Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Komaria
"Campak adalah penyakit infeksi virus yang masih tetap merupakan masalah di negara berkembang, terutama ketika terjadi letusan Kejadian Luar Biasa. Menurut Word Health Organization, di Indonesia sekitar 38.000 kematian campak per tahun Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang mempunyai masalah kesehatan serius terhadap penyakit campak dimana peningkatan cakupan imunisasi mencapai lebih dari 90 % tahun 2002.
Campak masih sering menimbulkan KLB pada tahun 2002 di Kabupaten Bogor. KLB yang terjadi 6 kali di 6(enam) Kecamatan, dengan jumlah kasus 775 orang, meninggal 2 orang.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko kejadian campak pada saat KLB di Kabupaten Bogor tahun 2002. Studi ini menggunakan desain kasus kontrol, dengan 148 sampel kasus dan 158 sampel kontrol. Kasus adalah anak umur 9 bulan - 6 tahun, menderita campak pada saat letusan KLB Campak terjadi, sedangkan kontrol adalah anal( umur 9 bulan - 6 tahun yang tidak menderita campak pada saat letusan KLB campak terjadi. Definisi operasional campak adalah demam 38° Celcius. bercak merah, batuk pilek dan mata merah dengan atau tanpa bintik spot (Koplik Spot). Data dikumpulkan dari hasil wawancara yang dilakukan oleh pewawancara melalui kuesioner pada responden yaitu ibu anak umur 9 bulan-6 tahun balk pada kasus maupun pada kontrol. Analisa data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil akhir dari penelitian ini diambil dari hasil analisis multivariat, menemukan bahwa faktor risiko utama menimbulkan kejadian campak adalah tidak imunisasi (OR = 46,06, 95% CI ; 22,00 - 96,24), p < 0,05, Status Vitamin A, anak yang dapat satu kali atau tidak pernah (OR= 2,56, 95% CI ; 1.18 - 5.56), p <0,05, perilaku ibu kurang (OR = 2,40, 95% CI 1,16 - 5,00), p<0,05 dan pola asuh kurang (OR = 2,71, 95% CI; 1,09 - 6,73), p< 0,05.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengambil keputusan di Kabupaten Bogor guna memberikan perhatian pada empat faktor diatas yaitu Status imunisasi, Status vitamin A. perilaku ibu, dan pola asuh terhadap anak.
Daftar Pustaka : 41 (1980 - 2002)

Measles a viral infectious disease usually occurs at the unusual event- is still the problem in developing countries such Indonesia, India. Bangladesh. According to The World Health Organization there were about 38.000 case measles died per year (Estimate WHO, 2000). Bogor-one of district in Indonesia- has a serious problem of measles, in spite of the coverage immunization over 90 % in 2002.
The frequency of measles outbreak in Bogor District in 2002 were 6 (six) times on 6 Sub Districts, the total cases were 225 and 2 children died.
Therefore, this study is aimed to determine the risk factors related to measles disease at the unusual event in Bogor in 2002. The study design was a case control study, with 148 case samples and 158 control samples. The cases were the children of age 9 months - 6 years with clinical symptoms of measles fever , rash, conjunctivitis, and the controls were the healthy children of age 9 months - 6 years.
The data was collected by interviewing the children's mothers using questioner. The method of analysis of the study are analysis of univariate, bivariate (chi Square) and multivariate (logistic regression).
The result of the study using a statistical significance of multivariate analysis shows that the main factors this disease occurs are not immunized (OR=46,06, 95 %CI;22,00 - 96,24), p< 0,05, vitamin A status, children consumpted vitamin A or never (OR=2,56, 95 % CI; 1,18 - 5,56), p<0,05, behavior of mothers was significance (OR=2,40, 95 % CI 1,16 - 5,00), p<0,05 , and the care pattern of mother was significance (OR=2,71, 95 % CI 1,09 - 6,73) p<0,05.
