Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Rahma Luthfia
Abstrak :
Penelitian kali ini bertujuan untuk menganalisa kandungan metabolomik dan kandungan mineral besi (Fe) dan seng (Zn) pada beras pecah kulit dan biofortifikasi. Metode yang digunakan dalam uji kandungan Fe dan Zn adalah menggunakan Spektofometri Serapan Atom (SSA) dan LC-MS (Liquid Chromatography-Mass Spectrometry digunakan untuk mengetahui senyawa metabolomik. Hasil uji Fe dan Zn ekstrak beras pecah kulit lokal (Mentik Susu & Pandan Wangi) dan beras sosoh biofortifikasi (Ciherang & Ir Nutri Zink) adalah kandungan Fe dan Zn pada beras lokal pecah kulit lebih tinggi dibandingkan beras sosoh biofortifikasi. Kandungan  Fe dan Zn tertinggi dimiliki oleh beras lokal pecah kulit Pandan Wangi, Fe (88,20 ppm) dan Zn (35,70 ppm) dan yang terendah adalah beras sosoh biofortifikasi Ir Nutri Zink, Fe (57,47 ppm) dan Zn (19,90 ppm). Kandungan senyawa metabolomik pada analisis model klasifikasi model PCA didapatkan keempat sampel tidak dapat berkelompok dengan baik dengan jumlah R2X= 0,89; Q2=0,2. Pada analisis PLS-DA didapatkan model prediksi SIMCA yang sesuai dengan nilai nilai R2Y=1 dan Q2= 0,89. Pada analisis metabolomik beras lokal pecah kulit (Mentik Susu & Pandan Wangi) dan beras sosoh biofortifikasi (Ciherang & Ir Nutri Zink) terdapat empat senyawa fingerprint yaitu, Oryzamutaic acid B, Oryzamutaic acid J, 4,5,6-Trihydroxy-3-methoxy-5-methyl-2-cyclohexen-1- one dan 3,4,5-Trihydroxy-5-methyl-2-cyclohexen-1-one. Ekstrak metanol beras lokal pecah kulit Mentik Susu dan Pandan Wangi memiliki mutu yang lebih bagus dengan luasan peak yang lebih tinggi pada beberapa senyawa yang sama namun jumlah senyawa yang dimiliki lebih sedikit ......This research aims to analyze the metabolomic content and mineral content of iron (Fe) and zinc (Zn) in brown rice and biofortified ice. The methods used to test Fe and Zn content are Atomic Absorption Spectrometry (SSA) and LC-MS (Liquid Chromatography-Mass Spectrometry) to determine metabolomic compounds. Fe and Zn test results of local broken rice extracts (Mentik Susu & Pandan Wangi) and biofortified steamed rice (Ciherang & Ir Nutri Zink) where the Fe and Zn content in local broken-hull rice is higher than in biofortified steamed rice. The highest Fe and Zn content is found in local broken-hulled rice Pandan Wangi, Fe (88.20 ppm) and Zn (35.70 ppm) and the lowest was Ir Nutri Zink biofortified rice, Fe (57.47 ppm) and Zn (19.90 ppm). The content of metabolomic compounds in the PCA classification model analysis showed that the four samples could not be grouped. good with the amount of R2 Pandan Wangi) and biofortified rice (Ciherang & Ir Nutri Zink) contain four fingerprint compounds, namely, Oryzamutaic acid B, Oryzamutaic acid J, 4,5,6-Trihydroxy-3-methoxy-5-methyl-2-cyclohexen-1- one and 3,4,5-Trihydroxy-5-methyl-2-cyclohexen-1-one. The methanol extract of brown rice rice, Mentik Susu and Pandan Wangi, has better quality with a higher peak area for some of the same compounds but the number of compounds contained is smaller.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Maharani Rosa Wibowo
Abstrak :
Tanaman hias syngonium podophyllum menunjukkan variasi warna daun yang terbagi menjadi tiga, yaitu merah muda, kombinasi merah muda-hijau, dan hijau. Berdasarkan ketiga variasi tersebut, merah muda adalah warna daun yang paling diminati masyarakat. Intensitas cahaya matahari diduga berpengaruh terhadap variasi warna daun S. podophyllum. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya terhadap variasi warna daun S. podophyllum. Syngonium podophylllum ditanam di dalam naungan paranet berbentuk kubus dengan kerapatan berbeda sebagai representasi intensitas cahaya yang diterima tanaman. Terdapat tiga perlakuan kerapatan paranet, yaitu 45%, 65%, dan 85%. Ketiga tanaman perlakuan dibandingkan terhadap tanaman kontrol yang ditumbuhkan tanpa naungan paranet. Pengambilan data berupa data kualitatif dan data kuantitatif dilakukan terhadap setiap tanaman. Data kualitatif berupa variasi bentuk dan warna daun, sedangkan data kuantitatif berupa pertumbuhan tanaman, kadar pigmen daun, dan parameter lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh naungan paranet terhadap kemunculan warna daun S. podophyllum. Naungan paranet 85% memiliki tanaman dengan jumlah daun berwarna merah muda yang paling banyak dan laju pertumbuhan yang paling tinggi. Sementara itu, naungan paranet 65% menunjukkan peluang paling besar pada kemunculan daun berwarna kombinasi merah muda-hijau. