Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maftuhatun Fista Amalia
"Keloid merupakan jaringan tumor jinak yang tumbuh akibat proses penyembuhan luka menyimpang. Keloid dapat menimbulkan masalah kosmetik maupun gangguan fungsi tubuh, terutama bila keloid timbul pada daerah persendian. Patogenesisnya belum sepenuhnya diketahui, namun fibroblas teraktivasi terlibat dalam dekomposisi kolagen berlebih pada matriks ekstraseluler. Di sisi lain, fibroblas mensintesis sitoglobin. Ekspresi sitoglobin berlebih dapat menekan proliferasi fibroblas. Berbagai terapi keloid hingga saat ini belum optimal karena masih sering terjadi rekurensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh ekstrak etanol gambir (EG) terhadap viabilitas fibroblas keloid serta ekspresi sitoglobin, elastin dan desmosin. Penelitian dilakukan dengan isolasi dan kultur primer fibroblas keloid serta dianalisis nilai IC50 EG nya, serta ekspresi sitoglobin, elastin dan desmosin. Didapatkan hasil bahwa EG dapat menurunkan viabilitas fibroblas keloid dan signifikan meningkatkan ekspresi sitoglobin, elastin dan desmosin. Dengan demikian, EG berpotensi sebagai antikeloid.

Keloids are benign tumor that grow as a result of aberrant wound healing processes. Keloid can cause cosmetic problems and impaired body function, especially if they occur on joint area. The pathogenesis isn’t fully understood, but activated fibroblasts are involved in the decomposition of excess collagen in the extracellular matrix. In contrast, fibroblasts synthesize cytoglobin. Various keloid therapies until now haven’t been optimal due to numerous recurrences. This study aims to explore the effect of ethanolic extract of gambir (EG) on the viability of keloid fibroblasts and the expression of cytoglobin, elastin, and desmosine. The experiment done by isolation and primary culture of keloid fibroblasts and analyzed its IC50 EG value, and cytoglobin, elastin, and desmosine. The result showed that EG can decrease in keloid fibroblast viability and the expression of cytoglobin, elastin, and desmosine. Thus, EG has potential as an anti-keloid."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heriyanto
"Salah satu penanganan obesitas melalui proses pencoklatan yang meningkatkan thermogenesis. Proses pencoklatan melibatkan faktor transkripsi PPARγ dan PGC1α. Saat ini diketahui pengaruh H. sabdariffa dalam menghambat adipogenesis, namun pengaruhnya pada proses pencoklatan masih belum diketahui. Tujuan penelitian untuk mengatahui pengaruh H. sabdariffa pada proses pencoklatan. Penelitian eksperimental menggunakan 24 ekor tikus Sprague Dawley jantan (Rattus Norvegicus) dengan berat 90-160 gram, usia 6-10 minggu, dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol (KH0), kelompok kontrol obes dengan pakan khusus (OH0), kelompok obes diberikan ekstrak H. sabdariffa 200 mg/KgBB (OH200), Kelompok obes diberikan ekstrak H. sabdariffa 400 mg/KgBB (OH400). Pemberian H. Sabdariffa dilakukan selama 5 minggu, selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan RT-qPCR. Pemberian ekstrak H. sabdariffa meningkatkan ekspresi PPARγ dan PGC1α sebagai faktor transkripsi proses pencoklatan. Hal ini didukung dengan penurunan Indeks Lee hingga normal. Kesimpulan: Ekstrak H. sabdariffa meningkatkan ekspresi faktor transkripsi proses pencoklatan PPARγ dan PGC1α sehingga memberikan hasil penurunan Indeks Lee yang merupakan salah satu indikator obesitas pada tikus.

