Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andiena Syariefah Primazetyarini
"Toleransi perubahan sudut vertikal merupakan aspek penting dalam upaya meminimalisir distorsi vertikal pada radiograf gigi molar rahang bawah.
Tujuan: Menganalisis toleransi perubahan sudut vertikal pada radiograf periapikal gigi molar rahang bawah.
Metode: 30 gigi molar rahang bawah (15 gigi molar pertama dan 15 gigi molar kedua) dilakukan pengukuran panjang klinis lalu ditanam dalam model dan dilakukan pemeriksaan radiografik dengan teknik radiografi periapikal masing-masing sebanyak 7 kali dengan sudut vertikal 00, +50, +100, +150, -50, -100 dan -150 kemudian dilakukan pengukuran panjang gigi dan perbedaan tinggi cusp bukal lingual pada radiograf.
Hasil: Panjang gigi radiograf pada sudut vertikal +15° telah bertambah sebesar 0,81 dari rerata panjang klinis dengan simpangan baku ±0.39.
Kesimpulan: Toleransi perubahan sudut vertikal positif pada radiograf periapikal gigi molar rahang bawah untuk melihat panjang gigi adalah 15°.

Tolerance of vertical angle alteration is an important aspect in an effort to minimize vertical distortion on lower molars radiograph.
Objective: To analyze the tolerance of vertical angle alteration on lower molars periapical radiograph.
Methods: 30 lower molars (15 first molars and 15 second molars) were performed measurement of clinical tooth length then were planted in model and were performed radiographic examinations by using periapical radiography technique 7 times for each tooth with vertical angle 00, +50, +100, +150, -50, -100 and -150 then tooth length and buccal and lingual cusp height difference on radiograph were measured.
Results: Tooth length on radiograph at vertical angle +15° has increased 0,81 mm from clinical tooth length mean with standar deviation ±0.39 mm.
Conclusion: Tolerance of positive vertical angle alteration on lower molars periapical radiograph to looking at the tooth length is 15°.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amiroh
"Latar Belakang : Estimasi usia pada individu mati dan individu hidup penting untuk identifikasi korban dan kepastian hukum. Metode Demirjian menggunakan gigi molar tiga untuk estimasi usia diatas 15 tahun.
Tujuan : Mengetahui perbandingan estimasi usia 15 - 25 tahun antara dua metode Demirjian.
Metode : Tahap perkembangan gigi molar tiga pada 50 sampel radiograf panoramik laki-laki dan 50 sampel radiograf perempuan dinilai oleh dua orang pengamat menggunakan Demirjian sepuluh tahap dan rumus regresi dua gigi. Uji reliabilitas menggunakan koefisien cohen’s kappa dan signifikansi hasil pengamatan diperoleh dari uji wilcoxon. Perhitungan penyimpangan hasil estimasi usia dilakukan pada seluruh metode.
Hasil : penyimpangan rumus regresi dua gigi ±1,090 tahun dan sepuluh tahap ±1,191 tahun.
Kesimpulan: penyimpangan dengan rumus regresi dua gigi lebih kecil dari sepuluh tahap. Estimasi usia menggunakan rumus regresi dua gigi atau sepuluh tahap berbeda bermakna sampai usia 25 tahun, namun bisa diterapkan sampai usia 22 tahun.

