalisme perdamaian mulai diakui oleh banyak jurnalis maupun akademisi, akan tetapi kehadirannya di media masih kalah kentara dengan jurnalisme perang dan jurnalisme umum. Melalui premis sebelumnya, penulisan ini berusaha untuk mengulik bagaimana perkembangan jurnalisme perdamaian dari waktu ke waktu, beserta dengan gambaran dinamika di media umum. Untuk menelusuri topik, penulis memungut 45 literatur dan menggunakan metode taksonomi sebagai alat pemilihan tema. Berdasarkan penemuannya, terdapat tiga tema utama yang kentara dalam penulisan jurnalisme perdamaian, terdiri dari (1) Konseptualisasi Jurnalisme Perdamaian;  (2) Musuh Jurnalisme Perdamaian; dan (3) Jurnalisme Perdamaian dalam Konflik Kontemporer. Berdasarkan temuan, sebagian besar penulisan JP dikaji oleh negara Barat. Kajian jurnalisme perdamaian kurang lebih berfokus pada konflik-konflik di negara berkembang atau negara miskin. Jurnalisme perdamaian juga bergantung pada masing-masing kemampuan jurnalis. Oleh karena itu, penulisan ini perlu menggaris bawahi kesenjangan dalam penulisan, praktik, dan teori dari JP, dan dievalusai kembali apa yang menjadi penting dalam JP.

The war propaganda that has been occurring since World War II has become a phenomenon of societal polarization, resulting in destruction worldwide. Recognizing its impact, the United Nations has made efforts to establish a declaration on mass media to improve the quality of media publications through positive values. Through this declaration, peace academics have begun to raise awareness and develop peace journalism. It has been well-developed both in practice and theory, reflected in journal articles and books. So far, peace journalism has gained recognition among many journalists and academics, although its presence in the media is still less prominent compared to war journalism and mainstream journalism. Building upon the aforementioned premise, this writing aims to delve into the development of peace journalism over time, along with an overview of dynamics in mainstream media. To explore the topic, the author gathered 45 pieces of literature and utilized the taxonomy method as a tool for selecting themes. Based on the findings, three main themes emerged in peace journalism writing, (1) Conceptualization of Peace Journalism, (2) Enemies of Peace Journalism, and (3) Peace Journalism in Contemporary Conflicts. It was discovered that the majority of peace journalism studies were conducted by Western countries. The focus of peace journalism research primarily revolved around conflicts in developing or impoverished countries. Furthermore, peace journalism is also dependent on the capabilities of individual journalists. Therefore, this writing emphasizes the gaps in writing, practice, and theory within peace journalism and reevaluates what is essential in peace journalism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Impiani
"ABSTRAK
Kajian ini menganalisis eskalasi konflik militer yang terjadi antara India dan Pakistan
pada periode setelah perjanjian damai Deklarasi Lahore 1999. Setelah beberapa kali
terlibat perang besar, konflik militer di antara kedua negara ini terus berlangsung hingga
hari ini. Kajian terdahulu perihal konflik India-Pakistan hanya membahas perihal
penyebab konflik ini terjadi dan upaya penyelesaian konflik yang terbagi ke dalam tiga
sudut pandang besar yaitu keamanan, politik domestik dan ekonomi-politik, tetapi
belum ada yang menjelaskan bagaimana konflik ini nampaknya tetap bertahan. Dengan
menggunakan perspektif dilema keamanan sebagai kerangka analisis dan metode
penelitian causal-process tracing, kajian ini menunjukkan bahwa tindakan peningkatan
sistem pertahanan dan mengeluarkan kebijakan yang ofensif adalah pemicu kedua
negara terus terlibat dalam konflik militer. Analisis kajian ini juga menunjukkan
perjanjian damai Deklarasi Lahore 1999 tidak dapat menghentikan konflik militer dan
permusuhan antara keduanya, karena India dan Pakistan saling melihat perilaku satu
sama lain seperti pembangunan kekuatan pertahanan dan pengembangan nuklir sebagai
ancaman sehingga keduanya selalu berada dalam situasi dilema keamanan.

