Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iskandar Rahardjo Budianto
Abstrak :
Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung (PH) adalah suatu penyakit kongenital akibat tidak terbentuknya sel ganglion Meissner dan Auerbach pada lapisan sub mukosa dan lapisan intermuskularis usus. Komplikasi dari PH yang umum terjadi adalah Hirschsprung associated Enterocolitis (HAEC) yang dapat mengancam nyawa, biasa terjadi karena keterlambatan diagnosis PH, namun masih dijumpai pasca operasi definitif PH. Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab HAEC, mulai dari gangguan elektrolit dan air, disbiosis kuman usus maupun gangguan homeostasis mukosa dinding usus, seperti berkurangnya musin yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel neuroendokrin yang berperan pada motilitas dan sekresi usus, namun sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari HAEC. Sel Paneth, salah satu sel epitel pembentuk dinding mukosa usus yang berfungsi sebagai sel pertahanan yang menghasilkan beberapa protein dan peptide antimikroba, salah satunya α-defensin. Dalam keadaan normal sel paneth tidak ditemukan di kolon, namun pada penyakit radang usus seperti Penyakit Crohn dan kolitis ulserativa, ditemukan metaplasia sel Paneth akibat inflamasi yang terjadi. Peran sel paneth yang berfungsi sebagai sel pertahanan terhadap mikroba blm diteliti dalam terjadinya HAEC. IL-β adalah sitokin proinflamasi yang berperan pada peradangan dan kerusakan jaringan usus dan pada penyakit Crohn, peningkatan derajat keparahan peradangan mukosa terlihat sejalan dengan peningkatan konsentrasi protein IL-1β. Indikator inflamasi lainnya yaitu calprotectin, suatu protein penanda biologis yang ditemukan pada tinja ketika terjadi inflamasi di usus dimana konsentrasinya akan meningkat 4-6 kali dari konsentrasinya di plasma. Penelitian ini berfokus pada peran dan fungsi sel Paneth pada patogenesis HAEC dan diharapkan dapat menjawab permasalahan pada HAEC dan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas PH di masa yang akan datang. Tujuan. Mengetahui peran sel Paneth, α-defensin, IL-β dan calprotectin pada patogenesis HAEC Metode Penelitian. Penelitian menggunakan hewan coba tikus jantan Sprague-Dawley. Kelompok sampel dibagi menjadi 11 kelompok yang terdiri dari 10 kelompok perlakuan BAC 0.1% dan 1 kelompok kontrol. Jumlah masing–masing kelompok adalah 5 ekor. Pengambilan sampel dan sacrifice dilakukan pada hari ke-0, 3, 5, 7, 10, 12, 14, 16, 18 dan 21 hari setelah 7 hari diberi perlakuan BAC. Jaringan usus kolon sigmoid dan serum diambil untuk pemeriksaan histologi (derajat enterokolitis dan metaplasia sel Paneth) menggunakan pewarnaan hematoxyllineosin serta pemeriksaan biokimia menggunakan teknik ELISA untuk menentukan konsentrasi α- defensin, IL-β dan calprotectin. Analisis statistik data numerik menggunakan uji Anova, uji Mann–Whitney dan uji korelasi Spearman. Hasil. Enterokolitis mulai terjadi pada kelompok PH+7 dengan derajat yang makin meningkat sejalan dengan waktu. Terdapat perbedaan bermakna pada metaplasia sel Paneth antara kelompok PH+0 dan PH+7 serta PH+0 dan PH+18, namun tidak didapati perbedaan bermakna pada konsentrasi α-defensin jaringan, α-defensin serum, IL-β dan calprotectin terhadap kelompok PH+0. Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara konsentrasi α-defensin dengan jumlah metaplasia sel Paneth, α-defensin serum, IL-β dan calprotectin. Simpulan. Derajat enterokolitis meningkat sejalan dengan berjalannya waktu pada PH yang tidak dilakukan intervensi dan terjadi metaplasia sel Paneth yang tidak diikuti dengan peningkatan konsentrasi konsentrasi protein α-defensin. ......Background. Hirschsprung disease (HD) is a congenital disease, characterized by absence of Meissner and Auerbach ganglion cells in the submucosal and intermuscularis layer of the gut. Hirschsprung Associated Enterocolitis (HAEC) is a common and sometimes life threatening complication of HD, presenting either before operation due to delayed in diagnosis or after definitive surgery for HD. Variety of HAEC causes has been thought, such as electrolyte and water metabolism defect, infection caused by dysbiosis of gut microflora, and various dysfunction of intestinal homeostasis