Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmi Dwi Kartika
Abstrak :
Lelaki yang Seks dengan Lelaki (LSL) merupakan salah satu kelompok populasi yang paling berisiko terinfeksi HIV. Promosi penggunaan kondom konsisten adalah strategi kunci untuk pencegahan HIV pada LSL. Skripsi ini membahas faktor-faktor yang berasosiasi dengan penggunaan kondom konsisten pada LSL yang memiliki pasangan tetap, pasangan tidak tetap, pasangan membeli seks, dan pasangan menjual seks. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dari data Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) untuk LSL di Pulau Jawa tahun 2011. Analisis regresi logistik digunakan untuk melihat determinan penggunaan kondom konsisten dari faktor sosiodemografi, persepsi, isyarat untuk bertindak, dan penggunaan kondom pada seks terakhir. Penggunaan kondom konsisten pada pasangan laki-laki berkisar 37%-49% dan 28% pada pasangan perempuan dalam sebulan terakhir. Analisis multivariat menghasilkan status belum menikah, pengetahuan komprehensif, tidak ada gejala IMS, dan penggunaan kondom pada seks terakhir berasosiasi meningkatkan penggunaan kondom konsisten. Intervensi kepada LSL harus dapat meningkatkan pengetahuan komprehensif dan mempromosikan penggunaan kondom konsisten pada semua jenis pasangan seksnya. ......Men Who Have Sex with Men (MSM) are population at high risk for HIV infection. Promoting consistent condom use (CCU) is a key risk reduction strategy for HIV prevention among MSM. This thesis reports the factors associated with CCU among MSM with their regular, casual, client, and sex worker partners. This thesis used cross-sectional design from Integrated Biological and Behaviour Surveillance for MSM in Java Island in 2011. Binary logistic regression analyses were conducted to assess the determinants of CCU with socio-demographic, perceived, cues to action, and past condom use factors. CCU ranged from 37 to 49% with male partners and 28% with female partner. Multivariate analyses showed that MSM who had a single status, comprehensive knowledge, no STD symptoms, and past condom use were likely to be consistent condom users. HIV interventions among MSM need to increase comprehensive knowledge of HIV and promote CCU with all types of sex partners.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sry Heniwati
Abstrak :
Tingkat penggunaan kondom pada kelompok Waria sebesar 39% pada tahun 2007 terjadi sedikit peningkatan sebesar 36% tahun 2011 (Kemenkes 2011), tetapi masih dibawah target (60%) (KPAN, 2010). Penggunaan kondom pada seks komersial dipengaruhi oleh kemampuan penjaja seks untuk menawarkan pemakaian kondom ketika berhubungan seks kepada pelanggannya. Dari penjaja seks yang tidak pernah menawarkan penggunaan kondom kepada pelanggannya ternyata pemakaian kondom pada seks komersial terakhir cukup rendah, hanya sekitar 10–20%. Determinan yang diduga berhubungan dengan perilaku Waria dalam menawarkan penggunaan kondom kepada pasangan seks antara lain : umur, tingkat pendidikan, pengetahuan pencegahan HIV/AIDS, riwayat IMS, kemudahan memperoleh kondom, lama melakukan seks komersil, kontak dengan petugas, konsumsi alkohol/napza sebelum berhubungan seks. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui determinan perilaku Waria dalam menawarkan penggunaan kondom kepada pasangan seks. Penelitian ini menggunakan data STBP tahun 2011 yang dilakukan di 5 kota besar di Indonesia, dengan desain studi Cross Sectional. Jumlah data yang dapat dianalisis sebanyak 684. Hasil menunjukan bahwa proporsi Waria yang menawarkan penggunaan kondom kepada pasangan seks sebesar 81,3%. Determinan yang berhubungan signifikan adalah kontak dengan petugas (p=0,000), OR = 3,847 (95% CI= 2,507-5,902) dan kemudahan memperoleh kondom (p=0,000), OR = 3,010 (95% CI=1,934–4,685). Umur, tingkat pendidikan, pengetahuan pencegahan HIV/AIDS, riwayat IMS, lama melakukan seks komersil dan konsumsi alkohol/Napza sebelum melakukan hubungan seks tidak berhubungan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah peningkatan frekuensi kontak petugas dengan Waria baik petugas dari pemerintah maupun dari LSM yang peduli terhadap masalah HIV/AIDS dengan Waria untuk membahas risiko tertular