Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widyo Ari Nugroho
"Latar Belakang : Stroke iskemi adalah penyebab kematian ketiga terbesar dan merupakan penyebab disablitias terbesar di Amerika Serikat dan negara negara industri. CT scan adalah modalitas pertama yang dapat digunakan untuk menilai terjadinya perubahan iskemik awal tersebut. ASPECTS dikembangkan untuk meningkatkan manfaat dari pemeriksaan CT dengan melakukan penggolongan yang dapat diulang untuk menilai perubahan iskemik awal (< 3 jam onset) pada pemeriksaan CT sebelum tata laksana dengan stroke iskemik akut dari sirkulasi anterior. Di RSUPN Cipto Mangunkusumo belum terdapat nilai kesesuaian inter obeserver terhadap nilai ASPECTS pada pasien stroke iskemi.
Tujuan : Mengetahui tingkat kesesuaian inter observer penilaian Alberta Stroke Program Early CT score pada pasien stroke iskemi di RSUPN Citpto Mangunkusumo, Jakarta
Metode : Penelitian ini merupakan studi analitik komparatif menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder dari PACS. Sampel penelitian berjumlah 47 pasien penderita stroke iskemik yang menjalani pemeriksaan CT scan kepala di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2012 hingga November 2018. Penelitian dilakukan sejak Februari hingga Maret 2019. Penilaian ASPECT score dilakukan pada 3 windowing WL 40 WW 7, WL 40 WW 40, WL 32 WW 8 oleh 3 observer yand dilakukan secara random.
Hasil : Terdapat kesesuaian yang baik antara 3 observer pada wndowing WL 40 WW 70 dengan K > 0,9 (p < 0,001) dan WL 40 WW 40 dengan K 0,82 - 0,92 (p < 0,001). Sementara windowing dengan WL 32 WW 8 memiliki kesesuaian yang buruk antara 3 observer dengan K 0,02 (P = 0,849), K 0,22 (P < 0,01) dan K 0,23 (P = 0,01).
Kesimpulan : Terdapat kesesuaian interobserver yang tinggi dengan windowing WL 40 WW 70 dan WL 40 WW 40 pada pasien stroke iskemi di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Terdapat kesesuaian interobserver yang rendah pada penggunaan windowing WL 32 WW 8.

Background : Ischemis stroke is third leading cause of death and disability in US and developed countries. CT scan is the first modality of choice that can be used to evaluate those ischemic changes. ASPECTS developed for increasing the benefit from CT scan examination by categorizing that can be repeated to evaluate early ischemic changes (< 3 hours of onset) in CT scan examination pre treatment of acute ischemic stroke from the anterior circulation. There have been no inter observer conformity for ASPECTS of ischemic stroke in Cipto Mangunkusumo Hospital.
Purpose : To evaluate inter observer conformity of Alberta Stroke Program Early CT Score of ischemic stroke in Cipto Mangunkusumo Hospital.
Method : This study used cross sectional design with secondary data from PACS. There are 47 samples of ischemic stroke patients that undergoes head CT scan in Radiology Department Cipto Mangunkusumo Hospital from periods of January 2012 to November 2018. This study conducted from February to March 2019. ASPECT score evaluated with 3 windowing WL 40 WW 7, WL 40 WW 40, WL 32 WW 8 by 3 observer at random.
Result : There are good conformity between 3 observers in windowing WL 40 WW 70 with K > 0,9 (p < 0,001) and WL 40 WW 40 with K 0,82 -0,92 (p < 0,001). While windowing WL 32 WW 8 with poor conformity between 3 observers with K 0,02 (P = 0,849), K 0,22 (P < 0,01) and K 0,23 (P = 0,01).
Conclusion : There are high inter observer conformity in windowing WL 40 WW 70 and WL 40 WW 40 on stroke ischemic patient in Cipto Mangunkusumo Hospital, while there are poor conformity in windowing WL 32 WW 8.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin
"Latar Belakang: Indonesia sebagai negara berkembang mengalami tantangan dalam aplikasi trombektomi mekanik (TM) seperti tenaga ahli neurointervensi, biaya, dan waktu. Efektivitas TM dibandingkan terapi konservatif dalam memperbaiki luaran fungsional pada stroke iskemik akut di negara berkembang belum ada.
