Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Septia Andi Akbarsyah
"ABSTRAK
Penelitian ini menyajikan gambaran lengkap mengenai partisipasi masyarakat yang dilakukan dalam pengembangan pariwisata yang berlangsung di Pulau Pramuka. Keberadaan pariwisata di Pulau Pramuka saat ini tidak lepas dari keterlibatan secara aktif masyarakat setempat. Penelitian ini membahas mengenai proses partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat setempat Pulau Pramuka untuk melihat sejauh mana masyarakat berperan penting dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di suatu kawasan. Penelitian ini juga berfokus pada pengetahuan dan perspektif yang dibentuk oleh masyarakat Pulau Pramuka (emic) dengan menggunakan metode etnografi dan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan partisipasi observasi. Melalui data-data tersebut nantinya akan menjadi penting dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan selama ± 40 hari di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

ABSTRACT
This research presents a comprehensive picture regarding community participation in the development of tourism that takes place on Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. The existence of tourism on Pulau Pramuka is currently inseparable from the involvement of local community. This study discusses the participation process carried out by local community of Pulau Pramuka in which they play important role in the development of community-based tourism in stated area. This research also focuses on the knowledge and perspective created by the local community of Pulau Pramuka (emic) using ethnographic methods with in-depth interviews and participatory observation data colections techniques. Furthermore, these data will be important in this study. Data collection was carried out for ± 40 days on Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leni Riasanawati
"Gerakan sosial mengalami pola perubahan seiring dengan pergeseran struktural dan kultural masyarakat menuju masyarakat post-industry. Gerakan sosial tidak melulu direpresentasikan oleh subjek homogen dalam kelompok atau kelas sosial tertentu yang dibahas oleh aktivis-aktivis gerakan sosial sebelumnya yaitu petani, buruh, atau masyarakat minoritas saja. Gerakan sosial telah melahirkan agen-agen sosial baru yang disebut dengan urban activist yang berbeda dengan grassroot activists dengan menghadirkan gerakan sosial baru dengan mengusung tuntutan baru yang lebih kompleks seperti isu mengenai keadilan sosial (social justice). Tulisan ini berusaha untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari gerakan yang dipelopori oleh urban activist yang terepresentasi melalui kelompok pedagang kelas menengah di Pasar Santa melalui studi kasus pada gerakan #SustainableSanta. Tulisan ini berupaya untuk membahas bagaimana neoliberalisme yang datang melalui privatisasi yang dilakukan oleh developer swasta terhadap pasar tradisional yang seharusnya merupakan ruang publik sebagai aset negara (PD Pasar Jaya) untuk kepentingan lintas kelas dimonopoli menjadi mewakili kelas-kelas sosial tertentu, telah memunculkan bentuk resistensi yang dilakukan oleh kelompok pedagang kelas menengah di Pasar Santa. Perlawanan yang dipicu oleh pedagang di Pasar Santa ini merepresentasikan bentuk baru dalam gerakan sosial. Analisis dalam penelitian ini akan menyelidiki cara pendekatan yang dilakukan oleh para urban activist dalam mengorganisir gerakan mereka melalui proses framing atau pengemasan ideologi dan mobilisasi sumber daya (resources mobilization) yang mereka lakukan.