HIV dan cara pencegahannya terutama tentang pentingnya menggunakan kondom dalam hubungan seks berisiko dan menjamin agar kondom selalu tersedia dan terjangkau dalam jumlah cukup terutama di dalam tempat kerja Waria. ...... Levels of condom usage on MTF transgender group was found 39% at 2007, there was a increase of 36% in 2011 (Ministry of Health, 2011), still below the target (60%) (KPA, 2010). Condom usage in commercial sex is influenced by the ability to negotiation sex workers condom usage to sex patner. At sex workers who do not ever negotiation to sex patner of condom usage turns was found condom usage at last sex is quite low, only about 10-20%. Determinants related to MTF transgender behavior in condom usage negotiation to sex partner among others: age, level of education, knowledge of HIV/AIDS, STI history, ease of obtaining condoms, old of commercial sex, contact with the officer, the consumption of alcohol/drugs before sex. The purpose of this study to knowing determinants of MTF transgender behavior in condom usage negotiation to sex partner. This study uses producted IBBS conducted in 2011 in 5 major cities in Indonesia, with a cross-sectional study design. The amount of data that can be analyzed as many as 684. Results showed that the proportion of MTF transgender behavior in condom usage negotiation to sex partner was 81.3%. Determinants significantly related are contact with the officer (p = 0.000), OR = 3.847 (95% CI = 2.507 to 5.902) and the ease of obtaining condoms (p = 0.000), OR = 3.010 (95% CI = 1.934 to 4.685). Age, level of education, knowledge of HIV / AIDS, STI history, the old of commercial sex and alcohol / drugs before sex are not related. Based on these results, the suggestions can be given are to increase the frequency of contact of the officers with MTF transgender both officers of the government and NGOs concerned with the problem of HIV/AIDS with MTF transgender to discuss the risk constracting HIV and how to prevent it, especially about the importance of condom usage in unsafe sexual behavior; and affordable in sufficient quantities, especially in the workplace MTF transgender.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suliyani Suwardi Pawiro
Abstrak :
Infeksi Menular Seksual (IMS) saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Gonore dan klamidia merupakan IMS yang banyak terjadi, dan seringkali bersifat asimtomatik, namun manifestasinya dapat menyebabkan penyakit serius lainnya secara sistemik. Sebagian besar komunitas Lelaki Seks Lelaki (LSL) melakukan seks anal, sehingga dianggap sebagai suatu kelompok berisiko untuk terinfeksi gonore dan klamidia. Infeksi yang sering terjadi adalah di daerah anus (proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jumlah pasangan anal dengan proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia pada LSL. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Responden berasal dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya pada tahun 2011, dengan metode pengambilan sampel Respondent Driven Sampling. Dari 750 sampel yang ada, sampel yang eligible sebanyak 644, karena data terisi lengkap. Prevalens kasus proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia adalah sebesar 32,4%, dengan hasil bivariat yang menunjukkan bermakna secara statistik adalah variabel pendidikan, sumber pendapatan utama, dan penggunaan kondom. Setelah dilakukan uji stratifikasi, didapatkan ada interaksi variabel dikontak oleh petugas lapangan dan jumlah pasangan seks anal terhadap hubungan jumlah pasangan seks anal dengan proktitis gonore dan/atau klamidia. Analisis multivariat yang digunakan adalah cox regression. Hasil akhir hubungan jumlah pasangan seks anal dengan proktitis gonore dan/atau klamidia yang didapatkan setelah mengontrol penggunaan kondom serta interaksi dikontak oleh petugas lapangan dan jumlah pasangan seks anal adalah prevalence ratio (PR) sebesar 1,219 (95% CI 0,883-1,681). Tingginya jumlah pasangan seks anal serta rendahnya penggunaan kondom konsisten dan dikontak oleh petugas, maka perlunya upaya kerjasama dengan berbagai pihak untuk peningkatan kesadaran setia pada satu pasangan, kemudahan akses kondom dan pemberian pelayanan