Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
Muhamad Kardiansyah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25053
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Stephen Antonius
"Dalam kehidupan manusia sehari-hari, peran korporasi sangatlah besar. Baik sebagai penyedia produk dan jasa bagi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu korporasi menjadi salah satu tonggak pergerakan ekonomi dunia. Meskipun demikian, bukan suatu hal yang tidak lumrah suatu korporasi terlibat dalam tindak pidana. Hal ini menjadi membingungkan jika berkaca kepada pendefinisian korporasi yang masih rancu di Indonesia. Setidaknya terdapat 4 (empat) definisi korporasi yang berbeda yang diatur melalui ketentuan perundang-undangan berbeda di Indonesia. Hal ini menjadi masalah karena sejatinya pendefinisian korporasi melalui peraturan perundang-undangan di Indonesia menyamakan semua badan usaha (tidak mempertimbangkan apakah badan usaha tersebut adalah (i) perkumpulan orang atau (ii) perkumpulan modal). Dengan kata lain, di depan mata hukum positif Indonesia, dalam hal terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh suatu Perseroan Terbatas ("PT") atau suatu Comanditaire Venotschaap ("CV"), mereka akan diperlakukan secara sama. Fenomena tersebut membawa suatu isu hukum yaitu pemrosesan perkara tindak pidana korporasi yang bertolak belakang dengan esensi dari pemidanaan korporasi itu sendiri karena parameter yang digunakan disama ratakan bagi seluruh bentuk badan usaha di Indonesia padahal masing-masing jenis badan usaha memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Implikasi hukum yang muncul bagi fenomena tersebut salah satunya adalah pembebanan sanksi yang dibebankan kepada subjek hukum yang kurang tepat dan tidak tercapainya tujuan dalam memidana korporasi dalam hal terjadi suatu tindak pidana korporasi.
The role of corporation in human's life is very essential. Both as a provider of products and services for the needs of society. Therefore, corporation is one of the cornerstones of the movement of the world economy. Even so, it is not unusual for a corporation to commit or be involved in a crime. This becomes an issue as the definition of corporation in Indonesia is still ambiguous. There are at least 4 (four) different definitions of corporation which are regulated through different laws and regulations in Indonesia. This is a problem because actually the definition of a corporation through laws and regulations in Indonesia equates all business entities (without considering whether the business entity is (i) an association of people or (ii) an association of capital). In other words, in the eyes of Indonesia's positive law, in an event of a crime committed by a Limited Liability Company ("PT") or a Comanditaire Venotschaap ("CV"), they will receive the same treatment. A legal issue arises from this phenomenom, namely the processing of corporate criminal cases which is contrary to the essence of punishing a corporation itself because the parameters used are the same for all forms of business entities in Indonesia even though each type of business entity has different characteristics. One of the legal implications that arise for this phenomenon is the imposition of sanctions imposed on legal subjects that are not appropriate and the goal is not achieved in convicting corporations in the event of a corporate crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nino Nafan Hudzaifi Nurtopo
"Ketentuan mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia sejatinya diatur oleh beberapa ketentuan perundang-undangan yang berbeda. Pada sektor kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) sendiri, perusahaan yang memiliki Kontrak Kerja Sama (KKS) migas dengan pemerintah Indonesia (pemerintah) dikenakan kewajiban untuk melaksanakan setidak-tidaknya dua jenis CSR, yaitu Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang diatur pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), dan Program Pengembangan Masyarakat (PPM) yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Namun, adanya pembedaan antara kedua jenis CSR tersebut pada pelaksanaannya tidak dipahami dengan menyeluruh oleh berbagai pemangku kepentingan terkait. Padahal, kedua kewajiban tersebut telah secara tegas diatur pada ketentuan yang terpisah dan berimplikasi pada berbedanya tujuan serta mekanisme pada fase persiapan, pelaksanaan, pelaporan, dan evaluasi kegiatan. Oleh karena itu, skripsi ini hendak membahas konsep CSR, baik TJSL maupun PPM pada sektor kegiatan usaha hulu migas di Indonesia berikut dengan pengimplementasiannya di lapangan dengan cara melakukan tinjauan terhadap salah satu perusahaan afiliasi dari PT Pertamina (Persero) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), sebagai studi kasus yang memiliki KKS migas dengan pemerintah. Adapun metode penelitian pada skripsi ini ialah yuridis-normatif, dengan pendekatan kualitatif, serta menggunakan bahan kepustakaan primer dan sekunder. Pada akhirnya, peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa pemerintah perlu mengatur dan menyosialisasikan ketentuan CSR dengan lebih komprehensif untuk menyamakan persepsi masyarakat sekaligus memperjelas mekanisme pelaksanaan, pengawasan, penegakan, serta pemberian sanksi bagi perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan tersebut.
