Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Olivia Febri Marvita
"Zeolit alam yang merupakan salah satu mineral cukup melimpah di Indonesia, bisa menjadi salah satu solusi alternatif yang mudah diperoleh untuk mengatasi masalah limbah pertambangan di Indonesia, seperti limbah logam Cu(II). Dalam penelitian ini, telah dilakukan modifikasi zeolit alam khususnya yang berasal dari Citatah-Jawa Barat menjadi zeolit berpori hierarki sebagai adsorben ion logam berat Cu(II). Zeolit alam yang berukuran mikropori di modifikasi dengan menggunakan HCl (dealuminasi), dimana perlakuan ini befungsi untuk meningkatkan rasio Si/Al dan NaOH (desilikasi) untuk melarutkan sebagian Si dalam kerangka zeolit dan mengarahkan pembentukan mesopori dalam zeolit.
Raw zeolit alam Citatah-Jawa Barat yang digunakan mengalami peningkatan rasio Si/Al menjadi 6,32 dari rasio Si/Al awal sekitar 3,62. Zeolit berpori hierarki (A4B1) dengan diameter pori 32,2 nm meningkatkan kapasitas adsorpsi raw zeolit yang hanya 11,87 mg Cu(II)/gram zeolit menjadi 28,12 mg Cu(II)/gram A4B1, saat ditambahkan Cu(II) 300 ppm pada waktu optimum 120 menit. Jenis adsorpsi yang terjadi antara ion logam berat Cu(II) terhadap zeolit hierarki yang dihasilkan adalah adsorpsi secara fis.

Natural zeolite which is one of the relatively abundant mineral in Indonesia, could be one of alternative solutions that is easy to be found to resolve the issue of waste mining problem, especially waste of heavy metal ion of Cu(II). Thus, in this study, will be modified natural zeolite particularly from Citatah-Jawa Barat into hierarchical porous zeolite as an adsorbent of heavy metal ions Cu(II). Natural zeolite micropore size modified by using HCl (dealumination) to improve the Si/Al ratio and NaOH (desilication) to dissolve most of Si in the zeolite framework and direct formation of mesoporous zeolites.
The ratio of Si/Al raw natural zeolite Citatah-Jawa Barat have increase become 6.32 from the early ratio of Si/Al around 3.62. Zeolite hierarchy (A4B1) with diameter pore is 32,2 nm increases the adsorption capacity of raw zeolite from 11.87 mg of Cu(II)/g zeolite become 28.12 mg of Cu(II)/gram A4B1, when added to Cu(II) 300 ppm at the optimum time 120 minutes. And the types of adsorption that occurs between heavy metal ions Cu(II) with hierarchy zeolite is physics adsorption, because R2 reached 0.9993 on Freundlich adsorption isotherm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemala Fajar P.
"Metanol merupakan salah satu produk utama dari reaksi oksidasi parsial metana dengan oksigen menggunakan katalis zeolit Co/ZSM-5 mesopori. Tetapi metanol tersebut biasanya terjebak dan terikat kuat di dalam pori zeolit, sehingga perlu diekstrak untuk mendapatkan jumlah metanol yang signifikan. Studi ekstraksi metanol dari zeolit dilakukan pada penelitian ini untuk menyelidiki jenis pelarut dan kondisi yang tepat untuk ekstraksi. Zeolit yang digunakan adalah Co/ZSM-5 mesopori dengan rasio Si/Al sebesar 25,03 dan persen loading kobalt sebesar 2,47% wt. Ekstraksi dilakukan dengan berbagai variasi metode yaitu, variasi jenis pelarut, volume pelarut, waktu, serta jumlah ekstraksi. Hasilnya menunjukkan persen ekstraksi tertinggi diperoleh dengan pelarut etanol:air (1:1), volume pelarut 1 mL untuk setiap 0,15 g zeolit, serta waktu ekstraksi 30 menit. Sebagian besar metanol (94,21%) berhasil direkoveri dari Co/ZSM-5 mesopori dengan tiga kali ekstraksi berkelanjutan dengan pelarut etanol.

