Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mundardjito
"ABSTRAK
Masalah perpindahan pusat kerajaan Mataram Kuno pada abad I0 dari daerah Jawa Tengah ke Jawa Timur pernah menjadi salah satu isu penting dalam kajian arkeologi dan sejarah kuno Indonesia dalam tahun 1930-an. Namun demikian belum mendapat tanggapan yang memadai. Dalam buku monumentalnya berjudul Hindu-Javaansche Geschiedenis, Dr. N.J. Krom mengajukan pendapat bahwa Ietusan Gunung Merapi, yang dalarn kenyataannya
merupakan gunung api paling aktif di Indonesia, dianggapnya mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya perpindahan tersebut, selain faktor-faktor lain yang dikemukakannya pula yaitu: pemberontakan oleh vazal yang ada di Jawa Timur, wabah penyakit epidemik, dan pertimbangan politik (Krom 19311206--9).
Seiain Dr. J.G. de Casparis (1958), yang menanggapi masalah itu dari sudut ancaman kerajaan Sriwijaya dan adanya kesadaran akan pentingnya perdagangan interinsuler, dan Dr. B. Schrieke (1957) yang melihatnya dari segi beratnya beban masyarakat dalam pembangunan sejumlah besar candi di Jawa Tengah, Boechari memandangnya dari segi letusan Gunung Merapi. Menurut Bocchari (1976) perpindahan pusat kerajaan Matararn Kuno ke Jawa Timur itn disebabkan oleh gejala alam yang hebat yaitu letusan gunung api yang dahsyat di Jawa Tengah yang tidak Iain ialah Gunung Merapi.
Sebagai hipotesis sudah tentu pemyataan hubungan sebab-akibat antara letusan gunung api dan pindalmya pusat kerajaan itu harus dibuktikan atau didukung oleh data yang memadai. Berkenaan dengan hal itulah penelitian ini bertujuan untuk lebih dahulu memberikan dan memahami perilaku alam Gunung Merapi beserta kegiatan-kegiatan dan pengaruhnya pada bentang lahan daerah Merapi Selatan, sebagai tempat di mana masyarakat Jawa Kuno masa itu bermukim dan memanfaatkan potensi lingkungan alamnya untuk keperluan hidupnya. Dengan menggunakan prlnsip uniformitarianism, informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan interpretasi arkeologi yang berguna sehingga akan lebih terbuka kesempatan bagi kita untuk menilai Iebih jauh apakah hipotesis tersebut dapat didukung atau tidak."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan langkah awal dari suatu upaya untuk memahami hubungan manusia dan lingkungan pada masa lalu
di seluruh wilayah provinsi Jambi.
Keterangan mengenai lokasi situs-situs arkeologi dan keadaan sumber daya lingkungan alam di seluruh wilayah itu dikumpulkan terutama melalui data sekunder dan kemudian dipetakan dalam 2 jenis peta persebaran (situs dan lingkungan) untuk selanjutnya dikaji hubungannya melalui teknik tumpang(sumperimposed) antara kedua jenis peta
tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa situs-situs arkeologi berlokasi di daerah-daerah yang memiliki sifat-sifat sebagai
berikut: Kelerengannya 0-2%, bentuk lahan berupa dataran aluvial, jenis batuannya tergolong batuan endapan aluvial,
jenis tanah aluvial, dan jaraknya ke sumber air kurang dari 500 meter. "
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Supratikno Rahardjo
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994
959.82 SUP k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pojoh, Ingrid Harriet Eileen
"ABSTRAK
Trowulan sebagai situs arkeologi yang hampir dapat dipastikan sebagai bekas ibukota kerajaan Majapahit, memiliki peninggalan kebudayaan yang tak terhingga. Peninggalan kebudayaan itu antara lain karya-karya sastra, prasasti-prasasti, serta bangunan-bangunan sakral dan profan. Kesemuanya itu merupakan objek penelitian dari para ahli arkeologi dan sejarah yang telah dituangkannya dalam berbagai topik penelitian mereka. Meskipun demikian masih banyak diperlukan penelitian untuk melengkapi informasi mengenai kejayaan Kerajaan Majapahit di masa lampau.
