Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Sabuna, Joel
Abstrak :
Gerakan Keluarga Berencana ( KB ) di Indonesia adalah gerakan masyarakat yang menghimpun segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan NKKBS dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia ( Suyono Haryono, 1958 ). Berdasarkan pengertia n Gerakan KB Nasional diatas, maka tujuan gerakan KB di Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam upaya mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS), sekaligus menciptakan masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Program nasional KB yang telah dilaksanakan selama empat Pelita, yakni sekitar tahun 1970-an sampai akhir tahun 1989, telah menunjukkan hasil-hasil menggembirakan, seperti yang terlihat dari kenaikan jumlah peserta KB, baik peserta KB baru maupun peserta KB aktif. Keberhasilan Program Nasiona1 KB juga dapat dilihat dari hasil survey prevalensi Indonesia tahun 1987 yang menunjukkan bahwa sakitar 95 % wanita berstatus kawin mengetahui sedikitnya satu jenis alat kontrasapsi KB modern. Juga diungkapkan bahwa lebih dari 93 % berstatus kawin telah mengetahui tempat pelayanan KB yang diinginkannya. Selajutnya, bahwa gerakan nasional KB cukup mendapat dukungan telihat dari fakta bahwa lebih dari 63 % wanita berstatus kawin pernah menggunakan salah satu alat kontrasepsi KB modern, dan sekitar 46 % wanita berstatus kawin sedang menjadi peserta KB aktif. Selain itu sekitar 54 % dari wanita berstatus kawin tidak menginginkan anak lagi, dan 26 % ingin menunda, kelahiran anaknya sampai dua tahun lagi. Tingkat fertilitas (TFR ) pun telah turun dari 5,6 % pada tahun 1971 menjadi 3,6 % pada tahun 1987. Tingkat kelahiran kasar (CBR) turun dari 44 permil pada tahun 1977 menjadi 29 permil pada tahun 1985 ( PKNI, 1988 ). Keberhasilan program KB di Indonesia tersebut juga tampak dari penghargaan-penghargaan yang diberikan dunia Internasional kepada pemerintah Indonesia berupa penghargaan Global Statement Award in Population Institute Washington D.C. Amerika Serikat tahun 1985, dan panghargaan United Nation Population Award dan PBB tahun 1989 (Kompas, 20 3anuari 1991). Tercapainya keberhasilan tersebut ialah karena berbagai upaya dan usaha telah dilaksanakan melalui berbagai program dan kebijaksanaan khususnya yang berkaitan dengan program. KB, sejak awal Gerakan KB Nasional dilaksanakan yakni tahun 1972 oleh BKKBN yang dikenal dengan " Strategi tiga dimensi " yakni perluasan jangkauan, pembinaan, pelembagaan/pembudayaan program KB pada masyarakat ( Suyono Haryono 1988 ).
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Astrida
Abstrak :
Program KB Mandiri mulai dicanangkan dengan adanya seruan Presiden RI, Suharto, pada tanggal 28 Januari 1987, yang intinya menyerukan supaya dikembangkan "KB Mandiri" mulai dari kota-kota besar (termasuk DKI Jakarta) dan masyarakat yang sudah maju (Suyono: 1988: 22). Pengertian KB Mandiri pada tingkat individual dan keluarga adalah Kelompok penduduk yang melaksanakan KB bukan karena anjuran dan ajakan saja, tetapi telah tumbuh dari kesadaran dan rasa tanggungjawabnya sendiri terhadap kesejahtraan pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsanya. Sehubungan dengan itu hadir atau tidak hadirnya para petugas KB mereka tetap melaksanakan KB dan dimana perlu pergi mencari pelayanan walau dengan biaya sendiri (Suyono: 1988: 19). Sampai saat ini pengertian Program KB Mandiri yang lazim dipakai dan dikemukakan, misalnya pada kegiatan-kegiatan operasional di lapangan, evaluasi Program KB ataupun dalam Pencatatan Pelaporan Program adalah: Program yang mengarahkan masyarakat/individu untuk menggunakan jasa pelayanan KB jalur swasta dan membayar sendiri jasa pelayanan serta kebutuhan kontrasepsinya. Sejak