Metanol is one of the main product of partial oxidation of methane under trace of small amount of oxygen using mesoporous zeolites Co/ZSM-5 catalyst. The metanol product is usually trapped and tightly bound to zeolite pores, so it needs to be extracted to recover significant amount of metanol. Extraction of metanol from zeolite was studied in this work to find the suitable solvent and extraction conditions. The zeolite being used is mesoporous Co/ZSM-5 with Si/Al ratio of 25,03 and percent cobalt loading of 2,47% wt. Extractions were carried out using various parameters i.e. type of solvent, volume of solvent, time, and number of extraction. The results show that the highest extraction percent were achieved with mixture of ethanol:water (1:1) as a solvent, 1 mL of solvent per 0,15 g zeolites, and 30 minutes of extraction time. Most of metanol (94,21%) is recovered with three times of multiple extraction with ethanol as a solvent."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57340
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Agnes
"Selulosa dari limbah sekam padi telah berhasil dikonversi menjadi asam levulinat. Reaksi konversi berlangsung pada suhu 100oC dengan variasi katalis, yakni Mn/ZSM-5 mesopori, ZSM-5 mesopori, katalis asam homogen (H2SO4), dan tanpa penambahan katalis. Selain itu, dilakukan pula variasi substrat, yakni menggunakan sekam padi, α-selulosa, dan D-Glukosa. Reaksi dengan Mn/ZSM-5 mesopori, ZSM-5 mesopori, dan tanpa katalis berlangsung dengan kehadiran asam fosfat 40% (v/v) dan hidrogen peroksida 30% (v/v). Pembentukan asam levulinat dari selulosa melibatkan tiga tahapan penting, yakni (1) pemutusan ikatan hidrogen, baik inter- maupun intramolekul yang menyebabkan hancurnya kondisi agregasi dari selulosa, (2) pemutusan ikatan β-(1-->4)-glikosida yang menghasilkan gula dan mendegradasi sebagian selulosa, dan (3) dehidrasi glukosa dan pembentukan asam levulinat. Dalam proses konversi menggunakan Mn/ZSM-5, tahapan pemutusan ikatan β-(1-->4)-glikosida melibatkan reaksi seperti fenton. Penambahan 0.1 gram Mn/ZSM-5 berhasil memberikan persentase yield asam levulinat lebih tinggi sekitar 10% jika dibandingkan dengan reaksi tanpa menggunakan katalis, yakni sebesar 28,36%. Jika dilihat dari substrat yang digunakan, diketahui bahwa selulosa dari sekam padi lebih mudah menghasilkan asam levulinat dibandingkan α-selulosa. Hal ini berkaitan dengan kristalinitas dan aksesibilitas keduanya.

Cellulose obtained from residual rice husk has been successfully converted to levulinic acid. Conversion reaction was done at 100oC with various catalysts, which are mesoporous Mn/ZSM-5, mesoporous ZSM-5, homogeneous acid catalyst (H2SO4), and without any catalyst. Furthermore, effect of substrate was also studied by using pre-treated rice husk, -cellulose and D-glucose as comparison. Reaction using mesoporous Mn/ZSM-5, mesoporous ZSM-5, and reaction without any catalyst took place with the presence of 40% (v/v) phosphoric acid and 30% (v/v) hydrogen peroxide. Conversion process of cellulose to levulinic acid can be divided into three important steps: (1) breakage of inter- and intra-molecular hydrogen bond, which cause destruction of aggregation state of cellulose, (2) cleavage of &beta-(1-->4)-glycosidic bonds in cellulose, resulting in partly degrade cellulose and generated sugars, (3) dehydration of glucose and levulinic acid production. Reaction under phosphoric acid and hydrogen peroxide media involved fenton like reaction in breaking β-(1-->4)-glycosidic bonds. By adding 0.1 gram of mesoporous Mn/ZSM-5, yield percentage of levulinic acid is 28,36% or about 10% higher as compared to the reaction without any catalyst. Based on substrate of reaction, it is revealed that cellulose from rice husk waste gave higher yield percentage of levulinic acid compared α-cellulose, which can be correlated with their crystallinity and accessibility towards the catalyst.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Safari
"Pada penelitian ini, sintesis TiO2 mesopori dilakukan dengan metode nidrotermal dan metode dip-coating. Fotokatalis TiO2 mesopori dapat ciisintesis dengan mereaksikan titanium tetraisopropoksida (TTIP), dietanolamin (DEA), etanol, dan polietilen glikol (PEG) sebagai temp/ate. Produk yang didapat dikalsinasi pada sunu 450°C selama 4 jam untuk mengnilangkan PEG temp/ate. Fotokatalis TiO2 mesopori nasil sintesis dikarakterisasi ciengan alat XRD, SEIVI, FTIR, BET, dan UV-Vis.
