Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Syafaat
"Telah kita ketahui sistem negara Totaliter bukanlah bentuk pemerintahan yang ideal jika meningkatkan kesejahteraan penduduk merupakan agenda utama dari negara. Namun, sejarah menunjukkan dibawah rezim ini dapat terjadi peningkatan industrialisasi dan ekonomi seperti yang telah terjadi di Jerman dibawah pimpinan Adolf Hitler. Indonesia telah melewati 2 rezim yang bisa sidebut diwarnai dengan kediktatoran dan pada rezim tersebut Pasar Senen merupakan sarang premanisme yang membentangkan tangannya hingga ke mencapai ke ranah politik negeri ini. Penerapan arsitektur Totaliter dilakukan dalam konteks Pasar Senen bertujuan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi lokal dan re-regulasi premanisme untuk kesejahteraan masyarakat. Menggunakan 3 tokoh politik Indonesia menjadi sebuah ikon kediktatoran di negeri ini.
We know that from history, totalitarian states are not the ideal system to apply on a country if people's welfare is part of the government's agenda. Though, history has shown that under these regimes rapid industrialization and economic growth could be achieved as we could see to what happened in Germany under Hitler's command. Indonesia have passed under 2 regimes that could be synonymous to a dictatorship and at that regime Senen market has shown to be a lair of racketeering, growing rapidly and extending it's hands to political realms. Application of totalitarian architecture in the context of Senen market aims to increase the local economical movement and re-regulation of the thugs in conduct with racketeering to increase the people's welfare. Using 3 political actors to serve as an icon of dictatorship in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Partogi, Eldwin Timothi
"Tugas Akhir ini membahas kemampuan manusia dalam menggali dan membuat sebuah ingatan/memori dengan lebih efektif dalam konteks arsitektur. Arsitektur sebagai media ruang berkegiatan memiliki peran penting terhadap ingatan manusia, baik ingatan yang baru ataupun ingatan yang lama. Tragedi mei 98 merupakan salah satu kejadian yang belum dapat dinyatakan secara literal di beberapa daerah. Cerita yang diangkat terkait dengan kepahitan yang masih dirasakan oleh korban ataupun pelaku yang masih belum dihukum hingga sekarang. Menyatakan sebuah memori menjadi penting, bukan sebagai pengungkit masa lalu yang membangkitkan kembali kemarahan dan kesedihan, tetapi sebagai sebuah pengingat dan pelajaran untuk masa depan. Kejadian yang terjadi berulang kali tidak lagi merupakan keburukan alam, melainkan keburukan manusia. Disaat manusia melupakan sesuatu yang sudah terjadi, hal tersebut merupakan disaster bagi manusia.
This thesis examined memory on its relation with human's mind on how to create a memory effectively in Architecture context. Architecture as an active space could giving more meanings for rememberance, even when the memories are old, or original. Mei 98 considered as one of the many tragedy, that too taboo to be stated in public scale on the certain continent. The story have a deep relation with sadness, anger, and wretch experince, which can still be felt by the victim or the villain that had not punished yet. Every memories need to get stated, not as something to arouse anger, nor sadness but as something to be remembered and to be learned for futureself. The disaster that happen twice with the same chronology are the disaster of human's mind and remembrance. When people started to forget tragedy, the disaster became real at that right moment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Husni Fadhil Maulana
"ABSTRAK
Flood Myth merupakan sebuah Archetype narasi yang menceritakan mitologi bencana alam yang menyebabkan kehancuran dunia dan bagaimana dunia baru bisa terlahir kembali melalui adanya sebuah 'Hero'. Archetype merupakan sebuah pola dasar komposisi yang berada di alam bawah sadar kita. Sehingga, setiap archetype mampu dipersepsikan dalam bentuk narasi oleh setiap orang secara kolektif.
Dari basis Archetype, timbul pertanyaan; APakah setiap cerita yang pernah disampaikan merupakan cerita yang sama dan diulang namun dengan tokoh Hero yang berbeda? Pertanyaan tersebut yang kemudian memicu tugas akhir ini untuk mengkontrusikan narasi berdasarkan Flood Myth seperti Noah's Ark, Yu the Great, dalam medium narasi maupun arsitektur. Dengan potensi narasi sebagai medium dan manifestasi dari archetype dan keadaan bencana pada zaman sekarang yaitu Great Pacific Garbage Patch di Samudra Pasifik, di mana samudra pasifik adalah rumah bagi orang Polynesia. Kajian ini akan membahas bagaimana membangun narasi dari 'Hero' yaitu orang Polynesia mampu melalui 'Plastic Flood' dan membayangkan keadaan arsitekturnya sebagai medium dalam bercerita.
ABSTRACTArchetype as a thought pattern can be perceived as narration by all human brains collectively. Flood myth Archetype is a narrative structure that tells the story of the destruction of the owrld through flood (disaster) and how a new world arose from the role of a Hero.From this statement, the question arises wheter every stories we ever perceived the same strong only with different heroes? So that we can construct our own story from the basis of Archetype such as the flood story of Noah's Ark, Yu the Great, and Manu Satyavrata with the condition of our current disaster, The Great Pacific Garbage Parch. Where the pacific ocean is the heart of the Polynesian People as their everyday living environment. With the potential of narrative meidum and architecturel setting to tell the stories. This final project will discuss on how the polynesian people became the 'Hero' to conquer the 'Plastic Flood' and to imagine the architectural settings as a medium to tell the story."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Fadiyah Adiraputri
"ABSTRAK
Budaya punk lahir sebagai respon terhadap ketidakpuasan terhadap suatu fenomena. Respon tersebut berupa sikap menentang yang sifatnya biasanya destruktif ataupun tidak sesuai dengan norma yang berlaku; atau non-konformis. Mengacu kepada isu bencana, timbul sebuah ide untuk merespon bencana tersebut dengan ideologi non- konformis. Respon terhadap bencana tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang membangun, namun bersifat menghancurkan. Memandang Universitas Indonesia (UI) sebagai sebuah faktor bencana overpopulasi dan gentrifikasi di Depok, ideologi non- konformis diterapkan dalam metode perancangan arsitektur, dengan program berupa anarkisme yang diinjeksi sebagai respon untuk menghancurkan keberadaannya yang dinilai merugikan.
ABSTRACTPunk subculture was born in response to dissatisfaction from a phenomenon. The response includes attitudes that emphasize destructive, not in accordance with applicable norms; or non-conformist. Referring to the issue of disaster, an idea arose to respond to the disaster with a non-conformist ideology. Architecture‟s response to disaster is no longer seen as something that is built, but it can be seen as something destructive. Seeing University of Indonesia (UI) as a factor of disaster of gentrification in Depok, an ideology of non-conformity is applied on architectural practice (design methods abd programs) that leads into anarchy that is injected in response to destructing its existence that causing the issue."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library