like disordered intestinal motility by neuroendocrine cells, mucosal immunity defect and abnormal mucin production by goblet cells. Despite the advancement of HD management therapy, HAEC etiology and pathophysiology remain poorly understood and unconfirmed. Paneth cell, one of the principle cell type of the epithelium of the intestinal mucosal wall, an innate antimicrobial peptides that contribute to mucosal host defence by producing antimicrobial peptides and protein, including α-defensin. Normally, Paneth cell is not found in the adult colon, but in intestinal bowel disease (IBD) like Crohn disease and ulcerative colitis, paneth cells metaplasia due to inflammation was found. The role of paneth cell as mucosal host defence has not been investigated in the pathophysiology of HAEC. Pro inflammation cytokine IL-β known to be involve in the inflammation and tissue defective in Crohn disease, where increasement of the inflammation degree was followed by IL-β increasement respectively. Other inflammation indicator, calprotectin, a biomarker protein, found in the feces when inflammation occurred in the intestine, would increased 4-6 fold from the plasma concentration. This study is to investigate the role of paneth cell in the pathogenesis of HAEC so that morbidity and mortality of HD could be lowered in the future. Aim. To investigate the role of Paneth cell, α-defensin, IL-β and calprotectin in HAEC patogenesis. Method. Male Sprague Dawley rat was used in this study, divided into 11 groups, one control group and 10 Benzalkonium Chloride (BAC) 0.1% intervention groups, each group consisted of r rats. Sacrifice and sample harvesting done on day 0, 3, 5 ,7 10,12, 14, 16, 18 and 21; 7 days after BAC 0.1% intervention was done. Sigmoid colon and blood serum harvested for histological examination (aganglionosis segmen, HAEC degree and Paneth cell metaplasia) with hematoxyllin-eosin staining and biochemical examination with ELISA technique to measure α-defensin, IL-β and calprotectin concentration. Statistic analisys using Anova, Mann-Whitney test and Spearman test. Result. HAEC occurred on the 7th day after 14 days application of BAC, analog to 7 days after HD, with increasement of enterocolitis degree along with the time of scarifice. In term of paneth cell metapasia, there is a significant differences between HD+0 and HD+7, and between HD+0 and HD+18, but there is no significant differences for tissue and plasma α-defensin concentration, IL-β and calprotectin concentration compare to HD+0. There are no significant correlation between tissue α-defensin concentration compare to paneth cell metaplasia, plasma α-defensin concentration, IL-β and calprotectin respectively. There are also no significant correlation between degree of Enterocolitis compare to paneth cell metaplasia, tissue and plasma α-defensin concentration, IL-β and calprotectin. Conclusion. HAEC degree increase alongside with time in HD without intervention, Paneth cell metaplasia occurred in HAEC but not followed by increasement of α-defensin concentration.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Wulandari
Abstrak :
Latar belakang: Sitoglobin (Cygb) adalah protein pengangkut O2 yang diekspresikan oleh fibroblas dan fibroblast like cells aktif. Keperluan O2 dan energi meningkat pada fibrosis akibat proliferasi fibroblas dan sintesis kolagen. Pada fibrosis terjadi hipoksia yang ditandai oleh stabilisasi hypoxia inducible factor-1α (HIF-1α), yang kemudian membentuk HIF-1 yang merupakan faktor transkripsi untuk ekspresi protein adaptasi (termasuk Cygb). Diduga Cygb berperan dalam suplai O2 pada fibrosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai peran Cygb pada hipoksia jaringan fibrosis dengan keloid sebagai model. Metode: Penelitian bersifat observasional deskriptif. Sampel keloid diperoleh melalui biopsi, sedangkan kontrol preputium diperoleh melalui sirkumsisi, masing-masing 10 sampel jaringan. Pengukuran ekspresi mRNA Cygb, HIF-1α, kolagen I dan III dilakukan dengan real time RT-PCR; kadar protein Cygb dan HIF-1α dengan ELISA; dan ekspresi protein Cygb, HIF-1α, FGF, kolagen I dan III di lapisan dermis dengan imunohistokimia (IHK). Pengukuran kadar MDA dan GSH (tingkat stres oksidatif) serta