kegiatan Program KB Mandiri dilaksanakan sampai kini, dikenal sebutan akseptor mandiri yaitu: akseptor yang membayar sendiri pelayanan kontrasepsi yang diperolehnya di tempat - tempat pelayanan KB milik swasta. Lainnya adalah akseptor yang menggunakan jasa pelayanan KB milik Pemerintah untuk memperoleh pelayanan kontrasepsi. Sehubungan dengan itu, maka perbedaan antara 2 (dua) kategori akseptor tersebut terletak pada membayar sendiri dengan tidak membayar dan tempat pelayanan yang digunakan, yaitu milik Pemerintah dengan Swasta. Kampanye secara besar-besaran KB Mandiri dimulai pada bulan Mei 1987. Terlebih dahulu Program ini dikembangkan di kota-kota besar. Asumsinya kehidupan perkotaan yang begitu kompleks dan heterogen baik pada aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan keakraban dengan teknologi canggih, mengakibatkan masyarakat kota lebih kritis serta mempunyai harapan yang lebih mengenai pelaksanaan pelayanan KB Mandiri dibandingkan masyarakat pedesaan. Oleh karena itu mereka dianggap lebih siap menerima Program tersebut. Namun sejalan dengan percepatan operasional Program KB umumnya dan khususnya KB Mandiri, salah satu masalah yang perlu segera dibenahi dan dicari langkah-langkah keluarnya adalah masalah kesiapan balk masyarakat maupun pengelola program. Sebab proses alih kelola yang mengarah pada kemandirian ini menyangkut banyak perubahan di dalamnya, antara lain arah pendekatan dari supply oriented menjadi demand oriented, artinya masyarakat yang semula lebih banyak menerima karena diajak dan diberi oleh petugas Program, kini Iebih aktif mencari dan meminta, sedangkan petugas lebih banyak melayani. DKI Jakarta termasuk salah satu kota yang sejak awal telah ditunjuk untuk mengawali pelaksanaan Program KB Mandiri. Pada dasarnya perkembangan hasil program KB di DKI Jakarta secara kuantitatip dan kualitatip relatif meningkat dari tahun ke tahun. Secara kuantitatif terlihat dari jumlah Akseptor Aktif yang menunjukkan kenaikan baik dilihat dari jumlah fisik maupun persentasenya terhadap jumlah pasangan usia subur (PUS). Pada akhir Pelita II (197811979) jumlah akseptor aktif di DKI Jakarta adalah sebesar 188.000 atau 21,6% dari PUS, kemudian menjadi 581.000 atau 51,7% dari PUS pada akhir Pelita III - (198311984). Dan pada akhir Pelita IV (198811989) yang lalu jumlah tersebut telah mencapai 854.615 atau 67,28 % dari PUS. Pada akhir Pelita V diharapkan akan mencapai 994200 atau 61,20 % dari PUS. Sebagai dampak dari keikutsertaan KB aktif itu adalah perubahan yang terus terjadi terhadap berbagai ciri kependudukan di DKI Jakarta ke arah mutu penduduk yang relatif lebih baik. Perubahan yang paling bermakna adalah tingkat pertumbuhan (alami) penduduk dapat dikendalikan, walaupun persentase penurunannya relatif kecil. Periode 1961 - 1971, 1971 - 1980 dan 1980 - 1985 berturut-turut adalah (secara eksponensial): 4,32% ; 3,9% ; dan 3,7% per-tahun. Gejala penurunan tingkat pertumbuhan penduduk tersebut diperkuat dengan berbagai ciri demografis yang lain seperti jumlah anak yang dilahirkan hidup/per wanita kawin dari 3,64 pada tahun 1980 menjadi 3,065 pada tahun 1985; serta penurunan persentase penduduk kelompok umur 15 tahun ke bawah dari 39,04% pada tahun 1980 menjadi 35,23% pada tahun 1985. Sedangkan pencapaian hasil kualitatif dari program KB DKI Jakarta adalah makin tampak kesadaran masyarakat untuk menanggulangi masalah kependudukan melalui program KB, yang mencerminkan bahwa program KB merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah dengan segenap lapisan masyarakat. Keadaan ini dibuktikan oleh kegiatan partisipasi masyarakat yang makin meluas, seperti kelompok-kelompok akseptor sampai ke tingkat?
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library