Background: The age estimation of individuals death and living is important for victims identification and legal certainty. Demirjian method uses third molar for age estimation above 15 years old.
Objective: To determine the comparison of age estimation between 15 – 25 years using two Demirjian methods.
Methods: Development stage of third molars in panoramic radiograph of 50 male and female samples were assessed by two observers using Demirjian ten stages and two teeth regression formula. Reliability using cohen's kappa coefficient and the significance of the observations obtained from Wilcoxon test. Deviation of age estimation using entire methods were calculated.
Results: The deviation of age estimation with two teeth regression formula ±1,090 years and ten stages ± 1,191 years.
Conclusion: The deviation of age estimation using two teeth regression formula was less than ten stages method. The age estimation using two teeth regression formula or ten stages are significantly different until the age of 25, but can be applied up to the age of 22 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fawnia Raissa Azzahra
"Latar belakang: Terdapat banyak tindakan Kedokteran Gigi yang dilakukan di daerah foramen mental serta adanya risiko komplikasi cedera neurovaskular. Foramen mental memiliki letak bervariasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ras dan jenis kelamin. Mengetahui normal range letak foramen mental merupakan hal yang penting diketahui klinisi untuk mengurangi resiko cedera saat perawatan. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata dan membandingkan jarak foramen mental terhadap puncak tulang alveolar pada kelompok laki-laki dan perempuan berusia 20-40 tahun di RSKGM FKG UI. Metode: Dilakukan pengukuran nilai jarak dengan membuat garis tegak lurus antara garis singgung pada batas superior foramen mental dan garis singgung pada puncak tulang alveolar, di mana garis-garis singgung tersebut sejajar dengan batas bawah mandibula pada 140 radiograf panoramik digital yang dibagi menjadi kelompok laki-laki dan perempuan berusia 20-40 di RSKGM FKG UI menggunakan software viewer Microdicom. Kemudian dilakukan uji reliabilitas intraobsever dan interobserver dengan uji ICC dan uji komparatif dengan uji T-test Independen. Hasil: Berdasarkan pengukuran diperoleh rata-rata dan standar deviasi pada kelompok laki-laki berusia 20-40 tahun adalah 15.60 ± 1.73 mm dan pada kelompok perempuan berusia 20-40 tahun adalah 15.12 ± 1.97 mm. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai rata-rata jarak foramen mental terhadap puncak tulang alveolar pada kelompok laki-laki berusia 20-40 tahun dan kelompok perempuan berusia 20-40 tahun di RSKGM FKG UI.

Background: There are a lot of dental treatments involving mental foramen and a risk of neurovascular injuries as the complication from the treatments. Mental foramen varies in position based on several factors including race and gender. Knowing the position range of mental foramen is essential to prevent injuries during dental treatment. Objective: To elicit and compare the mean distance of mental foramen to alveolar crest in male and female aged 20-40 years old at RSKGM FKG UI. Method: This study is utilizing 140 digital panoramic radiographs divided into male group and female group aged 20-40 years old in RSKGM FKG UI. Samples were measured by making a perpendicular line to tangent line of mental foramen’s superior border and tangent line of alveolar crest which both tangent lines are parallel to inferior border of the mandible. Samples were measured directly on the digital panoramic viewer software (Microdicom). Then, carry on with the reliability test for both intraobserver and interobserver with ICC test and comparative test with Independent T-test. Results: Average and standard deviation for mean distance of mental foramen to alveolar crest in male group aged 20-40 years is 15.60 ± 1.73 mm and in female group aged 20-40 years is 15.12 ± 1.97 mm. Conclusion: There is no significant difference between the mean distance of mental foramen to alveolar crest in male aged 20-40 years and in female aged 20-40 years at RSKGM FKG UI"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizah Nur Hanifah
"ABSTRACT
Latar belakang: Sudut gonial merupakan salah satu struktur anatomis pada mandibula yang mengalami perubahan paling signifikan pada proses pertumbuhan. Pengukuran sudut gonial banyak dijadikan parameter evaluasi tumbuh kembang yang bermanfaat bagi bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan prostodonsi. Tujuan: untuk mengetahui nilai rerata sudut gonial berdasarkan usia, jenis kelamin, status dental, dan morfologi kondil pada radiograf panoramik sehingga dapat digunakan sebagai nilai acuan dalam melihat pola perubahan sudut gonial mandibula. Metode: Pengukuran sudut gonial pada 210 sampel radiograf panoramik digital usia diatas 21 tahun, dengan mengkategorikan berdasarkan usia, jenis kelamin, status dental dan morfologi kondil mandibula. Hasil: Pengukuran sudut gonial terhadap usia, jenis kelamin, status dental, dan morfologi kondil mandibula tidak berbeda bermakna secara statistik, namun besar sudut gonial cenderung mengecil sesuai perubahan usia. Nilai rata-rata sudut gonial ditemukan cenderung lebih kecil pada laki-laki dan juga pada individu dengan status dental dentate. Kesimpulan: Nilai sudut gonial menunjukkan perubahan yang tidak berbeda bermakna berdasarkan usia, jenis kelamin, maupun morfologi kondil mandibula.