kadar hidroksiprolin (untuk pematangan kolagen) dengan spektrofotometri, sedangkan pengukuran kepadatan kolagen dengan pewarnaan Van Gieson. Data dianalisis secara statistik menggunakan uji-t. Hasil: Pada keloid dibandingkan preputium, ekspresi mRNA Cygb meningkat 8,7 kali, protein Cygb meningkat bermakna (1,196 Vs 0,779 ng/mg protein dan 95% Vs 63% ; p <0,05). Ekspresi mRNA HIF-1α meningkat 5,1 kali, protein HIF-1α meningkat bermakna (0,201 Vs 0,122 ng/mg protein dan 80% Vs 38%; p <0,05). Terdapat korelasi kuat antara ekspresi protein HIF-1α dan mRNA Cygb (Pearson; R = 0,649; p <0,01). Ekspresi protein FGF keloid meningkat bermakna (78% Vs 41%; p <0,05). Demikian pula ekspresi mRNA prokolagen I dan III keloid meningkat bermakna (35 kali dan 27,1 kali), serta ekspresi protein kolagen I dan III (61% Vs 37% dan 39% Vs. 16%; p <0,05). Juga terdapat korelasi kuat antara protein HIF-1α dengan FGF, prokolagen I dan III (Pearson; R= 0,878; R=0,960; dan R=0884; p<0,01). Kadar hiroksiprolin lebih tinggi pada keloid (0,297 Vs 276 ng/mg protein; p >0,05) dan pematangan kolagen lebih tinggi bermakna (1,2 kali; p <0,05). Cygb berkorelasi kuat dengan pematangan kolagen (kadar hidroksiprolin) (Pearson; R = 0,790; p <0,001). Kesimpulan: Cygb berperan pada hipoksia jaringan fibrosis yang ditandai dengan peningkatan ekspresinya. Peran Cygb terkait dengan ekspresi HIF-1α yang berkorelasi dengan peningkatan FGF, pro/kolagen I dan III yang merupakan faktor penting pada fibrosis. Cygb juga berperan pada pematangan kolagen.
Background: Cytoglobin (Cygb) is an O2 carrier protein expressed by fibroblasts and active fibroblast like cells. O2 and energy demand increased in fibrosis due to proliferation of fibroblasts and synthesis of collagen. In fibrosis hypoxia occurred which is characterized by stabilization of hypoxia inducible factor-1α (HIF-1α), which later forming the HIF-1, a transcription factor for the expression of adaptation protein (including Cygb). Cygb alleged role in the supply of O2 in fibrosis. The purpose of this study was to obtain information about Cygb role in fibrosis hypoxia with keloid tissue as a model. Methods: This was an observational descriptive study. Keloid samples were obtained from biopsy, while the preputium as control were obtained from circumcision, 10 tissue samples each. Measurement of Cygb, HIF-1α, collagen I and III mRNA expression were carried out by real time RT?PCR. Cygb and HIF-1α protein level were measured by ELISA; while Cygb, HIF-1α, FGF, and collagen I and III protein expressions in the dermis layer by immunohistochemistry (IHC). Measurement of MDA and GSH levels (oxidative stress) and hydroxyprolin concentration (marker of mature collagen) by spectrophotometry, while the collagen density measurement with van Gieson staining. Data were analyzed statistically using t-test. Results: In keloid compared preputium, Cygb mRNA expression increased 8.7 times compared to preputium, Cygb protein increased significantly (1.196 Vs 0.779 ng/mg protein and 95% Vs 63%, p <0.05). HIF-1α mRNA expression increased by 5.1 times in keloid tissue, and protein HIF-1α increased significantly (0.201 Vs 0.122 ng/mg protein and 80% Vs 38%, p <0.05). There is a strong correlation between the expression of HIF-1α protein and Cygb mRNA (Pearson; R = 0.649, p <0.01). Keloid FGF protein expression increased significantly (78% Vs 41%; p <0.05). Similarly, mRNA expression of procollagen I and III keloid increased significantly (35 times and 27.1 times), and protein expression of collagen I and III (61% Vs 37% and 39% Vs 16%, p <0.05). There is also a strong correlation between HIF-1α protein with FGF, procollagen I and III (Pearson, R = 0.878, R = 0.960; and R = 0.884, p <0.01). Hydroxyprolin concentration were higher in keloid (0.297 Vs 0.276 ng/mg protein; p >0.05) and collagen maturation was significantly higher (1.2 times, p <0.05). Cygb is correlated with maturation of collagen (hydroxyproline levels) (Pearson, R = 0.790, p <0.001). Conclusion: Cygb play role in fibrosis hypoxia which is characterized by its increased expression. Cygb role is associated with the expression of HIF-1α which are correlated with increased FGF, pro/collagen I and III, which are important factor in fibrosis. Cygb also play a role in the maturation of collagen.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Pauline Tamba
