Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farisa Alifah
Abstrak :
Kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran hamper menggantikan peranan uang tunai (currency) sebagai alat pembayaran ke dalam bentuk pembayaran non-tunai yang yang lebih efisien dan ekonomis. Sistem pembayaran non-tunai atau digital merupakan sebuah bentuk sistem atau mekanisme pembayaran yang diselenggarakan secara online melalui internet dengan tujuan transaksi pembelian suatu produk oleh konsumen. Sehubungan dengan semakin tingginya penggunaan non-tunai atau uang elektronik di Indonesia, Bank Indonesia telah menerbitkan berbagai pengaturan (regulasi) terkait penggunaan teknologi informasi dalam melakukan e-payment, khususnya yang mengenai penggunaan kode digital berupa QR Code. Di bulan Mei tahun 2019, Bank Indonesia (BI) akhirnya menerbitkan suatu aturan standardisasi QR Code sebagai sistem pembayaran, yaitu QR Code Indonesia Standard (QRIS). Saat ini sistem pembayaran berbasis QR Code, yaitu Alipay dan WeChat Pay, adalah sistem pembayaran nomor satu di China. Indonesia kemudian menjadi salah satu negara yang menjadi sasaran masuknya Alipay dan WeChat Pay. Tidak hanya Alipay dan WeChat Pay, WhatsApp Pay juga direncanakan untuk masuk dan beroperasi di Indonesia mengingat   bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna WhatsApp paling banyak di dunia. Dalam tesis ini, penulis akan menganalisis peraturan-peraturan hukum dan prosedur-prosedur hukum terbaru saat ini di Indonesia yang harus dipahami dan dilakukan oleh WhatsApp Pay sehingga WhatsApp Pay dapat dengan sukses masuk dan dioperasikan di Indonesia. Penulis juga akan mengaitkan dengan pelanggaran-pelanggaran hukum atas penggunaan WeChat Pay saat awal masuk ke Indonesia sehingga WhatsApp dapat berkaca dan tidak mengulangi kesalahan yang sama atas penggunaan awal WeChat Pay di Indonesia. ......Technological advances in the payment system nearly replaced the role of cash (currency) as a means of payment into a form of non-cash payment that is more efficient and economical. A non-cash or digital payment system is a form of payment system or mechanism that is held online via the internet for the purpose of purchasing a product by consumers. In relation with with the increasing use of non-cash or electronic money in Indonesia, Bank Indonesia has issued various regulations (regulations) related to the use of information technology in conducting e-payments, particularly regarding the use of digital codes in the form of QR Codes. In May 2019, Bank Indonesia (BI) finally issued a standardization rule for QR Code as a payment system, called QR Code Indonesia Standard (QRIS). In the present for QR Code-based payment systems, that is Alipay and WeChat Pay, are the number one payment systems in China. Indonesia then became one of the targeted countries for Alipay and WeChat Pay. Not only Alipay and WeChat Pay, but WhatsApp Pay is also planned to enter and operate in Indonesia considering that Indonesia is one of the countries with the most WhatsApp users in the world. In this thesis, the author will analyze the latest current legal regulations and legal procedures in Indonesia that WhatsApp Pay must understand and do so that WhatsApp Pay can successfully enter and operate in Indonesia. The author will also relate to the legal violations of the use of WeChat Pay when he first entered Indonesia so that WhatsApp can reflect and not repeat the same mistakes for the initial use of WeChat Pay in Indonesia. In this thesis, the author will analyze the latest legal regulations and legal procedures in Indonesia that must be understood and performed by WhatsApp Pay so that WhatsApp Pay can successfully enter and operate in Indonesia. The author will also relate to the legal violations of the use of WeChat Pay when they first entered Indonesia so that WhatsApp can reflect and not repeat the same mistakes for the initial use of WeChat Pay in Indonesia
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumahorbo, Rony Parulian
Abstrak :
Tingginya kebutuhan listrik pada masyarakat untuk pemenuhannya membutuhkan sumber daya air, dikarenakan air di Indonesia sangat melimpah. Namun dalam pelaksanaannya perlu pengaturan terhadap pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang masuk ke dalam energi baru terbarukan (EBT). Adapun kondisi pemerintah yang masih terbatas sehingga dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dengan swasta. Wawasan lingkungan sering kali dilanggar oleh swasta/PLTA dan dapat berpotensi menimbulkan permasalahan dalam ketersediaan sumber daya air untuk masyarakat. Jadi oleh karena itu perlu dilihat bagaimana jalan keluar yang harus dibuat oleh pemerintah. Pembahasan permasalahan dalam penelitian ini yakni: pertama, pengaturan pemanfaatan energi baru terbarukan sumber daya air dalam pembangunan PLTA Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Kedua, pemanfaatan air sebagai energi baru terbarukan dan dampaknya bagi masyarakat dalam pembangunan PLTA Batang Toru yang kepemilikan mayoritasnya swasta. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yakni doktrinal. Penelitian doktrinal menggunakan data sekunder sebagai data dasar dengan melakukan penelitian dan di dukung oleh data primer melalui wawancara kepada pihak terkait. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam perkembangan regulasi EBT SDA di Indonesia dan Daerah belum sepenuhnya diatur, serta berorientasi pada aspek kemanfaatan EBT. Regulasi yang memengaruhi pelaksanaan EBT perlu disesuaikan dan diubah sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan EBT, khususnya PLTA sebagai penghasil listrik yang beasal dari air. Listrik dan air adalah cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, oleh karena itu kekayaan alam harus dikuasai oleh negara sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Adapun saran yang ditawarkan dari hasil penelitian ini adalah perlu meninjau kembali terkait aspek keekonomian pada sektor EBT, perlu dilakukan perninjauan kembali terhadap kontrak-kontrak PT PLN – IPP, pemerintah perlu dengan cermat melihat dampak pembangunan PLTA bagi masyarakat dalam serta menyoroti kepemilikan mayoritas cabang produksi yang menyangkut hidup orang banyak. ......The high demand for electricity in society to fulfill it requires water resources, because water in Indonesia is very abundant. However, in practice it is necessary to regulate the development of hydroelectric power plants (PLTA) which are included in the new renewable energy (EBT). The condition of the government is still limited so that cooperation between the government and the private sector is needed. Environmental awareness is often violated by the private sector/PLTA and can potentially cause problems in the availability of water resources for the community. So therefore it is necessary to see how the solution must be made by the government. The discussion of the problems in this study are: first, regulation of the utilization of new renewable energy in water resources in the construction of the Batang Toru hydropower plant, South Tapanuli Regency. Second, the use of water as a new renewable energy and its impact on the community in the construction of the Batang Toru hydropower plant, which is majority owned by the private sector. In this study the method used is doctrinal. Doctrinal research uses secondary data as basic data by conducting research and is supported by primary data through interviews with related parties. This study concludes that in the development of regulations on Natural Resources EBT in Indonesia and the Regions it has not been fully regulated, and is oriented towards aspects of the benefits of EBT. Regulations that affect the implementation of EBT need to be adjusted and changed so as to increase the utilization of EBT, especially hydropower as a producer of electricity derived from water. Electricity and water are branches of production that concern the livelihoods of many people, therefore natural resources must be controlled by the state in accordance with Article 33 paragraph 3 of the 1945 Constitution. The suggestions offered from the results of this study are that it is necessary to review the economic aspects of the EBT sector, it is necessary to review PT PLN - IPP contracts, the government needs to carefully look at the impact of hydropower development on the community and highlight the ownership of the majority of production branches which concern the lives of many people.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silky Yolanda Villincya
Abstrak :
BUMN guna mengoptimalkan dan mempertahankan kedudukannya dalam dinamisnya perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dunia melalui mekanisme restrukturisasi dengan memanifestasikan jumlah perusahaan yang pasti atau rightsizing melakukan pembentukan holding company. Perkembangan sektor bisnis yang semakin besar dan juga menantang tidak menutup kemungkinan kedepannya anggota holding BUMN melakukan ekspansi dengan pembentukan beberapa anak perusahaan dan beberapa anak perusahaan tersebut mengalami kerugian. Berkaitan dengan hal tersebut timbul permasalahan yang mungkin dapat terjadi mengingat yang menjadi induk perusahaan adalah bagian dari suatu holding company BUMN yang dimana sebelum tergabung dalam holding kedudukannya adalah sebagai BUMN yang kemudian bertransformasi menjadi anggota dalam holding company BUMN. Penelitian ini dipaparkan guna mengetahui sejauh mana tanggung jawab anggota holding BUMN sebagai induk terhadap anak perusahaannya yang mengalami kerugian dan terkait status kerugian yang dialami anak perusahaan dalam kaitannya dengan keuangan negara. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendeketan kasus. Adapun untuk bahan penelitian yang digunakan terdiri dari bahan hukum dan bahan non hukum melalui studi dokumen hukum dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tanggung jawab jawab anggota holding BUMN sebagai induk terhadap kerugian anak perusahaannya hanya sebatas pada saham yang disertakan sebagai modal atau limited liability kecuali dapat dibuktikan bahwa induk perusahaan memenuhi doktrin piercing the corporate veil. Dalam hal anak perusahaan mengalami kerugian maka kerugian tersebut tidak dapat dikategorikan kerugian negara karena penyertaan modalnya dari penempatan langsung dari negara yang berasal dari APBN atau APBD melaikan melalui penyertaan saham yang dimiliki oleh anggota BUMN. ......SOE in order to optimize and maintain their position in the dynamic development and growth of the world economy through restructuring mechanisms by manifesting a definite number of companies or rightsizing the formation of a holding company. The development of the business sector that is getting bigger and also challenging does not rule out the possibility that in the future members of the SOE holding will expand with the formation of several subsidiaries and some of these subsidiaries suffer losses. In this regard, problems arise that may occur considering that the parent company is part of a SOE holding company which before joining the holding its position was as a SOE which then transformed into a member of a SOE holding company. This research was presented in order to determine the extent of the responsibility of members of the SOE holding as a parent to their subsidiaries that suffered losses and related to the status of losses suffered by subsidiaries in relation to state finances. The research method used is normative juridical using statue approach, conceptual approach and case approach. As for the research materials used, they consist of legal materials and non-legal materials through the study of legal documents and literature studies. The results of this study show that the responsibility of members of the SOE holding as the parent for the loss of its subsidiaries is only limited to the shares included as capital or limited liability unless it can be proven that the parent company meets the doctrine of piercing the corporate veil. In the event that a subsidiary suffers a loss, the loss cannot be categorized as a state loss because of its capital participation from direct placement from the state derived from the APBN or APBD through the participation of shares owned by members of the SOE holding.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alta Mahandara
Abstrak :
Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur bahwa Pemegang Saham tidak bertanggung jawab atas perikatan dan kerugian yang mengikat/diderita perseroan melebihi saham-saham yang telah disetorkan, yang mana hal tersebut dikenal dengan prinsip tanggung jawab terbatas. Akan tetapi prinsip tanggung jawab terbatas tersebut tidak berlaku dalam aspek perpajakan, dimana berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2020 Tahun 2020, Pemegang Saham dari Perseroan Terbatas dikategorikan sebagai Penanggung Pajak, yang harus turut bertanggung jawab terhadap kewajiban perpajakan dari Perseroan Terbatas tersebut, sampai dengan harta kekayaan pribadinya. Kewajiban tersebut merupakan kewajiban langsung yang timbul tanpa didasari adanya kondisi-kondisi pendahuluan yang menyebabkan dapat diterapkannya prinsip piercing the corporate veil terhadap Pemegang Saham. Oleh karena itu, penulis hendak melakukan analisis terkait benturan antara tanggung jawab Pemegang Saham sebagai Penanggung Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2020 Tahun 2020 dengan prinsip tanggung jawab terbatas dari Pemegang Saham sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Penelitian yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah penelitian yuridis normatif, yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Penulis kemudian menemukan bahwa tanggung jawab Pemegang Saham sebagai Penanggung Pajak perlu dikajii kembali, karena bertentangan dengan prinsip tanggung jawab terbatas dari Pemegang Saham sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. ......Article 3 Paragraph (1) of Limited Liability Company Law regulates that the Shareholder shall not be liable for the engagement and loss which bind/suffered by the company which exceeding what has been subscribed as shares, whereas such condition is known as limited liability principle. However, such limited liability principle is not adhered in taxation perspective, whereby based on the Ministry of Finance Regulation Number 189/PMK.03/2020 Tahun 2020, the Shareholder of a Limited Liability Company is categorized as Tax Guarantor, which mean shall also be liable for the taxation obligation of such Limited Liability Company, including the Shareholder’s personal assets. Such obligation is direct obligation without preliminary basis which resulted in piercing the corporate veil action. Therefore, the author desire to analyze the contradiction between the categorization of Shareholder as Tax Guarantor as regulated in the Ministry of Finance Regulation Number 189/PMK.03/2020 Tahun 2020 with the limited liability principle as regulated in the Limited Liability Law. The research that is conducted to answer such question is a juridic-normative research, which is focusing on the implementation of the rules and norms in positive law. The author then found out that the categorization of Shareholders as Tax Guarantor shall re-assessed, because its contradict the limited liability principle of the Shareholder as regulated in the Limited Liability Company Law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indramayu
