Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simorangkir, Ari Mangiring
"Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi penyelengaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Sehingga Pemerintah menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu pewujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana dalam pembiayaan Negara dalam Pembangunan Nasional guna tercapainya tujuan negara. Penting dan strategisnya peran serta sektor perpajakan dalam penyelenggaraan pemerintah dapat dilihat Anggaran Belanja Negara (APBN) dan Rancangan APBN setiap tahun yang disampaikan pemerintah, yaitu terjadinya peningkatan persentase sumbangan pajak dari tahun ke tahun. Agar pungutan pajak tidak menciderai rasa keadilan masyarakat maka perlu suatu upaya pemaksaan yang bersifat legal. Legalitas dalam hal ini adalah dengan menyandarkan pungutan pajak melalui Undang-Undang. Tanpa undang-undang, pemungutan pajak tidak mengikat masyarakat tidak sah. Oleh karena pemungutan pajak untuk kepentingan rakyat, maka pemungutan pajak haruslah terlebih dahulu disetujui oleh rakyatnya sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemenkan dalam Pasal 23A amandemen ke-III Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang?. Telah terjadi perubahan besar dalam sistem perpajakan Official Assesment ke Self Assesment maka pada pelaksanaan pemungutan pajak, adakalanya terjadi perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Fiskus. Perbedaan antara Wajib Pajak dan Fiskus terjadi karena tidak dapat titik temu dalam persepsi penafsiran peraturan perundang-undangan penghitungan serta penerapan peraturan perundang-undangan secara jelas. Perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Fiskus inilah yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa pajak. Sengketa pajak perlu diselesaikan perlu diselesaikan secara adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, sederhana, serta memberi kepastian hukum. Disinilah eksistensi Pengadilan Pajak sangat diperlukan agar keadilan dalam hal membayar pajak dapat ditegakkan.
Berkembangnya rasa tidak percaya masyarakat pada saat ini terhadap penegakan hukum sengketa pajak di pengadilan pajak serta masih adanya dualisme dalam kedudukan Pengadilan Pajak, mendorong Penulis untuk melakukan penelitian sampai sejauh mana upaya hukum Wajib Pajak dalam mencapai rasa keadilan dan untuk mengetahui eksistensi kedudukan Pengadilan Pajak apakah telah sesuai dengan konstitusi dasar UUD1945.

Tax constitutes a very important source of income for the state for the administration of the government and for the implementation of national development. Therefore, the Government positions taxation obligation as one of materializations of state obligation which constitutes a means in the financing the State in the National Development for the achievement of state goals. The importance and strategic participating role of taxation sector in the administration government can be observed from the State Revenue and Expenditure Budget Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN]) and the Draft APBN of every year presented by the government, which is, the increase of percentage of contribution from year to year. In order that tax collection does not violate the of justice of the society, then, it is necessary to have a legal coercive effort. Legality in this matter is to underlay tax collection on a Law. Without a law, tax collection will not bind the society and will be illegitimate. Since tax collection is carried out for the interest of the people, then, tax collection must firstly be approved by its people, as stated in Article 23 paragraph (2) of the 1945 Constitution which has been amended in Article 23A of the 3rd Amendment to the Constitution, which reads as follows ?Tax and other coercive levies for the needs of the state will be stipulated by law?. There has been a major change in the taxation system, from Official Assessment system to Self Assessment system, consequently in the implementation of tax collection sometimes there are difference of opinions between the Taxpayer and the Fiskus [Tax Officials]. The difference between Taxpayer and Fiskus takes place because there is not any common perspective in the perception for the interpretation of statutory regulations with regard to the calculation as well as the implementation of statutory regulations in a clear manner. This difference of opinion between Taxpayer and Fiskus could cause the occurrence of tax dispute. Tax dispute needs ettled fairly in a prompt, economical, simple procedure and process as well providing legal certainty. At this point, the existence of Tax Court is greatly needed in order that justice in tax payment can be enforced.