Penelitian ini berkaitan dengan salah satu tinggalan kebudayaan yaitu terakota. Terakota merupakan artefak yang mungkin paling banyak ditemukan di situs Trowulan. Hal ini amat beralasan karena terakota dengan keanekaragamannya merupakan salah satu jenis benda yang digunakan untuk berbagai kebutuhan hidup masyarakat Trowulan. Kepopuleran terakota itu telah pula banyak mengundang para ahli arkeologi melakukan penelitiannya. Penelitian ini merupakan salah satu penelitian untuk melengkapinya yaitu membahas terakota sebagai wujud pemanfaatan sumber daya alam.
Kelangkaan data arkeologi atau sifatnya yang terbatas merupakan hambatan bagi tersusunnya rekonstruksi sejarah kebudayaan dan atau rekonstruksi cara-cara hidup dan atau proses kebudayaan di satu wilayah.
Demikian pula yang terdapat di situs Trowulan. Apalagi salah satu upaya pembangunan di daerah ini yaitu meningkatkan pembuatan bata yang bahan dasarnya banyak diperoleh dari situs-situs arkeologi makin lama makin menghabiskan data arkeologi. Dua kepentingan yang sama nilainya bagi pembangunan ini terus berpacu. Untuk itu, tujuan penelitian ini antara lain untuk menyelamatkan tinggalan arkeologi yang masih tersisa sehingga dapat diinterpretasi dan hasilnya akan menjadi pengetahuan bagi penyusunan ketiga tujuan arkeologi di atas. Bagi ilmu arkeologi penelitian ini amat bermanfaat untuk mengembangkan perspektif penelitiannya.
Sumber data primer penelitian ini diperoleh dan ekskavasi arkeologi yang dilakukan pada tahun 1989, 1990, 1991, dan 1993 (Januari). Keempat ekskavasi itu diselenggarakan oleh para peneliti Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Penelitian ini secara khusus dimulai dengan menganalisis temuan hasil ekskavasi. Analisis yang dilakukan adalah analisis spesifik, yaitu dilakukan terhadap bendanya. Dari analisis ini diperoleh data mengenai jenis jenis terakota, bahan, teknik buat, teknik bias, dan jejak pakai. Setelah melalui analisis spesifik dilakukan analisis kontekstual, yaitu mencari hubungan dengan ruang dan temuan di sekelilingnya sehingga dapat dijelaskan fungsi terakota tersebut. Sebagai data banding diamati terakota koleksi Museum Trowulan sedangkan untuk memberikan gambaran umum tentang pemanfaatan sumber daya alam yang pernah terjadi di Trowulan atau "Majapahit" diteliti pula laporan-laporan penelitian yang membahas berita-berita sejarah tentang Majapahit. Keseluruhan data ini terangkum dalam kesimpulan yang diambil.
Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan yaitu (a) terakota merupakan salah satu jenis benda yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan oleh masyarakat Trowulan; (b) terdapat 31 jenis artefak terakota yang terdiri dari wadah dan bukan wadah (c) terakota mempunyai fungsi sebagai wadah untuk menyimpan, makan minum memasak, menampung, menanam, melebur, dan menakar yang wujudnya amat beragam; (d) sedangkan yang bukan wadah berfungsi sebagai unsur bangunan, sarana pengadaan air, perlengkapan masak-memasak, perlengkapan makan minum, alat bermain, penghias (pajangan), dan pelengkap upacara; (e) artefak terakota wadah dibuat dengan 4 teknologi pembuatan yaitu, teknik pembentukan langsung, teknik pembentukan coda putar lambat, teknik pembentukan gabungan, dan teknik pembentukan tatap landas sedangkan artefak bukan wadah dibuat dengan (1) teknik pembentukan langsung dan (2) teknik pembentukan dengan cetakan; (f) pemanfaatan sumber daya tanah liat di Trowulan telah dilakukan sangat tinggi yang diwujudkan dalam barang-barang terakota yang beraneka ragam bentuk dan fungsinya; dan (g) pemanfaatan sumber daya tanah liat telah berlangsung sampai sekarang dengan bata dan genteng sebagai wujud utamanya sedangkan jenis lainnya tidak berkembang lagi.
