Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Baidarsyah Osman
"ABSTRAK
Diketahui bahwa penyakit diare terutama pada balita masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan, penyediaan air bersih, keadaan gizi balita, dan penyakit infeksi yang menyertai diare, serta masalah pendidikan dan keadaan sosio-ekonomi orang tua balita. Beberapa Cara untuk penyediaan air bersih sampai kerumah-rumah ialah antara lain dengan mengadakan sumur gali, sumur pompa tangan dan perpipaan. Di Kotamadya Bogor, walaupun ada Perusahaan Daerah Air Minum yang menyediakan air bersih untuk penduduk perkotaan dengan air ledeng, namun masih banyak masyarakat menggunakan sumur gali (sebanyak 8871 buah) sebagai sumber air minumnya karena tidak perlu membayar retribusi pada pemerintah daerah. Sedangkan cakupannya baru 49,7 % . Adanya cakupan yang rendah ini menunjukan adanya masalah yang berkaitan dengan pengelolaan atau manajemen kegiatan kaporisasi.
Bila manajemen kegiatan kaporisasi ini dapat diperbaiki tentu Baja cakupan penyediaan air bersih akan dapat lebih diperluas lagi dan diharapkan akan menberikan kontribusi yang lebih bermakna dalam penekanan kasus diare di Kotamadya Bogor.
Penelitian ini menggunakan pendekatan siklus pemecahan masalah (problem solving cycle), yakni memotret kegiatan manajemen saat ini dan kemudian membandingkannya dengan manajemen yang seharusnya. Bila ada terdapat kesenjangan manajemen baik dalam komponen input, proses ataupun output, maka akan dicarikan alternatif pemecahannya untuk disarankan kepada administrator kegiatan yang dalam hal ini ialah pihak petugas Dinas Kesehatan Dati II Kotamadya Bogor.
Hasil temuan penelitian tahun 1992 yang diperoleh (cakupan sumur gall yang telah diberi kaporit) jauh lebih besar dari laporan evaluasi petugas. Namun pemahaman petugas dan masyarakat pengguna kaporit tentang manfaat kaporit masih belum optimal. Kesimpulannya ialah bahwa manajemen kegiatan kaporisasi di kotamadya Bogor masih lemah dan perlu ditingkatkan lagi.
Sehubungan dengan hal tersebut maka peneliti perlu mengajukan saran kepada pihak Dinas kesehatan Dati II Kotamadya Bogor untuk perbaikan sebagai berikut:
Agar kegiatan kaporisasi dapat didokumentasi dengan baik. Perlunya dilakukan pendidikan latihan sambil jalan (on the job trainning) bagi petugas yang terkait dalain pengelolaan kegiatan kaporisasi, yaitu sanitarian tingkat Dati II dan tingkat puskesmas.
Pihak dinas Kesehatan Dati II Kotamadya Bogor harus mempertahankan keadaan peran serta masyarakat yang sudah tinggi ini dengan memberikan ganjaran misalnya berupa pemberian sertifikat atau pakaian seragam sebagai penghargaan.
Pihak Dinas Kesehatan Dati II haruslah membuat fungsi pengawasan / pengendalian lebih efektif, dengan cara melakukan supervisi dan bimbingan teknis lebih sering.

ABSTRACT
One of the health problem in developing countries is diarrhea disease, especially in under-five children. This problem related to environment sanitation, water supply, under-five nutritional status, infectious diseases superimposed by diarrhea, and low education & socio-economic status. Water resources to houses can be from wells, pumps, and water pipe supply system. Although water pipe supply is exist in Kodya Bogor, but there are 6871 wells used by households in Kodya Bogor. The performance of the chlorination was only 49,7 % in 1982.
The low performance activity program is related to management of the activity. Improvement of many managerial aspects can improve the coverage of save water.
This research applied problem solving cycle approach, and to portrait current management and compare it to the actual situation. Any gap in input, process and output factors will then be discussed its problem. solving alternatives.