Hasil karakterisasi XRD dan BET menunjukkan struktur TiO2 anatase dan mempunyai Iuas permukaan sebesar 55,33 m2/g. Aktivitas fotokata|isTiO2 mesopori ini digunakan untuk mendegradasi gas forma|c|enic|a_ Degradasi fotokatalitik ini dilakukan dalam fotoreaktor yang ciilengkapi ciengan Iampu UV dan kolom berisi TiO2 mesopori nasil sintesis.
Hasil degradasi senyavva formaldenida secara fotokatalisis dalam vvaktu 26 menit mengnasilkan % degradasi sebesar 5,3204% Iebin tinggi ciaripacia kondisi degradasi formalcienida tanpa TiO2 (fotolisis). Hasil ini memperlinatkan banvva TiO2 mesopori nasil sintesis dapat mendegradasi gas formaldenida secara fotokatalisis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S30336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muris Almasrizal
"Dalam ilmu Iingkungan banyak parameter yang digunakan sebagai penentu kualitas air. Setiap parameter mengukur kualitas air dari berbagai komponen yang terlibat dalamnya. Chemical oxygen demand (COD) merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air. Parameter ini merupakan ukuran berapa banyak oksigen yang dibutunkan untuk mengoksidasi secara kimiawi senyawa organik dalam air. COD diukur pada proses degradasi senyawa organik dalam reaksi oksidasi menggunakan oksidator kuat seperti kalium dikromat untuk menguban semua senyawa organik menjadi CO2 dan H2O. Penentuan nilai COD dengan metode dikromat Iebih disukai karena daya oksidasinya yang kuat. Dari aspek teknis pengerjaan dan isu kesehatan metode dikromat memiliki beberapa kekurangan seperti kondisi eksperimen yang rumit dan memerlukan ketelitian dalam prosedur kerjanya, melibatkan reagen kimia yang mahal (Ag2SO4) dan toksik (Cr2O72+ dan Hg2+), dan tidak sesuai untuk bisa diotomatisasi. Banyak dilakukan usaha untuk menjawab masalah ini. Diantara banyak pilinan metode, ada yang mengganti peran oksiciator dengan banan kimia menggunakan sistem fotokatalis yang dibantu dengan cahaya untuk proses degradasinya.
Penelitian ini mengembangkan fotokatalis TiO2 sebagai pengganti dikromat. Fotokatalis ini dilapiskan dalam tabung gelas berpengnantar (Inner Wall Conductive Glass Tube atau disingkat IWCGT ) yang dilapiskan SnO yang didoping F (SnO-F) sebagai Iapisan pengnantar. Pengukuran dilakukan dalam sel elektrokimia dengan TiO2 sebagai elektroda kerja, platina sebagai elektroda pembantu, dan Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding Pengukuran arus COD diukur dengan potensiostat menggunakan Multi Pulse Arnperometry Sampel didegradasi oleh fotokatalis dengan bantuan cahaya UV. Arus cahaya (photocurrent) yang terukur diplot terhadap waktu yang akan dikonversi menjadi nilai muatan [ Q = II dt ]. Harga O akan dikonversikan Iagi menjadi harga COD = Q/4FVx32000. Selanjutnya diujicobakan respon sistem elektroda ini pada berbagai senyawa organik untuk melinat sifatnya ternadap probe yang telan dibuat. Dimana pada rentang konsentrasi rendah ( 1-10 ppm ) photocurrent yang diberikan dari sel fotoelektrokatalisis pada senyawa sukrosa, fruktosa, asparagin, alanin, etanol, dan 2-propanol mengnasilkan nubungan yang Iinier antara muatan dengan konsentrasi. Sedangkan, hasil COD yang terukur pada metode ini tidak berbeda secara signifikan dengan metode stanclar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30490
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Novita Lestari