Based on the study result, it was suggested that the policy makers have to pay more attention to the family of children of age 9 months - 6 years who have not gotten measles immunization, never consumpted Vitamin A or only consumpted one tablet vitamin A, missed behavior, and missed care pattern.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Kinstania Yumna Artanti
"Mpox (Monkeypox) merupakan infeksi emerging zoonosis yang mulai meluas di Indonesia pada tahun 2023. Kasus terbanyak berada di Provinsi DKI Jakarta. Hingga saat ini penelitian yang secara spesifik meneliti faktor risiko infeksi Mpox di Provinsi DKI Jakarta masih terbatas. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor risiko Mpox di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2023. Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol yang memanfaatkan data Penyelidikan Epidemiologi Mpox Provinsi DKI Jakarta yang diperoleh dari Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Sampel terdiri atas 49 kasus dan 109 kontrol. Analisis bivariat menunjukkan bahwa infeksi Mpox ditemukan berasosiasi dengan usia 25-39 tahun, orientasi homoseksual/biseksual, riwayat aktivitas seksual, status HIV, dan status bersamaan dengan IMS lain. Kolaborasi dengan organisasi dan tokoh yang dekat populasi kunci dalam edukasi dan pelacakan kontak erat mungkin bermanfaat dalam mencegah penularan Mpox. Edukasi tentang gejala dan faktor risiko Mpox, penyelidikan epidemiologi, dan pelacakan kontak yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan organisasi dan tokoh di populasi kunci mungkin bermanfaat dalam mencegah penularan Mpox.

Mpox (Monkeypox) is an emerging zoonotic infection that begins to spread in Indonesia in 2023. Indonesia’s confirmed cases are mainly from DKI Jakarta. Until now, research examining Mpox risk factors infection DKI Jakarta is still limited. This study aims to determine the risk factors for Mpox in DKI Jakarta Province in 2023. This is a case control study that utilizes Mpox Epidemiology Investigation data for DKI Jakarta Province obtained from the DKI Jakarta Provincial Health Office. The sample consisted of 49 cases and 109 controls. Bivariate analysis showed that Mpox infection is associated with age 25-39 years, homosexual/bisexual orientation, history of sexual activity, HIV status, and concurrent status with other STIs. Education on the sign and risk factor of Mpox, epidemiological investigation, and contact tracing collaboration with organizations and popular opinion leaders of the key populations may be beneficial in preventing Mpox transmission.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Nurilma Hidayatullah
"Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebar ketika penderita tuberkulosis aktif mengeluarkan bakteri ke udara dengan cara batuk. Indonesia adalah negara dengan beban tuberkulosis yang tinggi di dunia. Pada tahun 2018 indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara dengan beban tuberkulosis paru terbesar di dunia. Provinsi Banten menempati urutan kedua daerah dengan prevalensi tuberkulosis terbesar di Indonesia dengan peningkatan prevalensi tuberkulosis sebesar 0,36% tahun 2013 – 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu dan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru pada penduduk semua umur di Provinsi Banten Tahun 2018. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17.846 responden. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan Uji Chi-square. Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel yang memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan kejadian tuberkulosis paru adalah usia POR = 2,866 (95% CI: 1,920 – 4,277), status kawin POR = 1,751 (95% CI: 1,215 – 2,523), tingkat pendidikan POR = 2,001 (95% CI: 1,344 – 2,980), riwayat diabetes mellitus POR = 2,200 (95% CI: 1,023 – 4,731), status gizi POR = 5,493 (95% CI: 3,937 – 7,662), dan wilayah tempat tinggal POR = 1,596 (95% CI: 1,149 – 2,217). Program pencegahan dan pengendalian tuberkulosis perlu dilakukan dengan meningkatkan upaya preventif dan promotif, seperti edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas dengan mempertimbangkan aspek karakteristik individu dan kondisi lingungan rumah.