ABSTRACT
This study analyses the military conflict escalation between India and Pakistan in the
period after 1999 Lahore Declaration. After several major wars, military conflicts
between the two countries continued to this day. Previous studies on the India-Pakistan
conflict only discussed the causes of this conflict and efforts to resolve conflicts. The
studies are divided into three major perspectives, namely; security, domestic politics,
and political economy, but none has explained how this military conflict is relatively
lasting. By using security dilema as an analytical framework and causal-process
tracing on research method, this study shows that actions to improve the defense system
and an offensive policy are the triggers for the two countries to continue to be involved
in military conflicts. The analysis of this study also shows that the Lahore Declaration
1999 cannot stop military conflict and hostility between India and Pakistan, because
they see each other's behaviors-such as the development of military defense capability
and nuclear weaponry development-as threats so that they are always remains in the
security dilema situation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Permatasari
"Penelitian ini menganalisis mengenai strategi pengembangan industri antariksa China berfokus pada peran swasta domestik dalam keberhasilan pengembangan industri antariksa China pada 2014-2018. Penulis menganalisis melalui bentuk kerja sama antara perusahaan antariksa swasta domestik dan pemerintah dengan indikator keberhasilan melalui pencapaian teknologi maupun proyek antariksa China, beserta dengan faktor yang mempengaruhinya. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pengambilan data melalui studi dokumen. Penelitian ini menemukan bahwa strategi pengembangan industri antariksa China dalam mengejar keberhasilan space faring nations melalui adanya kerja sama secara antara pemerintah China dengan sektor swasta domestik. Kerja sama tersebut tergambar melalui empat bentuk. Pertama, disciplined support melalui pemberian subsidi pemerintah yang disertai pengawasan rutin dan pemberian penalti. Kedua, public risk absorption dengan meminimalisasi risiko awal perusahaan diikuti dengan memediasi perusahaan dan konsumen. Ketiga, private initiative in public policies adanya inisiatif swasta untuk pengembangan industri sehingga pemerintah menyokongnya dalam kebijakan publik. Keempat, public-private innovation alliances yaitu kolaborasi antara pemerintah dan swasta dalam riset teknologi industri sehingga risiko yang muncul ditanggung secara bersama-sama.

This study attempts to analyze the strategy of developing the Chinese space industry focusing on the role of the domestic private sector in the success of the development of the Chinese space industry in 2014-2018. The author analyzes through forms of cooperation between domestic and government private space companies with indicators of success through technological achievements and the Chinese space project, along with the factors that influence it. The author uses qualitative research methods with data collection through document studies. This study found that the strategy of developing the Chinese space industry in pursuing the success of space faring nations through the cooperation between Chinese government and domestic private sector. The cooperation is illustrated through four patterns. First, disciplined support through government subsidies accompanied by routine supervision and penalties. Second, public risk absorption by minimizing the company's initial risk is followed by mediating between companies and consumers. Third, private initiatives in public policies are private initiatives for industrial development so that the government supports them in public policy. Fourth, public-private innovation alliances, namely collaboration between the government and the private sector in industrial technology research so that the risks that arise are borne together."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leatemia, Max Fredrik
"Tesis ini mengkaji tentang upaya kerja sama pemberantasan pendanaan terorisme ('Combatting the Financing of Terrorism' / 'CFT') di Asia Tenggara dalam kerangka ketentuan / rekomendasi Financial Action Task Force (FATF), beserta pengaruhnya terhadap risiko pendanaan terorisme di kawasan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deduktif. Kerangka analisis dalam tesis ini menggunakan teori rezim internasional yang dikemukakan Stephen D. Krasner. Data dan analisis dalam penelitian ini menunjukan bahwa faktor-faktor seperti perbedaan kepentingan, kesenjangan kapasitas, prinsip, perilaku, serta keterbatasan wawasan telah melemahkan upaya negara-negara dalam menjalankan rekomendasi FATF. Di sisi lain, ketentuan FATF sebagai rezim CFT internasional tidak cukup adaptif dengan dinamika pendanaan teroris yang berkembang di Asia Tenggara. Akibatnya kawasan ini masih berisiko tinggi terhadap pendanaan terorisme.