"Fotokatalisis merupakan metode alternatif untuk pengolahan air limbah dan fotokatalis TiO2 adalah katalis yang banyak digunakan, karena inert, tidak bersifat toksik, dan murah. Namun, celah energi (bandgap) yang lebar pada TiO2 yaitu sekitar 3.2 eV, setara dengan cahaya UV dengan A 388 nm, membatasi aplikasi fotokatalitiknya nanya pada daeran UV, tapi tidak pada daerah cahaya tampak (visible). Padahal canaya tampak tersedia melimpah sebagai cahaya matahari yang sampai ke bumi. Salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi fotokatalitik TiO2 yaitu dengan menyisipkan dopan pada matrik Kristal TiO2, di mana elemen dopan menjadikan matrik katalis baru yang memiliki energi celah lebih kecil, yang setara dengan energi canaya tampak. Salah satu dopan paling menjanjikan adalah nitrogen. Pacla penelitian ini dilakukan sintesis dan karakterisasi dari TiO2 yang di doping dengan nitrogen (N-TiO2) serta dibandingkan aktivitasnya baik secara fotokatalitik maupun fotoelektrokatalitik dengan TiO2 yang tidak di beri dopan. Karakterisasi bahan hasil preparasi menunjukkan bahwa N-TiO2 memiliki energi celan lebih kecil yaitu sebesar 3.0169 eV dibandingkan TiO2 yang tidak didoping dengan nitrogen yaitu sebesar 3.2861 eV. lndikasi keberhasilan penyisipan nitrogen juga diperolen clari profil puncak serapan infra merah dan spektrum Energy Dispersive Xray (EDX), yang jelas mengindikasikan kenadiran nitrogen dalam matrik N-TiO2. Pengujian aktifitas fotokatalisis dan fotolektrokatalis, baik menggunakan sinar UV dan sinar tampak, menunjukkan bahwa, dilihat dari tetapan Iaju reaksinya, N-TiO2 mampu mendegradasi zat warna Congo Red dan asam benzoat Iebih cepat dibandingkan TiO2 tampa doping."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30482
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Wardatul Jannah
"Kristal TiO2 anatase dipreparasi dengan proses hidrotermal pada suhu 240°C dari prekursor titanium tetraisopropoksida (TTIP) dalam larutan alkohol/air pada suasana asam. TiO2 hasil sintesis dikarakterisasi dengan X-Ray Diffractometer (XRD), Diffuse Reflectance Spectrophotometry (DRS), Particle Size Analyzer (PSA) dan Fourier Transform Infra Red Spectrophotometry (FTIR). Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa TiO2 yang dipreparasi secara hidrotermal mempunyai bentuk kristal anatase dengan ukuran kristal 10 nm, celah energy sebesar 3,33 eV dan distribusi ukuran partikel (0,726m - 1,47 6m dan 15,30 6m - 111,09 6m). Proses kalsinasi terhadap TiO2 hidrotermal mengakibatkan pertumbuhan inti dan menginduksi transformasi dari fasa kristal anatase menjadi rutile. Akibatnya proses kalsinasi menghasilkan campuran kristal anatase dan rutile, masing-masing dengan ukuran kristal 11 nm dan kristal rutile 12 nm, celah energy sebesar 3,29 eV dan distribusi ukuran partikel (0,576m - 1,51 6m dan 31,32 6m - 170,28 6m). Serbuk TiO2 hasil sintesis dihaluskan dan didispersikan dalam air. Evaluasi dispersi TiO2 dilakukan dengan variasi pH, variasi konsentrasi PEG 1000, dan variasi pH pada konsentrasi PEG 1000 tertentu. Absorbansi hasil dispersi TiO2 setelah 24 jam diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Kestabilan dispersi TiO2 optimum dengan mekanisme sterik dicapai pada konsentrasi PEG 1000 0,05%, sedangkan berdasarkan mekanisme elektrostatik didapatkan kestabilan optimum pada pH 9. Dispersi TiO2 digunakan untuk menyiapkan immobilisasi film TiO2 pada pelat kaca dengan cara spraying dan digunakan untuk evaluasi aktivitas fotokatalitik. Evaluasi aktivitas fotokatalitik TiO2 hasil sintesis dilakukan dengan cara melihat kemampuan degradasinya terhadap larutan Methylene blue. Pengukuran dilakukan dengan tiga kondisi yang berbeda yaitu fotokatalisis, fotolisis, dan katalisis. Hasil dari ketiga kondisi ini membuktikan bahwa degradasi terbesar terjadi pada kondisi fotokatalisis dengan pseudo orde pertama dimana laju reaksinya, k, sebesar 9,68.10-3 menit-1.