The provisions regarding Corporate Social Responsibility (CSR) in Indonesia are regulated by several statutory provisions. In the upstream oil and gas sector itself, companies that have oil and gas Cooperation Contracts (KKS) with the Indonesian government are subject to the obligation to perform at least two types of CSR, consisted of Social and Environmental Responsibility (TJSL) which regulated in Indonesian Company Law, as well as the Community Development Program (PPM) mandated by Indonesian Oil and Gas Law. However, there are a lot of stakeholders, including legal scholars, who consider those two types of CSR to be the same, as the result of not understanding the differences between each of them. In fact, those obligations have been explicitly regulated in separate provisions, which have implications for different objectives and mechanisms in the preparation, implementation, reporting and evaluation phases. Hence, this thesis discusses the concept of CSR and its implementation for both TJSL and PPM in Indonesia’s upstream oil and gas sector through an overview of one of the PT Pertamina (Persero)’s affiliated companies, namely PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), which has a KKS with the government as a case study. The research method used in this thesis is juridical-normative, through a qualitative approach, and uses primary and secondary library materials. In the end, the researcher concluded that the government needs to regulate CSR more comprehensively to equalize public perception while at the same time crystallizing the implementation, monitoring, enforcement and the restrictive measures, especially for companies that violate the regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Kamila Maisani
"Tulisan ini menganalisis bagaimana proses penerbitan dan pentingnya pengaturan obligasi seperti Global IDR Bond (Komodo Bond) pada pasar efek internasional di Indonesia, termasuk peran pemerintah dan korporasi dalam permasalahan yang timbul dari penerbitan obligasi korporasi pada pasar efek internasional. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode doktrinal dengan pendekatan analisis data kualitatif. Penerbitan obligasi dalam Rupiah, seperti Global IDR Bond/Komodo Bond, bertujuan mengurangi eksposur terhadap fluktuasi nilai tukar mata uang asing, menjaga stabilitas investasi, dan mengelola risiko lebih proaktif. Strategi ini juga membantu mendiversifikasi basis investor dan memperkuat posisi keuangan dengan menarik investor yang mencari aset dalam mata uang lokal. Namun, proses penerbitan ini menghadapi tantangan perizinan dalam negeri dan kekhawatiran likuiditas, serta kekosongan peraturan terkait. Berbeda dengan China yang memberikan insentif keuangan dan perpajakan untuk mendukung penerbitan obligasi dalam negeri di pasar internasional, pengenaan pajak yang tinggi di Indonesia membuat perusahaan dalam negeri enggan menggunakan platform Komodo Bond. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah dan badan usaha melakukan peninjauan kembali untuk memastikan keberlanjutan pasar Global IDR Bond/Komodo Bond. Diperlukan peraturan yang mengatur penjualan mata uang Rupiah di luar negeri dan insentif pajak bagi perusahaan yang menerbitkan obligasi tersebut. Dukungan pemerintah yang lebih besar terhadap perusahaan dalam negeri diharapkan dapat mengembangkan pasar obligasi Rupiah di luar negeri. Selain itu, insentif atau keringanan bagi perusahaan yang tertarik menerbitkan obligasi dalam Rupiah di luar negeri juga direkomendasikan untuk meningkatkan partisipasi dan keberhasilan inisiatif ini.