Mengingat semakin banyaknya tempat-tempat pembuatan bata, yang dengan cepatnya akan merusak situs arkeologi sehingga sejarah Indonesia khususnya yang berkaitan dengan kerajaan Majapahit akan kehilangan data utamanya, diperlukan penelitian lanjutan yang berkesinambungan (multi years). Penelitian semacam ini amat bermanfaat pula bagi pengembangan ilmu arkeologi."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Heriyanti Untoro Dradjat
"ABSTRAK
Orang Cina yang bermukim di Indonesia, ternyata masih banyak yang memelihara adat kebiasaan sebagaimana layaknya ketika mereka bertempat tinggal di negeri Cina. Sebagian adat tersebut terlihat dari kepercayaan yang dianutnya, meskipun ada. juga sebagian kebiasaannya yang sudah berubah. Salah satu adat yang tampak jelas masih berlangsung adalah upacara sembahyang yang ditujukkan kepada penyembahan roh nenek moyang atau leluhur yang biasanya dilakukan di rumah. Upacara-upacara keagamaan lainnya dilaksanakan di tempat peribadatan orang Cina yang di Indonesia lazim disebut kelenteng. Di dalam bangunan ini terdapat bermacam-macam dewa/dewi sesuai dengan dewa/dewi apa yang diunggulkan dalam ibadah tersebut. Oleh karena itu arca dewa/dewi yang ditemukan dalam kelenteng berbeda satu sama lain.
Kepercayaan orang Cina yang terpancar dari berbagai wujud dewa/dewi yang dipujanya itu, bersumber dari ajaran agama Buda, ajaran Kong Hu Cu dan Tao, ditambah dengan ajaran dari agama Cina. Pilihan terhadap dewa/dewi dalam kepcrcayaan Cina agaknya ditentukan pula mitologi setempat. Oleh karena itu berbagai upacara maupun dewa/dewi orang Cina yang bermukim di Indonesia tetap menampakkan unsur "kecinaannya?. Sangat menarik bila dari area-area tersebut dapat diketahui sehingga dapat menambah pengetahuan kita mengenai sebagian aspek religi mereka.
Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan untuk memperoleh data tentang kepercayaan orang Cina asli dan kepercayaan yang diterapkan di Indonesia. Selain itu dilakukan pula pengamatan lapangan di beberapa kelenteng untuk memperoieh data mengenai upacara-upacara yang dilakukan dan data bandingan tentang arca dewa/dewi yang ada di dalam kelenteng tersebut.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa scbagian ada! istiadat Cina berupa beberapa upacara yang sudah tidak dilaksanakan lagi di Indonesia diduga karena adanya perbedaan ekologi di dua negara ini. Namun sebaliknya, penyembahan terhadap area dewa/dewi yang pengaruh mitologi Cinanya amat dominan tetap dilakukan di Indonesia."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Laksman-Huntley
Fakultas Sastra Universitas Indonesia , 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuning M. Irsyam
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Suhardi
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk memperoleh gambaran mengenai situasi kebahasaan di Sumatra Barat; khususnya Kepulauan Mentawai khususnya mengenai jalinĀ­ menjalinnya bahasa daerah di sana satu sama lain di satu pihak dan jalinannya dengan bahasa Indonesia di pihak lain.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan setempat, wawancara dan penyebaran kuesioner kepada para responden,yang dipilih dengan mempertimbangkan berbagaifaktor sosial seperti jenis kelamin usia,pekerjaan dan daerah asal mereka. Data sekunder diperoleh berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1980. Kedua jenis data diramu menjadi seru dan dibahas bersama-sama.
Dari penelitian awal ini diperoleh gambaran bahwa di Kepulauan Mentawai terdapat lima bahasa daerah setempat yang berbeda, dengan alokasi fungsinya masing-masing yang jelas sekali.
