Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adji Pratikto
"Penelitian ini akan menganalisis dampak dari alokasi investasi Pemda DKI Jakarta terhadap kinerja perekonomian Propinsi DKI Jakarta dan sekitamya. Aiokasi investasi di dalam penelitian ini bukanlah alokasi investasi pemerintah sebenarnya, akan tetapi alokasi investasi apabila Pemda DKI Jakarta melakukan beberapa skenario kebijakan investasi yang mungkin diambil. Pemilihan skenario kebijakan investasi Pemda DKl Jakarta tersebut berdasarkan kebutuhan masyarakat yang paling mendesak akan pelayanan pemerintah. Adapun skenario tersebut adalah:
1. Pembangunan Sarana dan Prasarana Fisik. Di dalam skenario ini, pemerintah ingin memperbaiki sarana dan prasarana fisik yang ada, sehingga pemerintah bermaksud untuk meningkatkan investasinya di sektor-sektor yang terkait dengan sarana dan prasarana fisik tersebut. Diasunnsikan bahwa sektor-sektor tersebut adalah sektor listrik, gas dan air minum (sektor 12), sektor konstruksi (sektor 13) dan sektor perdagangan, transportasi dan komunikasi (sektor 14).
2. Pembangunan Sarana dan Prasarana Sosial. Di dalam skenario ini, pemerintah ingin rnenyediakan sarana dan prasarana sosial yang lebih balk, sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya secara memadai. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pemerintah akan meningkatkan pengeluarannya investasinya di sektor konstruksi (sektor 13), sektor keuangan (sektor 15) dan sektor jasa (sektor 16).
3. Pembangunan di seluruh seldor. Skenario ketiga ini dilakukan sebagai pembanding bagi skenario pertama dan kedua. Adapun dana tambahan investasi tersebut diambil dari dana investasi daerah lainnya. Dengan demikian bila Propinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan investasi, maka Propinsi Jawa Barat dan Lainnya akan mengalami penurunan investasi.
Di dalam skenario pertama dan kedua, terdapat dua sudut pandang yang digunakan untuk menghitung dampak investasi pemerintah tersebut. Sudut pandang pertama ialah bahwa Pemda DKI Jakarta ingin menginvestasikan dana sebesar 20% dari total investasi yang dikeluarkannya, ke sektor-sektor yang terkait dengan skenario pertama dan kedua. Kemudian sisa dana investasi pemerintah tersebut baru didistribusikan ke masing-masing sektor di DKI Jakarta, sehingga sektor-sektor yang tidak terkait dengan skenario pertama dan kedua akan mengalami penurunan investasi secara proporsional. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat pengaruh yang positif, bail( terhadap daerahnya maupun daerah lainnya, bila Pemda DKI Jakarta melakukan kebijakan pembangunan sarana clan prasarana fisik dan sosial.
Sedangkan sudut pandang kedua ialah bila tambahan investasi pemerintah di sektor-sektor yang terkait dengan skenario pertama dan kedua diambil dari dana investasi daerah lainnya, tanpa mengurangi dana investasi untuk sektor-sektor yang tidak terkait dengan skenario pertama dan kedua di Propinsi DKI Jakarta. Dengan demikian, sektor-sektor di luar Propinsi DKI Jakarta akan mengalami penurunan secara proporsional. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan dari sektor-sektor di Propinsi DKI
Jakarta di dalam menciptakan permintaan bagi sektor-sektor di Propinsi Jawa Barat dan Lainnya. Selain itu, sudut pandang ke dua ini akan dibandingkan dengan skenario ke tiga, di mana Pemda DKI Jakarta tidak memfokuskan kebijakannya pada skenario pertama dan kedua saja, akan tetapi memfokuskan pembangunan di seluruh sektor, dengan mengurangi dana investasi pemerintah di daerah lainnya.
Adapun data awal yang digunakan untuk menganalisis dampak tersebut adalah data TRIO 90 yang telah disusun oleh BAPPENAS. Akan tetapi karena data tersebut dirasakan kurang memadai untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, maka data IRIO 90 tersebut akan dimutakhirkan terlebih dahulu dengan metode RAS.