Pulmonari tuberculosis is a contagious disease caused by Mycobacterium tuberculosis which spreads when an active tuberculosis patient expels bacteria into the air by coughing. Indonesia is a country with a high burden of tuberculosis in the world. In 2018, Indonesia ranks 3rd as the country with the largest burden of pulmonary tuberculosis in the world. Banten Province ranks as the 2nd among the region in Indonesia with the highest prevalence of tuberculosis with an increase in the prevalence of tuberculosis by 0.36% in 2013 - 2018. This study aims to determine the relationship between individual characteristics and house environmental conditions and the incidence of pulmonary tuberculosis in the population of all ages in Banten Province. 2018. The study design used in this study was cross-sectional using Riskesdas 2018 data. The number of samples used in this study was 17,846 respondents. Data analysis used univariate and bivariate analysis using chi-square. The results of the bivariate analysis showed that the variables that had a statistically significant relationship with the incidence of pulmonary tuberculosis were age POR = 2.866 (95% CI: 1.920 - 4.277), married status POR = 1.751 (95% CI: 1.215 - 2.523), education level POR = 2,001 (95% CI: 1,344 - 2,980), history of diabetes mellitus POR = 2,200 (95% CI: 1,023 - 4,731), nutritional status of POR = 5,493 (95% CI: 3,937 - 7,662), and area of residence POR = 1,596 ( 95% CI: 1.149 - 2,217). In addition to control program, improvement of tuberculosis prevention program needs to be carried out by increasing preventive and promotive efforts, such as education and socialization. The efforts also should be targeting wider community by considering the individual characteristics and their living environment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Mawaddah Aulia
"Latar belakang: Diabetes Melitus Tipe 2 masih menjadi masalah di dunia, begitu pun di Indonesia. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan prevalensi Diabetes Melitus tertinggi di Indonesia pada tahun 2018. Angka prevalensi DM di DKI Jakarta (3,4%) lebih tinggi dari angka nasional (2%). Penderita DM terbanyak ada pada usia ≥45 tahun. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada penduduk pralansia di DKI Jakarta berdasarkan data Riskesdas 2018. Metode: Sampel penelitian ini penduduk usia 45-59 tahun sebanyak 2.958 orang. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil: Hasil analisis univariat menunjukkan prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2 pada pralansia di DKI Jakarta sebesar 8,0%. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan signfikan antara status merokok (OR=1,760 95%CI 1,241-2,496; p=0,002), obesitas sentral (OR=1,912 95%CI 1,432-2,554; p<0,001), dan hipertensi (OR=1,338 95%CI 1,025-1,747; p=0,038) dengan DM Tipe 2. Namun, tidak terdapat hubungan signifikan antara aktivitas fisik (OR=1,021 95%CI 0767-1,358; p=0,946), konsumsi makanan berlemak (OR=0,927 95%CI 0,707-1,215; p=0,630), konsumsi buah dan sayur (OR=0,934 95%CI 0,622-1,402; p=0,823), konsumsi alkohol (OR=1,854 95%CI 0,906-3,793; p=0,137), dan IMT (OR=1,290 95%CI 0,982-1,695; p=0,077) dengan DM Tipe 2. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signfikan antara status merokok, obesitas sentral, dan hipertensi dengan DM Tipe 2.