Abstrak :
Dalam Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan pengembangan Equity Crowdfunding, perusahaan yang dapat menjadi Penerbit tidak hanya badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas, perusahaan partnership juga dapat menjadi Penerbit efek bersifat utang atau sukuk. Pemodal yang membeli efek pada perusahaan partnership memiliki risiko kerugian yang besar karena perusahaan partnership bukan badan hukum dan umumnya perusahaan pemula yang belum tentu memiliki pengelolaan yang baik. Penelitian ini mengkaji jaminan perlindungan hukum bagi Pemodal perusahaan partnership yang diatur dalam POJK 57/2020 dan perjanjian-perjanjian dalam penyelenggaraan SCF. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data-data sekunder yang diolah secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan: Pertama, POJK 57/2020 memberikan perlindungan hukum dengan cara adanya syarat kualifikasi bagi pihak-pihak dalam SCF, batasan pembelian dan pengumpulan dana, kewajiban mengungkapkan fakta material, jatuh tempo buyback, penggunaan escrow account, pencatatan Efek kepada bank kustodian, serta pemantauan usaha dan kewajiban bayar oleh Penyelenggara. Namun, perlindungan hukum bagi Pemodal masih belum komprehensif karena masih menimbulkan masalah seperti pengawasan penyelenggaraan SCF yang belum optimal, kurang lengkapnya pengungkapan fakta material terkait aspek hukum dalam perusahaan partnership dan pengaturan SCF masih lemah karena hanya berbentuk POJK. Kedua, terdapat perjanjian penyelenggaraan SCF yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, seperti adanya perjanjian penyelenggaraan SCF yang menggunakan dasar hukum POJK 37/2018 yang sudah tidak berlaku, adanya klausul baku yang dilarang yaitu klausul pengalihan tanggungjawab dan klausul tunduknya pemodal kepada aturan baru atau perubahan yang dibuat sepihak oleh Penyelenggara SCF, serta beberapa perjanjian SCF tidak memuat klausul pemberian kuasa dari Pemodal efek bersifat utang atau Sukuk dengan Penyelenggara. ......n Securities Crowdfunding (SCF), which is the development of Equity Crowdfunding, companies that can become issuers are not only business entities in the form of limited liability companies, partnership companies can also be issuers of debt securities or sukuk. Investors who buy securities in partnership companies have a large risk of loss because partnership companies are not legal entities and generally start-up companies do not necessarily have good management. This study examines the guarantee of legal protection for investors in partnership companies as regulated in POJK 57/2020 and agreements in the implementation of SCF. This study uses a normative juridical research method using secondary data that is processed qualitatively. The results of the study show: First, POJK 57/2020 provides legal protection by means of qualification requirements for parties in SCF, limits on purchasing and collecting funds, obligations to disclose material facts, maturity of buybacks, use of escrow accounts, recording of securities to custodian banks, and monitoring of business and payment obligations by the broker. However, legal protection for investors is still not comprehensive because it still causes problems such as the supervision of the SCF implementation that is not optimal, the incomplete disclosure of material facts related to legal aspects in partnership companies and the SCF regulation is still weak because it is only in the form of POJK. Second, there are SCF implementation agreements that are not in accordance with applicable regulations, such as the existence of an SCF implementation agreement that uses the legal basis of POJK 37/2018 which is no longer valid, the existence of a prohibited standard clause, namely a transfer of responsibility clause and a clause that investors submit to new rules or changes. unilaterally made by the SCF broker, as well as several SCF agreements that do not contain a clause on granting power of attorney from debt securities or Sukuk Investors to the broker.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzi Tegar Nugraha
Abstrak :
Studi ini menganalisis bagaimana upaya ganti rugi dan penegakan hukum terhadap tindakan Pump and Dump dalam kasus PT Jiwasraya. Studi ini menarik karena kejaksaan memblokir semua rekening efek yang terkait dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh PT Jiwasraya, dan juga hingga sekarang belum ada upaya terkait ganti rugi akibat tindakan Pump and Dump tersebut. Kajian ini menggunakan metode pendekatan normative serta lapangan bersifat deskriptif analisis. Data yang diteliti terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Penelitian ini menunjukan bahwa belum adanya penegakan aturan hukum pada kasus PT Jiwasraya terkait Pump and Dump, dimana pihak kejaksaan memblokir seluruh rekening efek termasuk miliki para investor tanpa dipisah terlebih dahulu, dan juga belum adanya bentuk ganti rugi bagi para