This study found that problem achievement in 1992 reported by health provider was much lower then proportion of households use chlorination for their wells (48,7 & versus 83 X). This can be explained that feedback mechanism need to be improved. Data showed that health center staff never reported their activities. Other possible explanation of the high coverage is the high participation of community through Posyandu activities.
Based on the results, this study proposed recommendations, as follows: Perfect documentation of chlorination activities.
District health office should provide on-the-job training to hygienist at district & sub district levels to improve their management skills & capacities.
District health office must maintain the current coverage and reach the unleash by giving the community cadres (Posyandu staff) incentives such as certificate or uniform as rewarding. District health office must do the controlling more effective by doing frequent and continuous supervisions.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fersia Iranita Liza
"
Metode : Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang bersifat deksriptif analitik untuk mengetahui proporsi rinitis alergi pada pasien asma periode Agustus sampai Oktober 2014. Pasien asma yang datang ke poliklinik Asma dinilai derajat asma dan derajat kontrol asma dengan menggunakan Asthma Control Test (ACT). Jika terdapat minimal 2 gejala rinitis alergi maka dilakukan pemeriksaan nasoendoskopi dan uji cukit kulit. Dari uji cukit kulit, apabila terdapat jenis alergen positif maka didapatkan proporsi rinitis alergi.
Hasil. Dari 185 pasien asma yang memiliki dua atau lebih gejala rinitis alergi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan nasoendoskopi serta uji cukit kulit adalah 67 orang. Didapatkan proporsi rinitis alergi pada pasien asma 54 orang (29,2%). Data karakteristik pasien asma meliputi jenis kelamin perempuan 77,3% lebih banyak dibandingkan laki-laki 22,7% dengan median usia 52 tahun. Hampir semua pasien menggunakan pembayaran BPJS 94,1% dengan riwayat alergi sebanyak 44,9%. Proporsi derajat asma stabil terbanyak persisten sedang 101 orang (54,6%) dan derajat asma terkontrol adalah terkontrol sebagian 47,0%. Dari sebaran gejala rinitis alergi yang terbanyak adalah bersin 46,5%, rinore 28,6%, dan hidung tersumbat 26,5%. Pada pemeriksaan nasoendoskopi, terdapat kelainan 28,6% dengan terbanyak septum deviasi 56,6%, konka pucat 50,9% dan konka edema 22,6%. Pemeriksaan uji cukit kulit 67 orang, didapatkan 54 orang positif dengan jenis alergen terbanyak positif adalah tungau debu rumah 38,8%. Proporsi derajat rinitis alergi sesuai kriteria ARIA terbanyak intermiten ringan dan persisten ringan 46,3%. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat rinitis alergi dengan derajat asma (p = 0,035). Hubungan antara derajat rinitis alergi dengan derajat kontrol asma juga bermakna (p = 0,006).
Kesimpulan. Proporsi rinitis alergi pada pasien asma adalah 29,2% dengan jenis alergen terbanyak berdasarkan uji cukit kulit adalah tungau debu rumah. Terdapat hubungan bermakna antara derajat rinitis alergi dengan derajat asma dan derajat kontrol asma.

Introduction : Asthma and rhinitis are two different entities are anatomical, physiological and clinical management but located in one airway. United Airway Disease (UAD) have hypothesized that inflammation of the upper and lower respiratory tract both a manifestation of a process of inflammation in the airways and this hypothesis is supported by evidence arising from the systemic relationship of the upper and lower respiratory tract. World Health Organization (WHO) issued a guidance entitled Allergic Rhinitis and it's Impact on Asthma (ARIA) 2001 which provides a comprehensive overview of the pathophysiology, diagnosis and treatment of allergic rhinitis in asthma patients. This study aims to knowthe allergic rhinitis proportion on those patients and related factors at Persahabatan Hospital.
Methods : This is a cross-sectional study based on the descriptive and analytical to find out the allergic rhinitis proportion in asthma patients at the period August to October 2014. Those who came to asthma clinic evaluated for the degree of asthma control test (ACT). If there are at least two allergic rhinitis symptoms, nasoendoscopy examination and skin prick test should be done and if there is type of positive from skin prick test, the allergic rhinis proportion obtained.
