Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amalia Chandra Devi
Abstrak :
Latar belakang: Angka terjadinya karies di Indonesia masih cenderung tinggi. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi terjadinya karies di Indonesia mencapai 88,8%. Pada gigi dengan karies yang telah meluas hingga pulpa dan periapeks, perawatan saluran akar perlu dilakukan untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi gigi. Namun, kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan manfaat perawatan, serta diperberat oleh berbagai faktor hambatan dapat berakibat kepada kepatuhan dalam menjalankan prosedur perawatan saluran akar. Kondisi ini dapat menyebabkan terhambatnya prosedur perawatan dan mempengaruhi keberhasilan perawatan saluran akar. Tujuan: Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan kesadaran pasien mengenai prosedur perawatan saluran akar dengan kepatuhan pasien dalam menjalankan perawatan. Mengetahui tingkat pengetahuan, kesadaran, kepatuhan dan hambatan pada pasien perawatan saluran akar. Metode: Studi analitik observasional pada 105 responden yang pernah menjalani perawatan saluran akar menggunakan kuesioner E-survey tentang pengetahuan, kesadaran hambatan, dan kepatuhan prosedur perawatan saluran akar, dengan pendekatan cross sectional secara purposive sampling. Hasil: Sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan cukup (48,57%), kesadaran baik (77,14%), kepatuhan baik (85,71%) dan hambatan rendah (52,38%). Terdapat hubungan searah antara pengetahuan dengan kepatuhan terhadap prosedur perawatan walau lemah (rho:0,287) namun sangat bermakna p:0,003), terdapat hubungan searah antara kesadaran dengan kepatuhan walau lemah (rho:0,371) namun juga sangat bermakna (p:0,000); dan antara faktor hambatan dengan kepatuhan walau terlihat tidak bermakna (p:0,590) namun tetap terdapat hubungan yang berlawanan (rho:-0,053). Kesimpulan: Responden pada penelitian ini menunjukkan memiliki pengetahuan yang cukup, kesadaran yang baik, dan kepatuhan yang baik, serta faktor hambatan yang rendah tentang prosedur perawatan saluran akar. Terdapat hubungan yang searah antara pengetahuan dan kesadaran dengan kepatuhan, serta hubungan yang berlawanan antara faktor hambatan dengan kepatuhan dalam menjalankan prosedur perawatan saluran akar gigi. ......Background: Nowadays, Indonesia still has a high rate of caries. Based on Riskesdas data in 2018, the prevalence of caries in Indonesia reached 88.8%. When caries are allowed to spread, it will cause irreversible pulp and periapical disease, so root canal treatment is necessary to preserve the tooth. The level of knowledge, awareness and barriers factors will result in compliance in root canal treatment procedures. This situation in some patients causes discontinuation of root canal treatment. Objective: To analyze the relationship between the level of knowledge, awareness, and barriers factors to the level of patient compliance regarding root canal treatment procedures. Knowing the level of knowledge, awareness, compliance, and barriers factors for root canal treatment patients. Methods: An observational analytic study with a cross-sectional approach on 105 patients who had undergone root canal treatment obtained by purposive sampling. The instrument used is a questionnaire about knowledge, awareness, barriers factors, and compliance to root canal treatment procedures, adapted from several E-Survey studies. Results: Most of the respondents had a sufficient level of knowledge (48.57%), good awareness (77.14%), good compliance (85.71%), and low barriers factors (52.38%). There is a unidirectional association between knowledge to treatment procedures compliance. However, weak (rho: 0.287) but very significant (p: 0.003), there is a unidirectional association between awareness to compliance although weak (rho: 0.371) but also very significant (p: 0.000); and between the barriers to compliance, although it looks insignificant (p: 0.590), there is has an opposite relationship (rho: -0.053). Conclusion: Respondents in this study showed sufficient knowledge, good awareness, and good compliance, as well as low barrier factors regarding root canal treatment procedures. There is a direct association between knowledge and awareness of compliance and an opposite association between barriers to compliance in root canal treatment procedures.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Firsta Rahmi
