Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firman Shantyabudi
"Beberapa faktor seperti meningkatnya tuntutan masyarakat akan angkutan, tidak mencukupinya lapangan pekerjaan bagi sebagian anggota masyarakat, kurang mencukupinya angkutan umum yang tersedia baik dari segi jumlah maupun pelayanan, dan masih banyaknya lokasi-lokasi yang tidak terjangkau angkutan umum yang resmi serta masih terdapatnya silih pendapat tentang keberadaan ojek; melatar belakangi penulis untuk ingin lebih memahami masalah sosial tersebut.
Menulis tentang tukang ojek juga didorong oleh ketertarikan penulis, dimana keberadaan ojek tetap dibutuhkan walaupun di beberapa jalan tertentu telah tersedia angkutan yang resmi; sehingga menjadikan ojek secara normatif melanggar. Sesungguhnya keberadaan ojek menjadi pesaing bagi angkutan yang resmi maupun antar tukang ojek itu sendiri, karena ojek tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Mereka sehari-hari begitu aktif mengantar penumpang pada rute-rute angkutan resmi dengan memungut ongkos. Tidak seperti angkutan resmi pada umumnya, tidak terdapat kewajiban membayar pajak bagi ojek karena memungut biaya dari masyarakat. Adanya ketimpangan ini tidak mendorong terjadinya konflik antara tukang ojek dengan angkutan resmi lainnya. Hanya saja ojek tampak seringkali lebih menonjol dilapangan, karena mereka justru banyak menempati lokasi-lokasi yang dilarang untuk parkir. Apakah menjadi tukang ojek merupakan suatu pilihan profesi, atau karena kondisi tertentu orang memilih ojek sebagai salah satu alternatif yang sifatnya kontemporer?.
Dengan demikian, maka penulisan ini ingin mengkaji melalui konsep-konsep interaksi sosial dan teori pertukaran (yang juga melandasi terjadinya hubungan-hubungan sosial), bagaimana tukang ojek melakukan interaksi dengan pihak-pihak tertentu selama melakukan pekerjaannya. Penulisan ini ingin mengetahui dan memahami sekaligus menggambarkan adanya aturan-aturan yang dijadikan pedoman untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapai serta adakah solidaritas yang tumbuh diantara mereka bila menghadapi ancaman.
Untuk menambah bobot dalam menganalisa gejala sosial yang diamati pada tukang ojek, maka juga dilakukan pandangan dari berbagai sudut pandang; khususnya yang menyangkut kerawanan-kerawanan yang menjadi potensi konflik dimana konflik-konflik yang muncul seringkali berkaitan erat dengan masalah keamanan dan ketertiban. Mengupayakan terpeliharanya keamanan dan ketertiban merupakan peran dari organisasi kepolisian.
Penulisan ini didasari atas hasil penelitian yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan data; metode pengamatan dan wawancara; dimana hasilnya menunjukkan adanya pedoman berupa aturan-aturan tidak tertulis yang diyakini dan dipedomani dapat menjamin tercapainya tujuan para tukang ojek. Wujud solidaritas yang ada berupa tolong menolong antar sesama tukang ojek, maupun tindakan anarkis/pengeroyokan terhadap mereka yang melakukan kejahatan. Rasa solider tersebut terpelihara, karena beberapa alasan/latar belakang yang relatif sama diantaranya : warga Pekayon (Betawi), menghadapi ancaman yang sama dan pendidikan rendah.
Dengan memperoleh gambaran tentang tukang ojek ini, diharapkan akan dapat diperoleh pemikiran-pemikiran lain yang berkembang, baik bagi bidang akademis maupun teknis dilapangan; karena tidak dapat dipungkiri bahwa selama masih ada anggota masyarakat yang membutuhkan, maka ojek akan tetap ada."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T7077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Suardana
"Salah satu lokasi pelacuran di Jakarta Utara adalah "Kalijodo" yang letaknya di RT 001, RT 003, RT 004, RT 005 dan RT 006 pada RW 05 Kelurahan Pejagalan Kecamatan Penjaringan yang merupakan pemukiman kumuh liar. Sebagai pemukiman kumuh, Kalijodo memiliki sejarah yang mewujudkan kondisi masyarakatnya saat ini. Lokasi pelacuran Kalijodo dimulai dengan kehadiran orang-orang Tionghoa untuk melakukan tradisi "Cungbeng" sejak 1950-an yang mengundang daya tarik untuk berkunjung dan sambil memancing ikan di Kali Banjir Kanal yang airnya bersih dan jernih sekaligus dimanfaatkan oleh orang-orang untuk mencari jodoh. Dalam perkembangannya dari tahun 1950-an sampai dengan tahun 1991-an, lokasi ini sudah berdiri rumah-rumah tempat tinggal dan rumah atau wisma bagi para Pelacur.