Dari hash simulasi yang telah dilakukan terdapat be berapa kesimpulan yang dihasilkan yaitu:
1. Sudut pandang pertama relatif memberikan dampak yang lebih balk terhadap perekonomian dibandingkan dengan sudut pandang kedua, balk dalam pembangunan sarana dan prasarana fisik maupun social. Hal ini berarti bahwa kebijakan untuk mengalihkan dana investasi pemerintah dari Propinsi Jawa Barat dan Lainnya ke Propinsi DKI Jakarta merupakan kebijakan yang memberikan dampak negatif terhadap perekonomian secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan keterkaitan antara sektor-sektor di Propinsi DKI Jakarta relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan sektorsektor sejenis di Propinsi Jawa Barat dan Lainnya, yang ditunjukkan oleh rendahnya nilai keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan nilai keterkaitan ke depan (forward linkages) dari sektor-sektor di Propinsi DKI Jakarta.
2. Kesimpulan ini didukung pula oleh hasil penghitungan yang mengasumsikan apabila tambahan alokasi dana investasi pemerintah tersebut dialihkan ke sektor-sektor yang terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana fisik atau sosial di Propinsi Jawa Barat. Dengan demikian apabila pemerintah pusat mempunyai kewenangan untuk mengatur alokasi pengeluaran investasi-nya, maka akan lebih balk apabila pembangunan di Propinsi Jawa Barat dan Lainnya lebih diprioritaskan.
3. Dan sudut pandang pertama, tambahan alokasi dana investasi pemerintah untuk sektor-sektor yang terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana fisik re[atif lebih menguntungkan bagi perekonomian karena memberikan dampak yang lebih bail( bila dibandingkan dengan penambahan alokasi dana investasi pemerintah di sektor-sektor yang terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana sosial. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh relatif lebih rendahnya nilai keterkaitan ke depan clan ke belakang dan sektor-sektor yang terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana sosial dibandingkan dengan fisik.
4. Akan tetapi kesimpulan yang sebaliknya akan dihasilkan bila yang dijadikan dasar analisis adalah tipe 2, di mana konsumsi rumah tangga dianggap sebagai variabel endogen, sehingga besamya ditentukan oleh tingkat upah dan gaji yang diterima oleh sektor rumah tangga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa koefisien input untuk upah clan gaji di sektor-sektor yang terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana sosial relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan sektor-sektor yang terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana fisik.
5. Dari sudut pandang kedua, balk menggunakan penghitungan tipe 1 ataupun 2, tambahan alokasi dana investasi untuk sektor-sektor yang terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana fisik relatif Iebih menguntungkan bila dibandingkan dengan pembangunan sarana dan prasarana sosial. Hal ini berarti bahwa koefisien input untuk upah dan gaji di sektor-sektor yang terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana sosial di Propinsi DKI Jakarta relatif lebih rendah dibandingkan dengan sektor sejenis di Propinsi Jawa Barat dan Lainnya.
6. Kebijakan pembangunan untuk memfokuskan diri pads sarana dan prasarana fisik dan sosial di Propinsi DKI Jakarta relatif Iebih balk bila dibandingkan dengan kebijakan pembangunan di seluruh sektor.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T20217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigalingging, Ericson
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S28194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nunik Supriyantini
"Proses pengolahan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi ringan seperti nafta, kerosin, dan lain-lain akan menghasilkan air limbah yang mengandung antara lain sulfur dan disebut sebagai sour water. Agar air limbah tersebut dapat disirkulasi sebagai air proses atau umpan bagi pengolahan limbah kilang maka dilakukan pengolahan awal dengan menggunakan sour water stripper sehingga kadar sulfur dan amonia serta minyak dari limbah menjadi berkurang. Akibat kecepatan korosinya yang tinggi, umur pakai stripper kurang dari yang diperkirakan. Oleh karena itu dilakukan studi untuk mempelajari korosi pada material stripper yaitu SA 516 dan SS 316L dengan menggunakan media sour water hasil pengilangan minyak. Pelaksanaan studi meliputi pengukuran kecepatan korosi material pada berbagai macam kondisi yaitu variasi kadar sulfida dan kadar natrium hidroksida, variasi suhu, variasi berbagai jenis inhibitor korosi dan gabungan pengaruh suhu dan inhibitor terhadap kecepatan korosi.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pH larutan sour water bukan merupakan parameter utama yang harus diperhatikan, tetapi kualitas umpan sour water secara keseluruhan dan kondisi operasi pada stripper. Pada kandungan sulfida yang besar dan suhu operasi yang tinggi, diperlukan penambahan inhibitor kedalam sour water supaya kecepatan korosi dapat terkontrol. Natrium hidroksida merupakan jenis inhibitor yang paling efektif dibandingkan dengan inhibitor lain yaitu Irgacor, NALCO, dan KN03: Dari kedua jenis logam yang digunakan, logam SS 316L mempunyai ketahanan korosi yang lebih tinggi dibanding logam SA 516."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heny Faisal
"Baja tahan karat austenit mempunyai ketahanan korosi yang lebih baik dari baja tahan karat ferit dan martensit. Baja tahan karat dapat menjadi baja tidak tahan karat kalau terkena pemanasan. Bila baja tahan karat austenit dipanaskan pada -425°-900°C kemudian didinginkan perlahan lahan akan terbentuk presipitasi khrom-karbida sepanjang batas butir, sehingga daerah sekitar batas butir mengalami kekurangan khrom. Akibatnya pada daerah tersebut tidak terbentuk lapis lindung (Cr2Q33 ) sehingga mudah terkorosi.
Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh korosi tegangan pada baja tahan karat austenit 316 yang mengalami berbagai perlakuan panas.
Metode yang digunakan adalah dengan melakukan uji tarik, kekerasan, fraktografi, EDX, korosi dan metalografi pada baja tahan karat austenit 316 pada keadaan (as delivered, heated , quenched). Disamping itu uji tarik dan pemeriksaan struktur mikro juga dilakukan terhadap tiga jenis spesimen tersebut diatas setelah mengalami korosi tegangan dengan berbagai variasi tegangan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan keuletan (elongation} akibat korosi tegangan. Struktur mikro mempunyai pengaruh yang besar terhadap korosi tegangan. Struktur mikro austenit hasil proses pemanasan yang disusul dengan " quenching" , ternyata memberikan penurunan keuletan yang paling kecil dan mempunyai ketahanan korosi yang baik bila dibandingkan dengan fasa austenit dan karbida ataupun dengan fasa austenit yang mengalami "cold working.""
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricius Purwanto
"ABSTRAK
Telah dilakukan pengujian sifat termal bahan paduan zirkaloy-4 dengan mempergunakan DTA-TGA dengan kecepatan pemanasan 15, 20, dan 25 °C/menit. Dari termogram DTATGA, terjadi pergeseran pada temperatur transformasi zirkaloy-4 dan entalpi. Temperatur transformasi rata-rata (837,9 ± 3,9 ) °C dan entalpi rata-rata (-35,7 ± 0,3 ) mJ/mg. Setelah perlakuan panas ( T = 600, 700 dan 900 °C), temperatur transformasi menurun dan entalpinya naik terhadap temperatur perlakuan panas. Temperatur transformasi zirkaloy-4 setelah perlakuan panas adalah 847,0 , 837,7 dan 811,5 mJ/mg dan entalpinya adalah -22,9 ,-28,7 dan -44,5 mJ/mg.
Dari pola difraksi sinar -x pada temperatur ruang terhadap zirkaloy-4 baik tanpa dipanasi maupun yang mengalami perlakuan panas menunjukan tidak terjadi perubahan struktur kristalnya yaitu HCP. Perbandingan parameter kisi c/a untuk sampel-sampel yang tanpa perlakuan panas dan yang telah dipanasi pada suhu T= 700 °C dan T= 900 °C masing-masing selama 1 jam menunjukan harga 1,89 , 1,89 dan 1,91, sedangkan harga kerapatannya adalah 5,13 g/Cm3, 5,17 g/Cm3 dan 5,20 g/Cm3.
Dari gambar mikroskop sapuan elektron (SEM), struktur mikro zirkaloy-4 menunjukan butiran nampak berubah menjadi besar, setelah mengalami perlakuan panas pada temperatur 600, 700 dan 900 °C.
Setelah perlakuan panas (T= 600, 700 dan 900 °C), laju korosi zirkaloy-4 dengan teknik potensiodinamik menunjukan kecenderungan naik. Hasil laju korosi adalah 0,297 MPY (T = 600 °C, t= 1 jam), 0,383 MPY (T = 600 °C, t = 5 jam), 0,378 MPY (T = 600 °C, t= 7 jam), 0,400 MPY (T= 700 °C, t= 1 jam), 0,667 MPY (T= 700 °C, t= 5 jam), 0,560 MPY (T= 700 °C, t= 7 jam), 0,520 MPY (T= 900 °C, t= 1 jam), 0,493 MPY (T= 900 °C, t= 5 jam) dan 0,492 MPY (T= 900 °C, t= 7 jam)."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Widiyono
"Telah dilakukan pengelasan pada Baja tahan karat austenitik AISI 304 yang mempunyai komposisi C = 0.051 %, Cr = 18,470 % , Si = 0,370 % Mn = 1,340 % , P = 0,029 %, S = 0,03 % , Ni = B.080 % dan Fe = 71,63 % dengan menggunakan las busur TIG. kemudian diberi perlakuan panas sampai 1050 °C selama 1 jam dan didinginkan dengan tiga parameter jenis media pendingin, yaitu udara, oli dan air, selanjutnya dilakukan uji sifat mekanis ( uji tarik, uji kekerasan, uji banding), uji metalografi, uji fraktografi dan uji korosi.