Along with the structural and cultural transformation towards a post-industrial society, there have been an increasing diversity form of activism. Social movements are no longer merely represented by a homogeneous subject in groups or certain social class discussed by social movements activists earlier, like farmers, labours and minority communities only. Social change may affect the characteristics of social conflict and collective action in different ways. It may facilitate the emergence of urban activist which is different from grassroot activists by presenting new social movements through a new more complex demands such us the issue of social justice. This paper seeks to gain a better understanding of the movement spearheaded by the urban activist through case studies on #SustainableSanta movement. This paper seeks to discuss how the neoliberalism which came through privatization undertaken by the private developers of the traditional markets which should be a public facility as an asset of the country (PD Pasar Jaya) is supposed to be for the sake of crossed-class interests is monopolized into representing certain social classes, has led to forms of resistance carried out by a group of middle-class merchants in Pasar Santa. Resistance fueled by the urban activists represents a new form of social movement. The analysis in this study will investigate how the approach taken by urban activist groups in organizing their movement is done through the process of framing and resources mobilization which they do.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S59582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Ammatuz Zakiah
"Wacana gerakan masyarakat adat muncul di Indonesia seringkali dimaknai sebagai upaya untuk melakukan perlawanan dari ancaman pihak eksternal. Sebagian masyarakat memahami bahwa adat merujuk pada sebuah praktik ritual, norma, atau pun kebiasaan—sebagian juga memahami bahwa adat merujuk pada prosedur untuk menyelesaikan sengketa tenurial yang saat ini menjadi agenda LSM. Masyarakat adat di Indonesia didukung oleh pihak LSM untuk memperjuangkan hak-haknya dengan membawanya turut berperan dalam ranah legislasi. Tulisan ini mengeksplorasi bagaimana aktivitas LSM dalam mengupayakan perlindungan dan pengakuan masyarakat lokal yang memiliki klaim hak atas tanah melalui serangkaian praktik inskripsi. Penelitian ini dilakukan dengan mencakup beberapa proses kegiatan advokasi AMAN dan BRWA di beberapa wilayah IKN. Bersamaan dengan posisi saya sebagai fasilitator yang membantu kedua LSM tersebut, tulisan ini juga menjadi refleksi etnografis. Oleh karenanya, tulisan ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana agenda advokasi AMAN BRWA dilakukan untuk mengidentifikasi dan merumuskan ‘wilayah adat’ serta memperlihatkan bagaimana agenda advokasi tersebut dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sifatnya prosedural, tetapi pada kenyataannya menimbulkan serangkaian konstruksi dan negosiasi. 

The discourse of the indigenous peoples' movement emerging in Indonesia is often interpreted as an attempt to resist external forces. Some communities define adat as referring to ritual practices, norms or customs—while others define adat as a procedure for resolving tenurial disputes, which is currently on the agenda of NGOs. Indigenous peoples in Indonesia are supported by NGOs to advocate for their rights by involving them in legislation. This paper explores how NGO activities seek to protect and recognize local communities with land rights claims through a set of inscription practices. The research was conducted by covering several processes of AMAN and BRWA advocacy activities in several IKN areas. Along with my position as a facilitator assisting the two NGOs, this paper is also an ethnographic reflection. Therefore, this paper aims to explain how AMAN BRWA's advocacy agenda is to identify and formulate 'customary territories' and to illustrate how this advocacy agenda is carried out through procedural steps, but in reality leads to a series of constructions and negotiations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muflih Mappaujung
"Masyarakat petani di Segeri dapat dikategorikan sebagai petani pedesaan (rural cultivator) karena praktik kegiatan pertaniannya masih sangat dipengaruhi oleh eksistensi praktik ritual lokal-tradisional. Namun sejak tahun 2017, para petani telah mengalami perubahan keyakinan serta pandangan terhadap cara mereka mempersepsikan praktik ritual. Kelompok petani yang menjadi informan utama dalam penelitian ini ialah para petani yang sawahnya digunakan oleh pihak adat sebagai arena untuk melaksanakan kegiatan ritual adat. Sebelumnya, sawah petani ini bukan merupakan sawah adat. Namun, lepasnya kepemilikan sawah adat membuat pihak adat memindahkan status sawah adat ke sawah petani tersebut. Saat ini, para petani dibebani oleh kewajiban mengikuti sistem ritual, yakni petani tidak boleh turun sawah sebelum ritual adat dilaksanakan. Melalui kerangka konsep resistensi dan sekularisasi, penelitian ini akan melihat dinamika religiusitas masyarakat petani Segeri yang mulai menyangkal keterikatan kegiatan pertanian dengan praktik ritual, mempertanyakan signifikansi praksis ritual terhadap kegiatan pertanian, hingga mewacanakan akan meninggalkan tradisi turun sawah yang merupakan lambang kearifan lokal mereka dan masyarakat Segeri. Penelitian ini menemukan bahwa perlawanan petani justru tidak berimplikasi terhadap rusaknya tatanan simbol dan praksis sistem ritual adat, melainkan membuat petani bertumbuh menjadi petani yang lebih rasional. Dengan melepaskan sebagian besar keyakinan mereka terhadap ritual adat, para petani kini lebih sadar akan penerapan rekomendasi teknis, lebih menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan masalah-masalah pertanian, serta tidak lagi sepenuhnya menumpukan keberhasilan panen dari kesakralan ritual adat.

