Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nuri Lathifah
"Latar Belakang: Penentuan jenis kelamin penting untuk identifikasi forensik. Salah satu metodenya berdasarkan ukuran gigi.
Tujuan: Mengetahui perbedaan ukuran gigi laki-laki dan perempuan serta menentukan nilai referensi gigi molar satu rahang atas untuk penentuan jenis kelamin.
Metode: 30 gigi molar satu rahang atas laki-laki dan 30 perempuan diukur lebar mesiodistal dan bukolingual dengan kaliper digital.
Hasil: Perbedaan signifikan (p<0,05) ukuran gigi molar satu rahang atas laki-laki dan perempuan. Nilai referensi ukuran bukolingual 11.34 mm (kanan), 11.22 mm (kiri); ukuran mesiodistal 10.61 mm (kanan) 10.51 mm (kiri).
Kesimpulan: Ukuran mahkota gigi molar satu rahang atas dapat digunakan untuk penentuan jenis kelamin.

Background: Sex determination is an important aspect in the human identification. One of the methods is using tooth dimensions.
Objective: To obtain the differences of male and female tooth size using maxillary first molar crown dimensions and to determine reference point for sex determination.
Methods: 30 males and 30 females, on maxillary first molar study cast. Mesiodistal and buccolingual width were measured using digital calipers.
Results: The differences between males and females in all dimensions measured were statistically significant (p<0,05). The reference point for buccolingual width was 11.34 mm (right), 11.22 mm (left); for mesiodistal width was 10.61 mm (right) and 10.51 mm (left).
Conclusion: Maxillary first molar crown dimension may be used as an aid in sex determination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S43922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iovah, Brent Ryan
"Latar belakang: Kulit buah manggis diketahui memiliki banyak khasiat seperti antioksidan, antiinflamasi, antitumor, antivirus, antibakteri, antifungi, antihistamin, antimalaria dan lainnya. Dalam menjalankan perannya, banyak zat aktif yang ,menghambat penyembuhan fraktur sehingga diperlukan peran antioksidan.
Tujuan: Mengetahui efek ekstrak kulit buah manggis terhadap penyembuhan tulang.
Metode dan Bahan: Penelitian ini menggunakan model fraktur yaitu defek femur kiri-kanan pada 6 ekor mencit (12 femur). Kemudian diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 20 mg/kg BB (3 femur kiri) dan 40 mg/kg BB (3 femur kiri) serta saline water sebagai kontrol (6 femur kanan) pada hari ke 2, 4 dan 6. Pada hari ke 7, semua mencit dikorbankan. Selanjutnya ukuran diameter defek dievaluasi dengan dental digital radiography.
Hasil: Terdapat penurunan ukuran diameter defek pada femur mencit yang diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 40 mg/kg BB namun tidak berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kontrol (saline water).
Kesimpulan: Aplikasi ekstrak kulit buah manggis dosis 40 mg/kg BB dapat menurunkan ukuran diameter defek pada tulang.

