Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pardede, Ingrid M.
Abstrak :
Kami melakukan studi untuk menganalisis parameter hemodinamik pada pacu jantung jenis satu kamar ventrikel dibandingkan dengan jenis dua kamar secara non-invasif dengan thoracic electrical bioimpedance (Physio Flow?). Dilakukan analisis terhadap 48 pasien rawat jalan dengan pacu jantung permanen secara konsekutif, 27 diantaranya dengan pacu jantung jenis satu kamar ventrikel. Diukur parameter jantung: denyut jantung, indeks volume sekuncup, indeks curah jantung, perkiraan fraksi ejeksi, volume akhir diastolik, rasio fungsi awal diastolik, indeks cairan toraks, dan parameter sistemik: indeks kerja jantung kiri, indeks resistensi vaskuler sistemik. Karakteristik dasar dan indikasi pemasangan pacu jantung pada kedua kelompok sama. Penilaian parameter jantung menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada denyut nadi, indeks volume sekuncup, indeks curah jantung, perkiraan fraksi ejeksi, volume akhir diastolik, indeks cairan thoraks antara kelompok pacu jantung jenis satu kamar ventrikel dengan kelompok pacu jantung jenis dua kamar. Rasio fungsi awal diastolik lebih tinggi bermakna pada pacu jantung jenis satu kamar ventrikel dibandingkan jenis dua kamar: 92% (10,2?187,7%) vs. 100,6% (48,7?403,2%); p=0,006. Parameter sistemik menunjukkan indeks kerja jantung kiri pada pacu jantung jenis satu kamar ventrikel lebih tinggi bermakna dibandingkan jenis dua kamar: 4,9 kg.m/m² (2,8?7,6 kg.m/m²) vs. 4,3 kg.m/m² (2,9-7,2 kg.m/m²); p=0,004. Indeks resistensi vaskular sistemik pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna. Pacu jantung jenis satu kamar memberikan manfaat hemodinamik yang setara dengan pacu jantung jenis dua kamar. Pengukuran parameter hemodinamik dengan thoracic electrical bioimpedance mudah diterapkan pada pasien dengan pacu jantung permanen.
We carried out a cross sectional study to analyze hemodynamic parameters of single-chamber ventricular pacemaker compared with dual-chamber pacemaker by using thoracic electrical bioimpedance monitoring method (Physio Flow?) - a novel simple non-invasive measurement. A total of 48 consecutive outpatients comprised of 27 single chamber pacemaker and 21 dual chamber were analyzed. We measured cardiac parameters: heart rate, stroke volume index, cardiac output index, estimated ejection fraction, end diastolic volume, early diastolic function ratio, thoracic fluid index, and systemic parameters: left cardiac work index and systemic vascular resistance index. Baseline characteristic and pacemaker indication were similar in both groups. Cardiac parameters assessment revealed no significant difference between single-chamber pacemaker and dual-chamber pacemaker in heart rate, stroke volume index, cardiac index, estimated ejection fraction, end-diastolic volume, thoracic fluid index. There was significantly higher early diastolic function ratio in single-chamber pacemaker compared to dual-chamber pacemaker: 92% (10.2-187.7%) vs. 100.6% (48.7-403.2%); p=0.006. Systemic parameters assessment revealed significantly higher left cardiac work index in single-chamber group than dual-chamber group 4.9 kg.m/m² (2.8-7.6 kg.m/m²) vs. 4.3 kg.m/m² (2.9-7.2 kg.m/m²); p=0.004. There was no significant difference on systemic vascular resistance in single-chamber compared to dual-chamber pacemaker. Single-chamber ventricular pacemaker provides similar stroke volume, cardiac output and left cardiac work, compared to dual-chamber pacemaker. A non-invasive hemodynamic measurement using thoracic electrical bioimpedance is feasible for permanent pacemaker outpatients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Isman Firdaus
Abstrak :
Turbulensi laju jantung (heart rate turbulence [HRT]) baru-baru ini dianggap sebagai prediktor terbaru paling kuat untuk terjadinya kematian mendadak (sudden cardiac death [SCD]) melebihi prediktor lain yang telah ada sebelumnya. Pasien penyakit jantung koroner yang menjalani reperfusi koroner ternyata memberikan hasil HRT lebih baik dan hal ini mencerminkan pulihnya respon baroreseptor.Penelitian ini akan membandingkan nilai turbulence onset (TO) dan turbulence slope(TS) pada dua jenis reperfusi (PCI dan fibrinolitik) Subjek menjalani monitoring EKG selama 24 jam setelah dilakukan revaskularisasi. TO ditentukan dengan cara mengukur perubahan relatif dua interval RR irama sinus setelah ekstrasistol ventrikel dan dua RR interval terakhir sebelum ekstrasistol ventrikel. TS dihitung dengan dengan mengukur slope maksimum yang dibuat tiap 5 buah RR interval. Terdapat 13 pasien (usia rata-rata 56 + 9 tahun) yang memenuhi syarat untuk ikut dalam penelitian. Sepuluh pasien menjalani fibrinolitik dan tiga pasien menjalani PCI. Terdapat perbedaan bermakna nilai TO antara kelompok PCI dan fibrinolitik (-3,3 + 1,7 % vs -0,2 + 0,9 %; P=0,03). Terdapat kecenderungan kelompok PCI memberikan nilai TS yang lebih baik dibanding kelompok fibrinolitik, walaupun secara statistik tidak signifikan ( 7,7 + 4,4 msec/RR interval vs 3,4 + 2,6 msec/RR interval; P = 0,056). Disimpulkan bahwa subjek dengan STEMI akut yang menjalani PCI mempunyai nilai TO yang lebih baik dibanding subjek yang menjalani terapi fibrinolitik.
Heart rate turbulence (HRT) as novel predictor of sudden cardiac death were superior to all other presently available indicators. HRT significantly was improves after successful reperfusion reflecting rapid restoration of baroreceptor response. We investigated turbulence onset (TO) and turbulence slope (TS) values among patients with acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI) underwent revascularization by means of primary PCI or fibrinolytic. We hypothesized that the values of TO and TS were different in two kinds of revascularization treatment. The subjects underwent 24 hours ECG recording after revascularization therapy. TO was quantified by the relative change of the first two sinus RR intervals following a ventricular premature beat (VPB) and the last two sinus RR intervals before the VPB. TS was quantified by the maximum positive slope of a regression line assessed over any sequence of five subsequent sinus rhythm RR intervals within the first two sinus rhythm intervals after a VPB. Thirteen patients (mean of age 56 + 9 years old) who underwent revascularization treatment of acute STEMI were eligible as subject of this study.Ten patients underwent fibrinolytic therapy and three patients underwent primary PCI. TO value was significantly different between PCI group and fibrinolytic group (-3.3 + 1.7 % vs -0.2 + 0.9 % ; P=0.03). The Primary PCI group has better outcome on turbulence slope value (TS) than fibrinolytic group but not significance (7.7 + 4.4 msec/RR interval vs 3.4 + 2.6 msec/RR interval; P = 0.056). In conclusion, TO was better in acute STEMI patient undergone PCI compare to that undergone fibrinolytic therapy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library