Peasant society in Segeri can be categorized as rural cultivators because their agricultural practices are still strongly influenced by the existence of local ritual practices. However, since 2017, the peasants have experienced a change in their beliefs and views on the way they perceive ritual practices. The peasants who became the main informants in this study were peasants whose fields are used by adat parties as an arena to perform traditional ritual activities. Previously, these pessants’ fields were not adat rice fields. However, the loss of ownership of rice fields made the adat party transfer the status of adat rice fields to these peasants' fields. Currently, peasants are burdened with the obligation to follow a ritual system, which the peasants are not allowed to plant before the traditional rituals are carried out. Through the framework of resistance and secularization, this research will look at the dynamics of the religiosity of peasant society in Segeri which denies the attachment of agricultural activities to ritual system, questioning the significance of ritual praxis, and amplifying disobedience that they will leave the tradition that had become a symbol of their local wisdom and also the Segeri society. This study found that peasant resistance did not have implications for the destruction of symbol and praxis of the ritual system, but instead making peasants to grow up to become more rational human beings. By relieving most of their beliefs in adat rituals, the peasants are now more aware of implementing recommendations, using a more scientific approach to solving problems, and no longer relying entirely on the sacred aspects of this adat rites."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erfa Canisthya
"Penelitian ini membahas mengenai pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Subbidang Jalan Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2013 yang berorientasi kepada konteks Results Based Management (RBM) dan kriteria perancangan dana transfer terkait dengan pemanfaatannya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desentralisasi Fiskal, dan Transfer Fiskal Antar Tingkat Pemerintahan, Results Based Management dan Project Cycle Management. Penelitian ini menggunakan pendekatan post postivist dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam, studi literatur/dokumen dan survei lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan DAK bidang infastruktur subbidang jalan tahun anggaran 2013, dari sisi planning, implementing a project, monitoring, dan evaluating sesuai dengan konteks RBM dan PCM, namun yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pemanfaatan DAK terkait di wilayah Kabupaten Tangerang adalah regulasi, hubungan antar stakeholders, kapasitas internal kelembagaan dan sumber daya manusia.

This research discusses about the effectiveness of specific purpose grant which is allocated by central government for regional government to fulfill national priority development on regional government, specific at road infrastructure sector in Kabupaten Tangerang fiscal year of 2013. Researcher uses Fiscal Decentralization Theory, Intergovernmental Fiscal Transfer, Results Based Management, and Project Cycle Management. Use post-positvist paradigm, in-depth interview, and field research methods are used by reasearcher to analyse main problem. This research also consider the RBM context (planning, monitoring, and evaluating) and PCM context (implementing a project) to determine the results of this research. Research has shown that management of specific purpose grant, sector of roads infrastructure in Kabupaten Tangerang, Fiscal Year of 2013 has supported RBM and PCM context, but there are some factors affecting the problem of budget management, such as regulations, stakeholders relations, internal institution capacities, and human resources."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febi Rizki Ramadhan
"Penelitian ini mengkaji Aliansi Laki-laki Baru ALB , gerakan pelibatan laki-laki dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Dengan menggunakan metode etnografi, penelitian ini menunjukkan bahwa ALB sebagai gerakan sosial tidak dapat dipahami sebagai entitas yang homogen dan monolitik karena para partisipan gerakan yang terlibat dalam ALB dapat memiliki pemaknaan yang beragam atas kekerasan terhadap perempuan yang menjadi fokus gerakan. Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan bahwa produksi wacana yang dilakukan oleh ALB mengenai penghapusan kekerasan terhadap perempuan dapat dipahami sebagai tindakan resistensi pada patriarki dan maskulinitas hegemonik yang merupakan kekerasan kultural dan menjadi basis ideologis dari kekerasan terhadap perempuan.