Background: Type 2 Diabetes Mellitus is still a problem in the world, as well as in Indonesia. DKI Jakarta became the province with the highest prevalence of diabetes mellitus in Indonesia in 2018. The prevalence rate of diabetes mellitus in DKI Jakarta (3.4%) is higher than the national prevalence (2%). Most people with diabetes mellitus are at the age of 45 years and over. Objective: This study aims to determine the determinants of Type 2 Diabetes Mellitus in the middle-aged population in DKI Jakarta based on Riskesdas 2018 data. Methods: The sample of this study was 2.958 people aged 45-59 years old. This study used a cross-sectional study design with univariate and bivariate analysis. Results: The results showed that the prevalence of Type 2 Diabetes Mellitus in the middle-aged in DKI Jakarta was 8.0%. In addition, there was a significant relationship between smoking status (OR=1.760 95%CI 1.241-2.496; p=0.002), central obesity (OR=1.912 95%CI 1.432-2.554; p<0.001), and hypertension (OR=1.338 95%CI 1.025-1.747; p=0.038). However, there was no significant relationship between physical activity (OR=1.021 95%CI 0767-1.358; p=0.946), consumption of fatty foods (OR=0.927 95% CI 0.707-1.215; p=0.630), fruit and vegetable consumption (OR=0.934 95%CI 0.622-1.402; p=0.823), alcohol consumption (OR=1.854 95%CI 0.906-3.793; p=0.137), and BMI (OR=1,290 95%CI 0,982-1,695; p=0,077) with Type 2 DM. Conclusions: There is a significant relationship between smoking status, central obesity, and hypertension with Type 2 DM."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Shaffiyah Shalihah
"Prevalensi obesitas sentral di DKI Jakarta dari tahun 2007 hingga 2018 terus meningkat. Selain itu, populasi wanita merupakan penderita obesitas sentral terbanyak dibandingkan pria. Faktor gaya hidup dan faktor sosideomografi dapat menjadi faktor seseorang mengalami obesitas sentral. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara faktor gaya hidup dan faktor sosiodemografi dengan obesitas sentral pada wanita di DKI Jakarta berdasarkan data Sistem Informasi Penyakit Tidak Menular (SIPTM) 2020. Metode yang digunakan adalah desain studi cross sectional pada data SIPTM 2020. Variabel Independen terdiri dari faktor gaya hidup (status merokok, status konsumsi sayur dan buah, status konsumsi alkohol, dan aktivitas fisik) dan faktor sosiodemografi (usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan). Obesitas sentral merupakan variabel dependen. Wanita yang merokok memiliki peluang lebih besar untuk mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang tidak merokok (PRCrude:1,177;95% CI: 1,126 – 1,230;nilai p=0,000). Wanita yang kurang konsumsi sayur dan buah memiliki peluang lebih besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang cukup konsumsi sayur dan buah (PRCrude:1,291;95% CI: 1,260 – 1,322;nilai p=0,001). Wanita yang mengonsumsi alkohol memiliki peluang lebih besar untuk mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang tidak konsumsi alkohol (PRCrude:1,929;95% CI: 1,397 – 2.663 ;nilai p=0,001). Wanita yang kurang aktivitas fisik memiliki peluang lebih besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang cukup aktvitas fisik (PRCrude:1,472;95% CI: 1,437 – 1,508;nilai p=0,001). Wanita dengan usia 51 tahun keatas memiliki peluang paling besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita usia 15-27 tahun (PRCrude:1,851;95% CI: 1,798 – 1,906; nilai p=0,001). Wanita yang menikah memiliki peluang paling besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang belum menikah (PR crude=1,840;95%CI: 1,795—1,885;nilai p=0,001). Wanita dengan pendidikan rendah memiliki peluang paling besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita pendidikan tinggi (PR crude= 1,112;95% CI: 1,074 – 1,151;nilai p=0,001).Wanita yang tidak bekerja memiliki peluang lebih besar mengalami obesitas sentral dibandingkan wanita yang bekerja (PRCrude:1.10795% CI: 1,085 – 1,131;nilai p=0,001). Faktor gaya hidup dan faktor sosiodemografi secara statistik berhubungan dengan obesitas sentral (p<0,05). Hubungan antara gaya hidup dengan obesitas sentral paling tinggi ditemukan pada wanita yang mengonsumsi alkohol. Hubungan antara faktor sosiodemografi dengan obesitas sentral paling tinggi ditemukkan pada wanita usia diatas 51 tahun.