pihak yang tekena dampak dari kasus Pump and Dump tersebut merupakan bentuk tidak adanya perlindungan hukum sehingga sampai sekarang para investor tidak dapat menerima kembali sejumlah saham yang telah diinvestasikan di PT Jiwasraya, dan belum menerima ganti rugi akibat tindakan Pump and Dump tersebut ......This study analyzes how to compensate and enforce the law against Pump and Dump actions in the PT Jiwasraya case. This study is interesting because the prosecutor's office blocked all securities accounts related to the corruption case carried out by PT Jiwasraya, and also until now there has been no attempt to compensate for the Pump and Dump action. This study uses a normative approach and a descriptive field analysis method. The data studied consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. This study shows that there is no law enforcement in the PT Jiwasraya case related to Pump and Dump, where the prosecutor's office blocked all securities accounts including those of investors without being separated beforehand, and also there is no form of compensation for the parties affected by the Pump and Dump case. is a form of the absence of legal protection that until now investors cannot receive back the number of shares that have been invested in PT Jiwasraya, and has not received any compensation due to the Pump and Dump action.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifta Andras Arsalna
Abstrak :
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 menjadi sebuah peraturan yang menetapkan PPh Final 0,5% khususnya bagi pengusaha kecil yang menimbulkan pro dan kontra dalam pelaksanaannya. Melalui PP inilah di dalamnya memberikan beberapa aturan mengenai dasar pengenaan pajak dan siapa saja pihak-pihak yang dapat dikenakan PPh Final. PP ini menurunkan tarif pajak dari peraturan yang sebelumnya untuk memberikan keringanan dan kemudahan beban pajak bagi para pengusaha kecil di Indonesia. Pemerintah mengingat bahwa usaha kecil menjadi salah satu pendongkrak ekonomi suatu negara tetapi minim perhatian dan fasilitas. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekaan yuridis normatif karena dengan adanya penelitian ini maka akan mengulas secara mendalam mengenai penerapan dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan kaitannya dengan prinsip keadilan dalam hukum perpajakan mengingat peraturan ini dibuat untuk memihak para pengusaha kecil. Hasil dari adanya penelitian ini yaitu didapatkan bahwa secara normatif, peraturan ini sudah memberikan keadilan bagi para pengusaha kecil. Tetapi dikarenakan adil adalah hal yang abstrak, maka keadilan belum sepenuhnya tercapai. Selain itu, ditemukan hambatan yang dihadapi oleh para fiskus dan pengusaha kecil. Salah satu hal terbesarnya yaitu masih banyak pengusaha kecil yang belum mengetahui kewajiban perpajakannya hingga masih minimnya pengusaha kecil dalam melakukan pencatatan keuangan. Sehingga, diperlukan support, kerja sama, hingga kepercayaan dari berbagai elemen untuk dapat meminimalisir hambatan yang dihadapi oleh para fiskus dan pengusaha kecil. ......The government's Rule Number 23 in 2018 is a rule that stated Final Income Tax for 0,5%, especially for small businesses and it rises pros and cons int he implementation. Through this PP there are several basic rules on the tax imposition and determine parties that should be Final Income Taxed. This government regulation decreases tax costs from previous rules to lighten up and facilitate tax costs for small businesses in Indonesia. The government noted that small businesses make contributions to boost the economy of a nation but there is minimum care and facilitations. This research was done by using a normative juridical approach because through this research the researcher would review deeply the implication of the Government's Rule Number 23 in 2018 and related to the fairness principle in tax law given that this research was made to take small business actor's side. The result of this research is we got normatively these rules have already given fairness to small businesses. But because fairness is an abstract hung, think, then fairness had not been fully achieved.  Other than that, there is an obstacle that has to be faced by the fiscus and small business actors. One of the biggest problems is there are still a lot of small business actors who still do not know about tax obligations which causes small businesses not to write a financial record. So it is necessary to have support, cooperation, and trust from various elements to minimize obstacles that have to be faced by fiscus and small businesses.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alldino Yoga Debina
Abstrak :