ABSTRACT
Background: The gonial angle is one od the anatomical structures in the mandible that experiences the most significant changes in the growth process. Gonial angle measurements are widely used as evaluation parameters of growth and development wich are beneficial for the field of dentistry such as orthodontics and prosthodontics. Objective: to determine the average value of the gonial angle based on age, gender, dental status, and mandibular condyle morphology on panoramic radiograph so that it can be used as a reference value in seeing the pattern of changes in the gonial angle of mandible. Methods: Gonial angle measurements in 220 samples of digital panoramic radiographs over the age of 21 years, categorizing by age, gender, dental status, and mandibular condyle morphology. Results: Gonial angle measurements of age, gender, dental status, and mandibular condyle morphology did not differ statistically significant, ut the size of the gonial angle tended to shrink according to age change. The average gonial angle values were found to tend to be smaller in men and also in individuals with dental status dentate. Conclusion: The gonial angle values show changes that are not significantly different based on age, gender, and mandibular condyle morphplogy."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astien Amalia Hidayah
"Latar Belakang: Sella turcica merupakan anatomi yang penting untuk diteliti dikarenakan deformitas bentuknya dapat menjadi petunjuk utama adanya kelainan skeletal. Hal ini dapat mempengaruhi fungsi fossa hipofisis dikarenakan letaknya yang berada di tengah fossa hipofisis dan dapat menghambat pertumbuhan tulang pada regio kraniofasial seperti maksila, mandibula, palatal dan frontonasal.
Tujuan: untuk mengetahui bentuk variasi morfologi sella turcica pada kelompok umur tertentu di RSKGM FKG UI.
Metode: Radiograf sefalometri lateral digital pada pasien dengan rentang usia 17 tahun ke atas sebesar 258 sampel ditracing dan bentuk morfologi sella turcica dinilai.
Hasil: Frekuensi morfologi sella turcica tertinggi yaitu morfologi normal sebesar 52,3%, diikuti dengan morfologi irregular sella turcica sebesar 13,2%, morfologi bridging sella turcica sebesar 10,9%, morfologi oblique dan pyramidal sebesar 9,7%, dan morfologi double contour sebesar 4,3%.
Kesimpulan: Bentuk variasi morfologi sella turcica di RSKGM FKG UI yang paling sering ditemukan adalah morfologi normal.

Background: Sella turcica is an anatomy that is important to study because its deformity form can be indication key of the presence of skeletal abnormalities. This may affect the  function of the pituitary fossa due to its location in the center of the pituitary fossa and can inhibit bone growth in the craniofacial region such as the maxilla, mandible, palatal, and frontonasal.
Objective: To determine the shape of the morphological variation of sella turcica in certain age groups in RSKGM FKG UI.
Methods: Lateral cephalometric digital radiographs in patients with an age range of 17 years and over by 258 samples traced and the morphological forms of sella turcica assessed.
Results: The most frequence morphology of sella turcica is the normal morphology which is 52,3%, followed by the irregular morphology of sella turcica is 13,2%, the morphology of sella turcica is 10,9%, oblique and pyramidal morphology is 9,7%, and the morphology of double contour is 4,3%.
Conclusion: The most shape of the morphological variation of sella turcica that can be found in RSKGM FKG UI is normal morphology.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Fatima Azzahra
"Latar belakang: Kondisi penyakit periodontal dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan klinis dan radiografi.Pada teknik radiografi digitaldapat dilakukan image enhancement untuk memperbaiki kualitas gambar dengan mengoptimalkan brightness dan contrast. Tujuan :Mengetahui batasan valueyang dapat ditoleransi pada pengaturan brightnessdan contrast pada kasus periodontitis mild - moderate.Metode :Dilakukan image enhancementdengan mengubah brightnessdan contrastpada 100 radiograf dengan kasus periodontitis mild-moderatedengan interval poin -20,-10, +10 dan +20 pada setiap sampel pada masing-masing kelompok menggunakan program software Digora for Windows. Hasil :Valueyang dapat ditoleransi pada pengaturan brightness pada kasus periodontitis mild-moderateberkisarpada valuedibawah +10 dan yang dapat ditoleransi dalam pengaturan contrastberkisardari valuediatas -20.Kesimpulan :Pengaturan brightnessdan contrastdilakukan pada valuetersebut tidak akan mempengaruhi ataupun mengubah interpretasi radiografik periodontitis mild - moderatejika dilakukan pada value toleransinya.