The browning process that increase thermogenesis become one of the option to treat obesity. Beiging process involves PPARγ and PGC1α transcription factors. The effect of H. sabdariffa in holding adipogenesis is known, but its effect on the beiging process is still unknown. The purpose of this study was to determine the effect of H. sabdariffa on the beiging process. The experimental study used 24 male Sprague Dawley rats (Rattus Norvegicus) weighing 90-160 grams, 6-10 weeks old, divided into 4 groups known as control group (KH0), the obesity control group with high fat diet (OH0), the obesity group was given H. sabdariffa extract 200 mg/KgBW (OH200), the obese group was given H. sabdariffa extract 400 mg / KgBW (OH400). The administration of H. Sabdariffa was carried out for 5 weeks, then it was examined by RT-qPCR. The administration of H. sabdariffa extract increased the expression of PPARγ and PGC1α as transcription factors for beiging process. This is supported by the decline in the Lee Index to normal. Conclusion: H. sabdariffa extract increased the expression of browning process transcription factor PPARγ and PGC1α which resulted in decreased Lee index, an indicator of obesity in rat."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayah Winarti
"MRSA merupakan penyebab infeksi nosokomial yang menjadi masalah kesehatan utama di
banyak rumah sakit di dunia, termasuk Indonesia. Patogen ini memiliki banyak faktor virulensi
serta dapat mengembangkan resistensi terhadap berbagai kelas antibiotik, sehingga membuat
infeksi MRSA menjadi lebih sulit untuk diobati. Informasi terkait data genomik dari strain
MRSA di Indonesia saat ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai karakteristik genomik beserta profil virulensi dan
resistensi antibiotik dari 17 isolat tersimpan MRSA yang diisolasi dari pasien di rumah sakit
rujukan. Dilakukan whole genome sequencing menggunakan platform Illumina NovaSeq 6000,
kemudian dilanjutkan dengan analisis bioinformatika menggunakan pipeline ASA3P dan
Bacannot. Hasil analisis menunjukkan bahwa ST239-SCCmec III-t37 (CC8) adalah yang
paling dominan ditemukan diantara semua isolat (41%). Selain itu, ditemukan ST baru (ST
4abd) yang memiliki kemiripan yang tinggi dengan ST6. ST lain yang ditemukan adalah
ST772, ST97, ST8, dan ST118, yang termasuk dalam CC1, CC5, CC8, CC97. Semua isolat
MRSA memiliki faktor virulensi yang tinggi, terutama
ditemukan isolat MDR sebanyak 83,2% dengan resistensi paling tinggi ditunjukkan oleh
ST 8, ST 6, dan ST 4abd
. Selain itu,
ST239. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya strain HA-MRSA dan CA-MRSA pada isolat
tersimpan dari rumah sakit rujukan dengan profil virulensi dan resistensi yang tinggi.

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a major cause of nosocomial infections
in many healthcare settings worldwide, including Indonesia. This pathogen exhibits multiple
virulence factors and can develop resistance to multiple classes of antibiotics, causing MRSA
infections become difficult to treat. However, the genomic data of MRSA in Indonesia is still
limited. Therefore, this study aims to provide information regarding genomic characteristics,
virulence and antibiotic resistance profiles of 17 archived MRSA isolates from patients in
referral hospital. Whole genome sequencing was conducted using the Illumina NovaSeq 6000
platform, followed by bioinformatic analysis employing the ASA3P and Bacannot pipelines.
Analysis revealed that the ST239-SCCmec III-t37 (CC8) lineage predominated among all
isolates (41%). Additionally, a novel ST (ST 4abd) closely related to ST6 was identified. Other
STs found included ST772, ST97, ST8, and ST118, belonging to CC1, CC5, CC8, and CC97,
respectively. All MRSA isolates possess numerous virulence factors, notably prominent in ST
8, ST 6, and ST 4abd. Furthermore, 83.2% of isolates exhibited multidrug resistance (MDR),
with highest resistance observed in the ST239 lineage. This research emphasized the presence
of HA-MRSA and CA-MRSA in referral hospital with high virulence and antibiotic resistance
trait.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library