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui faktor internal yang paling berpengaruh terhadap perubahan warna daun S. podophyllum ......The ornamental plant Syngonium podophyllum displays leaf color variations that are divided into three categories: pink, pink-green combination, and green. Among these variations, the pink color is the most preferred by the community. It is believed that the intensity of sunlight affects the leaf color variations of S. podophyllum. A study was conducted to determine the effect of light intensity on the leaf color variations of S. podophyllum. Syngonium podophyllum plants were grown under cube-shaped shade nets with different densities to represent the received light intensity. Three shade net densities were used as treatments: 45%, 65%, and 85%. These three treatment plants were compared to a control plant grown without shade net. Data were collected for each plant, including qualitative data such as leaf shape and color variations, and quantitative data such as plant growth, leaf pigment content, and environmental parameters. The research results indicate that shade nets have an influence on the appearance of leaf colors in S. podophyllum. The 85% shade net density resulted in the highest number of pink-colored leaves and the fastest growth rate. Meanwhile, the 65% shade net showed the highest probability of the pink-green combination leaf color. Further research is needed to determine the internal factors that have the most significant impact on the leaf color changes in S. podophyllum
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aqmal Danish
Abstrak :
Syngonium podophyllum memiliki warna daun yang bervariasi. Variasi tersebut antara lain warna merah muda, kombinasi merah muda-hijau, dan hijau. Warna-warna yang terdapat pada daun dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal tanaman. Studi anatomi dilakukan untuk melihat bagaimana tampilan jaringan mesofil pada berbagai variasi warna daun yang dimiliki oleh S. podophyllum. Metode yang digunakan adalah metode sayatan segar dan metode parafin. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan tampilan jaringan mesofil pada tiap warna daun. Daun berwarna merah muda dari S. podophyllum memperlihatkan jaringan mesofil yang tidak berdiferensiasi menjadi palisade. Daun berwarna hijau menunjukkan jaringan mesofil yang terdiferensiasi menjadi palisade. Sementara itu, daun berwarna kombinasi merah muda-hijau menunjukkan adanya jaringan mesofil yang berdiferensiasi menjadi palisade maupun tidak. Penelitian menunjukkan hasil bahwa warna daun berkorelasi dengan struktur anatomi jaringan mesofil. Namun, perubahan warna yang terjadi pada daun S. podophyllum tidak memengaruhi struktur jaringan mesofil. Cahaya diduga merupakan salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi variasi dan perubahan warna daun S. podophyllum, yang masih perlu dikaji lebih lanjut. ......Syngonium podophyllum has a variety of leaf colors. The variations include pink, pink-green combination, and green. Internal and external factors influence leaf color. An anatomical study was conducted to observe the appearance of mesophyll tissue in the different leaf color variations of S. podophyllum. The methods used were fresh sectioning and paraffin methods. The research results indicated differences in the appearance of mesophyll tissue for each leaf color. Pink-colored leaves of S. podophyllum showed undifferentiated mesophyll tissue in the palisade. Green-colored leaves exhibited differentiated mesophyll tissue in the palisade. Meanwhile, leaves with a pink-green combination showed both differentiated and undifferentiated mesophyll tissue in the palisade. The study revealed that leaf color correlated with the anatomical structure of mesophyll tissue. However, the color changes that occur in S. podophyllum leaves do not affect the structure of mesophyll tissue. Light is thought to be one of the environmental factors that influence variation and changes in the leaf color of S. podophyllum, which still needs to be studied further.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yunus
Abstrak :
