Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariawan Agustiartono
Abstrak :
Doktrin tanggungjawab atasan merupakan suatu mekanisme untuk menghukum para atasan sebagai akibat pombiaran yang dilakukan atas tindakan ( kejahatan) yang dilakukan bawahannya, dimana atasan tersebut mengetahui atau seharusnya mengetahui kejahatan yang dllakukan bawahannya. Dokrin tanggung jawab atasan lahir dalam dunia kemiliteran akan tetapi berlaku secara mutatis mutandis kepada atasan sipil sepanjang atasan tersebut juga memiliki kontrol sepertl seorang komandan militer. Doktrin tanggungjawab atasan telah diterapkan dalam beberapa praktek pengadilan misalnya dalam Tribunal Tokyo, Tribunal Yugoslavia ( ICTY) dan Tribunal Rwanda ( ICTR) serta Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur. Dalam tesis ini akan dipaparkan doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan dalam praktek ICTY. Setidaknya terdapat 3 (tiga) doktrin baru yang dihasilkan dalam praktek ICTY: pertama, mengenai syarat menarik tanggungjawab atasan yang merupakan hasil dari persidangan kasus Celebici Prison Camp. Kedua, komandan territorial bertanggungjawab atas tindakan semua pasukan yang berada diwilayahnya walaupun pasukan tersebut tidak dalam kendali efektifnya. Doktrin kedua ini dihasilkan dari praktek kasus lasva Valley dengan terdakwa Brigadir Jendral Tihomir Balskic. Doktrin ketiga, adalah kewajiban menghukum bawahan melekat kepada komandan baru. Doktrin ini dihasilkan dalam kasus Enver Hazihasanovic ( Komandan Kamp Kubura). Penelitian ini berjudul "PENERAPAN DOKTRIN TANGGUNGJAWAB ATASAN DI INTERNATIONAL CRIMINAL TRIBUNAL. FOR FORMER YUGOSLAVIA DAN PENGARUHNYA DALAM PENGADILAN HAM AD.HOC TIMOR-TIMUR". Fokus pembahasan tesis ini pada penerapan doktrin tanggungjawab atasan di ICTY dan doktrin hukum yang dihasilkan dalam praktek ICTY. Disamping itu tesis ini juga memaparkan pembahasan tentang penggunaan doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan dalam praktek ICTY serta pengaruhnya dalam Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur. Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan metode penlitian Yuridis Nonnatii dan pendekatan kualitatif dalam melakukan analisa permasalahan. Disamping itu juga dipaparkan tentang penerapan doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan ICTY dalam Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur serta pengaruhnya. Dalam pembahasan akan dipaparkan tentang kasus-kasus yang ditangani oleh Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur yang menggunakan doktrin tanggungjawab atasan hasil dari ICTY. Doktrin yang paling banyak digunakan adalah doktrin tanggungjawab atasan yang dihasilkan dari kasus Ceiebici Prison Camp. Disamping banyak digunakan putusan kasus Celebici juga memberikan pengaruh yang besar dalam praktek Pengadilan HAM Ad.Hoc Timor-Timur.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Hendra Andy Satya
Abstrak :
Sistem Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance) atau sering disingkat dengan MLA merupakan sistem kerjasama internasional dalam bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan khususnya terhadap kejahatan lintas negara (transnasional crime). Sistem ini lahir dari kaidah-kaidah hubungan antarnegara yang telah diterapkan oleh Indonesia baik dengan perjanjian maupun tidak. Pada awal tahun 2006, Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Batik dalam Masalah Pidana, yang menjadikan payung hukum dalam penerapan sistem ini di Indonesia. Terkait kasus penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Pemerintah Indonesia sangat serius dalam menerapkan sistem ini dengan tujuan utama adalah dalam mencari, mengejar, dan menyita, serta mengembalikan aset-aset hasil korupsi di Indonesia, Berkenaan dengan penyusunan tesis ini, penulis mencoba melihat pelaksanaan sistem bantuan timbal balik antarnegara di Indonesia dari 4 (empat) aspek yaitu: Pertama, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang mendukung proses penegakan hukum; Kedua, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang lahir dari hubungan antarnegara yang lebih menekankan kepada prinsip kerjasama; Ketiga, Hubungan antar kewenangan penegakan hukum harus lebih sistematis dan terpadu untuk menerapkan sistem bantuan timbal balik sebagai upaya pemberantasan kejahatan yang luar biasa (extraordindry crime); dan Keempat, adalah bentuk sistem bantuan timbal batik yang menekankan pelaksanaannya pada perjanjian dan resiprositas sebagai perwujudan Good Governance. Pelaksanaan sistem bantuan timbal balik mendapat prediksi masalah yang akan muncul, mengingat sistem ini merupakan hal baru dalam mendukung Hukum Acara Pidana di Indonesia maka diperlukan kajian tentang bagaimana pelaksanaan sistem ini dapat menyesuaikan dengan pelaksanaan kewenangan masing-masing lembaga penegak hukum di Indonesia sehingga dapat dicapai suatu kesempurnaan dalam pelaksanaan sistem ini.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kandi Tri Susilaningsih
Abstrak :
Fungsi Lembaga Pemasyarakatan dalam Tata Peradilan Pidana, bukan merupakan fungsi yang berdiri sendiri, tetapi melalui sejarah perkembangan panjang mengikuti sejarah kebangsaan, perkembangan hukum dan budaya bangsa Indonesia. Lembaga Pemasyarakatan berasal dari suatu embrio yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dikenal dengan Lembaga Kepenjaraan, sebagai konsekuensi dari adanya jenis pidana penjara, pada pasal 10 KUHP, sehingga selalu ada keterkaitan antara tujuan pemasyarakatan dengan tujuan pemidanaan khususnya pidana penjara, walaupun tolok ukur diantara keduanya berbeda namun saling melengkapi, saling mempengaruhi, dan selalu terkait dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan pengadilan, pelaksanaa putusan bahkan sampai terpidana bebas, apalagi Lembaga Pemasyarakatan berfungsi juga sebagai Rumah Tahanan Negara, sehingga menghendaki keterpaduan, dan diperlukan koordinasi antar instansi penegak hukum. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk melaksanakan pidana penjara, terkait fungsi kekuasaan kehakiman yaitu membantu hakim mewujudkan putusan pidananya, sehingga diperlukan pengawasan Hakim Wasmat, di sisi lain, sebagai aparat.pemerintah maka dituntut untuk melakukan pembinaan narapidana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, untuk itu Lembaga Pemasyarakatan diberi wewenang untuk meringankan masa hukuman berupa remisi, cuti mengunjungi keluarga, cuti menjelang bebas dan pelepasan bersyarat, dan ini menentukan tolok ukur keberhasilan Lembaga Pemasyarakatan. Pelaksanaannya menemui berbagai hambatan seperti persepsi tentang sistem pemasyarakatan diartikan dengan kelonggaran-kelonggaran, sumber daya manusia yang tidak sebanding dengan kualitas dan kuantitas kejahatan, sarana dan prasarana yang terbatas, rendahnya budaya hukum petugas pemasyarakatan, pengawasan/penegakan hukum yang lemah, lebih-lebih terjadi peredaran uang di Lembaga Pemasyarakatan menjadi pemicu utama terjadinya transformasi penderitaan dari sistem kepenjaraan berupa penderitaan fisik menjadi penderitaan ekonomis, untuk itu diperlukan terobosan pengawasan yang bisa diakses langsung oleh Pengawas yang sifatnya transparan sehingga mampu menyentuh akar permasalahan.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniadie
Abstrak :
Banyaknya tawaran pekerjaan di luar negeri dengan gaji serta upah yang tinggi, merupakan suatu anugerah dan suatu kesempatan bagi sebagian orang untuk mencoba nasib peruntungan di negeri orang. Tenaga kerja Indonesia (TKI/TKW) yang berangkat ke luar negeri sebetulnya sadar akan resiko yang dihadapi, namun kelangkaan peluang kerja dan untuk mendapatkan upah yang tinggi mendorong mereka pergi ke luar negeri dan berani menanggung segala resiko. Kurangnya pengawasan pemerintah maupun instansi yang terkait dalam proses pengiriman tenaga kerja keluar negeri seolah-olah menjadi bumbu penyedap untuk melancarkan tujuan para penyalur tenaga kerja