Background: Peel of mangosteen has many benefits such as antioxidant, anti-inflammatory, antitumor, antiviral, antibacterial, antifungal, antihistamine, antimalarial and others. It has a lot of active substances contained therein as xanthones, anthocyanins, phenols, tannins and others. In bone fractures, an increase of free radicals that are supposed to inhibit the bone fractures healing that required the antioxidants.
Objective: To examine the effect of mangosteen peel extract on bone healing.
Methods and Materials: This study uses fracture model that defects on left-right femur in 6 mice (12 femur). Then applied mangosteen peel extract doseges of 20 mg/kg (3 left femur), 40 mg/kg (3 left femur) and saline water as a control (6 right femur) on days 2, 4 and 6. On day 7, all mice were sacrificed. Furthermore, the diameter size of the defect was evaluated with dental digital radiography.
Results: There was a decrease in the diameter of the femoral defect in mice that are applied mangosteen peel extract dose of 40 mg/kg, but not significantly different when compared with saline water.
Conclusion: The application of mangosteen peel extract 40 mg/kg BW dosage can reduce the diameter size of the bone defect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44141
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel William H.
"Pendahuluan: Kulit buah manggis memiliki khasiat antioksidan, antitumor, antiinflamasi, antialergi, antibakteri, antijamur dan antivirus. Kulit buah manggis memiliki kandungan zat aktif xanton, antosianin, tanin, fenol, dan lainnya. Proses penyembuhan fraktur tulang terdiri dari fase inflamasi sampai fase remodeling dengan khasiat antiinflamasi dan antioksidan yang berperan dalam proses penyembuhan fraktur tulang.
Tujuan: Mengetahui pengaruh ekstrak kulit buah manggis terhadap penyembuhan tulang.
Metode dan Bahan: Penelitian ini menggunakan enam ekor mencit (12 femur) yang terdiri dari 6 femur kanan diaplikasikan saline water, 3 femur kiri diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 5 mg/kg, dan 3 femur kiri dengan dosis 20 mg/kg pada hari ke 2,4,6. Pembuatan defek dilakukan dengan bur bulat pada femur sebelum aplikasi. Semua mencit dikorbankan pada hari ke 7 dan selanjutnya ukuran diameter defek dievaluasi dengan alat digital radiografi.
Hasil: Terdapat penurunan ukuran diameter defek pada dosis 5 mg/kg yang tidak berbeda bermakna (p > 0,05) dengan saline water dan dosis 20 mg/kg.
Kesimpulan: Aplikasi ekstrak kulit buah manggis dapat menurunkan ukuran diameter defek tulang.

Background: Pericarp of mangosteen has effects of antioxidant, antitumor, antiinlammatory, antialergy, antibacterial, antifungal and antiviral. Pericarp of mangosteen contains active substances of xanthone, anthocyanin, tannins, phenols, and more. Bone fracture healing process consists of the inflammatory phase to a phase of remodeling with antiinflammatory and antioxidant properties that play a role in process of bone fracture healing.
Objective: Examine the extract of mangosteen peel on bone fracture healing.
Material and Methods: This study uses six mice (12 femur) consisting of 6 right femur that was applied saline water, 3 left femur was applied the extract of mangosteen peel with a dose of 5 mg/kg, and 3 left femur with a dose of 20 mg/kg on day 2, 4, 6. Defect is created with a round bur in femur before application. All mice were sacrificed on day 7 and then the diameter of defect is evaluated by means of digital radiography.
The Results: There was a decrease of the diameter of defects at the dose of 5 mg/kg that were not significantly different (p > 0.05) with saline water and a dose of 20 mg/kg.
Conclusion: Applications of mangosteen peel extract can decrease the size of diameter of bone defect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Fauzia
"S. mutans dan S. sobrinus di dalam rongga mulut merupakan dua bakteri yang amat sering dikaitkan dengan terjadinya karies. Untuk mencegah karies perlu menjaga kebersihan mulut, salah satunya yakni dengan cara sikat gigi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh penyikatan gigi menggunakan pasta gigi triklosan terhadap jumlah S. mutans dan S. sobrinus.
Metode: Plak dan saliva subjek diambil sebelum (sebagai baseline), sesudah, 3 jam setelah, dan 9 jam setelah menyikat gigi dengan pasta gigi triklosan. Pengambilan sampel kontrol juga dilakukan pada subjek yang sama, yaitu setelah sikat gigi tanpa menggunakan pasta gigi. Sampel kemudian diekstraksi DNA dan dikuantifikasi dengan real time PCR.
Hasil: Rata-rata jumlah Streptococcus mutans setelah sikat gigi dengan pasta gigi triklosan sudah kembali seperti nilai baseline setelah 3 jam pada sampel plak, dan pada sampel saliva terus menurun hingga jam ke 9. Sedangkan rata-rata jumlah Streptococcus sobrinus pada plak tidak menurun setelah penyikatan gigi, namun pada saliva terus menurun. Untuk semua sampel, rata-rata kenaikan jumlah bakteri lebih sedikit dibandingkan kontrol.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan jumlah Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus dalam plak dan saliva setelah penyikatan gigi menggunakan pasta gigi triklosan, namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik.