This article analyzes the issuance process and the importance of bond regulation such as the Global IDR Bond (Komodo Bond) on the international securities market in Indonesia, including the role of the government and corporations in problems arising from the issuance of corporate bonds on the international securities market. The study was prepared using a doctrinal approach. Issuing bonds in Rupiah, such as the Global IDR Bond/Komodo Bond, aims to reduce exposure to fluctuations in foreign currency exchange rates, maintain investment stability, and manage risk more proactively. This strategy also helps diversify the investor base and strengthen financial positions by attracting investors seeking assets in local currency. However, this issuance process faces domestic licensing challenges and liquidity concerns, as well as related regulatory voids. In contrast to China which provides financial and tax incentives for supports the issuance of domestic bonds in international markets, The imposition of high taxes in Indonesia makes domestic companies reluctant to use the Komodo Bond platform. This research recommends that the government and business entities carry out a review to ensure the sustainability of the Global IDR Bond/Komodo Bond market. Regulations governing the sale of Rupiah currency abroad and tax incentives for companies issuing these bonds are needed. Greater government support for domestic companies is expected to develop the Rupiah bond market abroad. In addition, incentives or relief for companies interested in issuing bonds in Rupiah abroad are also recommended to increase participation and success of this initiative."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tara Ayu Maharani
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan Musyawarah Desa sebagai organ Badan Usaha Milik Desa dengan menganalisis ketentuan peraturan perundang-undangan terkait terutama dalam Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Skripsi ini menjabarkan mengenai perbedaan susunan perangkat organisasi Badan Usaha Milik Desa sebelum dan setelah terbitnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mengubah status hukum Badan Usaha Milik Desa dari yang sebelumnya merupakan badan usaha menjadi berstatus badan hukum. Skripsi ini juga mengkaji apakah kedudukan Musyawarah Desa sebagai organ Badan Usaha Milik Desa akan menimbulkan potensi risiko terjadinya konflik kepentingan dengan peran yang juga dimiliki oleh Kedudukan Desa dalam konstruksi pemerintahan Desa. Dari hasil kajian yuridis yang telah dilakukan diketahui bahwa terdapat adanya kedudukan ganda dalam perangkat organisasi Badan Usaha Milik Desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2021 yang terletak pada kedudukan Kepala Desa sebagai Penasihat Badan Usaha Milik Desa dan juga kedudukannya sebagai fasilitator Musyawarah Desa. Selain itu terdapat pula ketidakjelasan mengenai pertanggungjawaban Musyawarah Desa sebagai organ dengan kekuasaan tertinggi dalam Badan Usaha Milik Desa. Adanya ketidakjelasan dalam pembatasan wewenang Musyawarah Desa ini mengakibatkan munculnya potensi risiko dalam pelaksanaan kegiatan Badan Usaha Milik Desa. Maka dari itu, skripsi ini mendorong disusunnya peraturan yang mengatur lebih lanjut mengenai batasan wewenang dari Musyawarah Desa sebagai organ Badan Usaha Milik Desa.
This thesis discusses the position of the Village Meeting as an organ of Village-Owned Enterprises by analyzing the provisions of the relevant laws and regulations, specifically the regulation of Government Regulation Num. 11 of 2021 concerning Village-Owned Enterprises. This thesis describes the differences in the structure of the organs of Village-Owned Enterprises before and after the issuance of Law Num. 11 of 2020 concerning Job Creation, which changes the legal status of Village-Owned Enterprises from a business entity to being a legal entity. This thesis also examines whether the position of the Village Meeting as an organ of the Village-Owned Enterprises will pose a potential conflict of interest with the role that the Head of Village also has in the village administration. Based on the juridical studies that have been carried out, there is a dual position in the management organ of Village-Owned Enterprises as regulated in Government Regulation Num. 11 of 2021 which lies in the position of the Head of Village as an Advisor to Village-Owned Enterprises and also his position as a Village Meeting facilitator. In addition, there is also uncertainty regarding the accountability of the Village Deliberation as the organ of management with the highest power in Village-Owned Enterprises. The existence of ambiguity in limiting the authority of the Village Meeting has resulted in the emergence of potential risks in the implementation of Village-Owned Enterprises activities. Therefore, this thesis encourages the formulation of regulations that further regulate the limits of authority of the Village Meeting as an organ of the Village-Owned Enterprise. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library