Abstrak :
Latar Belakang: Salah satu sifat material restorasi yang sangat dibutuhkan dalam mencegah karies sekunder adalah sifat anti bakteri. Material yang mempunyai sifat anti bakteri lebih tinggi akan memiliki kemampuan pencegahan perkembangan biofilm yang lebih baik. Diantara berbagai jenis material restorasi yang berkembang di pasaran, Semen Ionomer Kaca (SIK) memiliki sifat anti bakteri yang paling baik. Hal ini dikarenakan SIK memiliki kemampuan pelepasan fluor. Dalam perkembangannya, Shofu Inc. memperkenalkan sebuah material bernama Giomer. Giomer merupakan material yang memiliki kemampuan pelepasan fluor. Giomer akan menciptakan fase glass-ionomer yang stabil, kemudian menginduksi reaksi asam basa antara fluor dan asam polikarboksilat dalam air yang dikembangkan sebagai filler Pre-Reacted Glass-Ionomer (PRG). Tujuan: Melihat pengaruh perbedaan kandungan fluor terhadap Pembentukan biofilm bakteri antara SIK dan Giomer. Metode: Sebanyak 32 sampel dipersiapkan dengan ukuran Ø 7 mm dan tinggi 2 mm, terdiri dari 16 sampel kelompok SIK dan 16 sampel kelompok Giomer yang kemudian akan didiamkan selama 3 hari dengan kultur bakteri Streptococcus mutans di dalam suhu 37oC. Bakteri akan dihitung menggunakan Colony Forming Unit dan gambaran permukaan material diamati menggunakan Scanning Electron Microscope serta analisis elemen yang terdapat di dalamnya menggunakan analisis EDX. Hasil: Hasil pengujian didapatkan bahwa biofilm bakteri yang pada permukaan Giomer lebih tinggi daripada biofilm bakteri pada SIK, meskipun tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0.05). Terdapat banyak kesamaan antara elemen yang terkandung dalam SIK dan Giomer diantaranya ion C, O, F, Na, Al, Si, P dan Ca. ......Background: One of the properties of restorative materials that is needed to prevent secondary caries is anti bacterial properties. Materials that have higher anti bacterial properties will be better in preventing the growth of biofilms. Among the various types of restorative materials, Glass Ionomer Cements have the best anti bacterial properties. This is due to GIC has the good ability in fluoride release. In its development, Shofu Inc. introducing a material called Giomer. Giomer is a material that has ability in fluoride release. Giomer will form a stable glass-ionomer phase, then induce an acid-base reaction between fluoride and polycarboxylic acid that is developed as a Pre-Reacted Glass-Ionomer (PRG) fillers. Objective: To see the effect of differences in fluoride amount on formation of bacterial biofilm between Glass Ionomer Cement and Giomer. Methods: A total of 32 samples were prepared with the size of 7 mm in diameters and 2 mm in height. The samples consist of 16 of GIC samples, and 16 of Giomer. Both materials then allowed to incubated for 3 days with Streptococcus mutans culture at 37oC. Bacteria will be counted using Colony Forming Unit, observation material surface using Scanning Electron Microscope and element analysis provided using EDX. Results: The results showed that the bacterial biofilm on Giomer surface was higher than GIC, although there is no significant difference. There are many similarities between the elements contained in GIC and Giomer including ion C, O, F, Na, Al, Si, P and Ca.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reizka Asadelia Rafmawan
Abstrak :
Latar Belakang: Terjadinya regenerasi pada proses penyembuhan luka pulpa yang mengalami cedera akan menggantikan struktur dan fisiologis jaringan sama dengan aslinya. Proses ini dimulai dengan sel punca pulpa bermigrasi ke tempat cedera dan berfungsi. Ketika ada invasi bakteri, lingkungan pulpa terinflamasi melepaskan berbagai sinyal termasuk sinyal yang memicu migrasi sel punca pulpa. Pentingnya proses migrasi pada penyembuhan jaringan pulpa yang terinflamasi, maka pada penelitian ini mengamati perbedaan kemampuan migrasi pada hDPSCs normal dan terinflamasi lipopolisakarida (LPS) bakteri E. coli dengan waktu observasi 6 jam dan 24 jam. Tujuan: Mengetahui perbedaan kemampuan migrasi pada hDPSCs normal dan terinflamasi yang dilihat dari laju kecepatan migrasi dan lebar luka hDPSCs pada hDPSCs normal dibandingkan dengan hDPSCs terinflamasi dengan waktu observasi 6 jam dan 24 jam. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik in vitro dengan pengamatan migrasi menggunakan metode scratch assay. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna laju kecepatan migrasi antara hDPSCs normal dan terinflamasi pada waktu observasi 6 dan 24 jam (p<0.05). Terdapat perbedaan bermakna lebar luka hDPSCs normal dan inflamasi pada waktu observasi 6 dan 24 jam (p<0.05). Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan pulpa tetap memiliki potensi alamiah dalam menginduksi migrasi pada kondisi terinflamasi LPS bakteri E. coli pada periode waktu 24 jam. ......Background: Regeneration in the injured pulp wound healing process will replace its structure and tissue physiology to be the same as the original. It begins with hDPSCs migrating to the injured site and functioning. When there is a bacterial invasion, the inflamed pulp environment releases various signals stimulating hDPSCs migration. Due to the importance of the migration process in inflamed pulp tissue wound healing, this research observed the differences in migration capability of the normal and inflamed-with lipopolysaccharide (LPS) bacteria E. coli- hDPSCs. Objective: To discover the differences in migration capability between normal and inflamed hDPSCs observed from differences in migratory speed rate and wound width of normal and inflamed hDPSCs at 6 and 24 hours observation time. Methods: This research was an experimental laboratory in vitro using the scratch assay. Results: There were significant differences in migratory speed rate between normal and inflamed hDPSCs at 6 and 24 hours (p<0.05). There were significant differences in wound width in each group of normal and inflamed hDPSCs at 6 and 24 hours (p<0.05). Conclusion: These research results show that pulp remains have the natural potential to induce migration in conditions inflamed by LPS bacteria E. coli for 24 hours.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Althea Pranggapati Alexander
Abstrak :
Latar Belakang: Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang dialami setengah populasi penduduk dunia (3,58 milyar jiwa) dan penyakit gigi dengan prevalensi terbesar di Indonesia. Insidensi karies mencapai pulpa juga selalu meningkat setiap tahunnya. Perawatan saluran akar merupakan tindakan kuratif yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Menurut studi di berbagai negara, tingkat kegagalan PSA dapat mencapai 30% dengan melibatkan banyak faktor. Saat terjadi kegagalan, tindakan yang paling diutamakan untuk dilakukan adalah perawatan saluran akar ulang untuk mempertahankan gigi asli dari pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebab kegagalan PSA dan faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi di masa yang akan datang. Tujuan: Mengetahui prevalensi perawatan saluran akar ulang di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2019-2021. Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif dan analitik komparatif yang bersifat retrospektif menggunakan data sekunder rekam medis pasien konservasi di RSKGM FKG UI. Hasil: Dari 3503 pasien PSA di RSKGM FKG UI periode Januari 2019-Juli 2021, 181 pasien dengan kegagalan PSA memilih untuk PSA ulang dan 20 pasien lainnya dilakukan ekstraksi. Melalui analisis komparatif, terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan status penyakit periapeks pada pasien, tidak ditemukan perbedaan antara sosiodemografi, elemen gigi dan diagnosis periapeks pasien pada perawatan PSA ulang dan ekstraksi, dan terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan perawatan yang dipilih (PSA ulang dan ekstraksi). Kesimpulan: Prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI adalah 5,1%. Penyebab kegagalan PSA yang paling banyak ditemukan adalah pengisian saluran akar yang kurang. Diagnosis penyakit periapeks pasca PSA, paling banyak ditemukan adalah abses periapikal. Berdasarkan sosiodemografis, pasien paling banyak didominasi oleh jenis kelamin perempuan dan kelompok usia yang paling banyak ditemukan adalah kelompok usia 50-59 tahun. PSA ulang paling banyak terjadi pada gigi molar mandibula. PSA yang