Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ari Fajar Riyanto
Abstrak :
Anisol dapat disintesis melalui reaksi katalitik O-metilasi fenol dengan metanol. Anisol sering dikenal dengan metoksibenzena atau metil fenil eter, merupakan senyawa aromatik sederhana yang termasuk dalam golongan eter. Anisol dan derivatnya digunakan dalam reaksi kima sebagai intermediet untuk sintesis suatu material seperti dyes, farmasi, minyak wangi, fotoinisiator dan agrokimia. Uji katalitik reaksi katalitik O-metilasi fenol dengan metanol menjadi anisol menggunakan katalis zeolit X dalam fasa cairtelah dipelajari. Reaksi tersebut dilakukan dengan menggunakan katalis zeolit X sebesar 10% berat reaktan (fenol dan metanol) dan perbandingan volume pelarut dimetilsulfoksida (DMSO) dengan reaktan (fenol dan metanol) adalah 10:1. Pelarut DMSO digunakan untuk menjaga suhu reaksi pada 135-155°C. Zeolit X yang digunakan sebagai katalis, berasal dari bahan alam yaitu kaolin yang sebelumnya diaktivasi menjadi metakaolin melalui proses kalsinasi pada suhu 750-850°C. Perubahan bentuk struktur metakaolin dari kaolin dikarakterisasi menggunakan XRD dan untuk mengetahui komposisi kimianya digunakan XRF. Sintesis zeolit X dilakukan dengan proses hidrotermal pada suhu 900C selama 72 jam menggunakan botol polipropilen dengan komposisi gel yaitu 3.83 Na2O: 1.17K2O : AIQO3: 2.97SiO2 : 118 HQO. Hasil sintesis zeolit X dianalisis dengan menggunakan XRD dan XRF. Zeolit X hasil sintesis mempunyai komposisi kimia yaitu Na2O 12.50%, Al2O3 32.40%, SiO; 42.50%, KQO 11.10%, TiO2 0.31%, dan Fe2O3 1.18% (% berat) dan rasio Si/Al sebesar 1.33. Uji katalitik dilakukan dengan memvariasikan suhu reaksi pada 135°C, 140°C, 145°C, 150°C, dan 155°C dan molar rasio reaktan (fenol : metanol) pada 1:10, 1:20, 1:30, 1:40, dan 1:50. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu reaksi dan molar rasio reaktan terhadap produk anisol yang terbentuk. Selain itu, uji katalitikjuga dilakukan dengan tanpa menggunakan katalis zeolit X untuk mengetahui pengaruh katalis tersebut. Hasil reaksi uji katalitik dianalisis menggunakan kromatogratl gas (GC) dan GCIVIS. Berdasarkan percobaan, yield anisol yang terbentuk dari hasil reaksi uji katalitik tanpa menggunakan zeolit X hanya sebesar 40.48% sedangkan yield anisol yang terbentuk dari hasil reaksi uji katalitik pada kondisi yang sama dengan menggunakan katalis zeolit X didapatkan sebesar 74.02%. Hasil reaksi uji katalitik optimum didapat pada suhu reaksi 155°C dan molar rasio reaktan 1:20 dengan persentase fenol yang terkonversi 82.70%, yield anisol yang terbentuk 81 .49%, dan selektifitas fenol yang terkonversi menjadi anisol 98.54%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S30438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Marlyne
Abstrak :
Pengembangan tanaman jarak pagar sebagai bahan energi nabati (bahan bakar nabati/BBN) terbarukan pengganti BBM menjadi cukup menjanjikan, karena harga bahan bakar minyak (BBM) yang masih cenderung berfluktuasi. Pada penelitian ini digunakan minyak jarak, sehingga reaksi transesterifikasi terjadi antara minyak jarak dan metanol dengan menggunakan katalis Mg-AI Hidrotalsit. Reaksi transesterifikasi dilakukan dengan variasi suhu, yaitu 70, 80 dan 90°C dan dilakukan juga variasi perbandingan mol dari minyak dengan meta not, yaitu 1 :4,5; 1 :6 dan 1 :9. Katalis hasil reaksi dikarakteristik dengan menggunakan XRD. Dari hasil perhitungan, didapat bahwa semakin tinggi suhu yang direaksikan maka persen konversi dari angka asam maupun angka penyabunan semakin besar dan sernakin besar perbandingan mol antara minyak dengan metanol, didapat bahwa persen konversi antara angka asam dan angka penyabunan juga semakin besar. Penambahan PEG (polyethylene glycol) pada katalis Mg-AI Hidrotalsit, menyebabkan struktur Mg-AI Hidrotalsit lebih kristalin. Metanol dapat larut pada suhu 56-60°C, namun karena struktur Mg-AI Hidrotalsit lebih kristalin maka dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk dapat melarutkan metanol, yaitu pada suhu 90°C, sehingga hasil konversi angka asam dan angka penyabunan menjadi lebih tinggi yaitu sebesar 62, 573% dan 65,455% pada perbandingan antara mol minyak dengan mol metanol 1:4,5.