Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfons Taryadi
Abstrak :
Penilaian atas baik buruknya suatu teori bisa secara apriori maupun aposteriori. Secara apriori, suatu teori bisa dinilai dari tingkat testabilitas (refutabilitas) dan isinya. Teori yang lebih baik ialah teori yang lebih besar isi dan lebih tinggi daya penjelasannya. Suatu teori semakin besar isinya bila semakin banyak yang dilarangnya untuk terjadi. Dan dalam bandingannya dengan probabilitas (dalam pengertian probilitas kalkulus), isi suatu teori berbanding terbalik dengan probabilitasnya dan vice versa. Demikianlah maka, menurut Popper, ilmu bertujuan mencari teori yang semakin improbable...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1979
S15977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangarso, Soebardjo
Abstrak :
PENDAHULUAN


Pendahuluan ini berisi penjelasan mengenai latar belakang pemilihan judul dan tujuan penelitian, termasuk batasan permasalahan. Tujuan penelitian bermaksud mengungkap secara kritis masalah etika yang terkandung dalam salah satu kesusasteraan Jawa, yaitu: Serat Wulang Rah.

Latar Relakang

Etika sebagai salah satu cabang filsafat, etika dalam arti sebenarnya berarli filsafat mengenai bidang moral. Refilsafat, di dalam kebudayaan Jawa berarti perenungan dalam usaha mencapai kesempurnaan (nguchr ka sanyntPian). Manusia mencurahkan seluruh eksistensinya, baik jasmani maupun rohani, untuk mencapai tujuan itu. Dalam filsafat Jawa baik-buruk dianggap tidak terlepas dari eksistensi manusia. Bagaimana saya harus hidup dan bertindak? Dalam kesusasteraan Jawa hal ini di antaranya terkandung dalam ajaran Serat Wulangreh.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Ongkowidjaja
Abstrak :
ABSTRAK
Melalui penulisan tesis ini pada dasarnya penulis mencoba menemukan pnnsip-prinsip yang mendasari adanya kebutuhan akan hak-hak azasi manusia. Bagaimana keterkaitan antara konsep gambaran manusia dengan tuntutan-tuntutan atau hak-hak azasi itu? Dan bagaimana menempatkan hak azasi manusia di dalam konteks yang sesuai? Jawaban terhadap masalah itulah yang hendak dikemukakan lewat tesis ini.

Dalam hipotesis penulis berasumsi bahwa setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini, sama-sama memiliki hak untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Namun demikian, terdapat konsep yang berbeda-beda mengenai gambaran apa yang dimaksud dengan ?manusia seutuhnya?. Karena perbedaan persepsi tentang gambaran manusia seutuhnya, maka mengakibatkan tuntutan akan hak-hak azasi yang berbeda pula. Dengan demikian, penulis berasumsi bahwa ada keterkaitan erat antara konsep citra manusia dengan tuntutan hak azasi manusia.

Pertama-tama penulis memperlihatkan prinsip Hukum Kodrat sebagai dasar legitimasi hak-hak azasi manusia khususnya lewat pemahaman John Locke. Hukum Kodrat dipandang identik dengan hukum alam dan merupakan hukum moral bagi manusia untuk mengetahui tentang yang adil dan yang tidak. Bagi John Locke Hukum kodrat adalah perintah dari Tuhan, karena itu bersifat mengiat manusia. Tuhan mempunyai kuasa untuk mewajibkan manusia melakukannya. Hukum kodrat hanya bisa dipengerti oleh makhluk rasional.

Menurut Locke manusia secara kodrati bersifat rasional, sehingga terdapat keselarasan antara hukum kodrat dan rasio manusia. Sekali manusia dilahirkan ia memiliki kesempatan untuk hidup dan menikmati kehidupan itu sendiri. Semua manusia yang dilahirkan memiliki derajat yang sama, sehingga tidak boleh saling merugikan. Jadi, gambaran manusia yang seutuhnya adalah manusia yang dapat menikmati hidup dan benda-benda yang menjadi miliknya, sesuai dengan usaha dan masing-masing individu.

Dalam rangka itu, maka tuntutan hak yang dibutuhkan adalah hak atas hidup, hak atas kebebasan dan hak atas milik pribadi. Dan hak azasi itu diperoleh berdasarkan pemberian dari Tuhan.

Kedua penulis memperlihatkan prinsip utilitarianisme sebagai dasar dalam pembemtukan hak azasi manusia, khususnya lewat pemahaman John Stuart Mill. Utilitarianisme sendiri dimengerti sebagai suatu pemahaman yang menekankan aspek kegunaan atau manfaat bagi John Stuart Mill di dalam kesenangan-kesenangan ada perbedaan-perbedaan kualitatif intrinsik. Patokan untuk melihat perbedaan kwalitatif intrinsik ini mengacu pada cita-cita tentang manusia, di mana manusia melakukan kesenangan itu dalam rangka atau berguna untuk mengembangkan dan menyempurnakan kodratnya sebagai manusia.

John Stuart Mill memahami bahwa manusia dilahirkan bukan dalam keadaan yang utuh - sempuma. Karena itu ia membutuhkan sarana untuk berkembang dan menyempumakan dirinya sebagai manusia. Masing-masing manusia memiliki perbedaan watak, dan karena keunikan inilah maka manusia membutuhkan keleluasaan untuk berkembang ke arah jadi dirinya. Di sini terdapat aspek individualitas. Pola dasarnya manusia dilahirkan makhluk rasional, maka kebahagiaan terletak pada kebebasan untuk berpikir dan berdiskusi.