S. mutans and S. sobrinus have been strongly associated to caries. In order to prevent caries the oral hygiene must be maintained, and one way to do so is by using a dentifrice.
Objectives: Identifying the effect of using a triclosan dentifrice to the quantities of S. mutans and S. sobrinus.
Methods: The dental plaque and saliva is collected before, right after, 3 hours after, and 9 hours after brushing with the triclosan dentifrice. A control sample is also collected from subjects brushing the teeth without any dentifrice. The samples DNA are then extracted and quantified by real time PCR.
Results: In the dental plaque, the mean quantity of S. mutans has already reached baseline after 3 hours while in the saliva, the mean amount continues to decrease up until 9 hours. No decrease of S. sobrinus was found in the dental plaque, unlike in the saliva, which continues to show decrease. For all samples, the mean increase of Streptococcus mutans bacteria is lower than the control group.
Conclusion: Quantitative differences of S. mutans and S. sobrinus after treatment with triclosan can be seen, but none showed any statistically significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febia Karunia
"Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus adalah bakteri kariogenik penyebab terjadinya karies. Upaya pencegahan karies dapat dilakukan melalui penyikatan gigi dengan pasta gigi berbahan aktif.
Tujuan: Mengetahui pengaruh penyikatan gigi menggunakan pasta gigi xylitol terhadap jumlah S. mutans dan S. sobrinus dalam plak dan saliva.
Metode: Plak dan saliva diambil dalam 4 waktu yaitu sebelum, setelah, 3 jam setelah, dan 9 jam setelah penyikatan gigi dengan dan tanpa pasta gigi xylitol. DNA sampel diekstraksi dengan metode thermal shock. Lalu, dilakukan deteksi dan kuantifikasi sampel menggunakan mesin real-time PCR.
Hasil: Rata-rata jumlah S. mutans dan S. sobrinus dalam plak setelah dilakukan penyikatan dengan pasta gigi xylitol menunjukkan penurunan hingga 9 jam setelah sikat gigi. Sedangkan jumlah S. mutans dan S. sobrinus dalam saliva mengalami perubahan jumlah yang tidak pasti. Jumlah S. mutans dan S. sobrinus pada sampel yang diberi perlakuan memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan pada sampel kontrol.
Kesimpulan: Jumlah S. mutans dan S. sobrinus dalam plak dan saliva yang diberi perlakuan penyikatan gigi menggunakan pasta gigi xylitol mengalami penurunan dibandingkan dengan sampel kontrol. Namun perbedaan ini tidak berbeda bermakna secara statistik.

Streptococcus mutans and Streptococcus sobrinus are cariogenic bacteria that cause dental caries. Brushing teeth with toothpaste which contains active ingredients is one of caries prevention.
Objectives: Identifying the effect of using a xylitol-containing toothpaste to the quantities of S. mutans and S. sobrinus in dental plaque and saliva.
Methods: The dental plaque and saliva is collected in before, right after, 3 hours after, and 9 hours after brushing with and without the xylitol-containing toothpaste. The samples DNA are extracted with thermal shock method. Then, the samples are detected and quantified by real-time PCR.
Results: In the dental plaque, the mean quantity of S. mutans and S. sobrinus are decreased until 9 hours after brushing. In saliva, the mean quantity of S. mutans and S. sobrinus changes uncertainly. For all samples, the mean quantity of S. mutans and S. sobrinus are lower than the control group.
Conclusion: The statistics of S. mutans and S. sobrinus are lower compared to the control group. No significant differences were observed between all quantity differences.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buanita Kusumawardhani Farsyah Dwi Putri
"Latar belakang: Prevalensi karies pada anak (ECC) cukup tinggi. Karies gigi merupakan penyakit kronis akibat infeksi bakteri yang salah satunya disebabkan Veillonella spp. yang terdapat di saliva, lidah, dan mukosa bukal. Veillonella spp. ditemukan pada anak yang mengalami karies dini.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kuantitas Veillonella spp. di plak lidah dan saliva anak usia 3-5 tahun dengan kategori risiko karies tinggi.
Metode: Kuantifikasi menggunakan qPCR.
Hasil: Terdapat korelasi yang tidak bermakna antara kuantitas Veillonella spp. plak lidah dan saliva dengan risiko karies tinggi.
Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi antara kuantitas Veillonella spp. di plak lidah dan saliva dengan risiko karies tinggi.