Metode Penelitian: Studi kohort retrospektif ini menggunakan data rekam medik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari 2017 hingga Desember 2021. Stroke iskemik sirkulasi anterior dibuktikan dari gabungan klinis dan pencitraan. Kelompok TM dengan/tanpa trombolisis intravena (TIV) dibandingkan dengan konservatif (TIV saja/ medikamentosa). Luaran utama adalah kemandirian fungsional berdasarkan modified Rankin Scale (mRS) bulan ketiga.
Hasil: Dari 111 subjek, terpilih 32 subjek pada TM dan 50 subjek pada konservatif dianalisis lebih lanjut. Kelompok TM memiliki rerata usia lebih muda (p=0,004), proporsi hipertensi lebih rendah (p<0,001), intubasi lebih tinggi (p=0,014), dan awitan lebih dini (p=0,023). Trombektomi mekanik tunggal lebih dipilih pada waktu awitan lebih panjang dibandingkan terapi kombinasi (180 vs. 120 menit; p=0,411), tetapi tidak ada perbedaan median door to recanalization (395 vs. 370 menit; p=0,153). Proporsi mRS 0-2 bulan ketiga pada kelompok TM lebih tinggi dibandingkan konservatif (28,1% vs. 18,0%; p=0,280). Pada analisis multivariat, ASPECTS (aOR 2,43; IK95% 1,26-4,70; p=0,008) menentukan kemandirian fungsional pada TM.
Kesimpulan: Proporsi mRS 0-2 bulan ketiga pada kelompok TM lebih tinggi dibandingkan dengan terapi konservatif pada pasien stroke iskemik akut oklusi pembuluh darah besar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo walaupun tidak berbeda secara statistik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Maria Jheny Fulgensia
"Latar Belakang. Migren adalah tipe nyeri kepala tersering yang dapat menyebabkan disabilitas, sehingga berdampak pada kehidupan pribadi, pekerjaan serta kehidupan sosial pasien. Perbaikan pada gejala dan kualitas hidup tidak sepenuhnya berkorelasi, oleh karena itu diperlukan suatu instrumen khusus seperti kuesioner Migraine Disability Assessment (MIDAS). Kuesioner sudah digunakan secara luas di seluruh dunia yang dapat digunakan sebagai panduan untuk memulai terapi profilaksis dan atau mengevaluasi serta melanjutkan terapi migren namun belum ada yang mengadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner MIDAS ke dalam Bahasa Indonesia Metode. Dilakukan translasi dan adaptasi lintas budaya sesuai kaidah WHO, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner MIDAS versi Bahasa Indonesia. Studi potong lintang dilakukan pada populasi pasien terdiagnosis migren minimal tiga bulan di Poliklinik Neurologi dan rawat inap RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mulai Mei-Juni 2024. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan Pearson correlation dan uji reliabilitas internal dengan Cronbach’s Alpha serta reliabilitas eksternal dengan metode test-retest. Hasil. Mayoritas subjek adalah perempuan (90,3%), dengan rerata usia 34,85±10,35 tahun, dengan diagnosis terbanyak migren tanpa aura (54,8%). Median total skor MIDAS-Ina adalah 35,5 (0-258) dengan frekuensi nyeri kepala 20 hari dan intensitas nyeri tinggi (median NRS 7). Pada uji validitas kuesioner MIDAS-Ina semua pertanyaan memiliki r-hitung lebih besar dibandingkan r-tabel (0,25). Hasil uji reliabilitas dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0,778 dan metode test-retest dengan intraclass correlation coefficient (ICC) sebesar 0,656 (95% CI 0,980-0,996) hingga 0,991 (95% CI 0,980-0,996). Waktu yang diperlukan untuk melakukan pengisian kurang dari 10 menit. Kesimpulan. Kuesioner MIDAS versi Bahasa Indonesia adalah kuesioner yang valid dan reliabel untuk menilai disabilitas yang ditimbulkan akibat migren pada populasi di Indonesia.

