Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joko Adianto
"Kebutuhan akan informasi telah menjadi kebutuhan manusia. Melalui informasi, manusia dapat mengetahui dan memprediksi kegiatan yang harus ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui ruang cyber, informasi yang dibutuhkan dapat sampai dengan cepat, akurat dan tak terbatas secara geografis selama terhubung dengan jaringan telekomunikasi. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan cara pandang manusia terhadap ruang dan tempat aktual serta lingkungan binaan dalam kaitannya dengan arsitektur.
Sesuai dengan pendapat Arendt, manusia memiliki tiga kondisi dasar yang menentukan kehidupannya. Dengan menggunakan teknologi ruang cyber, terjadi perubahan terhadap ketiga kondisi dasar tersebut. Perubahan kondisi dasar manusia menyebabkan terjadinya perubahan kegiatan manusia dan ruang arsitektural sebagai wadah kegiatan. Ruang dalam arsitektur terbentuk dari hasil hubungan sosial antar individu dalam sebuah lingkungan. Salah satu teori pembentukan ruang dengan adanya kesenjangan kondisi manusia adalah konsep pengetahuan kuasa-ruang. Manusia menggunakan teknologi ruang cyber untuk menjalin hubungan sosial berupa hubungan sosial antar anggota perusahaan. Hal ini menyebabkan berubahnya kondisi manusia setiap individu dan ruang kehidupan berkaitan dengan arsitektur sebagai hasil hubungan sosial tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik purposive sampling. Hal ini dikarenakan penelitian ini bertujuan ini untuk memahami, mengangkat dan menjelaskan pengaruh dan peran teknologi ruang cyber yang menciptakan perubahan bentuk ruang kegiatan yang dapat muncul dalam kaitannya dengan ruang arsitektural. Analisis yang saya gunakan bersifat eksploratif, di mana membutuhkan penjelajahan berdasarkan pada teori dan data yang terkumpul.
Dalam penelitian ini saya menemukan bahwa adanya hubungan berbanding lurus antara peningkatan penggunaan teknologi ruang cyber dengan pengurangan jumlah individu dan besar ruang aktual kantor. Selain itu, tampak bahwa praktek konsep pengetahuan-kuasa-ruang sebagai akibat adanya kesenjangan tingkat kondisi manusia, mampu membentuk perkembangan kondisi dan ruang kehidupan masing-masing individu dalam perusahaan. Praktek tersebut menyebabkan munculnya ketidakterikatan manusia dengan tempat berlokasi tetap dalam berkarya. Namun demikian, hal ini hanya berlaku pada individu berkondisi manusia tertingi dalam perusahaan.
Saya berkesimpulan bahwa ruang cyber merupakan katalis dalam proses pembentukan kondisi dan ruang kehidupan manusia. Ruang cyber tidaknya berperan sebagai kendali manusia dengan lingkungannya secara individual, namun juga secara sosial. Individu berkondisi manusia tertinggi dapat menentukan tingkatan kondisi dan ruang kehidupannya dan mengendalikan kondisi dan ruang kehidupan individu lain yang berkondisi lebih rendah."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T14741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Gauza
"Keberadaan permukiman liar telah menjadi kontradiksi di kalangan pemerhati kota dan bagaimana masa depannya masih merupakan tanda tanya yang besar. Permukiman ini seringkali terletak pada lokasi-lokasi yang berada di luar peruntukannya Letak lokasinya dan kualitas ruang yang tercipta memberikan dampak negatif pada ekologi perkotaan, pencitraan sebuah kota, sekaligus keselamatan penghuni pemukiman itu sendiri. Namun pula pada sisi lain disadari bahwa keberadaanya telah memberikan kontribusi dalam penyediaan perumahan murah yang hingga kini belum dapat diakomodasi oleh otoritas kota. Kontradiksi ini akan senantiasa menimbulkan kerancuan yang menyebabkan kebingungan dalam bagaimana menyikapi keberadaannya di perkotaan. Oleh karena itu, suatu cara pandang-yang melihat formasi fisik sebagai bagian dari proses-diperkenalkan untuk dapat memberikan pemahaman-pemahaman baru mengenai permasalahan ini. Dalam cara pandang ini permukiman liar terkonstruksi oleh dan sekaligus mereproduksi dinamika sosial masyarakatnya.