Background: The prevalence of caries in children (ECC) is quite high. Dental caries is a chronic disease caused by bacterial infection, which is caused by Veillonella spp. in saliva, tongue, and buccal mucosa. Veillonella spp. found in children with severe early childhood caries.
Aim: To know the correlation between the quantity of Veillonella spp. on tongue plaque and saliva of children aged 3-5 years with high risk caries.
Methods: Quantification using qPCR.
Results: There?s no significant correlation between the quantity of Veillonella spp. on tongue plaque and saliva with high risk caries.
Conclusion: The quantity of Veillonella spp. in tongue plaque and saliva has no correlated with high risk caries.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Reina Lamtiur
"Ekstrak etanol temulawak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen rongga mulut Streptococcus sanguinis dan Porphyromonas gingivalis. Digunakan konsentrasi ekstrak etanol temulawak teridentifikasi sebesar 0.5-25%. Ekstrak etanol temulawak terhadap bakteri dipapar pada 96 well-plate diinkubasi selama 18 jam dengan suhu 37oC suasana anaerob. Uji kualitatif menggunakan kristal violet 0.5% dan nilai Optical Density dibaca (490nm). Ekstrak etanol temulawak teridentifikasi menghambat pembentukan biofilm S. sanguinis (KHBM50 0.5% KHBM90 15%) dan P. gingivalis (KHBM50 15%) tunggal dan kombinasi (KHBM50 0.5% KHBM90 15%). Ekstrak etanol temulawak teridentifikasi memiliki potensi sebagai penghambat pembentukan biofilm Streptococcus sanguinis dan Porphyromonas gingivalis.

Java turmeric has antibacterial effect against oral pathogens. The concentration ranged from 0.5-25% were used. Biofilm formation inhibition assay was conducted on a 96 well-plate by using BHI enriched with 0.2% sucrose at 37oC for 18h. After staining with 0.5% crystal violet the optical density was read at 490nm. Java turmeric shows pontential to inhibit biofilm formation of S. sanguinis (IC50 0.5% IC90 15%) and P. gingivalis (IC50 15%) on single and dual species (IC50 0.5% IC90 15%). Java turmeric has potential to inhibit the biofilm formation of Streptococcus sanguinis and Porphyromonas gingivalis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Keren Esterlita
"Latar Belakang: Saliva mengandung protein yang berfungsi sebagai pertahanan rongga mulut terhadap S.sanguinis dan C.albicans, keduanya diketahui memiliki interaksi sinergis.
Tujuan: menganalisis efek protein saliva spesifik dan non-spesifik C.albicans dari kelompok usia anak, dewasa, dan lansia sebagai pelikel dalam pembentukan biofilm S.sanguinis in vitro.
Metode: Uji Biofilm yang diinkubasi 6 dan 18 jam.
Hasil: Protein spesifik C.albicans menurunkan pembentukan biofilm S.sanguinis pada inkubasi 18 jam (p≤0.05). Protein saliva non-spesifik C.albicans menurunkan pembentukan biofilm pada inkubasi 6 jam dan sebaliknya pada inkubasi 18 jam (p≤0.05).
Kesimpulan: Protein spesifik C.albicans menurunkan pembentukan biofilm S.sanguinis, sedangkan protein non-spesifik C.albicans meningkatkan pembentukan biofilm S.sanguinis