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Marzendo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30705
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Inayati
Abstrak :
Pada penelitian ini nanozeolit dibuat dengan menggunakan tetraethyi ortosilicate(TEOS) sebagai sumber silika, aluminium isopropoxide [(CH3)2CHO)]sebagai sumber aluminium dan tetrapropylammoniumbromide (TPABr) sebagai template (zat pengarah). Penelitian ini bertujuan membuat nanozeolit dengan menggunakan template (zat pengarah) TPABr serta memodifikasi elektroda glassy carbon dengan zeolit-Fe secara layer by layer yang kemudian mengaplikasikan elektoda glassy carbon yang telah dimodifikasi sebagai sensor arsen (ll). Kondisi optimum untuk pengukuran arsen menggunakan glassy carbon yang telah dimodifikasi menggunakan zeolit-Fe dengan metode voltametri siklik adalah pada pH 8 dengan jumlah lapisan polimer (PDDA dan PSS) sebanyak 5 lapisan, lama perendaman di dalam larutan Fe 3+ selama 60 menit,dengan scan rate 100 mV/s dan kisaran potensial dari-1500 sampai1100 mV. Diperoleh nilai batas deteksi sebesar 0,084 μM. Presisi pengukuran respon arus terhadap larutan arsen (III) 20 μM diperoleh sebesar 1, 94%.
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;;;, ], 2008
S30686
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Dewi
Abstrak :
Daun teh hijau segar kaya akan polifenol yang merupakan komponen bioaktif pada tanaman dan baik untuk kesehatan manusia. Komponen polifenol dalam daun teh hijau segar diidentifikasi sebagai katekin dan derivatnya yang tergolong dalam sub-kelas flavonoid. Dalam penelitian ini, daun teh hijau segar dimaserasi dengan dua jenis pelarut, yaitu air-metanol dan air-etil asetat untuk mengekstrak komponen katekin, kemudian diidentifikasi dengan KLT. Isolat daun teh hijau yang dimaserasi dengan air-etanol menghasilkan empat komponen katekin, sedangkan yang dimaserasi dengan air-etil asetat menghasilkan dua komponen katekin. Fe- MMT disintesis dari bentonit Jambi yang difraksinasi, kemudian fraksi yang memiliki kandungan MMT tertinggi digunakan untuk sintesis berikutnya. Pertama-tama, MMT disintesis menjadi Na-MMT, kemudian disintesis menjadi Fe-MMT dengan proses impregnasi menggunakan larutan NaCl 1M dan larutan FeCl3 0,3M. Katalis Fe-MMT dikarakterisasi menggunakan metode XRD, FTIR untuk mengiidentifikasi struktur MMT. Metode AAS mengidentifikasi Na+ dan Fe3+ yang terkandung dalam katalis. Reaksi kopling oksidatif katekin dikondisikan pada suhu 115oC dan waktu 24 jam, identifikasi produk menggunakan metode KLT dan LC-MS/MS. Hasil analisis produk menunjukkan dimer katekin yang terdiri dari epikatekin, epigalokatekin, epikatekin galat dan epigalokatekin galat dengan nilai m/z 580, 612, 884 and 912. Aktivitas peredaman radikal produk dimer katekin menggunakan radikal bebas 2,2-difenil-1- pikrilhidrazil (DPPH), menunjukkan dimer katekin memiliki nilai IC50 57,583 μg/mL lebih tinggi dibanding monomernya dengan nilai IC50 65,899 μg/mL.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45048
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Nahdi
Abstrak :