mengeruk keuntungan dari para pencari pekerja tersebut dan menjadikan mereka tersebut hanyalah objek dari suatu kejahatan yang dinamakan perdagangan manusia. Perdagangan Manusia merupakan suatu tantangan yang sangat mendasar di bidang Hak Asasi Manusia karena sangat kental dengan unsur-unsur ancaman, kekerasan dan bentuk-bentuk pemaksaan lainnya. Penulisan tesis ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang peranan pemerintah dalam menangani permasalahan TKI/TKW yang menjadi korban dari perdagangan manusia, dan memberikan informasi yang jelas tentang persyaratan menjadi TKI/TKW yang hendak bekerja di luar negeri serta usaha/tindakan pemerintah dalam pemberian sanksi hukum terhadap para pelaku kejahatan perdagangan manusia. Dalam tujuan penulisan tersebut, mungkin sudah tiba saatnya bagi Indonesia memikirkan perlunya semacam. Badan Usaha Milik Negara yang menangani TKI/TKW secara professional dibawah pengawasan DEPNAKERTRANS dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan para pengerah tenaga kerja di seluruh Indonesia. Tenaga kerja yang dilatih secara professional, pasti akan mendapatkan. hasil optimal.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eli Susiyanti
Abstrak :
Berbagai kekerasan, penyimpangan dan eksploitasi terhadap anak akhirakhir ini kian merebak sehingga sudah sangat meresahkan dan mengkhawatirkan bagi terpenuhinya perlindungan hukum untuk anak. Meskipun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah berlaku selama empat tahun tetapi kekerasan terhadap anak tidak menyurut bahkan dari data yang terpantau di Komisi Nasional Perlindungan Anak terlihat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Apabila kita cermati, sesungguhnya anak merupakan anggota keluarga yang paling rentan, karena anak kerap menjadi korban kekerasan dari keluarga maupun lingkungannya. Keluarga mempunyai potensi yang besar untuk menenkan anak dalam segala hal. Anak kerap ditelantarkan, diperlakukan kasar, dan menjadi korban penyimpangan pengasuhan, padalah masa depan kita terletak pada seberapa maksimal perhatian kita pada anak-anak kita, karena anak adalah asset orang tua, keluarga dan lebih dari itu asset bangsa yang kelak akan menjadi tokoh utama yang akan menjalankan lokomotif pembangunan. Kasus kekerasan yang menimpa anak tidak hanya terjadi di daerah perkotaan, tetapi juga banyak melanda daerah pedesaan. Berdasarkan data Plan Indonesia yang dikutip sebuah media cetak nasional, saat ini diperkirakan ada 871 kasus kekerasan terhadap anak. Berdasarkan pemantauan Pusat Data dan lnformasi Komnas Perlindungan Anak terhadap 10 media cetak, selama tahun 2005 dilaporkan terjadi 736 kasus kekerasan terhadap anak. Dari;umlah itu, 327 kasus perlakuan salah secara seksual, 233 kasus perlakuan salah secara fisik, 176 kasus kekerasan psikis dan jumlah kasus penelantaran anak sebanyak 130 kasus. Kita telah memiliki Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Semua itu dapat dijadikan payung hukum bagi pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak anak. Tetapi ternyata usaha perlindungan hukum dan HAM terhadap anak tidak hanya cukup dengan konsep tetapi harus, tetapi harus diterapkan dalam praktik yang nyata. Adanya berbagai peraturan tentang hak anak belum menjamin pelaksanaan upaya perlindungan hukum bagi anak, khususnya bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Ini semua menjadi tanggung jawab kita.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fahrurazi
Abstrak :