The prevalence of central obesity in DKI Jakarta from 2007 to 2018 continues to increase. In addition, the female population is the most central obesity sufferer than men. Lifestyle factors and sosideomographic factors can be a factor in a person experiencing central obesity. To analyze the relationship between lifestyle factors and sociodemographic factors with central obesity in women in DKI Jakarta based on data from the Information System for Non-Communicable Diseases (SIPTM) 2020 .Cross sectional study design was used towards SIPTM 2020 data. Independent variables arelifestyle factors (smoking status, vegetable and fruit consumption status, alcohol consumption status,and physical activity ) and sociodemographic factors( age, marital status, education level,and occupation). Central obesity is the dependent variable.Women who smoked had a greater chance of central obesity than women who did not smoke (PRCrude: 1.177; 95% CI: 1.126 - 1.230; p value = 0,001). Women who consume less vegetables and fruit have a greater chance of central obesity than women who consume enough vegetables and fruit (PRCrude: 1,291; 95% CI: 1,260 - 1,322; p value = 0,001). Women who consumed alcohol had a greater chance of central obesity than women who didn’t consume alcohol (PRCrude: 1,929; 95% CI: 1,397-2663; p value = 0,001). Women who lacked physical activity had a greater chance of central obesity than women with adequate physical activity (PRCrude: 1.472; 95% CI: 1.437 - 1.508; p value = 0,001). Women aged 51 years and over had the greatest chance of central obesity than women aged 15-27 years (PRCrude: 1.851; 95% CI: 1.798 - 1.906; p value = 0.000). Married women had the greatest chance of central obesity than unmarried women (crude PR = 1,840; 95% CI: 1,795-1,885; p value = 0,001). Women with low education have the greatest chance of central obesity than women with higher education (crude PR = 1.112; 95% CI: 1.074 - 1.151; p value = 0,001). Women who don’t work have a greater chance of central obesity than women who work (PRCrude: 1.10795% CI: 1.085 - 1.131; p value = 0,001).Lifestyle factors and sociodemographic factors were statistically associated with central obesity (p <0.05). Association between lifestyle factors and central obesity was found highest among women who consume alcohol. Association between sosiodemographic factors and central obesisty was found highest among women aged 51 years and over. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatillah Razak
"ABSTRAK
Asfiksia Neonatorum Menurut Berat Badan Lahir Bayi BerdasarkanUsia Kehamilan Di RSIA Budi Kemuliaan Tahun 2017Pembimbing : dr. Asri Adisasmita MPH., M.Phil., Ph.DAsfiksia kelahiran adalah penyebab 23 dari semua kematian neonatal di seluruh dunia. Tiga perempat darisemua kematian bayi baru lahir disebabkan dari kondisi yang dapat dicegah dan diobati termasuk kejadianasfiksia. BBLR mempunyai risiko mengalami kegagalan nafas yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorumnamun tidak semua bayi BBLR adalah prematuritas, sehubungan dengan hal tersebut diperkirakan sekitarsepertiga bayi berat lahir rendah sebenarnya adalah bayi aterm. Penelitian ini dikukan di RSIA Budi Kemuliaan,merupakan salah satu rumah sakit ibu dan anak swasta rujukan untuk proses kelahiran yang ada di Jakarta. Designpenelitian ini adalah kasus kontrol dengan menggunakan data rekam medik, jumlah kasus sanyak 120 dan kontrolsebanyak 240. Hasil analisis menunjukkan asfiksia neonatorum pada bayi BBLR cukup bulan memperlihatkannilai OR 2.17 0.88-5.37 dan risikonya meningkat pada bayi premature normal dan BBLR OR 4.69 CI 95 2.68-8.18 , ini berarti bahwa bayi prematur normal dan BBLR berisiko 4.69 kali untuk mengalami asfiksiadibanding dengan bayi yang beratnya normal.Kata kunci: Asfiksia Neonatorum, BBLR, Prematur.