kesehatan pada komunitas LSL untuk mencegah terinfeksi gonore dan klamidia. ......Sexually Transmitted Infections (STIs) is currently still be a public health problem worldwide. Gonorrhea and chlamydia are the common STIs happen. Most cases are asymptomatic, but its manifestations can cause other serious systemic illnesses. Most men who have sex with men (MSM) having anal sex, treated as a high risk group for gonorrhea and chlamydia infection. Infection commonly occurs in the anal area (gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis). The aim of this study is to estimate the correlation of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis in MSM. Study design is crosssectional. Respondents are taken from Jakarta, Bandung, and Surabaya in 2011, by Respondent Driven Sampling method. Among 750 samples available, the eligible sample is 644 (complete data). Prevalence of gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis cases is 32,4%. Results of bivariate analysis showed statistically significant variables are education, source of income, and the use of condoms. There is interaction variables of being contacted by health workers and number of anal-sex partner to the correlation of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis. Cox regression was used for multivariate analysis. The end result is the prevalence ratio (PR) of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis after controlling confounder use of condom and interaction of being contacted by health workers and anal-sex partner number is 1,219 (95% CI 0,883-1,681). It is needed policy and collaborative action from all sectors to prevent gonorrhea and chlamydia infection by increased awareness of faithful to one partner, improve condom accessibility and delivery of health services easiness for MSM community.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktarina Permatasari
Abstrak :
ABSTRAK
HIV-AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Saat ini, kasus HIV-AIDS tak hanya didominasi oleh kelompok populasi berisiko, namun telah menyebar hingga populasi ibu rumah tangga dan anak-anak. Pelanggan WPS diduga berperan sebagai populasi yang menjembatani transmisi HIV melalui hubungan seksual. Berbagai program dilakukan untuk memutus rantai transmisi tersebut, satu diantaranya adalah program promosi penggunaan kondom pada hubungan seksual berisiko. Namun sayangnya hingga saat ini konsistensi penggunaan kondom pada hubungan seksual berisiko masihlah rendah, dan penolakan pelanggan masih merupakan penyebab utama. Selama ini, intervesi program untuk populasi umum lebih berfokus pada peningkatan pengetahuan tentang HIV-IMS dan manfaat kondom. Peningkatan pengetahuan diharapkan akan mendorong perubahan perilaku penggunaan kondom. Berdasarkan konsep Health Belief Model (HBM) selain pengetahuan, ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku, diantaranya persepsi, dan isyarat untuk bertindak (cues to action). Penelitian ini menggunakan data hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 dengan memilih 906 responden yang pernah melakukan hubungan seks dengan WPS dalam setahun terakhir. Analisis Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk membangun hubungan antara pengetahuan tentang HIV, persepsi kerentanan terinfeksi HIV dan manfaat kondom, serta isyarat untuk bertindak (ketersediaan kondom, intervensi program pencegahan HIV dan keterpaparan media informasi tentang HIV-AIDS) dengan perilaku penggunaan kondom pada pelanggan WPS. Hasil penelitian menunjukkan hanya 17,4 % responden yang konsisten menggunakan kondom pada hubungan seks dengan WPS dalam setahun terakhir. Persepsi terkait kerentanan akan HIV dan manfaat kondom memiliki pengaruh terbesar terhadap perilaku penggunaan kondom pada pelanggan WPS (r = 0,78), dan pengetahuan tentang HIV cenderung mempengaruhi persepsi tersebut (r = 0,5). Konsistensi penggunaan kondom pada pelanggan WPS yang rendah sangat dipengaruhi oleh persepsi akan kerentanan terinfeksi HIV dan manfaat kondom. Untuk meningkatkan penggunaan kondom pada pelanggan WPS, disarankan adanya intervensi yang tak hanya merubah pengetahuan, namun mampu merubah persepsi tersebut dengan pendekatan yang tepat.
