Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitorus, Gina Yunita Joice
"
Latar Belakang: Madu telah digunakan sebagai makanan dan obat-obatan di banyak negara sejak dahulu kala. Untuk tujuan pengobatan, madu juga digunakan dalam perawatan luka kronis dan kompleks. Telah banyak studi yang menyatakan fungsi madu dan efek yang menguntungkan selama perawatan. Luka kronis adalah luka yang gagal untuk melalui fase penyembuhan normal secara tepat. Studi ini merupakan studi dengan hewan percobaan yang membandingkan dua madu lokal dan madu Manuka untuk menemukan madu lokal yang memiliki efek yang lebih baik dalam perawatan luka kronis
Metode: menggunakan 36 hewan percobaan tikus dengan strain Sprague Dawley yang dibuat perlukaan pada bagian kulit punggung dan diberi bakteri Pseudomonas Sp. hingga luka memiliki gambaran sebagai luka kronis dan luka dirawat dengan Manuka Honey, Madu Murni Nusantara dan Java Honey. Evaluasi makroskopis dilakukan pada hari 0, 3, 5, 7, 10 dan 13 pasca perawatan dan pada hari 5 dan 13 pasca perawatan, hewan dinekropsi. Parameter yang diamati, luas luka, presentasi jaringan nekrotik, slough dan granulasi dievaluasi dengan aplikasi Image J dan dibandingkan diantara tiga kelompok perawatan madu.
Hasil: secara statistik, didapatkan perbedaan yang signifikan antara tiga kelompok perawatan madu pada parameter luas luka pada hari 3 – hari 0 (p=0.021) dengan analisa post-hoc didapatkan perbedaan signifikan antara Manuka Honey dan Java Honey (p=0.009) serta Madu Murni Nusantara dan Java Honey (p=0.03) dan presentasi slough pada hari 3 – hari 0 (p=0.025) dengan analisa post-hoc didapatkan perbedaan signifikan antara Manuka Honey dan Java Honey (p=0.059) serta Madu Murni Nusantara dan Java Honey (p=0.008). Hari perawatan selanjutnya tidak didapatkan perbedaan signifikan pada semua parameter evaluasi makroskopis.

Kesimpulan: madu lokal dapat digunakan sebagai modalitas alternative pada perawatan luka kronis, seperti halnya Manuka Honey, namun dengan biaya rendah dan kemudahan mendapatkannya di pasaran.


Background: Honey has been used for food and medicine in many centuries and countries. For medicinal purposes, honey is used to treat chronic and complex wounds. There have been many reports stating its function and beneficial effect during treatment. A chronic wound is a wound that fails to progress through the normal phases of healing in an orderly and timely manner. This research is an experimental animal study comparing two local honey and Manuka Honey to find which has a better effect in chronic wound treatment

Methods: 36 rats, Sprague Dawley strain were had wounded at muscle based on the dorsum side and were given bacteria Pseudomonas Sp. until the wound has a chronic wound appearance and then treated with Manuka Honey, Madu Murni Nusantara, and Java Honey. A Macroscopic evaluation was observed on day 0, 3, 5, 7, 10, and 13 post wound treatment and on day 5 dan day 13 post wound treatment, the rats were euthanized. The observed parameters, wound area, presentation of necrotic tissue, slough and granulation were evaluated by Image J application and compared between the three honey treatment groups.
Result: Statistically, there was a significant difference between the three honey treatment groups on the wound area parameters on day 3 - day 0 (p = 0.021) with post-hoc analysis found a significant difference between Manuka Honey and Java Honey (p = 0.009) and Madu Murni Nusantara and Java Honey (p = 0.03) and slough presentation on day 3 - day 0 (p = 0.025) with post-hoc analysis found significant differences between Manuka Honey and Java Honey (p = 0.059) and Madu Murni Nusantara and Java Honey (p = 0.008). The next day of treatment there was no significant difference in all macroscopic evaluation parameters.