Results : From 185 asthma patients who participate, have two or more allergic rhinitis symptoms and have joined nasoendoscopy examination and skin prick test are 67 person. It is found that the allergic rhinitis proportion in asthma patients are 54 (29,2%) the characteristics data of asthma patients include female (77,3%) and more than male (22,7%) with a median age of 52 years. Almost all patients use BPJS payment (94,1%) with the allergic history (44,9%).. The proportion of the highest degree persistent stable asthma are 101 person (54,6%) and the degree of asthma control which is partially controlled is 47,0%. From the distribution of the most allergic rhinitis symptoms are sneezing (46,5%), rhinorrhea (28,6%) and nasal congestion (26,5%). In the nasoendoscopy examination, there are abnormalities (28,6%) with septum deviation (56,6%), pale turbinate (50,9%) and concha edema (22,6%). Examination of the skin prick test from 67 person, 54 person are positive with the most type of allergen caused by house dust mites (38,8%). The proportion of the allergic rhinitis degree based on ARIA criteria, mild intermittent and mild persistent (46,3%). There is a significant correlation between the degree of allergic rhinitis with the asthma degree (p = 0,035). The corellation between the degree of allergic rhinitis with the degree of asthma control was also significant (p = 0,006).
Conclusion : The allergic rhinitis proportion in asthma patients is 29,2% and based on the skin prick test, the most type of allergensare the house dust mites. There is a significant association between the degree of allergic rhinitis with the asthma degree and the degree of asthma control."
2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gaffar
"Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan umur dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Diperkirakan 450.000' kasus baru tuberkulosis setiap tahun, dimana 1/3 penduduk terdapat disekitar Puskesmas, 1/3 lagi ditemukan pada pelayanan Rumah Sakit/Klinik Pemerintah dan Swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan dengan kematian diperkirakan 175.000 setiap tahun.
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilakukan pada semua desa (20 desa) dalam wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan dari bulan Maret 2000 sampai dengan April 2000.
Penelitian ini menggunakan metode disain Cross Sectional . Sampel adalah seluruh tersangka penderita TB Paru yang ditemukan melalui skrining sebanyak 435 penderita. Pada tersangka penderita TB Paru dilakukan wawancara melalui kuesioner untuk mengetahui kemungkinan beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru.
Hasil yang diperoleh yaitu tindakan pertama perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru 73,33 % ke fasilitas pelayanan pengobatan moderen (swasta dan pemerintah), 26,67 % ke fasilitas pelayanan tidak moderen (tidak berobat, mengobati sendiri dan pengobatan tradisional). Faktor persepsi akibat, persepsi kegawatan dan tingkat pendidikan berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan. Selanjutnya yang dapat disarankan adalah penyuluhan tentang TB Paru (gejala-gejala, cara penularan, akibat yang dapat ditimbulkan dan pengobatan) di masyarakat perlu ditingkatkan, juga dalam pelaksanaan program P2 TB Paru selain fasilitas pelayanan pemerintah juga perlu melibatkan fasilitas pelayanan swasta (dokter praktek swasta dan Paramedis/Bidan praktek swasta)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T2090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firlia Ayu Arini
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi pengukuran antropometri Lingkar Pinggang, IMT, RLPP, dan Skinfold Thickness dengan persen lemak tubuh BIA sebagai "Golden Standard". Beberapa studi telah menghasilkan rumus prediksi lemak tubuh dengan pengukuran IMT dan Skinfold, serta menetapkan batasan gizi lebih untuk populasi anak di Asia. Dalam penelitian ini juga dievaluasi rumus prediksi dan cut-off point yang paling tepat digunakan untuk populasi anak di Indonesia. Penelitian dilakukan pada 157 anak dari SD Vianney dan SD Mardi Yuana di Jakarta dan Depok pada tahun 2010 yang menunjukkan prevalensi gizi lebih di atas 20%.