Proton exchange membrane fuel cell (PEMFC) merupakan tipe fuel cell yang paling banyak digunakan dalam aplikasi. Efisiensi dan performa merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan PEMFC. Elektrokatalis memiliki peranan penting dalam menentukan performa fuel cell. Penelitian katalis baru untuk peningkatan aktifitas, stabilitas, daya tahan, dan mengurangi biaya (40% biaya satu unit fuel cell) merupakan tantangan teknologi dan komersialisasi fuel cell. Makalah ini, efisiensi dan performa PEMFC telah dipelajari menggunakan katalis Pt/C (kontrol) dan beberapa katalis bimetal (Pt-Co/C, Pt-Ni/C, and Pt-Ru/C), menggunakan single stack PEMFC standar, luasan aktif 25 cm2 dan bipolar plate paralel. Sistem operasi diatur dengan kecepatan alir H2 dan O2 100 mL/menit, tekanan 0.1 bar dan temperatur 50°C. Performa PEMFC diukur dengan electronic discharge meter, 3300 C Electronic Load Mainframe ®Prodigit 3311D 60V/ 60A, 300V. Pt-Co/C pada katoda menghasilkan performa PEMFC tertinggi (0,445 V, 0,131 A, 0,058 W) dimana Pt-Co/C > Pt-Ni/C > Pt-Ru/C, dan pada anoda, Pt-Ru/C menghasilkan performa PEMFC tertinggi (0,403 V, 0,101 A, 0,041 W) dimana Pt-Ru/C > Pt-Co/C > Pt-Ni/C. Transfer massa dan efisiensi konsumsi H2 telah dihitung berdasarkan energi bebas Gibbs dan potensial selnya. Dari transfer massa, diperoleh efisiensi 57,51 % untuk Pt-Co/C di katoda dan 53,54 % untuk Pt-Ru/C di anoda. ......Proton exchange membrane fuel cell (PEMFC) is the most available fuel cell type in various applications. Efficiency and performance are important focus on developing proton exchange membrane (PEM) fuel cell. Electrocatalysts and their corresponding catalyst layers thus play critical roles in fuel cell performance. Therefore, exploring new catalysts, improving catalyst activity, stability, durability, and reducing catalyst cost (40% for 1 unit fuel cell) are currently the major tasks in fuel cell technology and commercialization. In this paper, efficiency and performance of PEM fuel cell were studied with Pt/C catalyst as control and some bimetal catalyst (Pt-Co/C, Pt-Ni/C, and Pt-Ru/C) as electrode materials The membrane electrode assembly (MEA) was made using those catalyst then used with standard PEM fuel cell single stack 25 cm2 active areas with parallel bipolar plate. System operation was running in flow rate of 100 ml/min for hydrogen and oxygen at pressure 0.1 Bar and temperature was set constantly at 50°C. Performance of PEM fuel cell has measured by electronic discharge meter, 3300 C Electronic Load Mainframe ®Prodigit 3311D 60V/ 60A, 300V. Using Pt-Co/C on cathode was obtained the highest performance of PEMFC (0,445 V, 0,131 A, 0,058 W) whereas Pt-Co/C > Pt-Ni/C > Pt-Ru/C. Using Pt-Ru/C on cathode was obtained the highest performance of PEMFC (0,403 V, 0,101 A, 0,041 W) whereas Pt-Ru/C > Pt-Co/C > Pt-Ni/C. Mass transfer reaction and efficiency of H2 consumption in cell has been calculated by Gibbs free energy and open circuit voltage. Efisiensi was calculated based on mass transfer reaction and obtained 57,51% for Pt-Co/C as cathode material and 53,54% for Pt-Ru/C as anode material in PEMFC.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30515
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Fadillah
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S30534
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ersi Yuliantika
Abstrak :