Suatu kerangka teoritis multidisipliner yang melibatkan konsep reproduksi sosial, habitus, dan vita aktiva digunakan untuk mengungkap dinamika sosial yang tersirat dari data yang ditangkap melalui observasi partisipan di Kontrakan Marpaung, Situ Rawa Besar, Depok. Dengan analisis ditemukan bahwa praktik pemukiman liar merupakan hasil pergumulan agen-agen dengan kuasa tertentu dimana pihak pemukim liar itu sendiri lebih menjadi yang terdominasi oleh pihak-pihak lainnya dalam sistem sosial mikro maupun makro. Kemudian, praktik-praktik lain (i.e. sektor informal) yang muncul dari dualisme kota dalam konteks lokal secara langsung berkaitan erat dengan formasi ruang yang terbentuk.
Habitus pemukim liar itu sendiri terwujud dalam praktik bertinggal masyarakat miskin yang membentuk sub-budaya yang khusus yang membedakannya dengan kelompok masyarakat lainnya. Dari situ, kontradiksi dapat dikatakan timbul oleh derajat pencitraan yang berbeda-beda dari tiap agen yang berkepentingan. Citra dapat dilihat sebagai suatu hal yang memicu perubahan kepentingan agen yang kemudian berdampak pada reproduksi sosial. Reproduksi sosial itulah yang kemudian memberi jalan pada apropriasi ruang permukiman liar. Pemahaman mengenai ini akan mengajak semua pihak untuk merefleksi realitas-realitas yang tercerap, sehingga perumusan solusi (apropriasi ruang) dapat sejalan dengan dinamika sosial masyarakat terdominasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Yogan Gandakusuma
"Banyak bentuk duplikasi dan salinan arsitektur yang bermacam-macam rupa memenuhi wajah arsitektur kota Jakarta akhir-akhir ini. Hal ini dapat dilihat oleh kita melalui berbagai tampak, bentuk, nama-nama berbahasa asing yang memiliki konotasi tertentu atas image arsitektur yang muncul, serta pertumbuhan apartment, condominium, berbagai pengembangan area rumah tinggal, bangunan mall dan ITC di seluruh pelosok Jakarta yang cukup pesat setelah krisis moneter 1997. Hal tersebut juga memberikan kontribusi bagi pemandangan arsitektur yang gegap gempita, hingar bingar, penuh warna, dan semangat peniruan yang tampak sering diulan-gulang. Penelitian ini memfokuskan pada studi tentang kemunculan image arsitektur pada real estate yang memiliki nama berkonotasi tertentu dengan studi kasus Kota Wisata Cibubur. Penelitian bersifat kualitatif dengan tujuan memahami mengapa pengembang real estate tersebut memakai nama-nama tersebut sebagai ide perencanaan dan pengembangan lahannya. Berangkat dari pengamatan image yang muncul pada media cetak harian Kompas, brosur, studi banding melalui image lainnya, dan pengamatan ke Kota Wisata Cibubur saya menemukan bahwa bentuk arsitektur tersebut adalah penanda bagi kehadiran suatu image real estate si pengembang itu sendiri. Pengembang terlibat sebagai produsen realitas imitasi yang muncul melalui image duplikasi bentuk tampak hunian dan lewat nama-nama yang dipersepsikan sebagai image arsitektur yang dianggap lazim dan benar melalui iklan pemasaran pada media cetak. Disinilah pesan arsitektur sebagai bahasa komunikasi bisa menjadi baur seperti dugaan Baudrillard, yang menyatakan bahwa meskipun informasi itu menghasilkan makna tetapi ia tidak dapat menghindari hilangnya makna penting dari setiap informasi tersebut, yaitu makna yang menjadi kabur karena dibungkus oleh banyaknya pesan-pesan citra iklan di luar informasi yang ingin disampaikan. Pengembang berusaha mengisi kekosongan makna kebutuhan hunian bagi konsumen yang telah dipenuhi dengan realitas kemacetan, masalah kebanjiran di lingkungan tinggal, buruknya masalah infrastruktur kota, lemahnya rencana perkotaan secara umum, buruknya manajemen transportasi angkutan