Studi validasi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan rumus uji koefisien korelasi. Alat yang digunakan untuk mengukur Lingkar Pinggang dan RLPP adalah pita meter non-elastis, untuk pengukuran IMT yaitu dengan microtoise dan timbangan SECA, serta caliper Harpenden untuk mengukur Skinfold Thickness. Setiap pengukuran dilakukan dua kali. Analisis yang dilakukan adalah uji korelasi untuk melihat kekuatan hubungan variabel antropometri dan rumus prediksi dengan persen lemak tubuh, analisis sensitivitas dan spesifisitas cut-off point, uji beda rumus prediksi dengan persen lemak tubuh, dan uji regresi.
Hasil menunjukkan rata-rata Lingkar Pinggang, RLPP, persen lemak tubuh dan tricep skinfold lebih tinggi pada anak laki-laki, dan rata-rata IMT, bicep, dan subscapular lebih tinggi pada anak perempuan. Semua variabel berhubungan kuat dengan persen lemak tubuh BIA, yang paling kuat hubungannya adalah IMT Z score pada anak perempuan dengan r = 0.985. Rumus prediksi persen lemak tubuh yang memiliki hasil hampir serupa dengan persen lemak tubuh BIA adalah rumus IMT Deurenberg. Cut-off point yang paling baik sensitivitas dan spesifisitasnya adalah cut-off point IMT WHO dengan sensitivitas 79.75% dan spesifisitas 91.03%. Secara umum, IMT lebih baik dalam memprediksi persen lemak tubuh.

The purpose of this study was to evaluate correlation between anthropometric measurement : waist circumference, body mass index (BMI), waist-hip-ratio, and skinfold thickness; and percentage of body fat measured by BIA as a golden standard. Some studies found several equations to predict percentage of body fat from antrhopometric measurements like body mass index and skinfold thickness. Previous studies had established cut-off points to define overweight for pediatric population in Asia. In this study, a prediction equation and cut-off point to define overweight would be evaluated as well, the ones which were closer to percentage of body fat BIA, was a better approach and indicator to define overweight in Indonesian children. Data were obtained from 157 children from two different elementary schools, SD Vianney and SD Mardi Yuana. Both schools had overweight prevalence more than 20%.
Design of this validation study was a cross sectional one with a quantitative approach. Samples were taken by using sampling equation of coeficient correlation. Waist circumference and waist-hip ratio were measured by using non-elastic tape, body mass index was measured by using SECA body scale and microtoise, and skinfold thickness was measured by using Harpenden caliper. Every measurement was taken two times. This study analyzed the strength of correlation between antropometric measurement and percentage body fat BIA, evaluated the sensitivity and spesificity of cut off points to define overweight, and evaluated the difference between prediction equations and BIA.
Results showed that means of waist circumference, waist hip ratio, percentage body fat, and tricep skinfold are higher in boys, whereas, body mass index, bicep and subscapular skinfold were higher in girls. Every variable had a good correlation with percentage body fat BIA. The strongest correlation was between BMI in Z score and percentage body fat BIA in girls with r = 0.985. The prediction equation that produced similar result with percentage body fat BIA was equation from Deurenberg and the cut-off point that had a highest sensitivity and specficity was standard from WHO, the sensitivity was 79.75% and specificity was 91.03%. Overall, BMI was a good prediction to assess percentage body fat.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T21807
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Ari Wijaya
"ABSTRAK
Pendahuluan
Faktor-faktor lingkungan seperti berbagai macam partikel dan gas dari emisi kendaraan seperti karbon dioksida, karbon monoksida, sulfur, benzen, nitrogen dioksida, nitrit oksid dan asap dipercaya memiliki peran yang bermakna dalam meningkatkan terjadinya penyakit pernapasan. Polisi lalu lintas yang bekerja di area lalu lintas yang padat selama beberapa tahun memiliki risiko terpajan polusi udara.