Background :Periodontal disease condition can be checked by clinical and radiograph examination. In digital radiography techniques, image enhancement can be done to improve image quality by optimizing brightness and contrast. Objective :To determine the limit of values that can be tolerated in brightness and contrast setting in mild-moderate periodontitis cases. Methods :Adjust the image enhancement setting by changing the brightness and contrast of 100 radiographs with mild-moderate periodontitis with points intervals of -20, -10, +10 and +20 each sample in each group using the Digora for Windows. Result :Values that can be tolerated in brightness setting in interpretation of mild-moderate periodontitis rangeat values below +10 and values that can be tolerated in contrast setting rangefrom values above -20. Conclusion :Brightness and contrast adjustment made at these values will not affect the radiographic interpretation of mild-moderate periodontitis if carried out at their tolerance values."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shelvy Nur Utami
"ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui nilai batas toleransi pengaturan brightness dan
contrast pada radiograf digitized dengan diagnosis periodontitis apikalis dan abses
dini. Metode: Pengaturan brightness dan contrast pada 60 radiograf periapikal
dengan periodontitis apikalis dan abses dinioleh 2 pengamat. Uji reliabilitas
dengan Kappa Coefficient dan kemaknaan dengan uji wilcoxon. Hasil: Nilai batas
toleransi periodontitis apikalis adalah -5 dan +5, abses dini adalah -10 dan +10,
dan gabungan keduanya adalah -5 dan +5. Kesimpulan: Pengaturan nilai
brightness dan contrast yang terlalu tinggi dapat mengubah evaluasi lesi
pulpoperiapikal dan diagnosis banding lesi pulpoperiapikal.

ABSTRACT
Objective: To measure the tolerance limit value of brightness and contrast
adjustment on digitized radiograph with apical periodontitis and early abscess.
Method: Brightness and contrast adjustment on 60 periapical radiograph with
apical periodontitis and early abscess made by 2 observers. Reliabilities tested by
Kappa Coeficient and significancy tested by wilcoxon test. Results: Tolerance
limit value for apical periodontitis is -5 and +5, early abscess is -10 and +10, and
both is -5 and +5. Conclusion: Brightness and contrast adjustment which not
appropriate can alter the evaluation and differential diagnosis of periapical lesion.
"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mela Ayumeylinda
"Radiografi panoramik merupakan alat diagnostik yang sangat penting dalam kedokteran gigi namun memiliki kekurangan seperti distorsi geometris, sehingga hasil gambaran cenderung tidak sesuai dengan ukuran struktur anatomi yang sesungguhnya pada pasien.
Tujuan : Mengetahui perbedaan hasil pengukuran horizontal dan vertikal pada cranium dibandingkan dengan pengukuran pada radiograf panoramik, serta untuk mengetahui seberapa besar distorsi pengukuran horizontal dan vertikal pada radiograf panoramik.
Metode : Sampel penelitian berupa 7 cranium yang diberi marker gutta percha dengan panjang 2 mm kemudian dilakukan pembuatan radiograf panoramik sebanyak 4 kali. Pengukuran pada radiograf panoramik menggunakan software Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland.
Hasil : Pada pengukuran horizontal bukal/labial HB terdapat perbedaan bermakna.

Panoramic radiography is a very important diagnostic tool in dentistry but the panoramic radiograph also has some disadvantages related to its geometric distortion, the images of anatomical structures on panoramic radiograph are not according to their actual dimension in the patients.
Objective: To determine the amount of horizontal and vertical distortion of panoramic radiograph, by comparing the horizontal and vertical measurements on panoramic radiographs with those on the real object, which was the cranium.
Methods: The samples of this study were 7 cranium with a length of 2 mm gutta percha as markers, panoramic radiograph was taken from each sample 4 times. Measurements on a panoramic radiograph using Digora for Windows 2.1 R1 Tuusula Finland software.
Results: The horizontal buccal labial HB measurements shows that there were significant differences p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handita Permata Sari
"Latar Belakang: Kesalahan posisi kepala dalam sefalostat saat pembuatan radiografis sefalometri lateral mengakibatkan distorsi pada radiograf yang dihasilkan. Hal ini mempengaruhi pada diagnosis dan rencana perawatan orthodonti pasien.
Tujuan: Mengetahui pengaruh distorsi radiografis sefalometri lateral akibat kemiringan kepala pada sumbu anteroposterior terhadap distorsi pengukuran angular sefalometri lateral.
Metode: Radiografis sefalometri lateral terhadap 7 kranium dengan sudut sebesar 0 , -20 , -15 , -10 , -5 , 5 , 10 , 15 , dan 20 terhadap sumbu anteroposterior. Radiograf dilakukan analisis sefalometri oleh dua orang pengamat. Uji reliabilitas dilakukan dengan uji Bland Altman. Uji kemaknaan dilakukan dengan uji T Berpasangan dan uji Wilcoxon.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara pengukuran 8 parameter sudut dengan kemiringan kepala lebih dari 10 p.

