Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Butarbutar, Yosep
"Skripsi ini membahas mengenai putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang kewajiban penggunaan alat bongkar muat Gantry Luffing Crane. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas bongkar muat di lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok, Para terlapor yakni PT Pelabuhan Indonesia II dan PT Multi Terminal Indonesia mengeluarkan surat pemberitahuan pemakaian alat bongkar muat Gantry Luffing Crane secara bersama-sama di Dermaga 101, 101 utara, 102, 114 dan 115 bagi para pengguna jasa pelabuhan. Tindakan tersebut dirasa KPPU merupakan salah satu bentuk persaingan yang tidak sehat karena PT Pelabuhan Indonesia II dan PT Multi Terminal Indonesia dinilai telah melakukan tying agreement dan praktik monopoli yang merugikan pengguna jasa pelabuhan. Dalam memutus perkara ini, KPPU menjatuhkan hukuman kepada mereka dengan ketentuan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Skripsi yang dibuat dengan metode yuridis normatif ini meyimpulkan bahwa KPPU tidak tepat dalam memutus bersalah para terlapor dengan ketentuan mengenai tying agreement dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengingat surat pemberitahuan bukanlah termasuk dalam pengertian perjanjian.

This thesis discusses about Decision of The Commission for The Supervision of Bussiness Competition (KPPU) about the obligation to use loading and unloading equipment, Gantry Luffing Crane.In order to improve the efficiency and productivity of loading and unloading in the Port of Tanjung Priok, The Parties, PT Pelabuhan Indonesia II and PT Mult Terminal Indonesia issued a letter of notification of the use of loading and unloading equipment Gantry Luffing Crane together at pier 101, 101 north, 102, 114 dan 115 for the users port services. According the Commision, this case one form of unfair bussiness competition because PT Pelabuhan Indonesia II and PT Multi Terminal Indonesia have done a tying agreement and monopoly practices that harm users port service. In deciding this case, the Commission condemned them with the provisions of Article 15 paragraph (2) of Law No. 5 of 1999. Thesis created with this normative juridical method concludes that the Commission was not appropriate in deciding the guilt of the reported with the provisions of the agreement tying in Law No. 5 of 1999, considering letter of the notification is not included in the definition of the agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Natasha
"Tesis ini mengkaji perihal tanah masyarakat adat Tengger dalam perspektif komunalitas masyarakat adatnya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif atau kepustakaan dengan pendekatan perundang-undnagan dan pendekatan analisis. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Prosedur pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Penelitian ini membahas sifat komunal masyarakat adat Tengger melalui sudut pandang ekonomi, sosial, dan budaya yang dihubungkan dengan kebijakan pertanahan. Sifat komunal masyarakat adat Tengger meyakini tanahnya sebagai tanah suci yang tidak dapat dimiliki oleh pihak luar sehingga menciptakan keunikan serta kesenjangan tersendiri. Keunikan tersebut berupa praktik masyarakat adat Tengger terhadap sertipikat tanah yang dimilikinya, sementara kesenjangan terjadi antara penerapan sertipikat hak komunal masyarakat adat Tengger dengan kebijakan pertanahan. Kajian ini memberikan rekomendasi agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional agar lebih akurat dalam menyiarkan publikasi persnya kepada masyarakat supaya tidak terjadi kesalahpahaman terhadap praktik pertanahan di lapangan. Serta tidak memaksakan peraturan perundang-undangan kepada masyarakat adat oleh karena terdapat masyarakat adat yang hanya dengan tradisi dan budayanya telah mendapatkan tujuan dari hukum sehingga tercipta masyarakat yang damai dan tentram.