inadekuat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyakit periapeks, proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan PSA ulang adalah PSA inadekuat dan proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan ekstraksi adalah restorasi inadekuat......Background: Dental caries is a serious health problem experienced by half of the world’s population (3.58 billion people) and an oral disease with the highest prevalence in Indonesia. The incidence of pulpitis is also increasing every year. Root canal treatment is taken to cure the disease. According to studies in various countries, endodontic treatment failure rate can reach to 30% involving many factors. When endodontic treatment failure occurs, the most applied action to be taken is endodontic retreatment to preserve patient’s teeth. Therefore, it is necessary to conduct a research on the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI by discovering the causes of the failure and other factors that contributed to the failure to prevent it from happening in the future. Objectives: This study aims to determine the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI for the period of 2019-2021. Methods: Retrospective descriptive and comparative analytical study is done using secondary data found in patient’s medical record. Results: There were 3503 endodontic patients at RSKGM FKG UI for the period of January 2019-July 2021, 181 patients with endodontic failure chose to be treated with endodontic retreatment and another 20 patients underwent extraction. Through comparative analysis, there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and periapical disease. No differences found between the sociodemographic and the tooth, periapical diagnoses of patients with the choices of treatment between endodontic retreatment and extraction, and there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and the choice of treatment. Conclusion: The prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI is 5.1%. The most common etiology of endodontic failure is underobturation. Periapical abscess is the most found diagnosis of post endodontic treatment. Based on sociodemographics, most patients are female and the age group that commonly found was 50-59 years old age group. Endodontic retreatment mostly treated on mandibular molars. the biggest proportion of etiology of failure on endodontic retreatment treatment choice is an inadequate endodontic treatment while the highest proportion of etiology of failure on extraction is inadequate restoration
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Agung Lestari
Abstrak :
Latar Belakang: Asam hialuronat (AH) dengan berat molekul tinggi dapat meregulasi sel punca untuk melakukan regenerasi jaringan dan memiliki reseptor utama yaitu CD44. Ekpresi CD44 merupakan salah reseptor penanda mineralisasi sel punca pulpa (human dental pulp stem cells /hDPSCs). Tujuan: Menganalisis potensi asam hialuronat berbagai konsentrasi terhadap ekpresi CD44 pada observasi waktu 5 dan 15. Metode: hDPSCs yang didapatkan dari bahan baku tersimpan pada passage ke-3 dan ke-4 dan telah mengalami serum starvation selama 24 jam, diberikan AH dengan konsentrasi 10mg/ml, 20mg/ml, 30mg/ml dan kontol positif pada medium osteogenik. Selanjutnya dilakukan observasi waktu selama 5 menit dan 15 menit. Antibodi CD44 ditambahkan dan kemudian ekspresi CD44 dianalisa secara kuantitatif melalui uji flowcytometry. Uji statistik menggunakan One Way Anova (SPSS IBM, 16.0). Hasil: AH dapat meningkatkan ekspresi CD44 pada hDPSCs dibandingkan kelompok kontrol dengan ekspresi tertinggi secara signifikan (p<0.05) pada 10mg/ml AH dalam observasi waktu 5 menit. Pada observasi waktu 15 menit terlihat ekspresi CD44 menurun pada kelompok uji 10mg/ml dan 30mg/ml. Sedangkan pada kelompok uji 20mg/ml tampak meningkat. Kesimpulan: AH memiliki potensi untuk meningkatkan ekspresi CD44 dengan konsentrasi 10mg/ml meningkatkan ekspresi CD44 pada hDPSCs paling tinggi dalam waktu 5 menit. ...... Background: High molecular weight hyaluronic acid (HA) can regulate stem cells to undergo tissue regeneration and has a main receptor, namely CD44. Expression of CD44 plays important role in dental pulp stem cells (hDPSCs) mineralization. Objective: To determine