ABSTRACT
HIV-AIDS is one of health problems in Indonesia. Nowdays, HIV-AIDS cases is not only dominated by population at risk but also spread to housewife and children population. Female Sexs Worker‟s client (FSW‟s Client) are suspected as a bridge population of HIV transmission through sexual intercourse. Many programs have been done to prevent the transmission, one of the program is condom promotion on risky sexual behaviour. Unfortunately, there is still low consistency in condom use and client rejection remains a major cause. Up to now, intervention program for general population is more focused on increasing the knowledge about HIV and STI, and also benefits of condom use. Increased knowledge will hopefully encourage condom use. Based on Health Belief Model, instead of knowledge there are many factors influence the behaviour, such as perception and cues to action. This study use data from Integrated Biological and Behavioral Survey (IBBS) 2011, by select 906 respondent who ever had sexual intercourse with FSW in the last year. Structural Equation Modelling (SEM) is used to create the correlation between knowldge of HIV, perception of susceptibility, seriousness and condom benefit, and also cues to action (condom availability, intervention, and media) with condom use among FSW‟s Client. The result shows that only 17,4 % respondents who consistently used condoms during sexual intercourse with FSW in the last year. Perception related to HIV susceptibility, and benefit of condom use have the biggest influence toward condom use among FSW‟s Client (r = 0,78) and the knowledge about HIV influence tends to affect the perception (r = 0,50). Inconsistency of condom use among FSW‟s Client influence by perception of susceptibility and condom benefit. To increase consistency of condom use among FSW‟s Client, we suggest that the intervention not only to increase the knowledge, but need to be able to change perception The best approach is very needed to change FSW‟s client perception
Universitas Indonesia, 2013
T35552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Bestari
Abstrak :
Resiko penularan HIV dari Ibu ke bayi dinegara berkembang meningkat cepatdisebabkan oleh minimnya akses intervensi. Di Indonesia sendiri kasus HIV semakinmeningkat ditiap tahunnya dan kasus HIV banyak terjadi di usia produktif dimana padausia ini banyak terdapat ibu hamil yang sangat rentan untuk dapat menularkan HIVkepada bayinya. Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi yang sangat dekatdengan negara tetangga Singapura dan Malaysia , sehingga merupakan daerah yangsangat rentan untuk terjadinya penularan HIV/AIDS. Oleh sebab itu, perlu dilakukanupaya untuk pencegahan penyebaran penularan HIV/AIDS lebih luas terutama pada ibuhamil melalui program Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak PPIA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku ibu hamil dalam pencegahanpenularan HIV dari Ibu ke Anak PPIA di Kota Tanjungpinang. Desain penelitianadalah cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif. Sampel merupakan ibu hamilyang datang ke puskesmas berjumlah 130 responden. Variable yang diteliti yaitu umur,tingkat pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, dukunganpetugas kesehatan, dukungan suami dan keterpaparan informasi. Variabel tersebutdiukur dengan menggunakan kuisioner yang diolah hingga multivariat denganmenggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil analisis univariat didapatkan bahwa ratarataibu yang berkunjung ke puskesmas mempunyai perilaku buruk sebesar 56,2. Hasil uji chi-square didapatkan hasil bahwa yang berhubungan dengan perilaku ibuhamil dalam pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak PPIA yaitu sikap ibu,keterpaparan informasi kesehatan dan dukungan petugas kesehatan. Variabel yangpaling dominan mempengaruhi perilaku ibu adalah dukungan dari tenaga kesehatandengan nilai OR= 6,420 yang artinya Ibu yang mendapat dukungan dari petugaskesehatan akan berperilaku baik 6,240 kali lebih besar dibandingkan Ibu hamil yangtidak mendapatkan dukungan dari tenaga kesehatan, setelah dikontrol oleh variablependidikan, sikap dan keterpaparan informasi. Direkomendasikan kepada DinasKesehatan dan Puskesmas agar dapat meningkatkan upaya promosi kesehatan tentangHIV/AIDS dan meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi KIE serta konselingtentang HIV/AIDS kepada ibu hamil agar ibu hamil mau melakukan pemeriksaan HIVselama kehamilan. ......The risk of HIV transmission from mother to baby in developing countries is increasingrapidly due to lack of access to intervention. In Indonesia, HIV cases are increasingevery year and HIV cases occur in productive age which many pregnant women rsquo s veryvulnerable to be able transmitting HIV to their babies. Riau Islands province is aprovince that very close to neighboring countries Singapore and Malaysia , so it is avery vulnerable area for the occurrence of HIV AIDS transmission. Therefore, effortsshould be made to prevent HIV AIDS spread more widely, especially for pregnantwomen through the program Prevention of HIV AIDS from the mother to child PPIA. This study aims to determine the behaviour of pregnant women in prevention ofHIV transmission from mother to child PPIA in Tanjungpinang City. This studydesign is cross sectional with quantitative approach. Samples are pregnant women whocame to the health centers amounted to 130 respondents. The variables studied wereage, education level, marital status, occupation, knowledge, attitude, health officersupport, husband support and information exposure. The variables were measured usinga multivariate treated questionnaire using multiple logistic regression tests. The result ofunivariate analysis showed 56,2 average of mothers who visited Primary HealthCentre had bad behaviour. The result of chi square test showed that related to pregnantwoman rsquo s behaviour in prevention of HIV AIDS from the mother to child PPIA ismother attitude, health information exposure and health officer support. The mostdominant variable that influence mother behaviour is support from health manpowerwith OR 6,420 which means that mother who get support from health officer willbehave better 6,240 times bigger than mother who do not get support from healthworker, after controlled by education variable, attitude and information exposure. It isrecommended for Health Department and Primary Health Centre to improve healthpromotion efforts on HIV AIDS and improve communication, information, andeducation IEC and HIV AIDS counseling to pregnant women so then that pregnantwomen are willing to perform HIV test during pregnancy.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutahaean, Megawati A.
Abstrak :
Dalam seks komersial, kondom telah terbukti sebagai satu-satunya teknologi yang paling efektif untuk mengurangi risiko penularan HIV dan infeksi menular seksuai lainnya. Namun demikian, penggunaan kondom yang konsisten dikalangan WPS dan pelanggannya masih sangat rendah. Perilaku pemakaian kondom yang masih sangat rendah dikalangan WPS dan pelanggannya antara lain disebabkan karena pemakaian kondom dianggap mengurangi kenikmatan dalam melakukan hubungan seksual, disamping im WPS memiliki posisi tawar yang rendah dalam bemegoisasi dengan pelanggannya. Melihat pentingnya negosiasi pemakaian kondom sebagai upaya prevemif untuk menurunkan penyebaran vims HIV pads seks komersial, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubmmgan intensitas menawarkan kondom dcngan perilaku penggunaan kondom pada seks komersial. Desain penelitian adalah cross seclional terhadap 744 Wanita Penjaja Scks (WPS) yang menjadi responder: Survcilans Terpadu Biologis Perilaku 2007 di Jayapura dan Merauke yang dianalisis pada bulan Mei 2010. Analisis data yang digunakan adalah chi square dan regresi logistik ganda (mullqole logisric regression). Hasil analisis statistik dipcroleh prevalensi WPS yang tidak selalu menawarkan kondom kepada pelanggannya sebesar 45,9%, dan lcbih dari sepmuhnya (67,2%) adalah WPS tidak Iangsung. Demikian juga., prevalensi WPS yang tidak konsisten menggunakan kondom sebesar 50,2%, dan lebih dari separuhnya (66,6%) adalah WPS tidak langsung. Melaiui analisis dengan uji chi square diperoleh adanya tujuh variabel yang berhubungan secara bermakna dengan perilaku penggunaan kondom, yaitu variabel intensitas menawarkan kondom (p=0,000), umur (p==0,000), pendidikan (p=0,000), Rama bekcrja (p=-0,0l7), jumlah pelanggan (p=0,000), diskusi dengan petugas (p===0,000) dan ketersediaan kondom (p=0,000). Sedangkan melalui analisis multivariat dengan uji regresi Iogistik ganda diperoleh adanya hubungan yang sangat erat antara intensitas menawarkan kondom dengan perilaku pcnggunaan kondom setelah dikontrol variabel ketersediaan kondom sebagai corybzmder (p=0,000; OR=l l3,825). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perlu dilakukan upaya-upaya intervcnsi HIV/AIDS yang Iebih komprehensif dan menjangkau kelompok sasaran WPS tidak Iangsung yang selama ini masih belum teljiangkau serta menjamin ketcrscdiaan dan distribusi kondom dcngan harga yang lebih teljangkau di tempat-tempat hiburan dan lokalisasi. Daftar bacaan : 91 (1977-2010)......ln commercial sex, condom has been proven as the only technology that most effective to reduce the risk of transmission of HIV and other sexually transmitted infections. However, consistent condom use among sex workers and their customers are still very low. Behavior of condom use remains low among female sex workers and their customers is partly because condom use is considered to reduce the pleasure in sexual relationships, besides that female sex worker has a low bargaining position in negotiating with customers. Seeing the importance of negotiating the use of condom as preventive measures to reduce the spread of HIV in commercial sex, it is necessary to conduct research to find out the relationship between condom communication and condom use behavior in commercial sex. The study design was cross sectional toward 744 female sex workers who were also participants in Integrated Biological Behavior Surveillance 2007, which located in Jayapura and Merauke, quantitative data were analyzed in May 2010. Data analysis using chi square and multiple logistic regression. Results obtained by statistical analysis were the prevalence of female sex workers who were not always otiering condom to their customers amounted to 45.9%, and more than half (67.2%) were indirect FSW. Similarly, the prevalence FSW who inconsistent in use of condoms by 50.2%, and more than half (66.6%) were indirect FSW. Through chi square analysis, it was obtained seven variables were significantly associated with condom use behavior, variable of condom communication (p = 0.000), age (p = 0.000), education (p = 0.000), duration of work (p = 0.017 ), number of customers (p = 0.000), discussions with public health officer (p = 0.000) and the availability of condoms (p = 0.000). While through multivariate analysis by multiple logistic regression, it was obtained a very close relationship between condom communication and condom use behavior aher controlling with availability of condom as a confounder (p = 0.000, OR = Based on these results, it is necessary to take the efforts of HIV / AIDS interventions in a move comprehensive method and reach indirect Female Sex Workers as target group and ensure the availability and distribution of condom at more affordable price in entertain establishments and brothel localization. Bibliography : 91 (I 977-20010)
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrawati Mutmainah
Abstrak :
Waria merupakan salah satu kelompok berisiko tinggi untuk terinfeksi HIV. Di Indonesia, tren HIV pada waria meningkat, dari 5.8% pada tahun 2009 menjadi 8.2% pada tahun 2013. Mernurut Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013, Kota Makassar memiliki prevalensi HIV pada waria tertinggi dibandingkan dengan kota lainnya dalam survei tersebut, yakni 10.8%. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status HIV pada waria di Kota Makassar pada tahun 2013. Penelitian ini mernggunakan desain studi cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Hasil penelitian mendapatkan status HIV (+) sebesar 11.1%, diketahui sebanyak 62.2% respoden berusia <30 tahun, 99.2% belum menikah, 70.4% memiliki pendidikan tinggi, 85.6% bukan bekerja sebagai pekerja seks, 72.8% memiliki pengetahuan buruk mengenai HIV, 52.7% mulai berhubungan seks pada usia dini, 58.4% konsisten menggunakan kondom, 87.4% telah bekerja sebagai pekerja seks selama ≥2 tahun, 56.8% memiliki status IMS negatif, 56.8% mengkonsumsi alkohol, 81.5% tidak mengkonsumsi napza, 77% tidak pernah mengunjungi klinik IMS, 80.3% mudah mengakses pelayanan kesehatan, 92.6% mudah memperoleh kondom. Status IMS merupakan faktor yang berhubungan secara signifikan dengan status HIV (p=0.005, PR=3.1). Maka dari itu, pelayanan kesehatan perlu didekatkan kepada kelompok waria demi meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh waria.