Titanium tetraisopropoxide (TTIP) precursor in acidic ethanol/water solution was used to prepare TiO2 anatase crystal by hydrothermal reaction at 240°C. Prepared TiO2 was characterized by X-Ray Diffractometer (XRD), Diffuse Reflectance Spectrophotometry (DRS), Particle Size Analyzer (PSA) and Fourier Transform Infra Red Spectrophotometry (FTIR). Characterization results indicate that prepared TiO2 has an anatase form (crystallite size 10 nm), band gap of 3.33 eV, and an aggregate nature (0.726m - 1.47 6m dan 15.30 6m - 111.09 6m). A calcinations process to the TiO2 powder leads to grain growth and induce phase transformation from anatase to rutile. As consequence, calcinations process produced anatase phase (crystallite size 11 nm) and rutile phase (crystallite size 12 nm), band gap 3.29 eV, and an aggregate nature (0.576m - 1.51 6m dan 31.32 6m - 170.28 6m). The TiO2 hydrothermal powder was subjected to a ball milling and dispersed in water. The TiO2 dispersion stability was evaluated under variations of pH, PEG 1000 concentration, and pH at a certain PEG 1000 concentration. The turbidity of dispersions were observed by UV-Vis spectrophotometer after 24 hours. Optimum stability of TiO2 dispersion by steric mechanism was obtained at PEG 1000 0.05%, while by electrostatic mechanism at pH 9. This water base TiO2 dispersion was used to prepared TiO2 film on glass plate by spraying method and was used for photocatalytic activity evaluation toward methylene blue degradation The observations were conducted at three experimental conditions, namely photocatalytic, photolytic, and catalytic. The results revealed that the highest degradation was obtained at photocatalytic condition, with rate constant, k, is 9.68 x 10-3 min-1, and apparently follows pseudo-first-order reaction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30714
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gusfiyesi
"Uap benzena sebagai senyawa model kelompok Volatile Organic Compounds (VOCs) dalam asap rokok telah berhasil didegradasi secara fotokatalitik menggunakan lapisan tipis TiO2 . Satu unit reaktor fotokatalitik terdiri dari dua buah lampu UV 10 W yang masing–masing dikelilingi oleh 12 kolom gelas (i.d 2 mm, panjang 30 cm). Pada dinding bagian dalam kolom gelas dilapiskan TiO2 Degussa P25 (inner wall of a glass column tube, TiO2 - IWGCT) dengan tingkat pengisian 0,048 mg/cm2. TiO2-IWGCT mengabsorpsi sinar UV di sekitar 380 hingga 200 nm, setara dengan band gap 3,3 eV untuk struktur anatase TiO2. Permukaan TiO2-IWGCT agak rata dengan ketebalan rata-rata 1,8 μm. Aktivitas degradasi fotokatalitik diuji dengan mengumpankan sejumlah benzena ke dalam reaktor, dan uapnya disirkulasikan secara kontinu ke dalam reaktor melalui ruang simulasi. Suhu ruang simulasi dipertahankan pada suhu kamar dengan kelembaban 35–50%.
Kinerja reaktor dievaluasi dari beberapa kondisi percobaan, dan kandungan benzena dalam ruang simulasi dimonitor setiap 17 menit selama 2 jam dengan kromatografi gas yang dilengkapi dengan detektor Flame Ionization Detector (GC-FID). Degradasi optimum benzena (model) yang diamati pada laju alir 0,1 L/menit dengan persen degradasi selama 2 jam mencapai 92,8%, kapasitas reaktor 0,0193 mol/menit dengan tetapan laju reaksi pseudo orde satu (k') 0,0168 menit-1.
Ketika reaktor diterapkan untuk Volatile Organic Compounds (VOCs) dari asap rokok, degradasi benzena diamati hanya mencapai 33,8%, dan kapasitas reaktor sebesar 2,48 x 10-5 mol/menit dengan tetapan laju reaksi pseudo orde satu (k') 0,003 menit-1. Senyawa–senyawa intermediet yang teradsorpsi di permukaan katalis telah teroksidasi menjadi CO2, CO dan lapisan deposit karbon. Sebagai pembanding dilakukan percobaan kontrol dengan kondisi (a) dengan TiO2 tetapi tanpa sinar UV (katalisis), atau (b) dengan sinar UV tetapi tanpa TiO2 (fotolisis).