Di samping itu sebagai perbandingan dibahas juga hubungan antara bahasa Indonesia dalam hubungannya dengan bahasa daerah umumnya.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuning M. Irsyam
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Laxman Sanjaya Pendit
"ABSTRAK
1. Pendahuluan
Kegiatan tahap kedua model pengambilan keputusan dengan memanfaatkan sistem informasi sumber daya arkeologi mengandung dua piranti lunak, yaitu hypertext dan expert system. Pembuatan hypertext terhadap situs Trowulan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kondisi sumber data dan keberadaan data yang berbeda dengan Situs Borobudur (disusun pada tahun pertama) mempengaruhi proses pembuatan hypertext. Perbedaan penting jika dibandingkan dengan Situs Borobudur adalah (1) jumlah situs di Trowulan lebih dari satu dan melingkupi daerah yang lebih luas, (2) variasi yang lebih besar dalam penanganan bangunan dan penataan situs-situs, (3) ketidakteraturan dan ketidaklengkapan data, (4) pemugaran masih sedang berlangsung di beberapa situs, dan (5) kepustakaan tentang Trowulan tidak selengkap tentang Borobudur.
Tahap kedua ini juga mencakup pembuatan Sistem Pakar (expert system) Penelitian Permukiman (selanjutnya disebut SiPPP). Sistem pakar adalah program untuk mengambil keputusan sebagaimana seorang pakar melakukannya. Sebuah sistem pakar memecahkan persoalan dengan memakai strategi dan asumsi dasar yang lazim disebut "basis pengetahuan" (knowledge base), yakni sebuah program yang pembangunannya dilakukan bersama satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu, dalam hal ini adalah bidang arkeologi.
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah model pengembangan hypertext dan sistem pakar dalam bidang arkeologi. Pembuatan model ini menggunakan metodologi sistem-lunak (Soft System Methodology). Sistem Informasi Arkeologi merupakan upaya kongkrit untuk mengubah sekumpulan data menjadi informasi yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan.
2. Hasil Penelitian
2.1 Hypertext Situs Trowulan
Semesta dokumen dan bahan-bahan lainnya yang mengandung informasi tentang Situs Trowulan ini dapat dijadikan sistem hypertext setelah ditemukannya struktur yang terbentuk dari enam topik yang membentuk enam simpul (nodes) utama, yaitu Sejarah Majapahit, Sejarah Trowulan, Trowulan sebagai Situs Kota, Pelestarian, Kerusakan Situs, dan Instansi yang Terkait. Dari enam topik utama tersebut, berhasil dibuat 26 turunan yang menjadi simpul-simpul lapis kedua dan ketiga yang dihubungkan lewat 125 link dan ditetapkan secara subjektif dalam bentuk kata atau frasa. Selain itu, pada sebuah simpul diletakkan informasi tambahan yang kontekstual (pop up) berupa teks, gambar, foto, atau gabungan ketiganya. Semua simpul, link, dan pop up ini kemudian dihimpun dalam satu kesatuan berkas elektronik yang dapat dibaca. Untuk menjadikan himpunan berkas ini sebagai sistem hypertext, penelitian ini membangun sebuah modul pembacaan yang ditulis dengan bahasa Visual Basic.
2.2 Sistem Pakar Penelitian Permukiman (SiPPP)
Akuisisi pengetahuan dimulai dengan penetapan problem yang akan dipecahkan oleh sistem pakar. Untuk ini diadakan wawancara mendalam (in depth) dengan pakar bidang arkeologi. Topik wawancara mencakup (1) gambaran pakar tentang pemakai; (2) berbagai kasus pertemuan pakar dengan pemakai untuk menggambarkan karakteristik dialog, mengidentifikasi butir-butir pengetahuan yang akan dicantumkan dalam basis pengetahuan, dan menguraikan (breaking down) sistem pengetahuan yang relevan dengan arkeologi permukiman; dan (3) menyusun pengetahuan arkeologi permukiman.
Algoritma sistem pakar yang disusun disini pada dasarnya adalah hasil dari representasi pengetahuan dalam bentuk diagram pohon; sedangkan pengkodean pada intinya adalah penerjemahan dan penulisan abstraksi dari algoritma dan struktur yang dirancang kedalam bahasa pemrograman dalam bentuk kode-kode tertentu. Kode-kode tersebut berupa statement-statement maupun command-command yang berbeda bagi setiap bahasa pemrograman.