Tujuan
Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faal paru dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada polisi lalu lintas yang bekerja di wilayah Jakarta Utara.
Metode
Studi ini menggunakan metode potong lintang (cross-sectional study method). Polisi lalu lintas yang bekerja di wilayah jakarta Utara diwawancara menggunakan kuesioner yang berhubungan dengan kesehatan rerpirasi, gambaran klinis, pemeriksaan CO ekspirasi, foto toraks dan pemeriksaan faal paru dengan spirometri. Pengumpulan data dilakukan antara bulan Oktober 2012 hingga November 2012.
Hasil
Pada studi ini didapatkan dari 90 subjek kelompok umur paling banyak didapatkan pada usia 41-50 tahun (37.8%), memiliki status gizi over weight ( 55.6%) sebagian besar perokok ringan (47.8%). Kami menemukan kelainan faal paru berupa restriksi ringan 6.7%, restriksi sedang 1.1% dan obstruksi ringan 1.1 %. Variabel yang berpengaruh secara bermakna dengan faal paru adalah usia dan indeks massa tubuh (BMI) sedangkan kebiasaan merokok dan penggunaan masker secara statistik tidak ditemukan hubungan yang bermakna dengan faal paru.
Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa prevalens gangguan faal paru adalah 8.9% dan variabel yang berpengaruh adalah usia dan indeks massa tubuh.

ABSTRACT
Introduction:
Environmental factors such as various particles and gases from vehicular emission like carbon dioxide, carbon monoxide, sulphur, benzene, nitrogen dioxide, nitric oxide and black smoke are believed to play a significant role in the development of respiratory diseases. Traffic policemen who work in the busy traffic signal areas for years together are exposed to the risk of air traffic pollution.
Purposes:
This study was conducted profiles and factors influencing lung fuction of traffic pollution on traffic police working in North Jakarta Distric.
Method:
This study used cross-sectional study method. The traffic police working in North Jakarta Distric were given a predetermined respiratory health questionnaire, their clinical profile,CO expiration, chest x ray and lung functions were measured. We collected data within October 2012 until November 2012.
Result:
This study showed from 90 subject with predominant age group between 41-50 years old (37.8%), over weight (55.6%) and mild smoker (47.8%). We found that mild restriction 6.7%, moderate restriction 1.1% and mild obstruction 1.1% subject. There were statistically significant age (p=0.019) and BMI (p=0.012) but no statistically significant associated smoking (p=0.145) ,used masker (p=1.000) with lung function.
Conclusion:
Study found that the prevalence of decreased pulmonary function is 8.9% and only age and BMI were associated with lung function."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isep Supriyana
"ABSTRAK
Background : The BODE index is generally used for predicting mortality risk of COPD
patients. The BODE index included the body mass index, degree of airflow obstruction (FEV1),
dyspnea (MMRC questionnaire), and exercise capacity (6-minute walk test). Exacerbation of
COPD associated with decreased health related quality of life (HRQoL). HRQoL has become an
important outcome in respiratory patients as proved by St.George’s Respiratory Questionnaire
(SGRQ). We hypothesized that the greater BODE score the more frequent occurrence of
exacerbation and increase SGRQ total score.
Methods : Prospective cohort study of COPD patients in Persahabatan Hospital assessed for
BODE index (baseline) and followed at 3, 6, 9 and 12 months. Patient were also examined with
SGRQ (baseline) and followed at 6 and 12 months. We monitored the occurrence of exacerbation
by telephone, visiting to COPD’s clinic or emergency unit every month for one year.
Results : Eighty five patient were examined at baseline with mean of BODE index 4.29 and
SGRQ total score 41.42%. After one year monitored 52 patients have completed examination, 29
patient have not complete examination and four patient died. Using t-test analysis the correlation
of BODE index between single and frequent exacerbation is significant (p<0.05), the correlation
of SGRQ between single and frequent exacerbation is significant (p<0.05) and correlation
between BODE and SGRQ is significant (p=0.045).