Abstrak :
Latar Belakang. Kelahiran bayi prematur di Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia. Sebanyak 50% bayi prematur memiliki risiko kematian yang lebih tinggi akibat infeksi, dimana 90% diantaranya disebabkan oleh infeksi saluran cerna. Hal ini dikaitkan dengan imaturitas saluran cerna. Spermin, senyawa poliamin, diketahui berperan penting dalam proliferasi, pertumbuhan, serta diferensiasi sel. Pada saluran cerna, spermin diketahui berinteraksi dengan protein penyusun barier usus dan berperan penting dalam penyembuhan luka serta sistem imun. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai efek spermin selama masa gestasi, sehingga efek spermin terhadap maturasi usus in utero menjadi penting untuk diketahui. Tujuan. Untuk mengetahui pengaruh suplementasi spermin dalam diet terhadap maturasi protein tight junction selama masa gestasi yang berbeda pada kelinci. Metode Penelitian. Desain penelitian merupakan studi analitik eksperimental menggunakan hewan coba kelinci New Zealand White (Oryctolagus cuniculus), yang dilakukan di Laboratorium Hewan Coba Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Departemen Histologi FKUI, Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI, dan Laboratorium Terpadu FKUI mulai dari bulan Oktober 2018 - September 2019. Setelah dilakukan anestesis umum, sampel jaringan usus halus janin kelinci diambil dan dibagi dalam 6 kelompok yang terdiri dari kelompok perlakuan (dengan suplementasi spermin 20 mg/kgBB) dan kelompok tanpa perlakuan (tanpa suplementasi spermin), masing-masing kelompok berasal dari induk kelinci dengan usia gestasi 24 hari, 26 hari, dan 28 hari. Jumlah masing-masing kelompok adalah 4 induk gestasi dengan berat badan berkisar antara 3-3,5 kg dengan janin berkisar 5-9 ekor per induk gestasi. Jaringan usus halus dari setiap kelompok diambil untuk pemeriksaan biokimia menggunakan teknik ELISA untuk β-actin, β-catenin, dan occludin, serta pemeriksaan histomorfologi dengan pewarnaan hematoxyllin-eosin. Analisis statistik menggunakan uji Mann-Whitney U, uji Chi Square dengan uji Fisher untuk data proporsi, dan uji korelasi Spearman untuk data numerik. Hasil. Tidak ditemukan perbedaan konsentrasi β-actin, β-catenin, dan occludin antar kelompok perlakuan dan non perlakuan. Pada kelompok perlakuan dan tidak pada kelompok non-perlakuan, ditemukan adanya korelasi positif bermakna antara konsentrasi β-actin dan β-catenin, β-actin dan occludin, serta β-catenin dan occludin. Hasil skoring maturasi barier pada kelompok dengan suplementasi spermin pada usia gestasi 24 dan 26 hari mendekati kelinci aterm. Simpulan. Suplementasi spermin dalam diet selama masa gestasi memperbaiki interaksi antar molekul tight junction pada janin kelinci prematur. ......Background. Indonesia is ranked 5th as a country with premature births. Half of the premature infants carry higher risks of death, in which 90% are due to gastrointestinal tract infection — these cases associated with the immaturity of the gastrointestinal tract system. Spermine is a polyamine molecule known for its essential role in cell proliferation, growth, and differentiation. Previous studies reported that spermine could interact with junctional proteins in the small intestine and responsible for maintaining the intestinal barrier integrity. However, to date, the efficacy of dietary spermine supplementation during the gestation period in utero remains unclear. Thus, an investigation is required. The purpose of the present study is to investigate the mechanism of spermine in improving intestinal villi barrier in premature rabbit fetus. Aim. To investigate the effect of spermine supplementation in diet on the maturation of intestinal tight junction proteins during different rabbit gestation period. Method. This study was an analytical, experimental study on New Zealand White Rabbits (Oryctolagus cuniculus) as animal models, performed at Laboratorium Hewan Coba Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Departments of Histology FKUI, Department of Biochemistry and Molecular Biology FKUI, and Integrated Laboratory