This research examines Aliansi Laki laki Baru ALB as a movement of men's involvement towards the elimination of violence against women in Indonesia. Using ethnographic methods, this research shows that ALB as a social movement can not be understood as a homogeneous and monolithic entity due to the diversity of internalized meaning by movement's participants on violence against women. Furthermore, this research addresses discourse production that was conducted by ALB as an act of resistance to patriarchy and hegemonic masculinity. In this research, I argue that patriarchy and hegemonic masculinity was embodied in cultural violence that functions as ideological basis of violence against women."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S69118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
An Nisa Tri Astuti
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses terbentuknya aktivisme perempuan tani dalam gerakan perlawanan petani lokal terhadap pembangunan pabrik semen dan eksploitasi karst di Pegunungan Karst Kendeng Utara, Jawa Tengah. Tulisan ini berargumen bahwa pengalaman lokal berbasis gender dalam bentuk pengetahuan untuk bertahan hidup dan pengelolaan sumber daya ekonomi dalam rumah tangga membentuk kepentingan berbasis gender yang berpengaruh pada terbentuknya kesadaran kritis mengenai krisis sosial-ekologi yang terjadi di Pegunungan Kendeng Utara. Kesadaran kritis tersebut berperan untuk mendorong perempuan terlibat dan mengartikulasikan kepentingannya melalui gerakan perlawanan. Untuk melihat permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan konsep Politik Ekologi Feminis untuk meninjau dimensi gender dalam gerakan perlawanan petani, dan bagaimana pengalaman lokal berbasis gender membentuk perspektif pengelolaan sumber daya alam yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Identitas organik tersebut dimobilisasi melalui simbol Ibu Bumi yang digunakan untuk melegitimasi gerakan perlawanan mereka. Untuk memahami bagaimana gerakan tolak semen memobilisasi simbol dan narasi untuk mengartikulasikan identitas dan kepentingan mereka, penelitian ini menggunakan pendekatan gerakan sosial baru GSB dan struktur kesempatan politik.

ABSTRACT
This study aims to explain the formation of peasant women activism in a collective resistance against the construction of cement factory and karst exploitation in North Kendeng Mountains, Central Java. This paper argues that the resistance is gendered and there are two factor that influences the process the form of local knowledge for survival and economic resource management that shapes critical awareness about socio ecological crisis in North Kendeng Mountains. These awareness encourages peasant women to be involved in and articulate their interests through the resistance movement. This research uses the concept of Feminist Political Ecology to understand the gendered response in social and ecological change, and how gendered local experiences shapes gender differentiated perspective in natural resource management. These organic identities are mobilized through feminine notion of Mother Earth which they uses to legitimise their resistance against environmental destruction. To understand how the movement mobilize symbol and narrative to articulate their identities and interests mdash rather than struggle over social and economic factor mdash this research uses New Social Movement NSM framework and political opportunity structure.