This thesis examines Combatting the Financing of Terrorism (CFT) cooperation among Southeast Asian countries within the standard of the Financial Action Task Force (FATF) and its effects on the risks of terrorism financing in the region. It is a qualitative study with a deductive approach. This thesis uses the international regime theory by Stephen D. Krasner as an analytical framework. The findings show that factors such as egoistic self-interests, capacity gaps, principles, behavior, and limited knowledge have weakened the efforts of Southeast Asian countries to implement FATF recommendations. Moreover, as an international regime, FATF`s standard is not sufficiently adaptive to the dynamics of terrorist financing in Southeast Asia. Thus, the risk of terrorist financing in the region remains high.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizma Afian Azhiim
"

Penelitian ini mengkesplorasi persoalan paradoks tentang bagaimana ketimpangan standar perburuhan serta kondisi kerja antar negara di ASEAN dapat terjadi meskipun kondisi kerja yang adil dan layak telah diposisikan sebagai standar universal. Melalui pendekatan pascarukturalisme, penelitian ini fokus untuk memahami dua bentuk konstruksi realitas yaitu konstruksi tatanan perburuhan internasional, dan konstruksi tatanan ekonomi politik global dan regional ASEAN yang berkaitan dengan perdagangan, standar perburuhan, dan penciptaan kondisi kerja. Penelitian ini menemukan bahwa tata kelola penerapan konvensi-konvensi ILO merupakan persoalan mendasar yang mengkondisikan ketimpangan standar perburuhan antar negara. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak adanya standar perburuhan di dalam perjanjian perdagangan bebas antar negara ASEAN juga turut mengkondisikan ketimpangan standar perburuhan antar negara ASEAN semakin langgeng.


This research explores a paradox problem on how inequality of labor standards and working condition among ASEAN Nations could be existed even though a fair and decent working condition has been positioned as universal standard. Through post-structuralism approach, this research focuses on understanding two forms of reality construction, which are construction on international labor order and construction on global and ASEAN regional political economy order that related to trade, labor standards, and the creation of working condition. This research finds out that the governance on ILO conventions application is a basic matter which conditioned inequality on labor standards among nations. This research also finds that the absence of labor standards in the free trade agreement among ASEAN nations is also making the inequality of labor standards among ASEAN nations imperishable.

"
2019
T53085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Abigail Natalia
"Perang AS di Afghanistan diawali oleh peristiwa terorisme 9/11 yang menyerang AS. Sebagai respons, AS melakukan invasi terhadap Afghanistan sebagai tempat bernaung dari organisasi pelaku utama aksi terorisme tersebut, al-Qaeda. Perang tersebut kemudian berlangsung selama hampir 20 tahun hingga AS akhirnya menarik mundur pasukannya secara penuh dari Afghanistan pada tahun 2021, dibawah pemerintahan Joe Biden. Keputusan penarikan mundur ini merupakan bentuk komitmen AS dalam menepati Perjanjian Doha, perjanjian damai AS-Taliban, yang telah ditandatangani oleh AS pada masa pemerintahan Trump. AS tetap memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari Afghanistan meskipun Taliban tidak menunjukkan komitmennya dari Perjanjian Doha. Dengan demikian, penelitian ini berupaya untuk menjelaskan dan menganalisis faktor-faktor yang melandasi keputusan penarikan mundur AS dari Afghanistan pada tahu 2021. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan kerangka teori realisme neoklasik. Argumen utama dari penelitian ini adalah faktor yang melandasi keputusan AS untuk mundur dari Afghanistan ditentukan oleh faktor sistem internasional dan faktor domestik. Pada tingkat sistem internasional, distribusi kekuatan relatif, clarity, dan sifat lingkungan strategis AS menentukan tekanan dari sistem internasional bagi AS. Pada tingkat domestik, keputusan AS dilatarbelakangi oleh persepsi pemimpin, yaitu Joe Biden dan institusi domestik AS. Ketidakpastian yang ditunjukkan oleh variabel sistem internasional kemudian diintervensi oleh variabel domestik sehingga menghasilkan keputusan akhir, yaitu penarikan tentara AS dari Afghanistan secara penuh pada tahun 2021.