Sejak tahun 1992, dilakukan pengusuran oleh pihak pemerintah daerah, sehingga warga berpindah ke lokasi pelacuran Kalijodo yang terletak di sebelah Timur Kali Banjir kanal dengan nama Jalan kepanduan dua. Sebagai lokasi pelacuran di pemukiman kumuh liar Kalijodo RW 05 yang berada di 5 (lima) RT tersebut, berpenduduk 1.481 orang dari 317 Kepala Keluarga, sedangkan jumlah Pelacur terikat berjumlah 195 orang dan Pelacur bebas (Freelance) sekitar 250 orang.
Pelacuran sebagai salah satu masalah sosial, sering dipandang sebagai profesi yang haram karena dampaknya dapat menghancurkan kredibilitas sebuah rumah tangga, namun disisi lain harus diterima eksistensinya sesuai dengan tuntutan budaya masyarakat. Begitu halnya pelacuran Kalijodo dalam kenyataannya fungsional dalam sistem social masyarakat setempat yang warganya sangat tergantung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penelitian terhadap pelacuran Kalijodo, menggunakan teori Patron klien dari James Scoot, Keith R. Legg, Peter Blau dan teori Mikro Obyektif (teori 3 faktor) untuk mengetahui corak keteraturan sosial pada kehidupan masyarakat, sekaligus mendapatkan gambaran mengenai karakteristik Pelacur di lokasi tersebut. Untuk memahami makna yang ada dalam sesuatu gejala sosial, penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode etnografi untuk memahami gambaran kehidupan masyarakat melalui pengamatan terlibat dengan pengumpulan data mengunakan pengamatan, wawancara terstruktur dan spontan.
Hasil penelitian mengenai kehidupan Pelacur di pemukiman kumuh liar kalijodo menunjukkan adanya keteraturan sosial sebagai wujud dari hubungan sosial antara sesama Pelacur, dengan germo dan warga setempat yang didasari pada pola-pola hubungan Patron klien dengan jenis Patron; pemilik tanah, pemilik modal, Ketua RW dan Bapak Yus yang masing-masing berperan dalam kehidupan Pelacur di pemukiman kumuh liar Kalijodo."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T7053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amran Ampulembang
"RINGKASAN
Program Studi Kajian llmu Kepolisian
Program Pascasarjana Universitas Indonesia
Tesis, 1 Agustus 2001
Nama Judul Tesis
Jumlah halaman
Amran Ampulembang
PERILAKU UNIT KERJA RESERSE DALAM
PROSES PENYELESAIAN KASUS TINDAK
PIDANA Dl POLRES DEPOK
x + 186 halaman + 26 halaman lampiran
RINGKASAN
Perilaku anggota reserse masih sering menjadi sorotan. Sebagai salah satu unsur pelaksana penegakan hukum, perilaku anggota reserse dianggap masih belum memenuhi harapan masyarakat. Tulisan ini berupaya mencermati perilaku anggota unit reserse di Polres Depok. Permasalahan yang dikemukakan adalah perilaku unit kerja reserse dalam proses penyelesaian tindak pidana di Polres Depok, dengan fokus perilaku anggota unit reserse. Permasalahan ini muncul, karena telah ada persyaratan perilaku yang seharusnya menjadi acuan anggota reserse, dalam melaksanakan tugasnya, namun kenyataannya masih terdapat perilaku angggota reserse yang tidak seharusnya dilakukan sebagai seorang penegak hukum.
Tujuan penulisaan ini adalah untuk mendeskripsikan gejala-gejala sosial yang ada dalam unit reserse sehubungan proses penyelesaian perkara. Apa saja kegiatan yang dilakukan dan mengapa suatu perilaku tertentu bisa terjadi. Melalui pemahaman perilaku ini, diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan, dalam membentuk perilaku yang positip dari anggota reserse.
Teori dan konsep yang digunakan adalah perilaku organisasi. Perilaku seseorang tidak terlepas dari karakteristik individu yang dimiliki, yang kemudian terbawa dalam organisasi. Organisasi juga membatasi perilaku anggotanya melalui berbagai peraturan. Adapun metode pendekatan dalam menganalisa permasalahan adalah metode kualitatif, dengan tehnik pengumpulan data : pengamatan, wawancara terstruktur dan pengamatan terlibat.