Benzene in a gas phase as a model of Volatile Organic Compounds (VOCs) from tobacco smoke has been eliminated photocatalytically by employing TiO2 film. One reactor unit consisted of two 10 watt UV lamps, in which each lamp was encircled by twelve glass tubes (i.d 2 mm, length 30 cm), and the TiO2 (Degussa P25) film was immobilized on its inner wall glass column tube (TiO2–IWGCT) achieving 0.048 mg/cm2 TiO2 loading. UV light was absorbed by TiO2–IWGCT at 380–200 nm, that equal to 3.3 eV band gap energy for anatase structure of TiO2. TiO2– IWGCT surface is smooth, and film thickness was 1.8 μm approximately. Some amount of benzene, in gas phase, was circulated in to the reactor at room temperature with humidity of 35–50% during the experiment time.
Reactor performance was observed by applying certain experimental conditions. During experiment, the amount of benzene was monitored by Gas Chromatography equipped with Flame Ionization Detector (GC–FID ) every 17 minutes for 2 hours. Degradation of benzene (model) was observed up to 92.8% after 2 hours, giving reactor capacity of 0.0193 mole/minute and rate constant of pseudo first order (k') 0.0168 minute-1.
Whereas in a real tobacco smoke sample, benzene could only be degraded up to 33.8%, giving reactor capacity of 2.48 x 10-5 mole/minute and rate constant pseudo first order (k') of 0.003 minute-1. The adsorbed intermediates on the catalyst surface are eventually oxidized to CO2, CO or polymerized to give carbon deposits. Control experiments were conducted in similar manners but (a) with TiO2 and without UV light (catalysis), and (b) under UV light in the absence of TiO2 film (photolysis).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T39920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyeni
"Xilena adalah senyawa aromatik yang sedikit berbau dan berwarna yang merupakan salah satu Volatile Organic Compounds (VOCs) penyebab indoor pollution. Pada penelitian ini degradasi dilakukan terhadap model xilena wako yang mengandung campuran senyawa xilena, toluena dan 1-etil-2-metil benzena. Dilanjutkan degradasi xilena dari emisi mesin fotokopi yang sedang beroperasi. TiO2 Degussa P25 dilapiskan pada bagian dalam kolom gelas silika (panjang 30 cm dengan diameter dalam 2 mm). Pelapisan TiO2 dilakukan sepuluh kali dan didapatkan tingkat pengisian sebesar
0,048 mg/cm2 setara dengan ketebalan lapisan 0,289 m secara gravimetri. Pengukuran dengan SEM memberikan ketebalan rata-rata 1,80 m. Reaktor gas yang digunakan terdiri dari 2 buah lampu UV black light 10 W di mana masing-masing lampu dikelilingi oleh 12 kolom gelas. Reaktor gas di- hubungkan dengan sebuah ruangan simulasi bervolume 23, 15 L dengan suhu ruangan 27-35 °C dan kelembaban 35-50 %. Campuran senyawa model xilena fasa gas, diumpankan ke dalam reaktor dan disirkulasikan dengan variasi laju alir 0,1; 0,3; 0,5; 0,75; 1,0; 1,3 dan 1,5 L/menit. Senyawa xilena, toluena dan 1-etil-2-metil benzena dalam ruang simulasi dianalisa dengan kromatografi gas berdetektor Flame Ionization Detector (GC-FID). Persen degradasi terbesar setelah 154 menit irradiasi didapatkan pada laju alir 0,1 L/menit yaitu 83,614 % dengan nilai konstanta laju k 9,09 x 10-3 /menit untuk xilena, dengan kapasitas reaktor 6,617.10-5 mol/detik. Persen degradasi 76, 487 % untuk toluena dan 77, 376 % untuk 1-etil-2-metil benzena. Percobaan kontrol dilakukan dengan reaktor yang sama pada kondisi (a) dengan TiO2 tapi tanpa lampu UV (gelap) dan (b) dengan sinar UV tapi tanpa TiO2. Percobaan dengan sampel nyata emisi mesin fotokopi memberikan degradasi xilena sebesar 51,346% dengan nilai konstanta laju k
0.0045 /menit, kapasitas reaktor 5,83.10-7 mol / detik. Dari analisa senyawa intermediet dengan GC-MS tidak didapatkan senyawa yang diharapkan."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, ], 2006
T39921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Asria