Background. Migraines are the most common type of headache that can cause disability, thus impacting patients' personal lives, work, and social interactions. Improvement in symptoms and quality of life do not always correlate, making a specialized instrument like the Migraine Disability Assessment (MIDAS) questionnaire necessary. This questionnaire is widely used globally as a guide to initiate prophylactic therapy and/or evaluate and continue migraine therapy. So far, and to the best of our knowledge, no Indonesian version of this tool has been adapted. This study aims to test the validity and reliability of MIDAS questionnaire into Indonesian Language. Methods. Translation and cross-cultural adaptation were carried out according to WHO rules, then the Indonesia version of MIDAS questionnaire was tested for validity and reliability. A cross-sectional study was conducted on a population of patients diagnosed with migraines for at least three months at the Neurology Clinic and ward of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from May-June 2024. Validity testing was performed using Pearson correlation, internal reliability testing with Cronbach’s Alpha, and external reliability testing with the test-retest method. Results. The majority of subjects were female (90.3%), with a mean age of 34.85±10.35 years, and the most common diagnosis was migraine without aura (54.8%). The median total MIDAS-Ina score was 35.5 (0-258) with a headache frequency of 20 days and high pain intensity (median NRS 7). In the MIDAS-Ina validity test, all questions had an r-count greater than the r-table (0.25). The reliability test results showed a Cronbach’s Alpha of 0.778 and a test-retest method intraclass correlation coefficient (ICC) ranging from 0.656 (95% CI 0.980-0.996) to 0.991 (95% CI 0.980-0.996). The time required to complete the questionnaire was less than 10 minutes. Conclusion. The Indonesian version of the MIDAS questionnaire is a valid and reliable tool for assessing migraine-related disability in the Indonesian population."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Jessica
"Latar Belakang: Stroke iskemik merupakan penyebab kematian terbanyak kedua dan penyebab utama disabilitas di seluruh dunia. Beberapa faktor risiko yang sudah diketahui diantaranya pola hidup, penyakit komorbid, usia, jenis kelamin, dan ras. Namun, kadar serum vitamin D yang kurang ternyata juga dikaitkan dengan penyakit neurodegeneratif, serta luaran klinis yang lebih buruk. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi kadar serum vitamin D dengan derajat keparahan pada stroke iskemik yang dinilai berdasarkan NIHSS. Pada penelitian ini juga akan menilai asupan vitamin D serta pajanan sinar matahari.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien stroke iskemik di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Universitas Indonesia. Karakteristik subjek penelitian berupa usia, jenis kelamin, faktor risiko, penyakit komorbid dengan komplikasi, asupan protein, asupan lemak, asupan vitamin D, pajanan sinar matahari, kadar serum vitamin D, serta derajat keparahan. Dilakukan analisis korelasi kadar serum vitamin D dengan derajat keparahan berdasarkan NIHSS.
Hasil: Terdapat 59 subjek dengan diagnosis stroke iskemik dengan rerata usia 63 tahun dan mayoritas laki-laki (62,7%). Faktor risiko terbanyak adalah hipertensi (83,1%), berat badan lebih dan obesitas (64,4%), merokok (57,6%), dan diabetes melitus (42,4%). Penyakit komorbid dengan komplikasi tersering yang ditemukan adalah gangguan jantung (35,6%). Sebanyak 79,7% subjek penelitian memiliki asupan protein yang kurang, sedangkan asupan lemak seluruhnya tergolong cukup. Sebagian besar (52,5%) subjek penelitian memiliki status asupan vitamin D kurang, 5 orang mengonsumsi suplementasi vitamin D secara rutin, derajat pajanan sinar matahari rendah (89,8%). Sebanyak 59,3% memiliki status kadar serum vitamin D defisiensi dengan derajat keparahan terbanyak adalah skor NIHSS 5-15 (76,3%). Terdapat korelasi antara asupan vitamin D dengan derajat keparahan stroke iskemik (r -0,307, p 0,018).
Kesimpulan: Kadar serum vitamin D memiliki korelasi dengan derajat keparahan stroke iskemik (r -0,469, p <0,001). Kadar serum vitamin D yang kurang berbanding terbalik dengan skor NIHSS yang didapatkan pada penderita stroke iskemik onset akut.

Background: Ischemic stroke is the second leading cause of death and the leading cause of disability worldwide. Some of the known risk factors include lifestyle, comorbid diseases, age, gender, and race. However, deficient serum vitamin D levels are also associated with neurodegenerative diseases, as well as worse clinical outcomes. This study was conducted to determine the correlation of serum vitamin D levels with severity in ischemic stroke as assessed by the NIHSS. This study will also assess vitamin D intake and sunlight exposure.
Methods: This study is a cross-sectional study on ischemic stroke patients at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo and University of Indonesia Hospital. Characteristics of the study subjects included age, gender, risk factors, comorbid diseases with complications, protein intake, fat intake, vitamin D intake, sun exposure, serum vitamin D levels, and severity. Correlation analysis of serum vitamin D levels with severity based on NIHSS was conducted.