Reaksi katalisis oksidasi senyawa organik memegang peranan penting dalam perkembangan industri kimia saat ini. Umumnya reaksi oksidasi senyawa organik membutuhkan waktu yang Iama dalam menjalankan reaksi, seningga diperlukan katalis untuk mempercepat Iaju reaksi. Pada penelitian ini dilakukan oksidasi stirena dengan sol Ti(OH)4 yang berinteraksi dengan H202 membentuk sisi aktif Ti-O-O' dalam fase miselar. Stirena akan disolubilisasi ke dalam misel, Ialu dianalisis kualitatif dengan spektrometri UV/Vis. Aktivitas dan selektivitas katalis akan diuji dengan memvariasikan mol stirena yang tersolubilisasi (0,17-0,52 mol), katalis sol gel Ti(OH)4 (1-4 mL) dan H202 (20-30 mL). Hasil oksidasi dianalisis dengan FTIR, GC dan GC-MS. Hasil benzaldenida yang optimum adalan 20.22% diperoleh dari 0,35 mol stirena yang tersolubilisasi, 3 mL katalis Ti(OH)4 dan 20 mL H2O2. Pengarun katalisis miselar diamati dengan membandingkan reaksi oksidasi tanpa katalis sol Ti(OH)4 dan misel, dengan misel, dengan katalis sol Ti(OH)4 dan dengan katalis sol Ti(OH)4 dalam fase miselar.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30535
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tanti Maryana Fenida
Abstrak :
Sumber daya alam banyak sekali digunakan dalam sintesis senyawa organik. Keterbatasan sumber daya alam yang tersedia menyebabkan pemakaian sumber daya alam beralih ke sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Biomassa adalah sumber daya terbaharui yang dapat dihidrolisis untuk menghasilkan senyawa organik bernilai tinggi seperti asam levulinat. Hidrolisis biomassa pertama-tama akan menghasilkan antara lain glukosa yang selanjutnya terhidrolisis menghasilkan senyawa asam levulinat dan asam format. Pada penelitian ini dilakukan hidrolisis glukosa dengan katalis homogen (H2SO4), katalis heterogen (γ-Al2O3/SO4 2-), dan tanpa katalis sebagai pembanding. Katalis heterogen yang digunakan disintesis dari scrap aluminium kemudian dikarakterisasi dengan XRD, XRF, BET, dan FT-IR. Reaksi hidrolisis dilakukan pada suhu 140 ºC dengan variasi waktu yaitu 2 jam, 4 jam, dan 6 jam untuk reaksi dengan katalis homogen; 4 jam, 6 jam, dan 8 jam untuk reaksi dengan katalis heterogen dan reaksi tanpa katalis. Hasil hidrolisis dianalisis dengan HPLC. Dari hasil penelitian ini didapatkan asam levulinat pada reaksi hidrolisis 6 jam dengan katalis homogen sebanyak 2,93% . Untuk produk reaksi katalisis dengan γ-Al2O3/SO4 2- hanya dapat ditentukan banyaknya asam format yang terbentuk, sedangkan asam levulinat tidak terdeteksi karena teradsorpsi pada padatan katalis. ......A lot of natural resources are used in the synthesis of organic compounds. Since the availabilities of some natural resources are limited, they are now replaced by the renewable resources. Renewable natural resources such as biomass can be hydrolyzed to produce high added-value organic compounds. At first, biomass is hydrolyzed to produce glucose and then is further hydrolyzed to produce levulinic acid and formic acid. In this research, the hydrolysis of glucose was conducted using sulfuric acid as homogeneous catalyst and γ-Al2O3/SO4 2- as heterogeneous catalyst. As a comparison, the hydrolysis reaction was also conducted without catalyst. The γ-Al2O3/SO4 2- catalyst was first synthesized from aluminium scraps and was characterized by XRD, XRF, BET, and FT-IR. The hydrolysis reactions were carried out at a temperature of 140 ºC and the reaction periods were varied 2 hours, 4 hours, and 6 hours for the homogeneous catalytic; 4 hours, 6 hours, and 8 hours for the heterogeneous catalytic reaction and the reaction without catalyst. The hydrolysis products were analyzed by HPLC. From the result of this study, 2,93% levulinic acid was produced after 6 hours in the hydrolysis reaction with sulfuric acid. By using heterogeneous catalyst only formic acid can be detected because of adsorption levulinic acid on the catalyst.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30690
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Viandra
Abstrak :