Kredit sindikasi adalah pinjaman yang diberikan oleh lebih dari satu kreditur yang bertujuan untuk memberi kredit pada suatu perusahaan yang memerlukan kredit dalam rangka pembiayaan terhadap suatu proyek. Namun, pada akhir tahun 2019 dunia digemparkan dengan kemunculan varian virus baru yaitu Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang berdampak pada perekonomian dunia, salah satunya Indonesia yang turut terdampak secara langsung dan tidak langsung mengenai stabilitas sistem keuangan dan kinerjanya, sehingga menyebabkan dinamika kredit perbankan menjadi macet. Permasalahan kredit sindikasi adalah permasalahan yang serius, hal ini karena kredit sindikasi merupakan kredit dalam skala dana yang besar dan terdiri dari beberapa bank. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai: (i) Tindakan yang dilakukan perbankan untuk memitigasi risiko kredit yang terjadi dalam skema pemberian kredit sindikasi pada masa pandemi COVID-19; dan (ii) Upaya yang dilakukan Bank BNI untuk menyelamatkan kredit sindikasi yang bermasalah. Penelitian ini merupkan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menelaah asas-asas hukum dan sumber hukum tertulis. Tindakan yang dilakukan oleh Bank BNI untuk menanggulangi risiko kredit yang terjadi dalam skema pemberian kredit sindikasi pada masa pandemi COVID-19 dengan cara perbankan wajib untuk memenuhi ketentuan yang diatur oleh peraturan di Indonesia, salah satunya dengan penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking principal) sebelum menyetujui atau memberikan kredit pada debiturnya. Konsep prinsip kehati-hatian sejalan dengan penerbitan POJK No. 11/POJK.03/2020 yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menanggulangi risiko kredit yang disebabkan oleh pandemik COVID-19. Kemudian, Upaya yang dilakukan Bank BNI untuk menyelesaikan kredit yang bermasalah adalah dengan restrukturisasi kredit. Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan oleh bank terhadap debitur yang berpotensi atau mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban. Dalam restrukturisasi kredit yang dilakukan terbagi menjadi : (i) Penjadwalan Kembali (Reschduling), (ii) Persyaratan Kembali (Reconditioning); dan (iii) Penataan Kembali (Restructuring). ......Syndicated loans are loans given by more than one creditor with the aim of providing credit to a company that requires credit in order to financing project. At the final year of 2019, the world shaken by new variant of virus known as Coronavirus Disease 2019 or COVID-19. COVID-19 has an impact on the world economy, one of them is Indonesia, which is directly and indirectly affected by the stability of the financial system and its performance, resulting in the dynamics of bank credit to become stuck. The problem of syndicated credit is a serious problem, because syndicated loans are loans on a large scale and consist of several banks and certain if there is congestion, the impact will be very large both for the banks themselves, and furthermore it will have a major impact on the community as customers. The issue in these thesis is regarding: (i) actions taken by banks to mitigate credit risk that occurs in the syndicated loan scheme during pandemic of COVID-19; and (ii) the attempt made by BNI Bank to save non-performing syndicated loans. The actions taken by BNI Bank to overcome credit risk that occurred in the syndicated loan scheme during the pandemic of COVID-19 by means of banking obligations to comply with the provisions stipulated by regulations in Indonesia, one of which is the application of the precautionary principle (Prudential Banking Principal), prior approving or giving credit to debtors. The precautionary principle concept is in line with issuance of POJK No. 11/POJK.03/2020 issued by Indonesian Government to address credit risk cause by the pandemic of COVID-19. In addition, BNI’s efforts to resolve non-performing loans are credit restructuring. Credit restructuring is an action made by bank to repair debtors who have the potential or undergo problem for fulfilling their obligation are following by lowering loan interest rates, extending time, reducing loaned interest arrears, adding credit facilities or converting loans into equity participation. The concept of credit restructuring is divided into: (i) Rescheduling; (ii) Reconditioning; (iii) Restructuring.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Maharani
Abstrak :

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pasal-pasal terkait pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan peraturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Rangkaian regulasi tersebut secara tekstual mengalienasi hak-hak perempuan lajang atas pemenuhan HKSR mereka, karena hanya perempuan menikah saja yang berhak atas kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sosio-legal, dengan menganalisis implikasi dari pasak-pasal dalam ketiga peraturan perundang-undangan tersebut melalui pendekatan kualitatif. Temuan dalam penelitian ini adalah: 1. Rangkaian regulasi kesehatan seksual dan reproduksi yang berlaku berpotensi menjadi justifikasi untuk menolak perempuan lajang yang ingin mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi; 2. Rangkaian regulasi yang ada berperan dalam penegakan stigma negatif yang menyelubungi pemenuhan HKSR bagi perempuan lajang; dan 3. Perlunya rangkaian regulasi yang sensitif dengan isu gender dan harusz inklusif bagi semua perempuan dan tidak hanya merujuk kepada pengalaman perempuan berstatus menikah.