various concentration potential of HA as hDPSCs culture media (CM) toward CD44 expression at 5 and 15 minutes observation. Methods: hDPSCs culture were obtained from those of previous research (ethical approval form has been attached) at P3 and P4. After 24 hour incubation of hDPSCs CM was replaced with osteogenic medium and then undergone 24h serum starvation. hDPSCs CM divided into three concentration of HA (10mg/ml, 20mg/ml, and 30mg/ml) and incubated in 5% CO2 atm, 37°C for 5 and 15 minutes. CD44 antibody was added and then CD44 expression was read with flowcytometry. Statistical analysis using One Way Anova and post hoct Bonferroni (SPSS IBM, 26.0). Result: CD44 expression of hDPSCs was statistically significantly higher at 10mg/ml HA for 5 minutes (p<0,05) meanwhile 20mg/ml and 30mg/ml HA increased but not significant. After 15 minutes of observation, CD44 expression decreased in the 10mg/ml and 30mg/ml test groups. Meanwhile, the 20mg/ml test group appeared to increase. Conclusion: Adding 10mg/ml of HA was able to significantly increase CD44 expression within 5 minutes.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Diba
Abstrak :
Latar Belakang: American Association of Endodontist (AAE) (2021) menganjurkan penggunaan irigasi NaOCl 1,5% - 3% dan EDTA 17% pada prosedur regeneratif endodontik. Namun, kedua larutan irigasi tersebut memiliki efek terhadap sel punca dan jaringan dentin. Oleh karena itu bahan pengganti bersumber dari bahan alami mulai diteliti, salah satunya adalah cuka apel. Tujuan: Menganalis efek larutan cuka apel berbagai konsentrasi dan larutan irigasi sintetik terhadap topografi dan kekasaran permukaan dentin saluran akar. Metode: 28 spesimen dentin setebal 1 mm dibagi random pada 7 kelompok, lalu tiap kelompok terdiri dari 4 spesimen. Spesimen dentin direndam dengan aquades, NaOCl 1,5%, NaOCl 2,5%, EDTA 17%, larutan cuka apel 2,5%, 5% dan 10% dengan volume 1,8 ml selama 1 menit. Pengamatan topografi dan analisis kekasaran permukaan dentin saluran akar dilakukan dengan mikroskop digital. Hasil: Terdapat efek larutan cuka apel berbagai konsentrasi dan larutan irigasi sintetik terhadap topografi dan kekasaran permukaan dentin saluran akar yang dievaluasi dengan mikroskop digital. Namun tidak terdapat perbedaan efek larutan cuka apel konsentrasi 2,5%, 5% dan 10% dibandingkan dengan NaOCl 1,5%, 2,5% dan EDTA 17% terhadap kekasaran permukaan dentin saluran akar. Kesimpulan: Larutan cuka apel memiliki efek terhadap kekasaran permukaan dentin saluran akar. Nilai rerata kekasaran permukaan terendah adalah cuka apel 2,5% walaupun nilainya tidak berbeda bermakna dengan larutan uji lainnya. ......Background: The American Association of Endodontist (AAE) (2021) recommends the use of 1.5% - 3% NaOCl irrigation and 17% EDTA in regenerative endodontic procedures. However, these two irrigant solutions had an effect on stem cells and dentine tissue. Therefore, substitutes derived from natural ingredients have begun to be researched, one of which is apple vinegar. Objective: To analyze the effect of various concentrations of apple vinegar and synthetic irrigation solutions on topography and surface roughness of root canal dentin Method: 28 specimens of 1 mm thick dentin were randomly devided into 7 groups, then each group consisted of 4 specimens. Dentin specimens were immersed in distilled water, 1.5% NaOCl, 2.5% NaOCl, 17% EDTA, 2.5%, 5% and 10% apple vinegar solution with 1.8 ml volume of solution for 1 minute. The topography and surface roughness observation was carried out using digital microscope. Results: There was effect of apple vinegar solutions with various concentrations and synthetic irrigant solutions on topography and surface roughness of root canal dentin evaluated by digital microscopy. However, there was no difference in the effect of apple vinegar solution concentrations of 2.5%, 5% and 10% compared to 1.5%, 2.5% NaOCl and 17% EDTA on surface roughness of root canal dentin. Conclusion: Apple vinegar solution has an effect on surface roughness of root canal dentin. The lowest average surface roughness value was 2.5% apple vinegar, although the value was not significantly different from the other test solutions.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library