"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bejo Untung
"Tesis ini bertujuan untuk menginvesitagasi secara mikroskopis struktur sosial masyarakat di desa dalam agenda negara tentang demokratisasi desa. Sebagaimana dipahami bahwa semenjak Indonesia memasuki era reformasi, desentralisasi dan demokrasi dikedepankan sebagai upaya untuk mengevaluasi pemerintahan Orde Baru yang sentralistik. Pada dasarnya desentralisasi dan demokratisasi adalah suatu agenda yang mengedepankan proses pembangunan berbasis komunitas atau community-driven development. Akan tetapi dalam perkembangannya analisis terhadap agenda demokratisasi desa sebagai lanjutan dari proses desentralisasi dan demokratisasi tersebut sering dilakukan dengan pendekatan legal-driven, suatu pendekatan yang menganggap bahwa urusan mendemokrasikan desa hanya berhenti pada sebatas penerapan UU. UU Desa yang diterbitkan belakangan sebagai evaluasi terhadap UU sebelumnya, dianggap sebagai UU yang cukup kuat sebagai dasar bagi pelaksanaan demokrasi desa, terutama karena secara normatif telah menjamin keberfungsian BPD dan berjalannya musyawarah desa. Sementara dalam praktiknya, UU Desa tidak selalu implementatif sehingga tidak ada jaminan bagi berfungsinya BPD dan berjalannya musyawarah desa. Dengan demikian arena demokrasi desa yang dibayangkan oleh UU Desa tidak selalu terwujud. Melalui penelitian etnografi selama empat bulan di Desa Pabuaran, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tesis ini menunjukkan situasi politik di tingkat mikro bahwa warga desa dapat menciptakan arenanya sendiri selain arena demokrasi desa sebagaimana yang dibayangkan oleh UU Desa. Melalui proses pembentukan arena inilah kemudian dapat diperlihatkan gambaran praktik aktual demokrasi desa, suatu gambaran yang tidak dapat diungkap oleh pendekatan legal-driven. Untuk mengungkap sejauhmana praktik aktual demokrasi desa tersebut, tesis ini berangkat dari beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: Mengapa BPD dan musyawarah desa yang telah dijamin secara normatif oleh UU Desa tidak berjalan dan berfungsi dengan baik?; Bagaimana warga menyikapi ketidakberfungsian BPD dan musyawarah desa? Ketika arena demokrasi desa tidak terbentuk seiring dengan tidak berfungsinya BPD dan musyawarah desa, arena apa yang diciptakan oleh warga desa?; Bagaimana warga menciptakan arena tersebut?; Bagaimana arena tersebut dapat menampilkan warga desa biasa menjadi para tokoh yang dapat mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan desa?; dan Bagaimana para tokoh yang muncul tersebut kemudian memainkan peran publiknya sebagai pihak yang menjalankan peran kontrol di satu sisi dan mementingkan interes pribadinya di sisi lain?

This thesis aims to investigate the social structure microscopically in the village level on the state agenda of village democratization. As already known that since Indonesia entering the reformasi era, decentralization and democratization have been put forward as evaluations on centralistic of New Order government. Basically, decentralization and democratization both are the agenda that emphasize the community driven development processes. However, time by time, analysis of the village democratization agenda as a continuation of the decentralization and democratization process is conducted by a legal driven approach, an approach that consider that all the matters of village democratization just stop in the implementing of the Law. Village Law that enacted later as an evaluation of the previous laws, is considered as a strong legal basis for the implementation of village democracy, especially when normatively it gives a guarantee for the functioning of BPD and the progress of the village deliberation. However, practically Village Law is not always implemented so there is no guarantee for the functioning of BPD and the progress of the village deliberation. Therefore the arena of village democracy has been imagined by Village Law does not necesseraly establish. Through four months of ethnographic research in Pabuaran Village, Sukamakmur Sub District, Bogor Regency, West Java, this thesis shows the political situation at the micro level where villagers can create their own arena instead of arena of village democracy as envisaged by Village Law. Through such this arena creation the actual practice of village democracy can be depicted, a picture that can not be explained comprehensively by a legal driven approach. To reveal the extent of the actual practice of village democracy, this thesis departs from several research questions as follows Why is the BPD and village deliberation that have been normatively guaranteed by the Village Law not implement and functioning properly How do villagers respond to the non functioning of BPD and village deliberation When the arena of village democracy is not establised along with the non functioning of BPD and village deliberation, what arena is created by the villagers How do villagers create the arena How can the arena make ordinary villagers become leaders who can influence the administration of village government How do the leaders then play their public role as social control on the one hand and attach their personal interest on the other hand "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Gabriel Mounir
"Tulisan ini mengkaji konstruksi diskriminasi dalam bentuk othereness antara pembuat aplikasi dengan penyandang disabilitas tunanetra. Selain itu tulisan ini membahas bagaimana tunanetra menghadapi minimnya digital accessibility di Indonesia. Penelitian etnografi ini berusaha untuk melihat bagaimana pembuat aplikasi dengan kepentingannya, meninggalkan digital accessibility dalam product development yang mereka lakukan dan bagaimana tunanetra berimprovisasi dan menkreasikan adaptasi mereka sebisa mungkin untuk tetap menggunakan produk digital yang mereka butuhkan. Tunanetra menkreasikan microactivist affordances dengan infrastruktur material yang ada, sementara jika gagal, orang lain akan datang membantu dengan menkreasikan people as affordances.