The US war in Afghanistan was initiated by the 9/11 terrorist attacks on the US. In response, the US invaded Afghanistan as the home of the main perpetrator organization of the terrorist acts, al-Qaeda. The war then lasted for almost 20 years until the US finally fully withdrew its troops from Afghanistan in 2021, under the Joe Biden administration. The withdrawal decision was a commitment by the US to fulfill the Doha Agreement, the US-Taliban peace deal, which was signed by the US during the Trump administration. The US still decided to withdraw its troops from Afghanistan despite the Taliban's lack of commitment to the Doha Agreement. Thus, this study seeks to explain and analyze the factors underlying the decision to withdraw US troops from Afghanistan in 2021. This study uses a qualitative research methodology with the theoretical framework of neoclassical realism. The main argument of this study is that the factors underlying the US decision to withdraw from Afghanistan are determined by international system factors and domestic factors. At the international system level, the distribution of relative power, clarity, and the nature of the US strategic environment determine the pressure from the international system for the US. At the domestic level, the US decision was motivated by the perception of the leader, Joe Biden, and US domestic institutions. The uncertainty indicated by international system variables is then intervened by domestic variables to produce the final decision, which is the full withdrawal of US troops from Afghanistan in 2021."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Lidia Yopita
"Peningkatan peran dan partisipasi perempuan secara signifikan dalam kelompok teroris serta aksi terorisme beberapa tahun belakangan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, telah menjadi fenomena yang menarik perhatian dan cukup mengejutkan dunia internasional. Meskipun perempuan masih memegang proporsi teroris yang jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan laki-laki, namun para sarjana dalam beberapa tahun terakhir mulai memusatkan perhatian mereka pada meningkatnya jumlah dan pentingnya perempuan dalam peran-peran ini. Tulisan ini merupakan tinjauan literatur mengenai keterlibatan perempuan dalam terorisme sebagai fenomena hubungan internasional dengan menggunakan metode taksonomi yang bertujuan untuk mengklasifikasi 36 literatur berdasarkan kesamaan tema. Tulisan ini menekankan penemuan terhadap tiga tema umum dari literatur yang ada mengenai perempuan dalam terorisme yaitu: (1) motivasi perempuan berpartisipasi dalam kelompok teroris dan aksi teror; (2) peran perempuan dalam kelompok teroris dan aksi teror; dan (3) faktor pendukung keterlibatan perempuan dalam terorisme. Tinjauan literatur ini berupaya untuk menunjukkan konsensus, perdebatan serta kesenjangan dalam topik ini. Tulisan ini mengidentifikasi bahwa kesalahpahaman terhadap motivasi, peran, dan faktor pendukung keterlibatan perempuan dalam terorisme dapat menyebabkan semakin langgengnya fenomena ini. Lebih lanjut, tulisan ini berargumen bahwa memahami motivasi, peran, dan faktor pendukung perempuan terlibat dalam terorisme merupakan bagian penting untuk dapat mengatasi fenomena ini.