ABSTRACT
Asphyxia Neonatorum of Neonates Weight Base on Gestational Age in Mother andChild Hospital Budi Kemuliaan Jakarta 2017Asphyxia neonatorum is the cause of 23 of all neonatal mortality in the world. Three quarters from the mortalityare caused by conditions that can be prevented and treated, including the incident of asphyxia. Low Birth Weight LBW has the risk of having a respiratory failure that can cause asphyxia neonatorum, however not all LBWinfants is prematurity, due to this problem, it can be estimated that approximately one third of LBW is aterminfants. This research was conducted in Budi kemuliaan hospital, which was one of the private mother and childhospital that reference to the birth process in Jakarta. The design of this research was case control by using medicalrecord data, with 120 cases and 240 controls. The multivariate analysis showed that asphyxia neonatorum on theLBW had OR 2.17 CI 95 088 5.37 and the risk increase on the premature normal and low birth weight OR4.69 CI 95 2.68 8.18 . Premature normal and low birth weight had 4.69 more at risk of asphyxia neonatorumthan the normal weight neonatal.Keyword Asphyxia, Low Birth Weight, Prematurity"
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Wisdhanorita
"Prevalensi diabetes melitus di Indonesia meningkat sebanyak 90.9% persen dari tahun 2007. Perilaku merokok yang diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya diabetes melitus juga mengalami peningkatan sebesar 6,14% (Riskesdas, 2013). Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa terdapat hubungan antara perilaku merokok dengan diabetes melitus tipe 2 (Cho dkk, 2014; Sairenchi dkk, 2004; Shi dkk, 2013; Papier, 2016). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Antara Perilaku Merokok Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kecamatan Bogor Tengah. Desain penelitian menggunakan kohort retrospektif. Sampel terdiri dari 1804 responden yang berasal dari studi kohort faktor risiko PTM.  Responden diamati selama 6 tahun. Insidens rate diabetes melitus adalah 4,13%. Hasil analisis multivariat dengan cox extended setelah dikontrol dengan jenis kelamin dan IMT menunjukan bahwa perilaku merokok memiliki nilai HR 1,122 (95% CI: 0,869-1,447) dengan nilai p 0,377, p value > α, hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 tidak terbukti signifikan secara statistik.

The prevalence of diabetes mellitus in Indonesia increased by 90.9% percent from 2007. Smoking behavior which is thought to be one of the factors causing diabetes mellitus also increased by 6.14% (Riskesdas, 2013). Various studies have shown that there is a relationship between smoking behavior and type 2 diabetes mellitus (Cho et al., 2014; Sairenchi et al., 2004; Shi et al., 2013; Papier, 2016). This study aims to determine the relationship between smoking behavior and the incidence of type 2 diabetes mellitus in Bogor Tengah sub-district. Study design is retrospective cohort. The sample consisted of 1804 respondents from the non communicable disease cohort study. Respondents were observed for 6 years. The incidence of diabetes mellitus rate is 4.13%. The results of multivariate analysis with extended cox after being controlled by sex and BMI showed that smoking behavior had an HR 1.122 (95% CI: 0.869 - 1.447) with p value  0.377, p value> a, the relationship between smoking behavior and the incidence of type 2 diabetes mellitus not statistically significant."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fitriyani
"Kanker ovarium adalah salah satu kanker ginekologi yang paling umum terjadi dan menempat urutan ketiga setelah kanker serviks dan kanker uterus. Sebagian besar kasus kanker ovarium (60%) ditemukan pada stadium lanjut sehingga hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan hidup pasien kanker ovarium berdasarkan stadium di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2014-2018. Desain Penelitian ini menggunakan kohort retrospektif. Pasien yang merupakan kasus baru dan mendapatkan perawatan hanya di rumah sakit masuk ke dalam penelitian. Sampel terdiri dari 295 pasien, 142 pasien dengan stadium awal dan 153 pasien dengan stadium akhir yang didapatkan dari sistem informasi rumah sakit pada periode Januari 2014 – Desember 2018. Pasien diamati dari waktu diagnosis hingga event (meninggal) dalam kurun waktu 57 bulan. Hasil analisis Kaplan Meier menunjukkan probabilitas ketahanan hidup pasien kanker ovarium stadium awal (84%) lebih tinggi dibandingkan pasien kanker ovarium stadium akhir (81%). Rata-rata ketahanan hidup pasien kanker ovarium stadium awal selama 15 bulan sedangkan pasien kanker ovarium stadium akhir selama 9 bulan. Hasil analisis cox regression didapatkan bahwa risiko kematian pasien kanker ovarium stadium akhir 1,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien kanker ovarium stadium awal setelah dikontrol dengan umur, derajat diferensial sel, dan keadaan umum.