Conclusion: Local honey can be used as an alternative modality for wound chronic treatment the same as Manuka Honey, but with low cost and easily available in the market.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wayan Hari Swarjaya Sandi
"Latar Belakang : Platelet Rich Plasma (PRP) telah dilaporkan memiliki efek positif pada regenerasi tulang, serta pada penyembuhan jaringan. PRP telah dianggap sebagai sumber autogenous dari faktor pertumbuhan terkonsentrasi yang dapat digunakan secara klinis untuk meningkatkan penyembuhan luka. Namun, kontroversi mengenai manfaatnya dalam regenerasi tulang. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh PRP terhadap pembentukan tulang pada fraktur mandibula. Efek PRP pada graft tulang adalah masalah yang menguntungkan. Telah dilaporkan bahwa PRP memperbaiki regenerasi tulang dalam graft tulang. Kematangan graft tulang dikombinasikan dengan PRP secara signifikan lebih besar dari tanpa PRP. Graft tulang yang dikombinasikan dengan PRP menunjukkan sistem Harversian yang matang dan proporsi lamelar yang lebih besar dan menghasilkan stabilitas hasil pemasangan graft tulang yang lebih superior. Digunakan pemindaian CBCT untuk memperkirakan proses penyembuhan tulang pada garis fraktur karena teknik ini dianggap sebagai salah satu teknik yang akurat, dapat direproduksi, dan noninvasif untuk mengukur kepadatan tulang.
Tujuan : Mengetahui pengaruh penambahan Platelet Rich Plasma pada autogenous bonegraft terhadap densitas tulang (studi pada Ovis aries sebagai model manusia).
Material dan Metode : Penelitian metode eksperimental analitik ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan Platelet Rich Plasma pada autogenous bonegraft terhadap densitas tulang (studi pada Ovis aries sebagai model manusia).
Kesimpulan : Tidak terdapat pengaruh penambahan Platelet Rich Plasma pada autogenous bonegraft terhadap densitas tulang (studi pada Ovis aries sebagai model manusia) pada periode waktu 3 minggu dan 6 minggu antara kelompok yang diberikan PRP dan kelompok yang tidak diberikan PRP.
Pada analisis sampel Non PRP 3 minggu dengan Non PRP 6 minggu terdapat perbedaan walaupun secara statistik tidak terdapat perbedaan signifikan antara rerata PRP dan non PRP pada 3 minggu dan 6 minggu dengan nilai p> 0,05.