Transgender is at high risk for HIV infection. In Indonesia, the trend of HIV prevalence has increased from 5.8% in 2009 to 8.2% in 2013. According to the Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2013, Makassar has the highest prevalence of HIV on transgender population (10.8%) among the cities on the survey. The objective of this study is to observe associated risk factors of HIV status among transgender in Makassar in 2013. This is a cross sectional study using the data from STBP 2013. The result indicates that proportion of HIV positive is 11.1%, most respondents (62.2%) are <30 years old, 99.2% are single, 70.4% are high educated, 85.6% aren?t sex workers, 72.8% having bad knowledge about HIV, 52.7% having an earlier sexual debut, 58.4% consistently using condom in every sexual intercourse, 87.4% had worked as sex worker more than 2 years, 56.8% not having STIs, 56.8% consuming alkohol, 81.5% aren?t drug users, 77% had not came to STI clinic before, 80.3% have easy access to health care, and 92.6% have easy access to condoms. Having STIs is significantly associated to HIV positive. Transgender with STI is 3.12 times more likely to have HIV positive than transgender with no STI (p<0.05). The results suggest that health care need to be brought closer to transgenders in order to improve utilization of health care by transgenders, so they can get immediate treatment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini Hidayah
Abstrak :
HIV telah menjadi epidemi selama lebih dari tiga dekade dunia dan menjadi agenda kesehatan global yang terus dibahas. Status epidemi HIV di Tanah Papua menunjukkan perkembangan yang berbeda dengan wilayah lain di Indonesia dan telah memasuki kategori tergeneralisasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui besar masalah HIV dan hubungan faktor sosiodemografi, ko-infeksi, perilaku, lingkungan dan pelayanan kesehatan dengan kejadian HIV di Tanah Papua pada tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder Survei Terpadu Biologis dan Perilaku Tanah Papua Tahun 2013. Sampel berjumlah 5.334 responden, berusia 15-49 tahun yang bersedia dan berhasil dilakukan rapid test untuk mengetahui status HIV. Hasil penelitian ini adalah ditemukannya faktor sosiodemografi yang berhubungan dengan kejadian HIV di Tanah Papua, yaitu usia, tingkat pendidikan dan suku asal; faktor ko-infeksi, yaitu status sifilis; faktor perilaku, yaitu pengetahuan, usia pertama berhubungan seks, status poligami, sirkumsisi, seks di luar nikah, seks saat menstruasi, konsumsi alkohol sebelum berhubungan seks, penggungaan narkoba suntik dan kebiasaan menyayat tubuh; faktor lingkungan, yaitu strata geografis; faktor pelayanan kesehatan, yaitu ketersediaan kondom, akses dan biaya pemeriksaan pelayanan VCT. Uji statistik multivariat menunjukkan faktor yang paling berhubungan dengan HIV pada responden laki-laki yaitu sirkumsisi, sedangka pada keseluruhan responden yaitu biaya pemeriksaan pelayanan VCT. Penelitian ini menemukan bahwa peluang lebih tinggi untuk status HIV positif ditemukan pada responden berada pada usia 15-24 tahun, pendidikan tinggi, suku asal papua, status sifilis positif, pengetahua rendah, pertama kali berhubungan seks pada usia 15-24 tahun, tidak berpoligami, tidak sirkumsisi, pernah seks di luar nikah dan saat menstruasi, jarang konsumsi alkohol sebelum seks, menggunakan narkoba suntik, tidak melakukan kebiasaan menyayat tubuh, akses kondom sulit, akses ke pelayanan VCT mudah, serta biaya pemeriksaan VCT tidak terjangkau. ......HIV has become an epidemic for more than three decades and remained global health issue. The status of the HIV epidemic in Papua shows a different developments compared to other regions in Indonesia and has been classified as having generalized category. This research aims to determine the problem of HIV and the association between sociodemographic, co-infections, behavioral, environmental and health services factors with HIV infection in Tanah Papua in the year 2013. This research is a quantitative study, with a cross-sectional design and use secondary data from the Survei Terpadu Biologis dan Perilaku in Tanah Papua in 2013. The number of sample is 5334 respondents aged from 15-49 years old who are willing to and successfully conduct a rapid test to determine the HIV status. The results of this research is to find sociodemographic factors that associated with HIV infection in Papua, which are age, education and ethnic; co-infection factors, which is the status of syphilis; behavioral factors, which are knowledge, age of first sex, status of polygamy, circumcision, extramarital sex, sex during menstruation, drunk alcohol before having sex, injecting drug use, and traditional