Berdasarkan hasil rata-rata uji tarik, untuk media pendingin udara. kekuatan tarik 52,32 kg/mm`, kekuatan luluh 24,03 kg/mm dan regangannya 48,65 %, untuk media pendingin obi, kekuatan tarik 52,22 kg/me`, kekuatan luluh 25,79 kg/mm- dan regangannya 43,63%, sedangkan untuk media pendingin air, kekuatan tarik 53,21 kg/mmi, kekuatan luluh 26,82 kg/ mm" dan regangannya 42,89%. Pada hasil uji kekerasan rata-rata untuk media pendingin udara, kekerasan yang tertinggi 150,3 Hv dan yang terendah 134 Hv, untuk media pendingin oli, kekerasan yang tertinggi 153 Hv dan yang terendah 137 Hv, untuk media pendingin air, kekerasan yang tertinggi 156.3 Hv dan yang terendah 140,8 Hv. Sedangkan hasil rata-rata dari uji korosi, untuk media pendingin udara, laju korosi pada daerah las 1,453 mpy, daerah HAZ dan logam induk 2,726 mpy, untuk media pendingin oli, laju korasi pada daerah las 1,14 mpy, daerah HAZ dan logam induk 1,4B mpy, untuk media pendingin air, laju korosi pada daerah las 0,656 mpy, daerah HAZ dan logam induk 1,103 mpy.
Berdasarkan hasil di atas dan jugs pengamatan dari hasil uji bending, uji metalografi, uji fraktografi, diketahui bahwa media pendingin air relatif lebih baik daripada media pendingin oli maupun udara."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Tj. Sulungbudi
"Korosi merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh sistem pendingin sekunder Reaktor Serbaguna G.A. Siwabessy, di camping masalah deposit dan mikroorganisme. Mengingat fungsinya, maka dibutuhkan inhibitor korosi untuk menghambat laju korosi yang terjadi. Inhibitor yang digunakan adalah Nalco 7354 yang dicampurkan ke dalam air pendingin bersama NaOCl dan Nalco 7330 sebagai kontrol mikroorganisme. Faktor-faktor yang diteliti adalah konsentrasi inhibitor, pengaruh penambahan NaOCl dan Nalco 7330, pH dan kekasaran permukaan sampel. Selanjutnya diteliti pengaruh penggunaan inhibitor urea dan tiourea terhadap laju korosi. Laju korosi diukur dengan perangkat alat dari EG&G Princeton Applied Research Corporation, yang terdiri dari perangkat lunak M342 Softcorr, potensiostat M273 dan sel korosi. Teknik yang digunakan adalah Tahanan Polarisasi dan Potensiodinamik. Sampel berupa baja karbon DIN ST 35.8 yang dibuat kepingan lingkar berdiameter 1,5 cm. Sampel sebelum dan sesudah dioptimasi dilakukan analisis permukaan dengan SEM-EDAX. Kondisi optimum inhibitor Nalco 7354 diperoleh pada pH 7,0 dan konsentrasi Nalco 7354 50 ppm, dengan efisiensi inhibisi 32,49 %; kondisi optimum inhibitor urea diperoleh pada pH 8,0 dan konsentrasi urea 70 ppm, dengan efisiensi inhibitor 80,80 %; kondisi optimum inhibitor tiourea diperoleh pada pH 7,0 dan konsentrasi tiourea 20 ppm, dengan efisiensi inhibitor 86,80 %. Konsentrasi NaOCl dan Nalco 7330 masing-masing 1 ppm dan 50 ppm; kekasaran permukaan sampelsesuai dengan amplas nomor 800. Adanya deposit sulfur pada permukaan sampel dengan inhibitor tiourea yang memberi percepatan laju korosi sampel ditunjukkan oleh hasil analisis SEM-EDAX dan didukung oleh hasil potensiodinamik. Laju korosi dipengaruhi oleh macam inhibitor yang digunakan."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library