Permasalahan anak jalanan di Indonesia bukan hal yang baru. Telah lama negara melalui pemerintah mengupayakan penanganan anak jalanan di Indonesia. Semakin terpuruknya perekonomian Indonesia yang ditandai dengan krisis moneter pada tahun 1997, membuat makin bertambahnya jumlah anak jalanan, termasuk didalamnya adalah anak jalanan perempuan. Kehidupan jalanan yang keras membuat anak jalanan perempuan tidak luput dari perlakuan kasar dan kekerasan seksual seperti pelecehan seksual, pencabulan, dan perkosaan. Kecenderungan bagi anak jalanan perempuan korban kejahatan seksual adalah menjadi pekerja seks komersial. Bila hal ini dibiarkan, maka Indonesia akan kehilangan begitu banyak generasi muda yang berpotensi di masa mendatang. Dalam tulisan ini akan dijelaskan bagaimana hukum Indonesia melindungi anak-anak jalanan khususnya bagi mereka anak jalanan perempuan dari,-kejahatan seksual dan peran pemerintah dalam menjalankan perintah peraturan perundang-undangan dalam hal melindungi dan menangani anak jalanan melalui program-programnya. Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan terhadap anak, sudah cukup banyak dan sudah cukup lengkap. Terlebih lagi setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dimana hak-hak anak yang diatur didalamnya telah mencakup hak-hak anak yang diatur didalam Konvensi Hak Anak, selain itu sanksi yang dicantumkan dalam undang-undang ini juga sudah cukup berat untuk menjerat para pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Program pemerintah dalam menangani dan melindungi anak jalanan juga telah dilakukan sejak lama dan sangat beragam bentuknya. Namun kenyataannya kejahatan seksual terhadap anak jalanan semakin meningkat. Peraturan perundang-undangan mengenai anak jalanan masih sebatas pasal-pasal saja sedangkan implementasinya masih belum optimal. Program-program pemerintah seperti rumah singgah, bantuan-bantuan hasil pengurangan subsidi BBM untuk rakyat miskin, bantuan pendidikan dan Iainnya belum berjalan dengan baik dan kurang memihak kepada anak jalanan.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yhannu Setyawa
Abstrak :
Hukum merupakan refleksi dinamika peradaban manusia. Hukum hadir menata pergaulan hidup antar dan diantara warganya, merupakan rangkaian norma yang mengarah pencapaian keadaan tertentu dengan mengatur tindakan serta perilaku manusia secara sadar. Hukum yang baik harusnya sesuai dan sejalan dengan aspirasi warganya. Akan tetapi, selama beberapa kurun waktu, Pemerintah Indonesia menganggap hukum sebatas serangkaian aturan mengikat berbentuk teks tertulis yang Iahir berdasarkan mekanisme dan kewenangan formal Iembaga- lembaga negara. Akibatnya, beberapa kali terjadi ledakan protes warga menuntut produk hukum yang telah dihasilkan diubah atau dibatalkan keberlakuannya. Tesis ini berupaya menelusuri latar belakang lahirnya sikap kritis warga terhadap hadirnya berbagai produk hukum pemerintah yang meniadakan partisipasi warganya. Pembahasan dan analisa tidak sebatas merujuk peraturan hukum positif sehingga jenis penelitian tergolong yuridis sosiologis. Data yang terhimpun diolah secara sistematis, dianalisis secara kualitatif kemudian diuraikan secara deskriptif. Berdasarkan penelitian, terungkap relasionalitas antara ketidakefektifan produk hukum, misalnya undang-undang sebagai akibat ketidakpatuhan warga. Fenomena tersebut muncul karena dalam penyusunan undang-undang, pemerintah menihilkan peran partisipasi warga. Seharusnya rakyatlah pembentuk hukum yang utama, maka tepat jika rakyat diberi ruang berpartisipasi dalam setiap perumusan produk hukum di Indonesia. Bila tidak, wajar jika Rakyat Indonesia bertindak kritis memperjuangkan hak keterlibatannya. Partisipasi kritis warga sangat ditentukan oleh akses berpartisipasi termasuk terpenuhinya hak informasi dan terbukanya ruang bagi warga untuk turut dalam penyelesaian sengketa pasca operasionalisasi suatu produk hukum. Sikap kritis, secara obyektif berimplikasi terhadap daya ikat dan keberlakuan produk hukum. Semoga pada masa yang akan datang, setiap perumusan dan penyusunan undang-undang di Indonesia senantiasa diawali dengan komunikasi timbal balik, antara eksekutif (pemerintah) dan legislatif sebagai drafter dengan rakyat selaku warga negara yang sejatinya adalah pemilik kedaulatan.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatut Pudjiarto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S26306
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library