The significant increase in the role and participation of women in terrorist groups and acts of terrorism in recent years, both in terms of quantity and quality, has become a phenomenon that has attracted attention and surprised the international community. Although women still hold a much smaller proportion of terrorists when compared to men, scholars in recent years have begun to focus their attention on the increasing number and importance of women in these roles. This paper is a literature review on the involvement of women in terrorism as a phenomenon of international relations using a taxonomic method that aims to classify 36 literatures based on similar themes. This paper emphasizes the findings of three general themes from the existing literature on women in terrorism, namely: (1) women's motivation to participate in terrorist groups and acts of terror; (2) the role of women in terrorist groups and acts of terror; and (3) supporting factors for women's involvement in terrorism. This literature review seeks to highlight the consensus, debate and gaps in this topic. This paper identifies that a misunderstanding of the motivations, roles, and supporting factors of women's involvement in terrorism can cause this phenomenon to last longer. Furthermore, this paper argues that understanding the motivations, roles, and supporting factors of women being involved in terrorism is an important part of being able to overcome this phenomenon.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Khairunnisa
"Hungaria merupakan salah satu negara donor yang melibatkan CSO dalam praktik bantuan luar negeri. Hal tersebut tercermin dari peningkatan alokasi ODA untuk CSO dari yang semula 3% menjadi 28% di tahun 2019. Sebagai negara donor yang relatif baru, peningkatan persentase dipandang unik karena tiga hal (1) persentase tersebut jauh berada di atas negara anggota OECD lainnya yang hanya di kisaran 10-20%, (2) alokasi ODA berasal dari ODA bilateral yang sarat akan kepentingan donor, dan (3) Mayoritas CSO yang terlibat merupakan CSO berbasis di Hungaria, sementara sepuluh tahun terakhir terdapat tensi antara pemerintah Hungaria dengan CSO domestik. Skripsi ini membahas faktor-faktor domestik serta interaksinya dengan faktor eksternal yang membentuk kemitraan pemerintah Hungaria dengan Civil Society Organisations (CSO) dalam konteks Official Development Assistance (ODA) tahun 2017-2019. Penelitian dilakukan untuk menjelaskan signifikansi aktor CSO dalam bantuan luar negeri dengan mengetahui motif dan pertimbangan yang melandasi penyaluran ODA melibatkan CSO. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Penulis menyimpulkan bahwa peningkatan kemitraan antara pemerintah Hungaria dengan CSO domestik dalam bantuan luar negeri hasil dari terfragmentasinya mekanisme pencegahan migrasi global Uni Eropa yang kemudian mendorong pemerintah Hungaria untuk mengimplementasikan kebijakannya sendiri melalui mekanisme ODA untuk CSO. Berawal dari sana kemudian karakter politik domestik yang tersentralisasi dengan ide/gagasan pembentuk berdasarkan ancaman kaeamanan nasional dan solidaritas kristiani menjadi faktor domestik dominan yang membentuk kebijakan ODA untuk CSO.

Hungary is one of the donor countries that mostly involve CSOs in the practice of foreign aid. This is reflected in the increase in ODA for CSOs from 3% to 28% in 2019. As a relatively new donor country, the increase in the percentage can be seen as unique because (1) the percentage is far above other OECD member countries which only in the range of 10%-20%, (2) it's part of bilateral ODA which is commonly tends to serve donor interests, and (3) The majority of it is Hungarian-based CSOs, while in the last ten years there has been tension between the Hungarian government and domestic CSOs. This thesis discusses domestic factors and their interactions with external factors that form the partnership between the Hungarian government and Civil Society Organizations (CSOs) in the context of Official Development Assistance (ODA) 2017-2019. The study was conducted to explain the significance of CSO actors in foreign aid by knowing the motives and considerations underlying the distribution of ODA involving CSOs. This is qualitative research with a descriptive design. The author concludes that the increased partnership between the Hungarian government and domestic CSOs in foreign aid is the result of the fragmentation of the European Union's global migration prevention mechanism which then encourages the Hungarian government to implement its policies through the ODA mechanism for CSOs. Therefore, centralized domestic politics with ideas based on national security threats and Christian solidarity becomes the dominant domestic factor that shapes ODA policies for CSOs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Natassja Emmanuela Rawung
"Pencucian uang merupakan tindak kriminal tergolong baru namun berdampak fatal dalam perekonomian global. Urgensi negara-negara untuk menangani masalah tersebut mendorong terbentuknya Financial Action Task Force (FATF) yang berfungsi untuk menegakkan rezim anti pencucian uang internasional dan mempromosikan rezim tersebut ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan proses pembentukan rezim anti pencucian uang di Indonesia serta keterlibatan FATF dalam proses tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deduktif berdasarkan data dari studi pustaka dengan menggunakan teori siklus hidup norma sebagai landasan argumen. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, mengambil kesimpulan bahwa FATF berfungsi sebagai norm entrepreneur yang mendorong pemerintah Indonesia untuk membentuk rezim anti pencucian uang. Penulis menemukan bahwa FATF menggunakan mekanisme sosialisasi norma berupa daftar hitam untuk mempromosikan norma sekaligus memberikan tekanan kepada Indonesia untuk patuh. Hal ini menunjukkan bahwa FATF memiliki keterlibatan yang signifikan dalam proses pembentukan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Keseluruhan proses tersebut merupakan bagian dari tahapan siklus hidup norma, yaitu kemunculan norma, norm cascade dan internalisasi norma.