Hasil penelitian adalah bahwa perilaku anggota reserse didasarkan pada adanya pengalaman, kemampuan, pengharapan yang dimilki oleh anggota reserse, sikap dan kepuasan kerja, beban dan situasi kerja yang dirasakan oleh anggota reserse, kebijakan pimpinan, dan kepemimpinan Ka Unit. Perilaku anggota reserse juga didasarkan pada faktor internal organisasi yang membatasi perilaku, seperti adanya pembagian tugas, kebijakan pimpinan, bentuk kegiatan yang harus dilakukan sehubungan proses penyelesaian perkara.
Dalam menjalankan tugasnya, menyelesaikan perkara, masing-masing anggota reserse menampilkan variasi perilaku yang berbeda. Latar belakang pengalaman yang berbeda menghasilkan perilaku yang berbeda. Masing-masing anggota reserse menampilkan perilaku yang berbeda dalarn menyikapi perkara yang dihadapi. Mereka merespon kondisi yang ada sesuai dengan persepsinya masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya perilaku anggota reserse tidak terlepas dari lingkungan atau iklim organises! yang ada, misalnya situasi kerja yang penuh keakraban. Masih terdapat perilaku anggota reserse yang tidak sesuai dengan harapan, misalnya bertindak sewenang-wenang kepada tersangka, membebani pelapor dalam proses penyefesaian perkara, dan berbagai perilaku lainnya yang tidak menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai seorang polisi yang bertugas menyelesaikan perkara.
Daftar Kepustakaan
: 28 buku + 3 dokumen
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuryanto
"ABSTRAK
Tesis ini tentang "Penanganan akibat bencana luapan lumpur panas PT. Lapindo Brantas di Kecamatan Porong oleh Polres Sidoarjo" Yaitu : tindakan-tindakan manajerial maupun operasionaI yang dilakukan oleh Polres Sidoarjo dalam menangani akibat yang ditimbulkan oleh bencana luapan lumpur panas PT Lapindo Brantas di Kecamatan Porong. Fokus penanganan yang dilakukan adalah warga masyarakat yang menjadi korban bencana luapan lumpur. Tesis ini disusun berdasarkan penelitian yang menggunakan pendekatan kwalitatif, dimana teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, pengamatan terlibat, wawancara dengan pedoman serta pemeriksaan dokumen.
Gambaran umum daerah penelitian yaitu : Kecamatan Porong, Tanggulangin dan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Sebelum terjadinya bencana semburan lumpur, kecamatan ini merupakan wilayah yang sangat potensial. Kondisi sosial ekonomi, tidak kurang 123 industri terdapat di tiga kecamatan tersebut. Di sektor pertanian dan perkebunan wilayah tersebut merupakan wilayah yang subur, lahan pertanian dan perkebunan ditanami padi dan tebu. Sektor perikanan, di tiga kecamatan tersebut juga terdapat tambak yang cukup luas. Sektor pertambangan, terdapat eksplorasi gas bumi milik PT Lapindo Brantas sebanyak 19 sumur gas. Di sektor perdagangan, terdapat pertokoan dan pasar bahkan sudah banyak minimarket. Sosial budaya, terdapat sekolah SD s/d SLTA juga sekolah agama. Kegiatan keagamaan terutama agama Islam untuk mernperkuat ukuwah Islamiyah serta menumbuhkan suasana kekerabatan sesama warga masyarakat tumbuh subur di daerah tersebut.
Bencana luapan Lumpur telah menciptakan 4 macam kerugian yaitu kerugian materiil yang sifatnya permanen, kerugian fisik, kerugian mental, dan kerugian sosial. Masyarakat setempat meminta PT Lapindo Brantas sebagai penyebab terjadinya bencana untuk bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Ada 4 tanggungjawab yang ditanggung oleh PT Lapindo Brantas yaitu tanggungjawab kemanusiaan, tanggungjawab kerugian, tanggungjawab penutupan semburan dan luapan lumpur serta tanggungjawab hukum.