Beras berwarna memiliki nutrisi lebih baik karena mengandung pigmen antosianin. Kandungan antosianin beras dipengaruhi oleh pemaparan iradiasi sinar gama dan masa penyimpanan. Pemaparan iradiasi sinar gama dapat menginduksi radikal bebas sehingga memicu sintesis antosianin atau memutus ikatan glikosidik antosianin. Kandungan antosianin juga dapat teroksidasi selama masa penyimpanan. Pemaparan sinar gama pada enam beras hitam dan merah dengan variasi dosis 0, 2, 5, 10, 20, dan 30 kGy serta disimpan selama 6 bulan. Antosianin dianalisis menggunakan metode perbedaan pH. Hasil pemaparan iradiasi sinar gama menyebabkan peningkatan kandungan antosianin tertinggi pada beras hitam yaitu Botanik (50,264 menjadi 82,743 mg/100g) dan Jatiluwih (15,697 menjadi 32,228 mg/100g). Beras hitam lainnya mengalami penurunan antosianin terendah yaitu Hariku (27,553 menjadi 14,110 mg/100g), Seblang Banyuwangi (33,481 menjadi 13,943 mg/100g), dan Jawa Melik (53,353 menjadi 31,060 mg/100g). Pada beras merah, kandungan antosianin tertinggi yaitu Cempo Sleman (1,252 menjadi 20,539 mg/100g), Seblang Banyuwangi (2,672 menjadi 17,867 mg/100g), Jatiluwih (2,254 menjadi 43,000 mg/100g), Bronrice (6,680 menjadi 19,287 mg/100g), PK Sundakala (1,085 menjadi 20,289 m/100g), dan Healthy Choice (2,004 menjadi 23,044 mg/100g). Selain itu, penyimpanan selama 6 bulan cenderung meningkatkan kandungan antosianin pada beras hitam dan merah. ......Colored rice has better nutrition because it contains anthocyanin pigments. The anthocyanin content of rice is influenced by exposure gamma radiation and storage time. Gamma radiation exposure can induce free radicals, triggering anthocyanin synthesis or breaking anthocyanin glycosidic bonds. Anthocyanin content can also be oxidized during storage. Six varieties of black and red rice were exposed to gamma radiation at doses of 0, 2, 5, 10, 20, and 30 kGy, followed by a 6-month storage period. Anthocyanins were analyzed using the pH difference method. The results of gamma radiation exposure caused the highest increase anthocyanin content in black rice, namely Botanik (50.264 to 82.743 mg/100g) and Jatiluwih (15.697 to 32.228 mg/100g). Other black rice varieties experienced the lowest decrease in anthocyanin, namely Hariku (27.553 to 14.110 mg/100g), Seblang Banyuwangi (33.481 to 13.943 mg/100g), and Jawa Melik (53.353 to 31.060 mg/100g). The highest red rice anthocyanin content was in Cempo Sleman (1.252 to 20.539 mg/100g), Seblang Banyuwangi (2.672 to 17.867 mg/100g), Jatiluwih (2.254 to 43.000 mg/100g), Bronrice (6.680 to 19.287 mg/100g), PK Sundakala (1.085 to 20.289 mg/100g), and Healthy Choice (2.004 to 23.044 mg/100g). Anthocyanin Storage for 6 months tended to increase anthocyanin content in both black and red rice.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salimah Nur Khoiriyah
Abstrak :
Penelitian keanekaragaman lumut telah dilakukan di Hutan Kota Srengseng Sawah (di dalam hutan kota) dan area Jln. Moh. Kahfi II (di luar hutan kota). Hutan Kota Srengseng Sawah merupakan area dengan tutupan vegetasi yang rapat dengan tingkat aktivitas manusia yang sangat terbatas. Sementara, Jln. Moh. Kahfi II merupakan area jalan raya dengan tingkat gangguan manusia tinggi dan lalu lintas yang padat. Perbedaan kondisi lingkungan tersebut dapat mempengaruhi keberadaan dan keanekaragaman lumut epifit yang sensitif terhadap perubahan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan keanekaragaman lumut epifit di dalam dan di luar hutan, serta untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap keanekaragaman lumut epifit di kedua lokasi tersebut. Di gunakan 3 petak berukuran 20 x 20 m yang tersebar di dalam hutan, sementara di luar hutan digunakan petak berukuran 4 x 50 m. Pada masing-masing petak akan dipilih 5 individu pohon sebagai pohon inang. Pengkuran tutupan lumut epifit pada setiap pangkal sampel pohon inang menggunakan subplot berukuran 10 x 10 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat 15 spesies lumut epifit yang ditemukan di lokasi penelitian dengan perolehan lumut epifit di dalam hutan sebanyak 11 spesies dan di luar hutan sebanyak 8 spesies. Nilai indeks kesamaan sorensen sebesar 0,42 menunjukkan kesamaan spesies pada kedua lokasi cenderung rendah. Keanekaragaman spesies lumut epifit pada kedua lokasi berada pada kisaran rendah sampai sedang. Calymperes tenerum merupakan spesies dominan yang dibuktikan dengan indeks kepentingan yang tinggi. Berdasarkan frekuensi kehadiran, Calymperes tenerum cenderung memilih pohon saga dan tanjung sebagai preferensi inang.  ......Research on moss diversity has been carried out in the Srengseng Sawah Urban Forest (inside the urban forest) and the Jln. Moh. Kahfi II (outside the urban forest). Srengseng Sawah Urban Forest is an area with dense vegetation cover with very limited levels of human activity. Meanwhile, Jln. Moh. Kahfi II is a highway area with high level of human disturbance and heavy traffic. These differences in environmental condition can influence the excistance and diversity of epiphytic bryophyte, which are sensitive to environmental changes. This research aims to determine the influence of environmental factors on the diversity of epiphytiv bryophyte in these two location, Three plots measuring 20 x 20 m were used wich were spread inside the forest, while outside the forest, plot measuring 4 x50 m were used. In each plot, five individuals trees will be selected as host trees. Measurement of epiphytic bryophyte cover at base of each host tree sample using a subplot measuring 10 x10 cm. The results of the research showed that there were 15 epiphytic bryophyte found in the forest and 8 species outside the forest. The Sorenseng Similarity Index value of 0,42 indicates that the similarity of species at the two locations tends to be low. The diversity of epiphytic bryophyte species at both locations was in the low to moderate range. Calymperes tenerum is dominant species, as proven by a high important index. Based on the frequency of presence, Calymperes tenerum tends to choose saga and tanjung trees as host preference. 
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Shania Guntoro
Abstrak :
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area hijau yang menjadi tempat berlindung lumut pada cuaca panas dan kering di wilayah urban. Spesies lumut yang mampu menoleransi kekeringan akan memiliki tutupan lumut yang besar dan melimpah pada suhu udara tinggi dan kelembapan udara rendah. Lumut epifit dapat menjadi bioindikator karena lumut sensitif terhadap perubahan lingkungan. Kelimpahan suatu spesies lumut epifit dapat menunjukkan lingkungan yang ekstrim di suatu area. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kelimpahan lumut epifit serta mengetahui hubungan faktor lingkungan dan inang pohon dengan kelimpahan lumut epifit di Hutan Kota Srengseng Sawah dan tepi Jalan Moch. Kahfi II. Penelitian dilakukan dengan mengoleksi sampel lumut epifit pada pohon inang yang dipilih secara random dengan ketentuan DBH batang pohon >20 cm. penelitian dilakukan pada 3 plot di dalam hutan kota dan 3 plot di tepi jalan luar hutan kota. Hasil analisis data rata-rata tutupan lumut epifit di dalam hutan lebih besar 43,32 ± 31,69% daripada di luar hutan 39,63 ± 29,44%, namun tidak beda signifikan (p = 0,566). Berdasarkan divisinya, rata-rata tutupan lumut sejati di dalam hutan sebesar 35,71 ± 27,81% dan lumut hati sebesar 47,96 ± 33,57%. Sedangkan di luar hutan, rata-rata tutupan lumut sejati sebesar 41,85 ± 29,11% dan lumut hati sebesar 26,56 ± 29,56%. Lumut melimpah pada pohon jati belanda, tipe kulit scaly-smooth, DBH batang pohon 37,9–58,7, rentang nilai pH 4,96–5,92, dan tutupan kanopi sebesar 33–56%. Rata-rata tutupan lumut tinggi pada ketinggian 0–100 dan arah utara di dalam hutan. Berdasarkan uji korelasi Spearman, hasil data kelimpahan lumut tidak berkorelasi antara parameter abiotik yaitu suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya dengan tutupan lumut di hutan kota dan tepi jalan. Hasil penelitian ini adalah persentase tutupan lumut dapat menjadi indikator parameter kelembapan udara di wilayah urban. ......Green Open Space (GOS) became an area for epiphytic bryophyte to refuge from hot and dry weather in urban district. Bryophyte species that can tolerate desiccation will have large and abundant bryophyte cover at high air temperature and low humidity percentage. Epiphytic bryophyte known to be used as bioindicator because it’s sensitivity to environmental changes. The abundance of some epiphytic species may indicate that they are present in the harsh environment of the area. This study aimed to see the significant difference of epiphytic bryophyte abundance and also the relationship between the abundance of epiphytic bryophyte with environmental factors and tree hosts in Srengseng Sawah City Forest and Moch. Kahfi II Roadside. This