Background: Head position errors in the cephalostate during the lateral cephalometric projection result in radiographic distortion. This may affect the diagnosis and treatment plan of orthodontic patient's.
Objective: To discover the effect of lateral cephalometric radiograph distortion due to head tilting on the anteroposterior axis against distortion of lateral cephalometric angular measurements.
Methods: Lateral cephalometric radiograph of 7 human dry skulls with tilting angle of 0 , 20 , 15 , 10 , 5 , 5 , 10 , 15 , and 20 to the anteroposterior axis. Radiographs were analyzed by two observers. Reliability test is done by Bland Altman test. The significance test is done by paired T test and Wilcoxon test.
Results: There was a significant difference between the measurement of 8 angle parameters with head tilting greater than 10 p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Xaviera Wardhani
"Latar Belakang: Perubahan kualitas dan kuantitas tulang akan terjadi pada wanita yang memasuki masa lanjut usia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu metode pengukuran kuantitas tulang adalah dengan mengukur lebar tulang kortikal sudut mandibula melalui radiograf panoramik menggunakan indeks morfometrik Gonial Index (GI). Pengukuran lebar tulang rahang dapat digunakan sebagai deteksi terhadap perubahan kualitas dan kuantitas struktur tulang. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata GI pada kelompok wanita usia 45-59 tahun dengan kelompok usia 60-70 tahun di RSKGM FKG UI dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai GI yang bermakna antara kedua kelompok usia. Metode: Studi dilakukan pada 184 gambar radiografik panoramik digital dari pasien wanita berusia 45-70 tahun yang dikelompokkan menjadi dua kelompok usia (1 = usia 45 – 59; 2 = usia 60 – 70). Pengukuran GI dilakukan pada kedua sisi untuk mengukur lebar tulang kortikal pada sudut mandibula. Analisis statistik dilakukan dengan uji Mann-Whitney (p > 0.05). Hasil: Nilai rata-rata GI pada kelompok usia prelansia (45-59 tahun) adalah 1.08 mm dan untuk kelompok usia lansia (60-70 tahun) adalah 0.62 mm. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara nilai GI pada subjek prelansia dan lansia, di mana terjadi penurunan nilai rerata lebar kortikal sudut mandibula pada kelompok usia lansia.

Background: The changes in quality and quantity of bone structure level occur in elderly women and are caused by some of risk factors. One of the methods to measure bone thickness is by measuring the width of mandible cortical bone using Gonial Index (GI) in radiograph panoramic. The average value of GI can be used as detection to quality and quantity changes of bone structures. Objectives: to obtain average value of GI between 45-59 years old and 60-70 years old women in RSKGM FKG UI and to identify if there is a significant difference of GI average value between two age groups. Method: The study included 184 digital panoramic radiographic images of 45 – 70 years old female patients that were grouped into two age groups (1 = age 45 – 59; 2 = age 60 – 70). The measurement of Gonial Index (GI) were done bilaterally to measure the cortical width of mandibular angle. Statistical analysis was performed with Mann-Whitney test (p > 0.05). Results: The average value of GI of 45-59 years old age group is 1.08 mm and the GI average value of 60-70 years old age group is 0.62 mm. Conclusion: There’s a significant difference of GI value between women at age 45 – 59 years old and 60 – 70 years old, the average value of cortical width of mandible angle decreases in women at age 60 – 70 years old.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>