umum, masalah keamanan, serta budaya harus memiliki hunian permanen. Semuanya itu ditawarkan pengembang melalui image berkonotasi yang terlihat positif di mata konsumennya dengan pesan tertentu yang menyatakan bahwa hunian yang mereka kembangkan adalah hunian yang dekat dengan tema alam, aman, nyaman, cluster dengan keamanan 24 jam, bentuk tampak hunian dengan nama dan image yang memakai kata-kala atau bentuk arsitektur `luar negeri' seperti `Mediterania', `Vienna', `Virginia', `Ambassador', dsb. Faktor itulah yang mendorong para pengembang akhirnya berlomba-lomba menawarkan beragam image tadi. Masyarakat pun akhirnya bisa bebas memilih dan tinggal di dalam citra hunian seperti yang ditawarkan oleh pengembang tadi.

Many of architecture copies and duplicating designs in various forms have fully faced Jakarta now days. Apparently we can see all of these forms through the several designs with foreign names and words in connotation meaning and images outside architecture context especially after monetary crisis in 1997. All of the development and growth give a contribution to the architectural sight in the various design, fully colors, glamorous style, Roman types, Mediterranean images, and nonetheless the spirit of duplicating image of architectural. This research is focusing in the study of rising of the architectural image in the real estate, especially landed house real estate, which is naming their area development with connotation meaning. Kota Wisata Cibubur is my case study, which is, has many several images in connotation meaning. Starting from the observation images of others real estate in Kompas as comparative study to others, I find that architectural form is the signifier image of the real estate its self The developer involves as producer of an imitation realty which appears through duplicated forms and image of housing their developed to percept an architectural images as common opinion and right through marketing advertisement in media. In this point of view, the architectural massage as a communication language becomes matching likes Baudrillard hypotheses that loss meaning is directly linked to the dissolving, dissuasive action of information, the media, and the mass media. The developer try to fill the society need of the consumer in their living problems like 24 hours security, architectural form images using names or words related to foreign architecture e.g. `Vienna', `Orlando', `San Francisco', etc. Those need factors is motivating the developers to offer their product through the images mention above and tries to compete in the market place. Because of this, their consumer could choice their residence freely under architectural image built through the marketing campaign. My research observes these phenomena and tries to explain the reason behind developers mind when they develop their properties area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Esti Sihanani
"Manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi untuk dapat melanjutkan hidupnya dan salah satunya adalah kebutuhan akan rasa aman yang akan terganggu apabila terdapat ancaman yang membuatnya tidak nyaman. Selain itu, manusia juga perlu berinteraksi dengan manusia lainnya pada suatu lingkungan tertentu misalnya pada ruang bertinggalnya yang pada proses interaksi tersebut sering terjadi permasalahanpermasalahan yang mengganggu ketentraman hidup sehingga menimbulkan rasa takut pada diri manusia tersebut. Adapun rasa takut yang dialami oleh masyarakat dalam konteks berkehidupan kota yang akan dibahas pada tulisan ini adalah ketakutan manusia terhadap isu kriminalitas, identitas, anonimitas dan kaum minoritas.