Money laundering is a relatively new crime, yet it has a fatal impact on the global economy. The urgency of countries to deal with these problems has prompted the formation of a Financial Action Task Force (FATF) whose function is to enforce the international anti-money laundering regime and promote the regime to other countries, including Indonesia. This paper aims to explain the process of establishing an anti-money laundering regime in Indonesia and the involvement of the FATF within the process. The research method used is a qualitative approach that is deductive in nature based on data from literature studies, while using the norm life cycle theory as the basis of the argument. Based on the analysis that has been done, it can be concluded that the FATF functions as a norm entrepreneur which pressured the Indonesian government to establish an anti- money laundering regime. The author finds that the FATF uses a norm socialization mechanism in the form of a blacklist in order to promote norms as well as to put pressure on Indonesia to comply. This shows that the FATF has a significant involvement in the process of establishing an anti-money laundering regime in Indonesia. The whole process is part of the stages of the norm life cycle, namely the norm emergence, the norm cascade and the norm internalization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Dewi Shafira Luthfina
"Pembentukan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) menandai bentuk baru dari upaya integrasi perdagangan di Asia Timur. Perjanjian dagang tersebut merefleksikan upaya konkret dari negara anggota kawasan untuk mengonsolidasikan jalur perdagangan yang sebelumnya telah dibentuk dan mengarahkan mereka menuju integrasi yang lebih mendalam. Skripsi ini menganalisis pertimbangan yang melandasi keputusan Jepang dalam menyetujui pembentukan dan dimulainya negosiasi RCEP. Analisis ini penting untuk dilakukan mengingat beberapa studi mempertanyakan keuntungan perdagangan dari RCEP bagi Jepang. Selain itu, pola interaksi Jepang di kawasan selama ini menunjukkan karakteristik yang menegasikan Cina. Menggunakan kerangka analisis difusi kebijakan jalur kompetisi milik Solis & Katada (2009), penelitian ini menelusuri faktor internasional dan domestik yang melahirkan keputusan Jepang dalam menyetujui dimulainya negosiasi RCEP. Studi ini menggunakan metode kualitatif yang didasarkan pada studi dokumen, baik dokumen resmi maupun publikasi ilmiah, dan ditriangulasi melalui wawancara. Penelitian menemukan bahwa persetujuan Jepang terhadap pembentukan dan dimulainya negosiasi RCEP merupakan wujud tindakan strategis yang ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing serta posisinya di hadapan tekanan-tekanan kompetitif yang bersifat multidimensional, utamanya yang berasal dari tindakan dan posisi negara rivalnya, Cina. Kebutuhan untuk merespons tekanan tersebut pada akhirnya menghasilkan pertimbangan dalam ranah ekonomi, politik-keamanan, dan legal untuk menyetujui pembentukan dan dimulainya negosiasi RCEP

marked another stage of trade integration in East Asia. The agreement signified the efforts of regional member countries to consolidate the existing trade routes to direct them to deeper integration. This thesis analyses considerations that underlie Japan’s decision in approving the launching of the RCEP. Such a study is important considering that the trade advantages of RCEP for Japan is still debateable in several prior studies. Additionally, the pattern of Japan’s interaction in the region has shown characteristics that negated China. This study employs policy diffusion framework by Solis & Katada (2009) as the analytical framework that guides examinations on the international and domestic factors driving Japan’s decision to approve the launching of the RCEP. In so doing, this study uses qualitative methodology with data acquired through desk studies and triangulated through interviews. Findings of the study show that Japan's approval of the launching, and consequently the establishment, of the RCEP was a form of strategic action aimed at maintaining and enhancing its competitiveness and position in the face of multidimensional competitive pressures, primarily arising from the actions and position of its rival country, China. The need to respond to these pressures ultimately resulted in a set of considerations in the economic, political-security, and legal spheres that led Japan to approve the establishment of the agreement and begin negotiation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>