Ovarian cancer is one of the most common gynecological cancers and ranks third after cervical cancer and uterine cancer. Most cases of ovarian cancer (60%) are found at an advanced stage so the treatment results are not as expected. This study aims to determine the survival of ovarian cancer patients based on the stadium at Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar in 2014-2018. Design This study uses a retrospective cohort. Patients who are new cases and get treatment only at the hospital were included in the study. The sample consisted of 295 patients, 142 patients with early stage and 153 patients with final stage obtained from the hospital information system in the period January 2014 - December 2018. Patients were observed from the time of diagnosis to event (death) in a period of 57 months. Kaplan Meier's analysis showed that the probability of survival of patients with early-stage ovarian cancer (84%) was higher than that of end-stage ovarian cancer patients (81%). The average survival of patients with early stage ovarian cancer for 15 months while patients with late stage ovarian cancer for 9 months. The results of cox regression analysis found that the risk of death of end-stage ovarian cancer patients was 1.4 times higher compared to patients with early-stage ovarian cancer after being controlled with age, grade, and performance status.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T54965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Surya Kusuma
"Penyakit Jantung Koroner (PJK) masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada perempuan di Indonesia. Epidemi obesitas yang terjadi secara global ikut berkontribusi pada meningkatnya kejadian kardiovaskular. Di Indonesia, belum banyak studi yang mempelajari hubungan obesitas sentral dengan PJK pada perempuan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas sentral dengan kejadian PJK pada perempuan usia 25-65 tahun di Kota Bogor. Penelitian kohort retrospektif ini mengikutsertakan 2.451 responden Studi Kohor FRPTM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan masa pengamatan selama 6 tahun. Pajanan utama yang diteliti adalah obesitas sentral berdasarkan rasio Lingkar Pinggang - Tinggi Badan (LPTB), dengan outcome berupa PJK yang ditegakkan berdasarkan hasil wawancara responden dan/atau hasil EKG. Analisis multivariat dengan Cox Regression dilakukan untuk mengestimasikan Hazard Ratio (HR) dengan 95% Confidence Interval (95% CI). Hasil penelitian menunjukkan insiden rate PJK pada perempuan adalah sebesar 19 per 1.000 orang-tahun. Perempuan dengan obesitas sentral memiliki risiko 1,38 kali (95% CI 1,01-1,89) lebih tinggi dibanding yang tidak obesitas sentral untuk mengalami PJK setelah mengontrol variabel usia, hipertensi, dan status menopause. Deteksi dini faktor risiko PJK, terutama obesitas sentral, penting dilakukan agar upaya pencegahan dan perubahan perilaku dapat segera dilakukan.