The current developing sense of distrust of the society towards the law enforcement of tax dispute at tax court as well as the continuing presence of dualism with regard to the position of Tax Court encourage the Writer to carry out research to discover to what extent the legal effort of Taxpayer in striving to achieve his sense of justice and in order to discover the existence of the position Tax Court, whether it has already in conformity to the 1945 Constitution."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28853
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adhy winawan
"Pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility ("CSR") semakin banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari maraknya isu global yang menekankan adanya tanggung jawab lebih dari perusahaan. Sehingga keberadaan perusahaan tidak semata-mata hanya mencari keuntungan ekonomi saja namun juga harus memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingannya (?stakeholder?). Akan tetapi kegiatan CSR yang banyak berkembang saat ini masih bersifat karitatif sehingga kurang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Padahal salah satu tujuan dasar keberadaan CSR adalah untuk memberikan suatu dampak pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakat. Kemudian tingginya masalah lingkungan yang sering muncul seiring dengan berjalannya kegiatan usaha perusahaan mendorong pemerintah Indonesia untuk menetapkan ketentuan pelaksanaan kegiatan CSR sebagai suatu kewajiban bagi perusahaan. Kewajiban tersebut merupakan suatu hal yang positif sebagai salah satu bentuk upaya negara, dalam hal ini pemerintah, untuk meningkatkan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan merata (welfare state). Namun demikian keberadaan kewajiban CSR tersebut tidak dibarengi dengan kebijakan pelaksana dan/atau pendukung yang memadai. Akibatnya para pengusaha masih kesulitan dalam menentukan konsep dan teknis pelaksanaan dari CSR itu sendiri. Salah satu kebijakan pendukung dari ketentuan kewajiban CSR bagi perusahaan adalah kebijakan dalam bidang perpajakan. Guna menyelaraskan adanya kewajiban atas CSR tersebut maka pemerintah memberikan insentif berupa pemberian pengurangan pajak terhadap kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Di Indonesia sendiri, pajak dipandang sebagai suatu pungutan wajib kepada masyarakat yang secara hukum harus ditetapkan berdasarkan legitimasi seluruh masyarakat. Tujuannya tidak lebih agar pungutan pajak tersebut tidak membebani masyarakat. Dengan demikian dalam proses menciptakan masyarakat yang sejahtera pun harus dilakukan dengan ketentuan legalitas yang benar.

Corporate Social Responsibility or CSR is now commonly applied by many of corporations here in Indonesia. This phenomena is influenced by global issues which are emphasizing corporates must have more social responsibilities. Role of corporations is not only gaining economic profit but also have to consider the interest of the stakeholders. But the activity of CSR developing nowadays is still charitable and it is not likely to increase welfare. It is known that one of main goal of CSR is to give a sustainable developmental influence to the community. High number of environmental problems are proportional with the corporate activities. These make the Indonesian government establish regulation of implementation of CSR activitiy as a corporate obligation. This is a positive way as one of the state efforts, especially the government, to increase and to create welfare state. However, the established regulation is not followed with adequate executive and/or supporting policies. As a consequency, the corporations are still have problems in determining concepts and technical implementations of CSR. One of supporting policies of the regulation of CSR is in taxation. In order to run the obligation of CSR, the government gives an incentive in form of tax reduction on the CSR activities which is done by the corporates. In Indonesia, tax is seen as a compulsory levies to the community which is hsve to legally set based on community legitimacy. The aim is to make sure that the taxes are not burdening the community. Thus, in order to create the community welfare then it must done by exact legality provision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Mei Lestari
"Hak budget parlemen dalam sistem bikameral Indonesia dalam rangka mewujudkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, belum ditempatkan pada kedudukan yang tepat dan sepadan dari sudut konstitusi (Pasal 23 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Perubahan), sesuai dengan falsafah kedaulatan rakyat, checks and balances serta tujuan bernegara. Kedudukan Parlemen Indonesia yang terdiri dua kamar (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dimana DPR memiliki peran yang lebih kuat dari pada DPD, karena DPR sebagai lembaga yang membahas dan memberikan persetujuan anggaran, sedangkan DPD hanya sebagai lembaga pemberi rekomendasi, membuat tidak terjadi keseimbangan sistem bikameral Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian hukum (legal research) untuk mendapatkan deskripsi mengenai hukum yang menyangkut aktivitas pemerintahan yakni Parlemen Indonesia dalam menggunakan hak budgetnya yangdisajikan secara analitis.