research collected epiphytic bryophyte sampels on random host trees with DBH >20 cm. The research carried out in 3 plots inside and 3 plots outside of city forest. The abundance of epiphytic bryophyte cover and its relations with environmental parameters were analysed. Data results state that the mean cover of bryophyte in the forest is greater 43,32 ± 31,69% than outside the forest 39,63 ± 29,44%, but not significantly different (p = 0,566). Based on division, the average moss (Bryophyte) cover in the forest is 35,71 ± 27,81% and liverworts (Marchantiophyta) are 47,96 ± 33,57%. Meanwhile, the average moss cover outside forest 41,85 ± 29,11% and liverworts are 26,56 ± 29,56%. Moss is abundant on Guazuma ulmifolia trees, scaly-smooth bark type, tree DBH range 37,9–58,7, pH value range 4,96–5,92, and canopy cover of 33–56%. The average bryophyte cover is high at heights 0–100 and facing north in the forest. Based on the Spearman correlation test, data results of bryophyte abundance did not correlate between abiotic parameter, that is air temperature, humidity, and light intensity with bryophyte cover at city forest and roadside. This research conclude that percentage of bryophyte cover can be an indicator for air humidity in urban district.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Wirdatul Umami
Abstrak :
Terapi fotodinamik yang dimediasi asam aminolevulinat (ALA-PDT) merupakan salah satu terapi kanker yang efektif dan minim efek samping. Terapi ini menggunakan ALA untuk mendorong akumulasi selektif protoporfirin IX (PpIX) yang dapat memicu pembentukan spesi oksigen reaktif toksik di dalam sel kanker. Namun, efektivitas ALA-PDT dapat dihambat oleh kerja transporter ABCG2 dan ABCB1 yang menghalangi akumulasi PpIX. Hemin berpotensi menjadi zat kombinasi untuk meningkatkan efektivitas ALA-PDT karena memiliki sifat antitumor dan dapat memengaruhi ekspresi DKK1 sebagai inhibitor jalur Wnt/β-catenin, jalur yang berkaitan dengan regulasi ABCG2 dan ABCB1. Penelitian ini menganalisis pengaruh pemberian kombinasi hemin dan ALA setelah 48 jam pada sel kanker paru-paru A549 terhadap viabilitas sel, akumulasi PpIX intraseluler, ekspresi gen DKK1, ABCG2, ABCB1, serta ekspresi protein ABCG2 dan ABCB1 menggunakan metode uji MTT, HPLC, RT-qPCR, dan western blotting. Hasil menunjukkan bahwa pemberian kombinasi hemin dan ALA yang diikuti fotoiradiasi menurunkan viabilitas sel A549. Akumulasi PpIX intraseluler meningkat setelah perlakuan. Ekspresi gen DKK1 mengalami penurunan, menunjukkan bahwa penurunan viabilitas dan peningkatan akumulasi PpIX tidak melalui penghambatan jalur Wnt/β-catenin oleh DKK1. Ekspresi ABCG2, baik mRNA maupun protein, menurun setelah perlakuan, sedangkan ekspresi ABCB1 meningkat. Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa ABCG2 lebih berperan dibandingkan dengan ABCB1 dalam akumulasi PpIX pada sel A549. ......Aminolevulinic acid-mediated photodynamic therapy (ALA-PDT) is an effective cancer treatment with minimal side effects. ALA-PDT utilizes ALA to induce selective accumulation of protoporphyrin IX that can trigger the formation of toxic reactive oxygen species within cancer cells. However, ALA-PDT effectiveness can be hindered by ABCG2 and ABCB1 transporters impeding PpIX accumulation. Hemin is a potential substance to combine with ALA due to its antitumor properties and influence on the DKK1 gene expression as a Wnt/β-catenin inhibitor, regulating ABCG2 and ABCB1. This study analyzed the effects of a combination of hemin and ALA after 48 hours on A549 lung cancer cells regarding cell viability, intracellular PpIX accumulation, DKK1, ABCG2, ABCB1 gene expression, and ABCG2 and ABCB1 protein expression, using MTT assay, HPLC, RT-qPCR, and western blotting. The results indicate that the combination of hemin and ALA followed by photoirradiation decreased the viability of A549 cells. Intracellular PpIX accumulation increased after treatment. The DKK1 gene expression decreased, indicating that the decrease in viability and the increase in PpIX accumulation did not occur through the inhibition of the Wnt/β-catenin pathway by DKK1. The expression of ABCG2, both mRNA and protein, decreased after treatment, while ABCB1 expression increased. This result suggests that ABCG2 plays a greater role than ABCB1 in PpIX accumulation in A549 cancer cells.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library