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan biomassanya. Biomassa lignoselulosa ini tersedia dengan sangat melimpah. Biomassa lignoselulosa sebagian besar terdiri dari campuran polimer karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) dan lignin yang dapat diubah menjadi bahan memiliki nilai yang tinggi. Penelitian ini mempelajari reaksi hidrolisis galaktosa dan fruktosa dengan menggunakan katalis homogen H2SO4 0,1 M dan katalis heterogen γ- Al2O3 /SO4 . Reaksi katalisis ini dilakukan pada temperatur 140 oC selama 2 jam, 4 jam dan 6 jam. Hidroksi metil furfural merupakan produk intermediet yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi asam levulinat dan asam format, serta produk karbonisasi yang berbentuk material padatan. Produk hidrolisis tersebut dianalisis dengan metode HPLC dimana diperoleh persen konversi galaktosa dan fruktosa yang semakin meningkat seiring dengan waktu reaksi. Reaksi hidrolisis fruktosa dengan katalis homogen menunjukkan persen konversi terbesar (99%) dari reaksi hidrolisis selama 4 jam, persen yield asam levulinat terbesar (5%) dari reaksi hidrolisis selama 6 jam dan persen yield asam format terbesar (8%) dari reaksi hidrolisis selama 6 jam. Sementara itu, reaksi hidrolisis galaktosa menunjukkan persen konversi terbesar (99%) dari reaksi hidrolisis selama 6 jam dan persen yield asam format terbesar (7%) dari reaksi hidrolisis selama 6 jam. Hasil dari reaksi fruktosa dengan katalis heterogen tidak diperoleh asam levulinat tapi menunjukkan persen konversi terbesar (60%) dari reaksi hidrolisis selama 6 jam dan persen yield asam format terbesar (11%) dari reaksi hidrolisis selama 2 jam. Sementara itu, reaksi galaktosa dengan katalis heterogen juga tidak diperoleh asam levulinat, tapi diperoleh persen konversi terbesar (46%) dari reaksi hidrolisis selama 6 jam dan persen yield asam format terbesar (2%) dari reaksi hidrolisis selama 6 jam.
Indonesia is agriculture land, in which lignocellulosic biomass is available in abundance. Most of lignocellulosic biomass is composed of carbohydrate polymer mixture (cellulose and hemicellulose), lignin and can be converted into higher added value materials. The hydrolysis reaction of cellulose and hemicellulose can produce levulinic acid. This research studied hydrolysis reaction of galactose and fructose conducted over homogeneous catalyst, H2SO4 0.1 M and over heterogeneous catalyst, γ- Al2O3 /SO4 2-. This catalysis reactions were performed at temperature 140 oC for 2 hours, 4 hours and 6 hours. Hydroxy methyl furfural was produced as the intermediate product, which was further hydrolized into levulinic acid and formic acid, and carboneous product, in form of solid material was also existed. The reaction products were analyzed by HPLC method, in which the conversion of galactose and fructose were increased with the reaction time. The homogeneous hydrolysis reaction of fructose showed the highest conversion (99%) from hydrolysis reaction for 4 hours, the highest yield of levulinic acid (5%) from hydrolysis reaction for 6 hours and the highest yield of formic acid (8%) from hydrolysis reaction for 6 hours. Meanwhile the reaction of galactose showed the highest conversion (99%) from hydrolysis reaction for 6 hours and the highest yield of formic acid (7%) from hydrolysis reaction for 6 hours. The heterogeneous result of fructose did not show any levulinic acid but showed the highest conversion (60%) from hydrolysis reaction for 6 hours and the highest yield of formic acid (11%) from hydrolysis reaction for 2 hours. Meanwhile the heterogeneous result of galactose also did not show any levulinic acid but showed the highest conversion (46%) from hydrolysis reaction for 6 hours and the highest yield of formic acid (2%) from hydrolysis reaction for 6 hours.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S30701
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>