 


This research aims to analyze the laws around Sexual and Reproductive Health Rights (SRHR) in Law on Health (Law No. 36/2009), Government Regulation on Reproductive Health (Government Regulation No. 61/2014) and Minister of Health Regulation on Health Services during Pre-Pregnancy, Pregnancy, Childbirth and Post-Childbirth, Contraceptive Services and Sexual Health Services (Minister of Health Regulation No. 97/2014). These laws and regulations textually alienate unmarried women and their sexual and reproductive health rights since the laws only recognizes sexual and reproductive health rights for married women. The method used to conduct this research is socio-legal method, which analyzes the implication that comes from the aforementioned laws and regulations through qualitative approach. This research finds: 1. The laws and regulations on sexual and reproductive health has the potential to justify any medical facility to reject unmarried women that wanted to access sexual and reproductive healthcare; 2. The existing set of law and regulations has a role in upholding the negative stigma surrounding SRHR for unmarried women; and 3. There is a need for a set of laws and regulations that are sensitive to gender issues and that it should be inclusive to all women and not only centered around the experience of married women.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisanty Soufi Aulia
Abstrak :
Pasca 8 tahun UU no. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disahkan, paradigma tentang pemidanaan bagi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) berubah menjadi pemidanaan yang lebih mengedepankan pelaksanaan akses keadilan dan berprinsip pemulihan melalui konsep keadilan restoratif. Baik secara substansi maupun prosedural, anak berhak atas peradilan yang objektif and non diskriminatif, khususnya jika anak merupakan bagian dari kelompok rentan. Menggunakan metode studi putusan dan studi empiris di kota Surakarta, penulis menemukan bahwa masih terdapat fenomena kontras yang menunjukan adanya diskriminasi akses keadilan bagi Anak Perempuan Berhadapan dengan Hukum, khususnya anak perempuan. Praktek dan koordinasi yang apik di antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah dan pelaksana kesejahteraan sosial tidak diimbangi secara substansial oleh putusan Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta yang memberikan pertimbangan hukum menggunakan riwayat seksualitas, termasuk status sebagai Anak dengan HIV/AIDS (ADHA). Selain itu, Anak juga tidak didampingi oleh bantuan hukum yang efektif sejak tahap awal penyidikan. Temuan implementasi akses keadilan yang belum optimal tersebut adalah evaluasi terhadap pelaksanaan akses keadilan bagi anak berhadapan dengan hukum. ......After 8 years of Law no. 11 of 2012 regarding SPPA was passed, punitive paradigm for children in conflict with law has changed to the priority for the implementation of access to justice and principles of recovery through the concept of restorative justice. Both substantially and procedurally, children have the right to an objective and non-discriminatory trial, especially if the child is part of a vulnerable group. Using both court decision study and empirical data within the city of Surakarta, this research found that there is a contrast phenomenon that shows about discrimination to access to justice for girls in conflict with the law. The judge in the Surakarta regional court provided legal considerations with a tendency to blame the girl's sexuality history, including the her status as a girl with HIV/AIDS (ADHA). She was also not accompanied and provided by proper legal aid since the initial stage of the investigation. These findings of ineffective of access to justice is an evaluation for Law no. 11 of 2012 as the main legal framework in pursuing access to justice for child in conflict with law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>