Background : Although advances in understanding of peripheral nerve injury and regeneration and advances in surgical technique continue to be produced, successful results cannot be guaranteed after reconstructive surgery. Platelet Rich Plasma (PRP) has been reported to have a positive effect on nerve regeneration, as well as on tissue healing. PRP has been considered an autologous source of concentrated growth factors that can be used clinically to improve wound healing. However, controversy still exists regarding its benefits in bone regeneration. Thus, this study aimed to evaluate the effect of PRP on bone formation in mandibular fractures. The effect of PRP on bonegraft is a beneficial issue. It has been reported that PRP improved bone regeneration in bonegrafts, also that the maturity of bonegraft combined with PRP was significantly greater than that without PRP, and that bonegraft combined with PRP showed a mature Harversian system and a larger proportion of lamellar, resulting in stability of the results. placement of a superior bonegraft. CBCT scans are used to estimate the bone healing process at the fracture line as it is considered one of the most accurate, reproducible, and noninvasive techniques for measuring bone density.
Aim: To determine the effect of Platelet Rich Plasma (PRP) mixed with autogenous bonegraft on bone density in sheep (Ovis aries).
Materials and Methods: This analytical experimental research method was conducted to determine the effect of Platelet Rich Plasma (PRP) mixed with autogenous bonegraft on the total bone density in sheep (Ovis aries).
Conclusion: The addition of Platelet Rich Plasma (PRP) mixed with autogenous bonegraft had no effect on the increase in bone density at 3 weeks after bonegraft application and there was no difference in bone density between the groups that were given PRP and the groups that were not given PRP. In the sample analysis of Non PRP 3 weeks with Non PRP 6 weeks there is a difference even though it was no statistically significant difference between the mean PRP and non-PRP at 3 weeks and 6 weeks with p value> 0.05
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia , 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana
"Latar Belakang : Penggunaan biomaterial graft mulai banyak dikembangkan. Namun autogenus bone graft masih merupakan pilihan utama dalam hal rekonstruksi hal ini terjadi karena pada autogenus graft tidak ada resiko terjadinya rejection atau ketidakcocokan donor dengan recipient . Pada defek mandibula, rekonstruksi autogenus yang digunakan terdapat 2 pilihan yaitu vascularized graft dan non vascularized graft. Di negara berkembang, khususnya di Indonesia, penggunaan vascularized bone graft sebagai penutupan defek belum banyak dilakukan akibat dari kurangnya alat dan keterbatasan operator. Selain itu prosedur vascularized bone graft merupakan prosedur yang rumit dan harus melibatkan tim. Pemilihan rekonstruksi defek yang lebih reliable yaitu dengan non vascularized bone graft. Non vascularized bone graft ini memiliki beberapa keunggulan yaitu morbiditas donor site lebih kecil, tidak membutuhkan alat yang lebih kompleks dan tidak membutuhkan skill operator yang lebih besar, walaupun tingkat keberhasilannya kurang. Resiko resorpsi dan infeksi pada non vascularized graft lebih besar daripada vascularized graft. Semakin panjang non vascularized bone graft yang digunakan maka semakin kecil pula tingkat kesuksesan graft tersebut
Tujuan : Mengetahui pengaruh Platelet Rich Plasma (PRP) yang dicampur dengan autogenous bone graft terhadap jumlah kolagen pada hewan model domba (Ovis aries).
Material dan Metode : Penelitian metode eksperimental analitik ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Platelet Rich Plasma (PRP) yang dicampur dengan autogenous bone graft terhadap jumlah kolagen pada hewan model domba (Ovis aries)
Kesimpulan : area kolagen pada PRP 3 minggu dengan Non PRP 3 minggu, dari hasil rata rata terdapat perbedaan yang bermakna.
Luas area kolagen pada PRP 6 minggu dengan Non PRP 6 minggu juga didapatkan hasil statistik yang berbeda bermakna secara signifikan. Begitu pula dengan perbandingan hasil data area kolagen PRP 3 minggu dengan PRP 6 minggu. Pada analisis sampel Non PRP 3 minggu dengan Non PRP 6 minggu terdapat perbedaan walaupun secara statistik memiliki ρ value yang tidak bermakna ρ = 0.051.

Background : The use of biomaterial graft began to be widely developed. However, autogenus bone graft is still the main choice in terms of reconstruction because in autogenus graft there is no risk of rejection or donor mismatch with recipient. In mandible defects, autogenus reconstruction is used there are 2 options namely vascularized graft and non vascularized graft. In developing countries, especially in Indonesia, the use of vascularized bone graft as a closure defect has not been done much due to lack of tools and operator limitations. In addition, the vascularized bone graft procedure is a complicated procedure and should involve the team. the selection of reconstruction of more reliable defects i.e. with non vascularized bone graft. Non vascularized bone graft has several advantages namely smaller donor site morbidity, does not require more complex tools and does not require greater operator skills, although the success rate is less. The risk of resorption and infection in non vascularized graft is greater than vascularized graft The longer non vascularized bone graft is used the smaller the success rate of the graft Purpose: Knowing the influence of Platelet Rich Plasma (PRP) mixed with autogenous bone graft on the amount of collagen in sheep (Ovis aries) as animal model.
Materials and Methods: Research on this experimental analytical method was conducted to determine the influence of Platelet Rich Plasma (PRP) mixed with autogenous bone graft on the amount of collagen in sheep (Ovis aries) as animal model
Conclusion: collagen area in PRP 3 weeks with Non PRP 3 weeks, from the average result there is a meaningful difference. The area of collagen in PRP 6 weeks with Non PRP 6 weeks also obtained significantly different statistical results. Similarly, the results of the 3-week PRP collagen area data were compared to 6 weeks of PRP. In the analysis of non-PRP samples 3 weeks with Non PRP 6 weeks there was a difference although statistically no significant ρ value of ρ = 0.051.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library