Coronary Heart Disease (CHD) remains a major cause of morbidity and mortality in women in Indonesia. The global epidemic of obesity contributes to the increase of cardiovascular events. In Indonesia, there have not been many studies evaluate the association between abdominal obesity and CHD in women. Therefore, this study aims to determine the association between abdominal obesity and CHD in women aged 25-65 years in Bogor. This retrospective cohort study involves 2.451 respondents of FRPTM Cohort Study who met the inclusion and exclusion criteria with an observation period of 6 years. The main independent variable of this study was abdominal obesity based on Waist-to-Height-Ratio (WHtR), while outcome of the interest was CHD based on the results of interview and/or ECG results. Cox regression analysis was performed to estimated Hazard Ratio (HR) with a 95% Confidence Interval (95% CI). The results showed that the incidence rate of CHD in women was 19 per 1.000 person-years. Women with abdominal obesity were 1,38 times (95% CI 1,01-1,89) more likely to have CHD than those without abdominal obesity after adjustment for age, hypertension, and menopause status. Early detection of CHD risk factor, especially abdominal obesity, is important, so that prevention and lifestyle modification can be implemented immediately."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfiani Fajrin
"Infeksi ulang/reinfeksi COVID-19 didefinisikan sebagai seseorang yang telah sembuh dari infeksi COVID-19 kemudian terinfeksi kembali. Banyaknya laporan kejadian reinfeksi dibeberapa negara seperti Hongkong, Nevada, Amerika Serikat, Belgium, Ekuador, India, dan negara lainnya menunjukkan besaran masalah kejadian reinfeksi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang beresiko terhadap kejadian reinfeksi COVID-19. Studi ini menggunakan desain studi cross-sectional dalam mengetahui faktor resiko reinfeksi COVID-19. Subjek penelitian ini adalah pasien dengan Riwayat reinfeksi yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi dari data sekunder (data surveilans epidemiologi) di RSDC Wisma Atlet, Jakarta pada bulan Juli – Desember 2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 7 variabel yang berhubungan dengan kejadian reinfeksi COVID-19 pada pasien RSDC WAK, diantaranya: variabel usia, usia 30-39 tahun (POR: 0.60, 95% CI: 0.47-0.77), usia ≥40 tahun (POR 0.41, 95%CI: 0.32-0.53), variabel pekerjaan; pekerjaan non-nakes (POR: 0.91, 95% CI: 0.68-1.22), pekerjaan nakes (POR: 1.80, 95% CI: 1.32-2.46), riwayat kontak erat (POR: 0.75, 95% CI: 0.59-0.97), penggunaan transportasi umum (POR: 1.36, 95% CI:1.02-1.79), perjalanan ke luar daerah (POR: 0.69, 95% CI: 0.51-0.96), bepergian ke fasilitas umum (POR: 2.01, 95% CI: 1.45-2.78), status vaksin; vaksin dosis 1 (POR: 0.56, 95% CI: 0.42-0.74), dan belum vaksinasi (POR:0.62, 95% CI: 0.48-0.78). Determinan atau faktor prediktor dominan reinfeksi COVID-19 pada pasien rawat inap RSDC WAK adalah variabel bepergian ke fasilitas umum.

COVID-19 reinfection may be defined as a person who has recovered from infection with COVID-19 and then re-infected. The number of reinfection report in several countries such as Hongkong, Nevada, Amerika Serikat, Belgium, Ekuador, India, and the other country shows the magnitude of the reinfection problem. Therefore, this study was conducted to determine risk factor of COVID-19 reinfection. This study is an analytical study with a cross-sectional to determine the risk factors of COVID-19 reinfection. The subjects of this study were patients with a history of reinfection who met the inclusion and exclusion criteria from secondary data (epidemiological surveillance data) at the RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta (RSDC WAK) in July – December 2021. The results showed that there were 7 variables related to the incidence of reinfection of COVID-19 in RSDC WAK patients, including: age; age 30-39 years old (POR: 0.60, 95% CI: 0.47-0.77), age ≥40 years old (POR 0.41, 95%CI: 0.32-0.53), occupation; non-health workers occupation (POR: 0.91, 95% CI: 0.68-1.22), health worker occupation (POR: 1.80, 95% CI: 1.32-2.46), history of close contact (POR: 0.75, 95% CI: 0.59-0.97), public transportation uses (POR: 1.36, 95% CI: 1.02-1.79), travel outside the region (POR: 0.69, 95% CI: 0.51-0.96), visit public facilities (POR: 2.01, 95% CI: 1.45 -2.78), vaccine status; vaccinated doses 1 (POR: 0.56, 95% CI: 0.42-0.74), and unvaccinated (POR:0.62, 95% CI: 0.48-0.78). Predictor of COVID-19 reinfection in inpatients at RSDC WAK is visit public facilities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>