This Paper studies the construction of discrimination in the form of otherness between application developers and people with visual impairments. In addition, this article discusses how visually impaired people face the lack of digital accessibility in Indonesia. This ethnographic research seeks to see how application developers with their interests leaves digital accessibility in their product development and how visually impaired people improvise and create adaptations to be able to keep using the digital products they need. Visually impaired people creates microactivist affordances with the available material infrastructure, while if they fail, other people will come to help by creating people as affordances. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadra Sulthanika
"Skripsi ini membahas kontestasi akses dan eksklusi yang melibatkan Perhutani, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), dan masyarakat lokal dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Pangkuan Desa (HPD) Desa Cihideung. Program PHBM memiliki ekspektasi untuk memperluas akses masyarakat desa hutan ke dalam pengelolaan sumber daya hutan. PHBM mensyaratkan adanya kemitraan antara Perhutani dan LMDH Cihideung untuk bersama-sama mengelola dan bagi hasil dari pengelolaan lahan hutan HPD. LMDH Cihideung secara kelembagaan memiliki peran untuk menjembatani akses masyarakat lokal Cihideung yang ingin memanfaatkan lahan hutan Cihideung. Melalui kerangka kerja akses dan ekslusi, temuan lapangan di HPD Cihideung menunjukan bahwa LMDH Talaga muncul menjadi aktor lokal yang menantang dominasi Perhutani melalui kontestasi masalah pengelolaan wisata off-road Safari Hutan. Di sisi lain kehadiran PHBM justru memperkuat posisi kekuasan sebagai LMDH Cihideung sebagai aktor lokal yang dominan dalam pengelolaan Hutan HPD Cihideung. Dominasi LMDH Cihideung dalam pengelolaan HPD Cihideung berdampak kepada pengeksklusian aktor-aktor lokal lainnya yang dahulu dapat mengakses HPD Cihideung. Dominasi dan kekuasaan LMDH Cihideung tidak terlepas sumber kekuasaan di tingkat lokal yang diraih melalui mekanisme akses untuk meraih, mengendalikan, dan mempertahankan kendali akses. Kepemilikan mekanisme akses dapat digunakan sebagai kuasa eksklusi untuk membatasi akses bagi aktor lainnya. Satu mekanisme akses yang memperkuaat kekuasaan LMDH Cihideung adalah adanya temuan sokongan Organisasi Massa (Ormas) yang menyokong LMDH Cihideung dalam pengelolaan HPD Cihideung. Adanya sokongan Ormas spesialis mempertimbangkan skrisp ini untuk menggunakan perspektif relasional melalui hubungan sosial kunci yang membentuk kekuatan daya tawar seorang aktor dalam meraih akses sekaligus mengekslusikan aktor lainnya. Temuan skripsi ini menunjukan bagaimana program pengelolaan hutan bersama masyarakat oleh Negara justru menguatkan aktor lokal yang telah memiliki mekanisme akses melalui hubungan sosial kunci, dan semakin mengeksklusikan aktor lokal yang tidak memiliki mekanisme akses. Secara empiris skripsi ini menunjukan adanya kehadiran Ormas spesialis kekerasan di dalam pengelolaan hutan masyarakat yang menyokong aktor lokal sebagai sumber kekuasaan dalam memperkuat mekanisme akses dan sebagai kekuatan daya tawar untuk mengeksklusikan aktor yang subordinat.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>