FKUI, from October 2018 until September 2019. Following general anesthesia, rabbit fetal intestinal specimens were taken and divided into six groups, consisting of groups given the intervention (spermine 20 mg/kg BW supplementation) and groups without intervention, each group based on the gestation period of 24 days, 26 days, and 28 days. β-actin, β-catenin, and occludin of ileal portion were determined and was stained by hematoxyllin-eosin for histomorphological assessment. Statistical analysis was carried out using the Mann-Whitney U test, Chi-Square test with Fisher test for data proportion, and Spearman’s rank correlation for numeric data. Results. There was no significant difference for β-actin, β-catenin, dan occludin concentration between groups with- and without spermine supplementation. Significantly positive correlation was obtained in the groups with- but not in the groups without spermine supplementation, between concentration of β-actin and β-catenin, β-actin and occludin, as well as β-catenin and occludin. The barrier scoring of ileal histomorphology in groups with spermine supplementation at gestation period of 24 dan 26 days were similar to a mature fetus. Conclusion. Spermine supplemented diet given during the gestation period improves the interaction between proteins composing tight junction in premature fetal rabbits.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agi Satria Putranto
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Striktur usus merupakan suatu bentuk komplikasi dari hernia stangulata, yang menyebabkan obstruksi usus setelah beberapa bulan pascaoperasi. Kejadian striktur usus sangat berkaitan dengan fibrosis. Namun tidak semua fibrosis usus akan menjadi striktur. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran TGF-β, sitoglobin, miR-21, miR-29b sebagai faktor dalam memprediksi striktur usus pada tikus dengan studi eksperimental penjepitan usus. Metode. Studi dilakuakn di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 2018-2019. Hewan coba yang digunakan di dalam penelitian adalah galur Sprague-Dawley dewasa muda berusia 6-8 minggu dengan berat 150-200gram. Tikus di anestesi menggunakan ketamin dan dilakukan laparotomi untuk melakukan tindakan penjepitan pada usus tikus. Penjepitan menggunakan cable tie dengan ukuran diameter lilitan 6 mm dan terlebih dahulu lindungi plastik rigid, pada bagian ileum terminal. Spesimen yang diperoleh berupa bagian usus di antara jepitan sepanjang 1 cm serta darah dari jantung pada jam ke-6 dan ke-24. Untuk pemeriksaan histopatologi diberikan pulasan hematoksilin-eosin dan Masson trichrome. Analisa serum biokimia menggunakan RT-PCR dan ELISA. Hasil. Serat kolagen ditemukan bermakna pada perlakuan jam ke-6 vs kontrol (10.66±4.66; p<0.05) dan jam ke-24 vs kontrol (17.98±6.93; p<0.01) serta deposit serat kolagen paling banyak terdapat pada lapisan submukosa. Deposisi kolagen usus diikuti peningkatan konsentrasi miR-21 baik pada serum (med.6jam=54.25; p>0.05&med.24jam=37 ;p>0.05) maupun jaringan (med.6jam=21.9; p<0.05&med.24jam=144 ;p>0.05) Deposisi kolagen usus diikuti peningkatan miR-29b baik serum (med.6jam=631.5; p>0.05 & med.24jam=863.5 ; p>0.05) maupun jaringan (med.6jam = 675; p>0.05& med.24jam=759.5 ; p>0.05). Deposisi kolagen usus diikuti dengan peningkatan yang bermakna pada TGF-β serum (medp.6jam= 32.85; p<0.05&med.24jam = 24.87; p<0.05) maupun jaringan (medp.6jam=14.8; p<0.05&med.24jam=58.32; p<0.05). Deposisi kolagen usus diikuti dengan peningkatan bermakna sitoglobin serum (medp.6jam=162.9; p<0.05&medp.24jam=263.72; p<0.05) dan jaringan (medp.6jam=2712.61; p<0.01&medp.24jam=1308.38; p>0.05). Terdapat korelasi yang bermakna antara serat kolagen dengan TGF-β jaringan (r= 0.436; p=0.033). Uji diagnostik menunjukkan TGF-β serum yang tinggi dan sitoglobin yang tinggi yang diperiksa pada jam ke 24 setelah jepitan memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi serat kolagen (fisher<0.01; sensitivitas 100%; spesifisitas 63%). Simpulan. Pemeriksaan serum TGF-B dan sitoglobin yang dilakukan secara bersamaan pada waktu 24 jam mempunyai hubungan dengan peningkatan serat kolagen yang berpotensi menjadi fibrosis sehingga dapat digunakan sebagai prediktor kejadian striktur usus.