ABSTRACT
Latar belakang : Indeks BODE dapat memprediksi mortalitas pada PPOK. Indeks BODE
terdiri dari indeks masa tubuh, VEP1, skala sesak MMRC dan Uji jalan 6 menit. Kuesioner
SGRQ digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien PPOK. Menurunnya kualitas hidup pasien
PPOK dapat disebabkan oleh eksaserbasi. Hipotesis penelitian ini adalah semakin tinggi indeks
BODE maka semakin sering eksaserbasi dan meningkatkan nilai SGRQ.
Metode : Menggunakan disain kohort prospektif, indeks BODE pasien PPOK dinilai pada awal
kunjungan (0bulan) bulan ke-3,6,9 dan 12. Pasien mengisi lembar kerja penelitian dan mengisi
kuesioner SGRQ pada awal kunjungan, bulan ke-6 dan 12. Peneliti memonitor terjadinya
eksaserbasi setiap bulannya melalui telepon, saat kunjungan ke poli asma PPOK atau instalasi
gawat darurat selama setahun
Hasil : Didapat 85 pasien pada kunjungan awal dengan rerata indeks BODE 4.29 dan rerata
SGRQ skor total 41.41%. Setelah 12 bulan pemantauan didapatkan 52 pasien yang melengkapi
pemeriksaan, 29 pasien keluar dan 4 pasien meninggal dunia karena PPOK atau komplikasi.
Analisis statistik t-test didapatkan perbedaan bermakna antara indeks BODE kelompok sekali
eksaserbasi dengan kelompok sering eksaserbasi (p<0.05). Terdapat perbedaan bermakna SGRQ
skor total pada kelompok sekali eksaserbasi dengan kelompok sering ekaserbasi (p<0.05) serta
hubungan bermakna antara indeks BODE dengan SGRQ skor total (p=0.0457).
Kesimpulan : Indeks BODE dapat digunakan untuk memprediksi eksaserbasi dan kualitas hidup
pasien PPOK."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Surya Indraswari
"ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh faktor kebersamaan orangtua dan
remaja serta perilaku merokok orangtua terhadap perilaku merokok remaja
menggunakan data 39.227 remaja berusia 10-17 tahun dari Susenas 2012. Hasil
regresi logistik biner menunjukkan bahwa kebersamaan orangtua dan remaja serta
perilaku merokok orangtua memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku
merokok remaja. Ditemukan pula bahwa faktor terkuat yang mempengaruhi
perilaku merokok remaja adalah partisipasi sekolah remaja dan bahwa kegiatan
keagamaan ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku merokok
remaja. Positifnya pengaruh pendapatan remaja terhadap kecenderungan merokok
remaja mengindikasikan bahwa harga rokok dapat dijangkau sehingga perlu
kebijakan cukai yang dapat mengurangi kecenderungan merokok remaja

ABSTRACT
This study aims to analyze the role of parents on adolescents? smoking behaviour
using 39.227 respondents aged 10-17 years from the 2012 Indonesia National
Socio-Economic Survey. The results of binary logistic regression show that
parents-adolescents relationship and parents? smoking behavior significantly
affect adolescents? smoking behaviour. School participation has the strongest
effect on adolescents? smoking behaviour, while unexpectedly religious activity
has no effect on adolescents? smoking behavior. There is a positive effect of
adolescents? income on their likelihood of smoking. It may indicate that the prices
of cigarettes may be inexpensive and that appropriace excise policy is needed to
reduce the tendency of smoking"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katarina Damayanti
"Latar Belakang: Target angka keberhasilan pengobatan TB MDR/TB RR 2015 adalah ≥ 75 %. Angka keberhasilan pengobatan menurut WHO tahun 2013 adalah 52%. Kesenjangan antara target dan pencapaian masih sangat besar.