Results: There were 59 subjects with a diagnosis of ischemic stroke with an average age of 63 years and the majority were male (62.7%). The most common risk factors were hypertension (83.1%), overweight and obesity (64.4%), smoking (57.6%), and diabetes mellitus (42.4%). Comorbid disease with the most common complication found were cardiac disorders (35.6%). A total of 79.7% of the study subjects had insufficient protein intake, while the fat intake was entirely considered adequate. Most (52.5%) of the study subjects had deficient vitamin D intake status, 5 people took vitamin D supplementation regularly, the degree of sun exposure was low (89.8%). A total of 59.3% had vitamin D deficiency serum level status with the most severity being NIHSS score 5-15 (76.3%). There was a correlation between vitamin D intake and ischemic stroke severity (r -0,307, p 0,018).
Conclusion: Serum vitamin D levels have a correlation with ischemic stroke severity (r -0,469, p <0,001). Insufficient serum vitamin D levels are inversely proportional to the NIHSS score obtained in patients with acute onset ischemic stroke.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvanie Ratna Permatasari
"Latar Belakang Krisis miastenia (KM) merupakan kondisi gagal nafas akut pada pasien miastenia gravis (MG). Beberapa faktor risiko diduga berperan terhadap kejadian KM. Deteksi dini faktor risiko diharapkan dapat mencegah terjadinya KM. Metodologi Penelitian Disain penelitian potong lintang menggunakan data sekunder rekam medis pasien MG rawat jalan maupun rawat inap di RSCM sejak Januari 2014-Maret 2019. Faktor risiko KM berdasarkan demografi dan klinis (jenis kelamin, usia awitan MG, jenis MG, antibodi reseptor asetilkolin (AchR), kelenjar timus, infeksi, rasio netrofil limfosit (RNL), riwayat timektomi, kehamilan, penghentian imunosupresan non steroid, penggunaan antibiotik, agen kardiovaskular serta agen kontras radiografi) dicatat dan dianalisis dalam penelitian ini.
Hasil Sebanyak 115 subjek memenuhi kriteria inklusi. Insiden terjadinya KM sebesar 46,1%. Faktor yang berhubungan dengan kejadian MG yaitu MG umum, infeksi dan RNL yang tinggi (p<0.05). Rerata rasio netrofil limfosit pada KM lebih tinggi dibanding tidak KM (perbandingan rerata 1.62; IK95% 2.32-2.39). Berdasarkan analisis multivariat diperoleh prediktor independen KM yaitu MG umum (OR 5.3; IK95% 2.4-12.1) dan infeksi (OR 3.4; IK95% 1.2-9.7). Kadar antibodi AchR dan faktor klinis lainnya tidak berhubungan dengan kejadian KM. Kesimpulan Jenis MG umum, infeksi, dan rasio netrofil limfosit tinggi berpengaruh terhadap kejadian KM. Pencegahan infeksi, pemeriksaan RNL berkala serta intervensi agresif diperlukan pada pasien MG dengan faktor risiko tersebut.

Background Myasthenic crisis (MC) is an acute respiratory failure in myasthenia gravis (MG) patient with several risk factors contributing to the life-threatening condition. Early detection of MC risk factors are recommended. Material and methods This study was conducted with cross-sectional design using secondary data collected from MG patients medical records in Cipto Mangunkusumo General Hospital between 2014-2019. MC risk factors (gender, MG onset, initial presenting symptoms, acetylcholine receptor (AchR) antibody, thymic abnormality, infection, neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR), history of thymectomy, pregnancy status, non-steroid immunosuppressive agent withdrawal, antibiotic, cardiovascular agent and radiocontrast agent) were demographically and clinically analysed in this study. Result Of the 115 MG patients selected. Incidence of MC was 46,1%. Factors that were associated with occurrence of MC were generalized MG, presence of infection and high NLR (p<0.05). Mean NLR was higher in MC than those without MC (mean difference 1.6; 95%CI 2.3-2.4). However, multivariate analysis showed that generalized MG (OR 5.3; 95%CI 2.4-12.1) and infection (OR 3.4; 95%CI 1.2-9.7) were independently associated with MC occurrence. Level of AchR antibody and other clinical factors apparently were not associated factors of MC. Conclusion Generalized MG, presence of infection and high NLR were associated with MC occurrence. Prevention of infection, periodic NLR evaluation, and aggressive treatment are suggested for MG patient with above risk factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library