2.3 Organisasi dan Sistem Informasi sebagai Konstruksi Sosial
Pendekatan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa organisasi di mana sebuah sistem informasi akan diterapkan adalah sebuah fenomena yang dibentuk secara sosial (socially constructed phenomena). Dalam rangka merancang sistem informasi untuk sebuah organisasi di bidang arkeologi, penelitian ini beranggapan bahwa perancangnya "membaca" organisasi di bidang arkeologi sebagai sebuah teks (text analog) sehingga diperoleh pemahaman yang akurat, dan dengan dasar pemahaman ini dapat mengajukan sistem yang sesuai untuk organisasi tersebut. Walaupun kegiatan pokoknya adalah pembuatan aplikasi, namun dalam proses pembuatan tersebut terjadi berbagai interaksi yang tidak langsung berhubungan dengan teknik pembuatan tersebut.
2.4 Model Konseptual
Dari pengertian dasar C (Peneliti, pelestari, pendidik, pengelola pariwisata); A (Arkeolog berpandangan sistemik dan berkemampuan analitis); T (Mengurai, memadukan, dan mengemas data menjadi informasi); W (Memudahkan penyebaran dan pemanfaatan informasi); 0 (Ditlinbinjarah (sebagai pengelola situs); dan E (Promosi dan penyebaran informasi arkeologi) dapat dikenali berbagai kegiatan (identifiable activities), yaitu: (1) mendayagunakan data hasil penelitian maupun pelestarian terhadap situs dan benda cagar budaya, dengan (2) memadukan data yang tercerai berai menjadi kesatuan informasi, untuk (3) mempromosikan dan menyebarluaskan informasi tersebut kepada peneliti, pelestari, pendidik, pengelola pariwisata. Dengan demikian dapat diperoleh model konseptual umum yang menampakkan ketiga unsur sistem, yaitu masukan, pengolahan, dan luaran.
3. Kesimpulan
Penelitian ini menghasilkan tiga temuan utama yang sating berhubungan dan merupakan suatu kesatuan. Pertama, penelitian ini menghasilkan paket perangkat lunak yang terdiri dari dua aplikasi, hypertext dan expert system. Kedua, penelitian ini merekam proses penciptaan kedua aplikasi tersebut, termasuk reaksi pemakainya dan reaksi perekayasa aplikasi terhadap reaksi tersebut, dalam sebuah prosedur kerja yang dapat ditiru (replicated). Ketiga, dad produk berupa perangkat lunak, dan dari proses penciptaannya yang memasukkan aspirasi pemakai, penelitian ini menghasilkan pula sebuah model konseptual sistem informasi arkeologi.
Penelitian ini juga menemukan bahwa sebuah sistem informasi yang mencerminkan kebutuhan nyata para pengelola dan pemakainya dapat dibuat melalui pendekatan interpretif. Pendekatan ini mengijinkan semua pihak terkait memberikan interpretasi atas sistem yang ingin dibuat. Interpretasi ini kemudian dipahami oleh pembuat sistem sebagai parameter-parameter sistem. Dengan demikian, perangkat lunak, prosedur kerja dan model konseptual yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai hasil bersama antara tiga unsur: penggagas ide, pengelola sistem, dan pemakai sistem. Penelitian ini sendiri berfungsi sebagai fasilitator ketiga unsur tersebut. Untuk dapat menjadi fasilitator, penelitian ini memanfaatkan metodologi sistem lunak (soft system methodology).
Pengelola sistem informasi arkeologi memiliki tiga keahlian. Pertama, sistem ini memerlukan keahlian arkeologi yang berperan sejak pengumpulan data sampai penulisan kembali. Kedua, sistem ini memerlukan analisis sistem yang mampu menerjemahkan aspirasi arkeolog. Ketiga, sistem ini memerlukan operator komputer, terutama dalam tahap pengumpulan dan penyimpanan data.
4. Saran: Kelayakan Perubahan dan Tindakan yang Perlu Dilakukan
Sebagai sebuah kajian yang memusatkan perhatian pada aspek organisasi dari sebuah sistem informasi, maka penelitian ini juga menggarisbawahi beberapa temuan yang berkaitan dengan kelayakan (feasibility) pengembangannya di sebuah instansi arkeologi. Temuan ini menyangkut tiga aspek, yaitu: (1) sumber daya manusia atau menempatkan arkeolog sebagai pengelola sistem; (2) nilai penting sistem informasi di dalam keseluruhan kegiatan arkeologi; dan (3) ketersediaan alat (tools) untuk mengembangkan sistem multimedia. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>