Upaya penanganan bencana yang dilakukan oleh Pemkab Sidoarjo, Pokes Sidoarjo serta instansi terkait lainnya didasarkan pada SK Bupati Sidoarjo nomor: 18816891404.1.1.312006 tanggal 15 Juni 2006 tentang Pembentukan Tim Terpadu Penanganan Bencana Luapan Lumpur Di Kecamatan Porong dan Sekitarnya Tahun 2006. Selain berpedoman pada SK Bupati tersebut Polres Sidoarjo juga telah menyusun organisasi penanganan bencana melalui Operasi "Rencana Kontijensi Khusus" Penanganan Dampak Luapan Lumpur Porong Sidoarjo. Prinlak Ops Polres Sidoarjo "Rencana Kontijensi Khusus Tentang Penanganan Dampak Luapan Lumpur Porong Sidoarjo " No.Pol : RlPrinlak Ops/591LX12006. Penanganan bencana dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap sebelum kejadian bencana, tahap saat terjadinya bencana, tahap setelah kejadian bencana serta adanya rehabilitasi mental korban bencana. Mengingat banyaknya instansi pemerintah yang terlibat dalam penanganan bencana sebagaimana SK Bupati tersebut maka diperlukan adanya koordinasi dan hubungan tata cara kerja yang baik antara Pokes Sidoarjo dengan beberapa instansi terkait lainnya. Namun Koordinasi dan HTCK ini kurang terlaksana dengan baik.
Penanganan bencana yang dilakukan oleh Polres Sidoarjo dan instansi terkait lainnya secara garis besar telah mempedomani 6 siklus Disaster Management yaitu pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, respon, pemulihan dan pembangunan. Namun pada tindakan pemulihan pada bencana luapan lumpur tidak bisa dilakukan karena korban menderita kerugian materiil yang sifatnya permanen. Pada penanganan bencana tersebut juga dilaksanakan Simulasi menghadapi ancaman jebolnya tanggul penahan luapan lumpur. Simulasi bertujuan untuk memberikan gambaran penanganan bencana agar masyarakat yang menjadi korban tidak panik dan aparat kepolisian serta instansi terkait lainnya memahami tentang apa yang harus dikerjakan dalam melakukan penanganan bencana.
Hubungan tata cara kerja dan koordinasi antara instansi terkait kurang berjalan dengan baik. HTCK dan koordinasi masih terpengaruh oleh sistem birokrasi pemerintahan yang bersifat Patrimonial. Koordinasi yang dilakukan hanya bersifat reaktif saja. Ini yang menjadi kendala dalam pelaksanaan penanganan bencana sehingga penanganan bencana menjadi parsial. Masing-masing instansi melakukan penanganan sesuai kebijakan pimpinan masing-masing yang sifatnya temporer.

ABSTRACT
The thesis is about the handling of the impact of hot mud of PT Lapindo Brantas in Porong Sub-district by Sidoarjo Resort Police. The thesis discusses the managerial and operational action conducted by Sidoarjo Resort Police in handling the impact of hot mud of PT Lapindo Brantas in Porong Sub-district. The focus of the thesis is the handling the community as the victims of the disaster. The writer employs qualitative approach and data is collected by using several methods, such as observation, involved observation, interview, and document review.
As we all know that before the disaster happened, Porong Sub-district had been known as a potential area There were at least 123 factories or manufacturers, large areas of agriculture, fisheries, oil and gas exploration in which some of them belong to PT Lapindo Brantas. The disaster caused by the hot mud has created four kinds of loss: (1) permanent material losses, (2) physical loss, (3) mental loss, and (4) social loss. The local community has asked PT Lapindo Brantas as the party which caused the disaster to be responsible for the disaster. There are four responsibilities that must be borne by PT Lapindo Brantas: (1) humanity responsibility, (2) losses responsibility, (3) the responsibility of closing the hole and the overflow of the mud, and (4) law responsibility.
The handling efforts conducted by Sidoarjo Local Government, Sidoarjo Resort Police as well as other related agencies are based on the decree of Sidoarjo Regent, No. 18816891404.1.1.312006 dated 15 June 2006 regarding the establishment of the Integrated Team for the Handling of the Overflow of the hot mud in Porong Sub-district and its surroundings. In addition, Sidoarjo Resort Police has set up the organization of such handling through an operation called "Special Contingency Plan", No. Pol.: R/Prinlak Ops1591IX12006. Such handling is classified into three stages: (1) before the disaster, (2) when the disaster happened, and (3) after the disaster as well as the rehabilitation of the victims' mental.
The results of the research reveal that the coordination and working organization among the agencies have not run well yet. Such coordination and working organization among the agencies are still influenced by patrimonial system of the government bureaucrat. Coordination is still conducted in a reactive way. Each agency does the handling based on the temporary policies of their administrators.
"
2007
T20739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library