Untuk dapat hidup dengan nyaman maka manusia perlu mengatasi ancaman-ancaman yang memicu rasa takut itu. Cara yang dilakukan manusia untuk mengatasi rasa takutnya secara spasial adalah dengan memberi jarak pada sumber ancaman dan mengadakan batas agar tidak terjadi interaksi antara dirinya dengan sumber tersebut. Pengadaan batas baik secara fisik maupun non-fisik sebagai reaksi pemenuhan kebutuhan rasa aman dan antisipasi terhadap rasa takut ini kemudian mewujudkan sebuah komunitas yang tereksklusifkan dari lingkungannya. Komunitas ini terpisah dari lingkungannya karena adanya batas yang menggerbangi baik berupa batas fisik yang menggerbangi ruang bertinggalnya maupun batas non fisik yang menggerbangi pemikirannya.
Penulisan ini akan membahas tentang keberadaan ?komunitas tergerbang? ini di kota Jakarta dengan tujuan memberikan gambaran bagaimana reaksi terhadap ketakutan yang dirasakan masyarakat kota dimanifestasikan ke dalam ruang sehingga perasaan takut tersebut dapat teratasi. Pengamatan dan analisis penulis terhadap komunitas-komunitas tersebut dititikberatkan pada pengolahan ruang dan karakter dari elemen yang pembentuk ruang tersebut.

Human being both as an individual and social creature has needs that must be completed to continue their life and one of those needs is security need which will be interrupted if there are threats that make them feel inconvenience. Besides, human being also needs to interact with others in a specific environment such as the dwelling area in which irritating problems happen sometimes during the process of interaction so that can produce the feeling of fear in theirselves. The fears felt by the people in the context of urban life which will be studied in this writing are fear of criminality, identity, anonymity, and small numbers.
To live comfortably human being needs to solve the threats that cause those fears. Ways that can be done to solve it spatially are by keeping distance and creating boundary so that there will be no interactions between people and the threat source. The boundary putting up physically and non-physically which are reactions to fulfill the needs and anticipation to fears as well then generate a community that exclude themselves from the surroundings. This community is separated by the presence of the boundary that confines as physical border that gates their dwelling space and also as non-physical boundary that gates their minds.
This writing will study more about the phenomenon of this ?gated community in Jakarta city in order to give the picture of how the reaction to citydweller's fears is manifested into space so that the fears can be solved. The observation and analysis to these communities will be focused on the space ordering and character of the elements that create the space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48413
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggie Amalia
"Berawal dari teknik bongkar pasang, sistem sambungan praktis yang sederhana dan cara membangun yang semakin mudah, kini prafabrikasi mulai banyak diterapkan dalam ber-arsitektur. Prafabrikasi yang berorientasi pada efektivitas dan efisiensi dan jumlah tenaga kerja pembangun minimum ini memiliki banyak isu yang terkait dengan kehadirannya. Isu yang dibahas dalam tulisan ini adalah prafabrikasi melalui teknologi, arsitektur dan aspek sosial ekonomi dalam upaya menjawab pertanyaan mengenai bagaimana dan bilamana prafabrikasi dapat diterapkan.
Melalui referensi teori, data, observasi dan wawancara, serta pengamatan terhadap desain prafabrikasi yang telah ada, saya mencoba menjabarkan mengenai apa yang disebut prafabrikasi, bukan hanya sebagai teknologi praktis dalam membangun tetapi juga sebagai suatu alat, sistem, pendekatan desain dan metode yang berpengaruh positif bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Analisis bersifat deskriptif dan berupaya memberi gambaran ragam prafabrikasi serta perkembangannya, khususnya hubungan antara prafabrikasi dengan arsitektur, teknologi dan sosial ekonomi Sehingga akhirnya diperoleh suatu pola pemikiran yang runut dan jelas dalam menerapkan prafabrikasi sebagai solusi ber-arsitektur yang responsif terhadap keadaan, kebutuhan dan keinginan masyarakat.
Temuan dari tulisan ini mengungkap bahwa ada beberapa hal yang menjadi indikasi keberhasilan prafabrikasi dan prasyarat kondisi yang mendukung pelaksanaannya antara lain kesesuaian konteks, kecermatan desain terhadap kemampuan produksi dan potensi yang tersedia, dan kreativitas dalam mengadaptasikan desain terhadap selera dan budaya masyarakat.