"Telah dilakukan degradasi zat warna azo Congo red dalam air melalui proses fotokatalisis dengan TiO2 Degussa P25 yang diimobilisasi/dilapiskan pada dinding bagian dalam kolom gelas. Karakterisasi lapisan TiO2 dengan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan adanya awal serapan yang mengindi-kasikan keberadaan celah pita (band gap) yang sesuai dengan struktur kristal anatase dari TiO2. Larutan sampel disirkulasikan dari reservoir melalui kolom gelas dengan menggunakan pompa sirkulasi secara kontinyu. Absorbsi foton oleh TiO2 akan menghasilkan pasangan elektron dan hole positif (e-/h+) pada permukaan yang kontak dengan larutan dan memicu reaksi degradasi zat organik yang terdapat dalam larutan. Dipelajari pengaruh variasi laju alir, kon-sentrasi awal dan adanya anion terlarut. Pengamatan yang dilakukan adalah perubahan UV-Vis spektrum serapan larutan sebelum dan sesudah diiradiasi, nilai pH, daya hantar listrik dalam selang waktu tertentu, dan keberadaan se-nyawa intermediet, molekul organik sederhana, yang ditentukan dengan HPLC. Terjadinya degradasi zat warna azo Congo red ditunjukkan dengan penurunan serapan dari puncak serapan spesifik pada spektra serapan la-rutan Congo red, penurunan pH, kenaikan nilai daya hantar listrik, dan ter-bentuknya asam oksalat sebagai senyawa intermediet. Penguraian molekul zat warna meningkat dengan semakin tingginya laju alir dan tingginya kon-sentrasi awal sampai pada batas konsentrasi optimum. Keberadaan ion sulfat dan ion klorida dalam larutan menyebabkan penurunan laju degradasi. Sebagai kontrol percobaan, dilakukan iradiasi sinar UV tanpa lapisan TiO2 (fotolisis) dan dengan TiO2 tetapi tanpa sinar UV. Hasil dari kedua kontrol percobaan ini tidak menunjukkan berkurangnya konsentrasi Congo red secara signifikan. Dari perhitungan kinetika Langmuir-Hinshelwood diperoleh tetapan laju reaksi, kr, sebesar 0,206 ppm/menit dan tetapan adsorpsi, K, sebesar 0,292/ppm. Efisiensi reaktor sebagai quantum yield adalah 0,24 %.

Azo dyes Congo red in water that have been degradated by photoca-talysis using TiO2 Degussa P25, which immobilized on inner wall of a glass column. Characterization of TiO2 film with UV-Vis spectrophotometer shown an initial absorption indicating the presence of band gap that fits the crystal structure of anatase TiO2. Sample solution was circulated from reservoir throught out glass column by circulating pump continuously. TiO2 absorps some amount of photons and releases a pair of electron and positive hole on the TiO2 surface, which then contact with the solution and trigger the degra-dation of organic compound in solution. The influence of flow rate variations, initial concentration and dissolved anions were studied. The observation was performed on the change of absorption UV-Vis spectra before and after irra-diation, pH value, conductivity in certain period of time, and the presence of intermediate compound, simple organic compounds, determined by HPLC. Degradation of azo dyes Congo red was shown by the decrease of Congo red absorption as well as pH solution, the increase of conductivity, and the forma-tion of oxalic acid as intermediate the compound. Decomposition of dye mole-cules would be increased with the increasing of the flow rate and initial con-centration until optimum concentration. The presence of sulphate and chloride ions in the solution would decrease the rate of Congo red degradation. As controls, UV irradiation without TiO2 film; and with TiO2 film but without UV were also performed on the samples. As results, the decrease of Congo red concentration was not shown significantly in both experimens. From the calculation of Langmuir-Hinshelwood kinetics equation, the rate reaction constant (kr) 0,206 ppm/min, and the adsorption constant (K) 0,292/ppm were obtained. The reactor efficiency as quantum yield was 0,24%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T40171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>