Metode: Penelitian cross sectional/potong lintang berdasarkan data rekam medis pasien TB MDR yang sudah ada hasil pengobatan sejak Januari 2013 sampai dengan Desember 2016. Hasil: Dari 409 pasien TB MDR di RSUP Persahabatan keberhasilan pengobatan 61,4% dengan hasil akhir pengobatan sembuh 243 subjek (59,4%), pengobatan lengkap 8 subjek (2%), meninggal 44 subjek (10,8%), loss to follow up 106 subjek (25,9%) dan gagal 8 subjek (2%). Pada penelitian ini 243 subjek (59,4%) laki-laki dengan rerata umur 38,79 ± 11,887 tahun, mayoritas gizi kurang dan terdapat pengobatan TB sebelumnya, resistensi terbanyak RHES dan efek samping terbanyak efek samping sedang (kelompok 2). Faktor umur, riwayat penggunaan alkohol dan komorbid DM mempunyai hubungan bermakna terhadap hasil akhir pengobatan (p<0,05). Riwayat penggunaan alkohol merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap hasil akhir pengobatan.
Kesimpulan: Keberhasilan pengobatan TB MDR di RSUP Persahabatan adalah sebesar 61,4% dan faktor yang berhubungan bermakna adalah umur, riwayat penggunaan alkohol dan terdapatnya komorbid DM.

Background: The target of treatment success rate of MDR TB/RR TB in 2015 is ≥ 75 %. The success rate in WHO 2013 is 52%. The gap between target and achievement is still very large.
Method: A cross sectional design based on medical record data of MDR TB patients who have been treatment outcomes from January 2013 to December 2016.
Result: Of a total 409 MDR TB patients at Persahabatan Hospital succes rate of treatment is 61,4% with the final outcome consist of cured 243 subjects (59,4%), complete treatment 8 subjects (2%), death 44 subjects (10,8%), loss to follow up 106 subjects (25,9%) dan failed 8 subjects (2%). Patients in this study were male 243 subjects (59,4%) with mean age of subjects 38,79 ± 11,887 years old, majority is malnutrition and had previous TB treatment, the most resistance is RHES and the most side effects is moderate. The age, alcohol user and comorbid DM were found to have significant relationship to treatment outcomes (p<0,05). The alcohol user is the most influential factor to the treatment outcomes.
Conclusion: The success rate of treatment outcome of MDR TB in Persahabatan hospital is 61,4% and associated factors is the age, alcohol user dan comorbid DM. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Debi Febriani
"Kemajuan industri otomotif menyebabkan laju pertambahan kendaraan bermotor meningkat dengan pesat. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor menyebabkan semakin tingginya polusi udara, terutama di daerah urban. Polusi udara dapat menyebabkan gangguan faal paru sehingga mengganggu kapasitas bernapas seseorang. Penelitian ini berusaha untuk menemukan hubungan antara beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap gangguan fungsi faal paru yaitu  usia, status gizi, masa kerja, penggunaan masker dan riwayat merokok. Sampel diambil dari 103 orang polisi lalu lintas Kota Bekasi. Faktor risiko yang ditemukan antara lain obesitas (70,9%), perokok aktif (55,3%), tidak menggunakan masker (28,2%) dan masa tugas yang lama (66,7%). Dari hasil penelitian tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara usia (p = 0,348), status gizi (p = 0,751), riwayat merokok (p = 0,865), pemakaian masker (p = 0,410) dan masa tugas ( p = 0,365) dengan gangguan fungsi faal paru. Perlu dilakukan penelitian longitudinal untuk menelusuri efek jangka panjang pajanan faktor risiko tersebut

Progress in automotive industry has led to the increasing rate of motor vehicles. This increasing number of vehicles contribute to the increasing pollution, especially in urban areas. Air pollution can cause lung function disorders that interfere with a person's breathing capacity. Our study is designed to discover the relationship between several influencing factors with the physiological function of lung disorders, such as age, nutritional status, length of service, the use of masks and smoking history. Samples were taken from 103 Bekasi City traffic police. Risk factors include obesity was found (70.9%), current smokers (55.3%), do not use a mask (28.2%) and a long term assignment (66.7%). From the results of the study found no significant association between age (p = 0.348), nutritional status (p = 0.751), history of smoking (p = 0.865), use of masks (p = 0.410) and the task (p = 0.365) with impaired function pulmonary physiology. Longitudinal research is needed to further explore the long-term effects of exposure to these risk factors"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Sri Budayanti