Starting with knock down, simple practical joining system and easier construction, prefabrication begins its fame in architecture. Having orientation in its effectiveness, efficiency and low-number of workers, prefabrication has a lot of issues related with its existence. The issues that brought into this discussion are prefabrication through technology, architecture and its social economy aspect due to an effort figuring how prefabrication could be accomplished within architecture and construction.
By references of theories, data, observation, interview and some analysis of prefabricated building, i try to explain about what prefabrication is. Not merely as a practical technology but also as a tool, system, approach and method which affect positively to social and economy life of society. Descriptive analysis came as an effort to give explanation about kinds of prefabrication and its development, especially relationships between prefabrication and architecture, technology and social economy. So that it finally construct a systematic and clear thoughts pattern to use prefabrication as a solution in architecture that responsively react to conditions, needs and wishes from society.
This writing reveals several things that indicate promising results of prefabrication and requirements supporting its accomplishment, some of them are contextually fit in, smart design deal with potential and production availability, and creativity to adapt design to taste and culture of the society.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48415
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putera Anarta Mardanadi
"Di dalam keseharian kehidupan, seiring manusia yang keluar dari ruang privatnya, manusia dihadapkan dengan keberadaan ruang kota yang merupakan ruang publik, yang juga dialami manusia yang lain. Manusia yang mengisi ruang keseharian tersebut adalah manusia yang belum tentu mengenal satu sama lain, sehingga ketika sedang berada di ruang kota tersebut, seorang individu berada di antara orang-orang asing. Interaksi yang terjadi membuat seorang individu harus menyeimbangkan hak kebebasannya di ruang publik dengan keberadaan individu yang lain di ruang tersebut, dengan memperhatikan order-order yang telah ada dan disepakati.
Namun, dalam keseharian di ruang kota yang dipenuhi keragaman, banyak individu yang menempatkan ruang privat di ruang publik, sehingga menciptakan suatu ruang yang disorder. Ruang yang disorder tersebut menjadi keseharian manusia di suatu ruang karena telah menyatu dalam ritme rutinitas keseharian manusia. Disorder tersebut hadir dalam berbagai perwujudan dan banyak hal yang merupakan bagian dari ruang kota, yang merupakan ruang keseharian, baik yang nyata maupun yang abstrak, yang melatarbelakangi keberadaan disorder di ruang tersebut.

In daily life, when a man is in the outside of his own private space, he faces and experiences the existence of urban space, which is also experienced by other humans. They, whom are inside the everyday space, do not know about each other. So when a man is in the everyday urban space, it means that he is in the middle of the existence of strangers. The interaction that occurred inside that kind of space, rules a man to be capable in balancing his right of freedom in public space with the existence of others, by acting and having behavior properly with the order that already exist in urban space.
But, in everyday urban space whose primary element is the differences, there are many people who place their private space in public space, and then make that space as disorderly space. That space becomes everyday space because it stands together with the rythm of daily routines. Disorder exists in everyday urban space in variety ways.and there are a few things, real and abstract, that cause the existence of disorder.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48429
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Rivaldo
"Di dalam kehidupannya manusia bukanlah mahluk ciptaan Tuhan yang sempurna. Pada tiap diri manusia terdapat suatu kelemahan mendasar terhadap sesuatu, dan kelemahan tersebut diwujudkan sebagai perasaan takut Selain hidup sebagai pribadi manusia juga merupakan mahluk sosial yang berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dan di dalam hubungan dengan lingkungannya, manusia akan mengalami suatu hambatan-hambatan. Salah satunya adalah perasaan takut tadi. Manusia selalu mempunyai rasa takut akan sesuatu di dalam kehidupan pribadinya yang belum tentu sama antara orang yang satu dengan yang lain. Banyak hal yang dapat menyebabkan seorang manusia untuk takut Orang paling berani sekalipun pasti mempunyai sesuatu hal yang ditakutinya.