Background: Saliva contains protein as defense against S.sanguinis and C.albicans, which both known to synergist.
Objective: to analyze the effect of specific and non-specific salivary proteins to C.albicans from children, adult, and elderly as a pellicle on S.sanguinis biofilm formation in vitro.
Methods: Biofilm Assay incubated in 6 and 18 hours.
Results: Specific salivary protein to C.albicans decreased S.sanguinis biofilm formation at 18 hours incubation (p≤0.05). Non-specific protein decreased the biofilm formation at 6 hours incubation, contrary to the 18 hours incubation (p≤0.05).
Conclusion: Specific salivary protein to C.albicans decreased S.sanguinis biofilm formation, contrary to non-specific salivary protein to C.albicans.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Aksha Mardiyanti Riyandi Puteri
"Salah satu pertahanan rongga mulut terhadap S. mutans dan C. albicans dilakukan oleh protein saliva.
Tujuan: Menganalisis efek protein saliva spesifik dan non-spesifik C. albicans dari 3 kelompok usia dalam pembentukan biofilm S. mutans in vitro.
Metode: Uji biofilm inkubasi 6 dan 18 jam.
Hasil: Pembentukan biofilm S. mutans pada protein spesifik C. albicans saat 6 jam tidak signifikan dan menurun pada kelompok dewasa dan lansia saat 18 jam. Pembentukan biofilm S. mutans meningkat pada protein non-spesifik C. albicans saat 6 jam namun menurun saat 18 jam.
Kesimpulan: Protein spesifik C. albicans tidak terlibat dalam perlekatan sedangkan pada dewasa dan lansia tidak mengkondisikan pertumbuhan bakteri S. mutans. Protein saliva non-spesifik C. albicans mengkondisikan perlekatan namun tidak mengkondisikan pertumbuhan bakteri S. mutans.

One of the defense system against S. mutans and C. albicans in oral cavity is done by salivary protein.
Objective: To analyze specific and nonspecific salivary protein from three range ages to C. albicans effects on S. mutans biofilm formation in vitro.
Methods: Biofilm assay with incubation time 6 and 18 hours.
Results: S. mutans biofilm formation is not significant on specific salivary protein to C. albicans for 6 hours and decrease from adults and elderly in 18 hours. Meanwhile, non-spesific salivary protein to C. albicans increase for 6 hours and decrease in 18 hours.
Conclusion: Spesific salivary protein to C. albicans is not involve in adhesion however from adults and elderly, do not have a conditioning effect on growth of S. mutans. Non-spesific salivary protein to C. albicans have a conditioning effect on adhesion but not in growth of S. mutans."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia;, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisah
"ABSTRACT
Aloe Vera is one of plant that can be used as food and traditional
treatment. In traditional treatment, this plant has effect on healing
acceleration of oral mucous ulceration. In dentistry, this plant can be used as oral mucous ulceration treatment. The aim of this research is to examine the effective dose of Aloe Vera inner leaf extract on healing acceleration of oral mucous ulceration. Twelve Sprague Dawley rats were used in this research, and divided into 2 groups, 3 rats to control group and 9 rats to treatment group. Each rat received application of hydrogen peroxide 10% to create ulceration. Control group received application of NaCl 0.9% for 3,5,7 days. Treatment group received application 6.25%, 12.5%, and 25% Aloe Vera Inner Leaf Extract for 3,5,7 days. Wound healing was observed by in histological method with light microscope, and then was scored using stages of inflammation score of Schlossberg & Ferigino and Eda. S & Fukuyama methods. Statistical analysis with Mann Whitney and Kruskal Wallis methods showed that Aloe Vera inner leaf extract 25% is the most effective concentration on healing acceleration of oral mucous
ulceration (p< 0,05). "
2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>