healing with scrathcing body; environmental factors, which is geographical strata; health care factors, which are availability of condoms, access to VCT and costs of VCT test. Multivariate statistical test indicates that the most associated factor with HIV infection among male respondents is circumcision, however among overall respondents the most associated factor is the costs of VCT test.. This research found the risk of HIV infection is higher for respondents around the age of 15-24 years old, higher educational level, origin of Papua, positive in syphilis status, lower knowledge level, first had sex at around the age of 15-24 years old, had one sex partner, lack of circumcision, had extramarital sex, had sex during menstruation, infrequent drunk alcohol before sex, injecting drug use, not making a habit of healing with scrathcing body, have a difficult access to condom, accessable to VCT, and high costs of VCT test.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Kurniati
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Ni Made KurniatiProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Prevalen Sifilis, Gonore Dan/Atau Klamidia Sebagai PrediktorEpidemi HIV Pada Berbagai Kelompok Seksual BerisikoEpidemi HIV di Indonesia merupakan permasalahan yang harus segera ditangani karenaberdampak pada derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Deteksi prediktor utama yangberkaitan dengan kejadian Infeksi Menular Seksual IMS terhadap terjadinya infeksiHIV sangat penting untuk diketahui, mengingat IMS merupakan pintu utama masuknyainfeksi HIV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan anatara IMS yangterdiri dari sifilis, gonore dan klamidia terhadap HIV serta mengetahui keterkaitanketiga IMS tersebut dengan prevalen HIV pada kelompok seksual berisiko. Penelitianini menggunakan desain cross-sectional dengan menganalisis data Survei TerpaduBiologi dan Perilaku tahun 2007, 2009, 2011, 2013 dan 2015. Analisis yang digunakanadalah analisis regresi logistik dan regresi fraksional. Infeksi sifilis, gonore danklamidia dapat meningkatkan odds kelompok seksual berisiko untuk terinfeksi HIVmeskipun tidak bermakna secara statistik. Nilai OR infeksi sifilis pada sebagian besarmodel adalah nilai OR terbesar yang meningkatkan peluang terjadinya infeksi HIV.Model hubungan antara IMS dan HIV dapat dilihat pada kota/lokasi yang masuk dalamkuadran I. Prevalen sifilis berhubungan dengan prevalen HIV pada setiap kelompokberisiko terutama pada kelompok waria dan LSL. Setiap kelompok seksual berisikodiharapkan dapat berpartisipasi dalam setiap program untuk pencegahan danpengendalian IMS dan HIV. Selain itu, perlu dilakukan penguatan program yangterfokus pada eradikasi IMS pada kelompok seksual berisiko.Kata kunci: HIV, Infeksi Menular Seksual, Kelompok Seksual Berisiko
ABSTRACT
Name Ni Made KurniatiStudy Program Public HealthTitle Prevalence of Syphilis, Gonorrhea and or Chlamydia as Predictor ofHIV Epidemics among Sexually High Risk Populations Analysis ofData from the Indonesia Integrated Biological and Behavioral Surveys,2007 2015The HIV epidemic in Indonesia is a problem that addressed immediately because itaffects the health status of Indonesian society. Detection of major predictors associatedwith the incidence of Sexually Transmitted Infections STIs against the occurrence ofHIV infection is important to note, because STIs are the main entrance of HIV infection.This study aims to determine the association between STIs consisting of syphilis,gonorrhea and chlamydia against HIV and knowing the relationship between these STIswith HIV prevalence in sexual risk groups. This study uses cross sectional design byanalyzing the data of ldquo Survei Terpadu Biologi dan Perilaku rdquo in 2007, 2009, 2011, 2013and 2015. Logistic regression analysis and fractional regression used for analysis.Syphilis, gonorrhea and chlamydia infections increase odds of sexual risk groups forHIV infection even if not statistically significant. The odds ratio of syphilis infection inmost models is the largest odds ratio that increases the chances of HIV infection. Themodel of the relationship between STIs and HIV can be seen in the cities or sites thatfall within quadrant I. Prevalent syphilis is associated with HIV prevalence in each riskgroup especially in transsexual groups and MSM. Sexual risk group expected toparticipate in programs for STI and HIV prevention and control. In addition, it isnecessary to strengthen programs focused on eradicating STIs in sexual risk groupsbased on cities or sites quadran.Keywords HIV, Sexually Transmitted Infections, Sexually High Risk Populations
2018
T51356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library