Arsitektur sebagai bidang ilmu yang berpedoman pada manusia sebagai pelaku / subjek utamanya dalam hubungannya dengan karya-karya arsitektural dapat menciptakan rasa takut terhadap manusia yang menjalaninya tersebut. Karena arsitektur berhubungan dengan orang dan kejadian yang berlangsung di dalamnya."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deuxiene Ahadiningtyas
"Salah satu cabang ilmu filsafat adalah semiotika. Semiotika merupakan ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana System penandaan berfungsi.
Pada awalnya, semiotika banyak membahas hal-hal yang terkait dengan linguistik. Namun kemajuan dalam ilmu filsafat serta ilmu-ilmu lainnya telah membawa jembatan bagi semiotika untuk berhubungan dengan disiplin ilmu lainnya. Karena pada dasarnya semiotika berbicara tentang tanda secara umum, dan linguistik hanyalah salah satu tanda yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Arsitektur adalah cabang ilmu yang telah membuka hubungannya dengan semiotika. Hubungan itu muncul akibat perkembangan pemikiran para ahli arsitektur yang tertarik dengan filsafat, maupun sebaliknya. Para ahli tersebut melihat arsitektur sebagai sebuah sistem yang sarat akan tanda. Sesungguhnya setiap unit terkecil dari arsitektur mewakili sesuatu yang lain, sesuai dengan prinsip tanda sebagai perwakilan sesuatu, sehingga unit tersebut dapat disebut sebagai tanda.
Tidak hanya arsitektur yang bersifat modem, arsitektur yang merupakan peninggalan bersejarah pun merupakan sistem tanda yang kompleks. Justru sistem tanda yang ada pada akhirnya menjadi acuan untuk menafsirkan makna arsitektur di masa dulu dan kebudayaan yang mereka miliki. Semakin kompleks tanda yang ditemukan, semakin tinggi pula tingkat kebudayaannya. Bahkan beberapa suku di dunia hingga saat ini tetap menggunakan simbol-simbol warisan nenek moyang yang diterapkan pada bangunan dan wilayah pemukiman mereka.
Pengertian tanda dalam arsitektur tidaklah sempit. Tidak hanya terbatas pada hal-hal yang sifatnya simbolis, yang berisi mitos, lambang kebudayaan ataupun kepercayaan. Tanda juga meliputi segala sesuatu yang kasat mala, selama sifatnya masih mewakili sesuatu yang lain. Termasuk konstruksi bangunan yang kadang dinilai tidak memiliki makna.
Berbagai tanda yang ada pada suatu karya arsitektur pada dasarnya membawa misi dari si perancang karya tersebut. Tidaklah mudah menafsirkan makna. Dalam mencari makna tersebut dibutuhkan suatu bentuk analisis yang cermat dengan memperhatikan segala aspek arsitektural yang ada.
Keberadaan semiotika kemudian adalah untuk membantu mencari makna dari berbagai tanda dalam karya arsitektur melalui pendekatan analisis. Analisis dilakukan dengan cermat, memperhatikan berbagai elemen yang terkait, serta melibatkan seluruh pengetahuan yang dimiliki penganalisis tentang arsitektur.
Analisis ini lebih mudah karena dapat mengandalkan informasi yang terbatas dan selanjutnya menuntut intuisi penganalisis dalam mengerjakannya. Memang tidak seluruh tanda dapat diketahui maknanya ataupun sesuai dengan maksud dari si pembuat tanda. Tapi di situlah letak keistimewaan tanda dalam arsitektur, di mana setiap orang memiliki kebebasannya sendiri dalam menerjemahkan suatu karya yang ada. Keanekaragaman tersebut nantinya menjadi suatu kekayaan bagi arsitektur."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endrawan Nimpuno S.
"Dalam perancangan arsitektur, seorang perancang selalu dihadapkan pada permasalahan desain. Dengan kemampuan berpikirnya, seorang perancang berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan masalah desain yang dia hadapi. Ruang dalam arsitektur tidak tercipta begitu saja. Berbagai proses berpikir dan metode yang rumit disertai dengan pengetahuan dan pengalaman perancang sendiri merupakan kebutuhan mutlak agar dapat menghasilkan desain yang berkualitas. Salah satu metode berpikir yang paling sering digunakan adalah metode logika.