ABSTARCT
Background. Intestinal stricture has been a troublesome complication following strangulated hernia, which may result in intestinal obstruction after several months postsurgery. The occurrence of intestinal stricture is closely related to fibrosis. Not all of the fibrotic lesions, however, lead to stricture. The present study is aimed to investigate the role of TGF-β, cytoglobin, miR-21, miR-29b and collagen deposition as factors in predicting the occurrence of intestinal stricture in the rats underwent experimental intestinal strangulation. Methods. The study was conducted in Animal Cluster and Laboratories at Faculty of Medicine, University of Indonesia during 2018-2019. Adult, male Sprague-Dawley rats of 6-8 weeks old, 150-200 g were used in the study. Following anesthesia with ketamine, the rats were laparotomized and intestinal strangulation was conducted bymeans of a cable tie. Intestinal tissues and blood samples were collected at 6 and 24 hours of strangulation. Tissue samples were stained with Hematoxylin-eosin and Massons trichrome to visualize collagen and pathological alteration. TGF-β, cytoglobin, miR21 and miR29b were determined in blood sera and tissue samples and analyzed using RT-PCR and ELISA. Results. Collagen fiber was found to be significant at the 6th hour vs. control (10.66 ±4.66; p <0.05) and 24th hour vs control (17.98 ± 6.93; p <0.01), most collagen fibers deposit were found in the submucosal layer. Increase in intestinal collagen deposition was followed by an increase in the concentration of miR-21 both in serum (med.t.6 hours = 54.25; p> 0.05 & med. t.24 hours = 37; p> 0.05) and tissue (med.t.6 hours = 21.9; p <0.05 & med.t.24 hours = 144; p> 0.05) Increase in deposition of intestinal collagen followed by an increase in miR-29b both serum (med. t.6 hours = 631.5; p> 0.05 & med. t.24 hours = 863.5; p> 0.05) and tissue (med. t.6 hours = 675; p> 0.05 & med. t.24 hours = 759.5; p> 0.05). Increase in intestinal collagen deposition was followed by a significant increase in serum TGF-β (med.t.6 hours = 32.85; p <0.05 & med.t.24 hours = 24.87; p <0.05) and tissue (med.t.6 hours = 14.8; p <0.05 & med t.24 hours = 58.32 hours); p <0.05). Increase in intestinal collagen deposition was followed by a significant increase in serum cytoglobin (med.t.6 hours = 162.9; p <0.05 & med. t.24 hours = 263.72; p <0.05) and tissue (med.t.6 hours = 2712.61; p <0.01 & med.t.24 hours = 1308.38; p> 0.05). There was a significant correlation between collagen fiber and TGF-β tissue (r= 0.436; p = 0.033). Diagnostically, high serum TGF-β and cytoglobin that were examined at 24 hours after strangulation occur have high sensitivity to detect collagen fiber (fisher <0.01; sensitivity 100%; specificity 63%). Conclusions. Simultaneous increase of serum TGF-β and cytoglobin at 24 hours of strangulation associated with increased collagen fibers may become potential factors in predicting intestinal stricture in the rat underwent experimental strangulated intestines
2020
D2794
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library