"Dewasa ini, insiden tuberkulosis ekstrapulmoner semakin meningkat. Konfirmasi bakteriologi sering sulit karena kuman da1am jumlah sedikit di tempat infeksi dapat menimbulkan keru3akan jaringan dan kuman menginfeksi tempat yang sulit untuk pengambilan spesimen. Hingga saat ini, di Indonesia belum ada laporan angka keberhasilan isolasi mikobakterium dari penderita dengan kecurigaan tuberkulosis ekstrapulmoner. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan mikroskopis basil tahan asam, biakan dan pemeriksaan PCR terhadap 83 spesimen penderita dengan kecurigaan tuberkulosis ekstrapulmoner. Biakan dilakukan secara duplo pada dua macamjenis media padat yaitu media Lowenstein-Jensen (LJ) dan media LJ mengandung asam piruvat 2% serta satu macam media cair yaitu Middlebrook 7H9. Ekstraksi DNA menggunakan metoda Boom dan reaksi PCR dilakukan untuk mendeteksi fragmen DNA sebesar 123 bp pada 186110. Hasil biakan lebih tinggi didapatkan pada pemakaian kedua macam media padat secara bersamaan daripada pemakaian satu jenis media padat. Sebanyak 20 (24,1 %) isolat mikobakterium berhasil diisolasi. Empat isolat (4,8%) adalah MOTT dan sisanya adalah M. tuberculosis. Hasil perneriksaan PCR mendapatkan sensitivitas 87,5% hila biakan digunakan sebagai baku emas. Analisis statistik kornbinasi pemeriksaan pcwarnaan basil tahan asarn dan PCR menggunakan biakan dan P A sebagai baku emas atau biakan M tuberculosis dan PCR menggunakan pemeriksaan mikroskopis dan PCR sebagai baku standard menunjukkan basil berbeda bermakna (p= 0,017 dan p= 0,009) sehingga kombinasi pemeriksaan ini dapat digunakan untuk meningkatkan diagnosis penderita dengan kecurigaan tuberkulosis ekstrapulmoner.

The incidence of extrapulmonal tuberculosis (EPTB) is rising in the recent years. Bacteriological confirmation ofEPTB is often difficult because low amount of bacteria may cause severe infection and the location of infection renders the specimen collection to be difficult. Until now, data conseming mycobacterium isolation and detection rate of M tuberculosis causing EPTB in Indonesia is not available.ln this study we examined 83 specimens from patients with suspected EPTB by microscopic acid-fast staining, culture and PCR assay. Cultures were done in duplo on two kinds of solid media (LowensteinJensen (LJ) and LJ with pyruvic acid 2%) and on one liquid medium (Middlebrook 7H9). The PCR assay was based on the detection of a 123 bp DNA fragment of the insertion sequence 186110. DNA was isolated with silica method. The results showed that isolation rate by culture on two solid media together were higher than on one solid medium only. Twenty (24,1%) mycobacterium isolates were isolated from 83 EPTB specimens. Four (4,8%) isolates were identified as MOTT and 16 (19,3%) as M tuberculosis. The s.!nsitivity of 186110 PCR for detection of M tuberculosis was 87,5% with bacterial culture as the gold standard. Combination of microscopic acid-fast staining and PCR showed in significantly difference result when culture and histopathologic finding was used as the gold standard (p= 0,00 17). Combination of culture and PCR also showed in significantly defference result when microscopic acid-fast staining and histopathologic finding was used as the gold standard (p= 0,009). We conclude that combination of two assay i.e. acid-fast staining and PCR or bacterial culture and PCR, are more sensitive than using one method only, resulting in better diagnosis of patients with suspected EPTB."
Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, 2003
T58385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>