Metode berpikir logika sendiri mengalami perkembangan yang sangat pesat dari kondisi awalnya. Pemikiran logika alamiah berkembang menjadi pemikiran logika yang jauh lebih modem. Hingga pada satu waktu ilmu matematika menyerap ilmu logika tersebut menjadi bagian dari keseluruhan disiplin matematika yang telah ada. Ilmu logika kemudian berkembang ke arah matematika logika.
Selama ini manusia menganggap bahwa ilmu matematika logika merupakan ilmu matematika yang dianggap tidak memiliki peran yang signifikan dalam menyelesaikan problematik perancangan tidak halnya dengan ilmu matematika yang lain seperti halnya matematika aritmetika dan al-jabar. Namun secara nalar, apabila ilmu logika bisa digunakan untuk merumuskan ide dalam, metode perancangan, arsitektur, maka matematika logika dianggap juga mampu menjadi media dengan peran serupa. Ditambah lagi dengan kualitas ilmu matematika yang absolut, tidak pudar dimakan waktu (flmeless) dan tidak diragukan lagi kebenaran fakta dan keberadaannya, yang di sisi lain merupakan, syarat mutlak proses pemikiran logika, membuat seorang perancang diharapkan tidak menjadi ragu dalam menguji hipotesis dan. analisisnya setelah merumuskan ide dalam merancang desain yang dia inginkan. Tentunya agar dihasilkan desain yang lebih berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Suatu pandangan awal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa konsep matematika logika bukan menjadi landasan ide dari perancang, namun lebih kepada sarana yang dapat mengembangkan ide dari perancang itu sendiri. Konsep matematika logika sebagai pemikiran logika mumi juga bukan menjadi bagian sistem metode perancangan yang terpisah atau berdiri sendiri, namun tetap dan akan selalu bergantung pada aspek-aspek pemikiran lain dalam konteks masalah perancangan, yang dihadapi.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48459
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Mudito
"Arsitektur bersifat transparan terhadap ideologi karena arsitektur dapat beperan sebagai institusi selain sebagai proses produktif. Arsitektur sebagai institusi adalah tempat di mana terjadi penyatuan nilai-nilai dan norma-norma yang terefleksikan dari masyarakatnya. Sementara itu, di setiap kelompok sosial masyarakat, kejayaan eksistensi adalah kebutuhan. Ini juga berarti terjaminnya nilai-nilai sosial yang mereka anut untuk terus ada. Dengan sifatnya yang seperti itu, arsitektur memiliki fungsi sosial dalam hal mendukung terwujudnya kekuatan hegemoni suatu kelompok sosial.
Konstruktivisme lahir segera setelah revolusi sosial Rusia, di bawah bayang-bayang ideologi komunisme. Ideologi ini mengikat kaum proletarian untuk berfikir dengan tujuan yang sama yaitu masyarakat sosialis. Ideologi terbentuk sebagai penteorian nilai secara individual ataupun kolektif. Sebagai sistemasi cara berpikir tentang ide dan impian. Dalam komunisme, Marxisme sebagai ideologi resmi negara sosialis Sovyet adalah suatu sistem kelas masyarakat yang bersifat kolektif. Kita dapat menelusuri Marxisme ini sebagai cara berpikir, mereduksinya sebagai Dialektika Materialis, suatu dasar cara berpikir yang dengannya Karl Marx mengklaim teori-teorinya tentang sejarah manusia sebagaj ilmiah.
Konstruktivisme yang merefleksikan ideologi komunis dengan demikian dapat dijelaskan sebagai proses berpikir secara dialektika materialis. Skripsi ini adalah mengenai dialektika materialis dalam konstruktivisme Rusia. Untuk tujuan itu, konstruktivisme harus dilihat melalui prinsip-prinsip dasarnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>