Untuk itu perlu ada jaminan akan kebebasan untuk berpikir dan berdiskusi, kebebasan untuk bertindak sesuai dengan pendapatnya, sejauh tidak merugikan orang lain - di dalam rangka idividualitasnya. Selanjutnya dibutuhkan batas-batas wewenang masyarakat atas individu. Dalam hal ini pada dasarnya hak azasi manusia diperoleh berdasarkan solidaritas manusia yang hidup di dalam suatu masyarakat.

Ketiga, penulis memperlihatkan suatu pemahaman yang didasarkan pada filsafat Eksistensial-humanistik, yaitu suatu pemahaman yang menekankan adanya atau kehadiran atau eksistensi manusia yang memiliki values baik pada dirinya sendiri, maupun dalam kaitannya dengan semesta. Untuk itu penulis berusaha memaparkan pendekatan psikologis eksistensiat-humanistik Abraham Maslow.

Bagi Abraham Maslow manusia bereksistensi di dunia yang tidak kosong karena ada banyak individu di dalamnya. Manusia memiliki nilai-nilai, kebutuhan-kebutuhan dasar yang bersifat hierarkhis dan ia pun memiliki potensi-potensi alamiah, serta kemampuan untuk berkembang secara psikolagls. Setiap individu pada dasarnya dapat mengembangkan dirinya semaksimal mungkin ke arah aktualisasi diri.

Menurutnya manusia yang seutuhnya adalah manusia yang sudah mencapai taraf teraktualisasikan dirinya. Karena konsep manusia yang seutuhnya adalah manusia yang mengaktualisasikan din secara maksimai, maka ada prakondisiprakondisi yang dibutuhkan (dapat dilihat sebagai hak azasi) individu yang harus tercipta dalam suatu masyarakat. Prakondisi-prakandisi itu adalah Kemerdekaan untuk berbicara, Kemerdekaan untuk melakukan apa saja - sejauh tidak merugikan orang lain, kemerdekaan untuk menyelidiki, kemerdekaan untuk mempertahankan atau membela diri, adanya nilai-nilai atau prinsip yang beriaku atau diyakini dan dijamin, seperti keadilan, kejujuran, ketertiban, kewajaran. Dengan demikian prakondisiprakondisi yang dapat dilihat sebagai HAM dalam bahasa hukum adalah hak-hak yang tercipta atas dasar kreativitas manusia.

Melalui penelusuran ini, maka penulis menyimpulkan secara induktif bahwa pertama, terdapat prinsip-prinsip yang mendasar timbulnya kebutuhan akan HAM, yaitu prinsip Hukum Kodrat, di mana HAM diperoleh berdasarkan pemberian Tuhan; prinsip utilitarianisme, di mana HAM diperoleh berdasarkan pengakuan antar manusia yang sating berbagi dan bekeija sama atau salidaritas manusia; prinsip eksistensial humanistik, di mana HAM diperoleh melalui krativitas manusia yang bereksistensi di dalam zaman. Kedua, Terdapat kaitan yang sangat erat antara gambaran mansuia dengan hak-hak yang dibutuhkannya. Melalui kesimpulan itu, maka muncul kesimpulan ketiga bahwa gambaran-gambaran tentang manusia pada zaman dan budaya tertentu berbeda. Karena itu muncullah hak-hak yang bersifat umum dan hak-hak yang bersifat khusus. Dengan demikian HAM dapat ditempatkan dalam konteksnya dengan mempbrhatikan aspek universal dan regional.

Berkenaan dengan situasi aktual yang sedang terjadi di Indoensia, maka penulis menekankan betapa penting HAM yang didasari dengan konsep gambaran yang jelas tentang siapa manusia. HAM dilihat menjadi suatu sistem nilai atau etika di dalam menggunakan kekuasaan. HAM juga menjadi suatu etika di dalam membangun bangsa dan negara atau di dalam menyusun strategi kebudayaan itu sendiri.

1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Retnowati
Abstrak :
Tarian Angguk merupakan salah satu wujud kebudayaan masyarakat petani Purworejo, Jawa Tengah. Seni tradisional sangat erat hubungannya dengan segala ritus keagamaan dan kewajiban serta tanggungjawab kemasyarakatan yang beraneka ragam. Secara harfiah kesenian tradisional mencerminkan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu segala ekspresi kebudayaan dan masyarakat merupakan ekspresi kolektif. Dengan demikian maka muncul pertanyaan: apa yang diekspresikan oleh tarian Angguk? Dari sudut seniman, proses penciptaan seni diwarnai oleh tradisi masyarakat yang menjadi satu dalam karya seni. Peranan kondisi-kondisi psikis yang memberi peluang pada kebebasan, kepekaan dan keberanian membantu tumbuh dan berkembangnya kreatifitas. Dari sudut karya seni, tarian Angguk merupakan ekspresi perasaan dan perwujudan nilai. Nilai yang dimaksud adalah nilai kehidupan yang berbentuk pandangan hidup. Nilai lain yang tampil dan dapat ditangkap adalah nilai inderawi dan nilai bentuk. Dari sudut apresiasi masyarakat, tarian Angguk merupakan sarana untuk mencapai eksistensi yang lebih sempurna. Dengan demikian maka tarian Angguk merupakan ekspresi kebudayaan masyarakat petani di Purworejo dan sekaligus sebagai intensifikasi realitas.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library