Hasil penelitian menunjukkan Perubahan UUD 1945 tidak secara tepat mendudukkan hak budget parlemen. Hak budget parlemen diletakkan pada persetujuan APBN sebagai bentuk pengelolaan keuangan negara, yang seharusnya merupakan persetujuan APBN sebagai wujud kedaulatan negara. Kewenangan DPR dan DPD yang tidak seimbang dalam sistem bikameral juga menambah tidak optimal hak budget parlemen tersebut. Selain itu, diperoleh pula faktor-faktor yang menghambat hak budget parlemen dapat berjalan secara efektif mewujudkan APBN untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, yaitu faktor kapasitas personal anggota parlemen, kerangka regulasi pembahasan APBN, lembaga pendukung keahlian, sistem kepartaian dan partai politik, proposal APBN dari pemerintah, partisipasi masyarakat, dan Mahkamah Konstitusi.

The parliamentary rights of budget in Indonesia bicameral of system in order to create the National Revenue and Expenditure Budget (state budget) for the prosperity of the people as much as possible, in the placed being in correct position and angle to match the constitution of Law (Article 23 Sentence 1 of the Constitution of Law 1945 revenue Change), according to the philosophy`s popular of sovereignty, checks and balances and the purpose of nationhood. The Indonesia of Parliament position consisting of two room`s (bicameral), the House of Representatives (DPR), and the House of Representative Council (DPD), which would like to the House has a stronger role`s of the DPD, because the House of Representatives as the board discusses and gives approximate agreement, whereas DPD only as the provider of the board recommendations, make unoccur balance bicameral of system of Indonesia. The method used in this thesis is a study of law (legal research) to get a description of the rule of law that concerns activity in the Indonesian Parliament to exercise the right purse presented analytically.
The results showed changes in the 1945 Constitution of law didn`t exactly sitting right parliamentary of budgeting. Right parliamentary of budget placed on the consentrations of the state of budget as a form state financial of management, which should be a state budget agreement as inherent sovereignty. The DPR and DPD authority disproportionate bicameral of system also adds to optimum not right to the parliamentary budgeting. In addition, acquired about the factors that inhibit the parliamentary budget of right can run effectively creating a state of budget for the prosperity of the people as much as possible, the members of parliament personal for capacity factor, regulatory framework discussion of the state of budgeting, agency expertise, political party system and the party system, the proposal state budgeting of government, participation of the people`s, and the Constitutional Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyana Novisanti
"Tesis ini membahas upaya pemulihan keuangan negara dari kerugian negara akibat tindak pidana korupsi oleh pegawai negeri sipil khususnya bendahara dalam kerangka hukum administrasi negara. Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris dengan pendeskripsian. Hasil penelitian ini menyarankan agar segera diterbitkan pengaturan lebih lanjut yang tersistematis dari segala aspek hukum mengenai hubungan pelaksanaan hukuman pidana berupa kurungan badan sebagai pengganti pembayaran uang pengganti dengan tuntutan ganti rugi sebagai pemulihan keuangan negara dari kerugian negara dalam kerangka hukum administrasi negara, pimpinan instansi segera memproses tuntutan ganti rugi sesuai mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pegawai negeri sipil (bendahara) yang melakukan perbuatan melawan hukum untuk memulihkan keuangan negara, penyusunan database kasus kerugian negara oleh setiap instansi yang dipantau perkembangan penyelesaian kerugian negara tersebut secara berkelanjutan, dan penuntutan/penagihan ganti rugi kepada penanggung jawab kerugian negara dengan lebih optimal.

This thesis overviews the effort to recover state loss due to corruption, particularly those who are committed by civil servants (treasurer) based on the administrative law concept. This researchis a description of empirical legal study. The results suggest that spesific and systematic regulation should be imposed immediately in accordance to accommodate both of the incarceration penalties as a substitution of compensation penalties which is part of state recovery in administrative law and all perspective of law, head of the state?s institutions should immediately recover the indemnity based on administrative law?s legislation which are related to civil servant (treasurer) who committed an unlawful act, despite the treasurer is or has been incarcerated as a substitution of compensation, the establishment of database related to state loss by every public institution that monitor the development of the country's settlement losses on an ongoing basis, and prosecution / claim back compensation towards those who are responsible for state loss."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library