This thesis studies the customary land in Tengger within the community rsquo s perspective. This is a normative juridical study under constitutional and analytical approach. Primary, secondary, and tertiary law materials are used. Law materials are collected through documental review and interview procedure. The communal nature of the indigenes in Tengger is discussed under economy, social, and cultural circumstances, to further find its relationship with land policies. The communal nature of the indigenes in Tengger believes that their lands are sacred, implicating unavailability of land ownership for outsiders, which creates its distinct uniqueness and discrepancy. Uniqueness is shown through the practice of land certificates among the indigenes in Tengger, while discrepancy is performed in the contrary between the certification of communal rights for the indigenes in Tengger and the land policies. The result of this study recommends The Ministry of Agrarian and Spatial Planning National Land Agency to be more accurate in broadcasting their press releases for the community, therefore misunderstanding in land practices could be avoided. Furthermore, it could be better to not enforce regulations to the indigenes in Tengger, for the custom and culture in Tengger rsquo s community are adequate in achieving the purpose of law, creating a peaceful environment accordingly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nirmala Sephanya
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai salah satu permasalahan yang terjadi pada Proyek Kanal Banjir Timur dengan menganalisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 309/PK/Pdt/2016 yang bertujuan untuk menganalisa bagaimana penerapan lembaga konsinyasi sebagai upaya ganti rugi pada kasus tersebut dan bagaimanakah kedudukan Hak Pengelolaan Perum Perumnas. Tesis ini termasuk ranah penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen yang berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian diperoleh bahwa pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa Perum Perumnas adalah pihak yang berhak menerima konsinyasi dapat dikatakan telah tepat, namun untuk mencegah terjadinya kasus yang membuka peluang terjadinya tindak pidana seperti ini peran Panitia Pengadaan Tanah dalam tahapan-tahapan pengadaan tanah sangatlah penting. Hak pengelolaan Perum Perumnas adalah sah dan tanah hak pengelolaan yang merupakan penyertaan modal negara kepada Perum Perumnas dapat menerima ganti rugi pengadaan tanah namun seharusnya menggunakan prosedur ganti rugi yang berbeda dengan tanah yang dibebani hak atas tanah lainnya.

ABSTRACT
This thesis examines one of the problems on East Flood Canal Project by analyzing the Supreme Court Decision Number 309 PK Pdt 2016 which aims to analyze how is the application of consignment in this case and the validity of Perum Perumnas Right to Manage and its legal standing as the basis of compensation from land acquisition for public interest. This thesis belonged to normative study with descriptive analytical and secondary data as data resource is used. The result of this research confirms that the panel of judge rsquo s consideration which states that Perum Perumnas is the rightful party to accept consignment is correct but Land Acquisition Committee rsquo s role here is required to prevent cases like this which opens up opportunities of criminal act. The Right to Manage of Perum Perumnas is valid and Right to Manage of Perum Perumnas can be the subject of land acquisition rsquo s compensation acceptance but a land that is included in state capital participation in state owned enterprises uses different procedure of compensation for land acquisition compared to any other rights. "
2018
T49286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guspita Arfina
"Pengadaan tanah skala kecil dapat dilakukan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak. Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (4) Permen ATR/BPN No. 6 Tahun 2015, hasil penilaian jasa penilai digunakan dalam menentukan nilai jual beli tanah. Pemahaman atas ketentuan tersebut harus dimaknai bahwa kedua belah pihak harus bermusyawarah terlebih dahulu yang mengacu pada hasil penilaian, sebelum menetapkan nilai ganti kerugian. Hal ini dikarenakan asas kesepakatan merupakan salah satu prinsip utama pengadaan tanah. Hasil penilaian tanah juga harus didukung oleh proses penilaian yang prosedural agar mendapatkan hasil yang objektif. Permasalahan yang diangkat ialah mengenai penerapan penentuan nilai jual beli tanah yang berlaku sebagai nilai ganti kerugian dalam Putusan Nomor 7/PID-TPK/2022/PT.SMR; dan, analisis akibat hukum penilai pertanahan di dalam putusan tersebut yang tidak melakukan penilaian sesuai dengan prosedur penilaian yang benar. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan analisis data kualitatif. Hasil analisis adalah bahwa penentuan nilai jual beli tanah yang dilakukan oleh para pihak telah memenuhi asas kesepakatan karena setelah mendapatkan hasil penilaian tanah, dilakukan negosiasi terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai nilai ganti kerugian. Namun, terdapat keraguan terhadap objektifitas penilaian tanah karena prosesnya tidak sesuai dengan prosedur yang benar. Konsekuensi pelanggaran tersebut dapat berakibat pada pengenaan sanksi administratif terhadap penilai tanah. Saran yang diberikan berupa perlunya pengaturan penentuan nilai jual beli tanah yang menegaskan keharusan adanya musyawarah yang tetap mengacu pada hasil penilaian jasa penilai. Penilai pertanahan juga hendaknya patuh terhadap pemenuhan standar penilaian agar menghindari pengenaan sanksi yang dapat terjadi.

The mechanism for small-scale land acquisition can be conducted directly through sale and purchase, swapping, or other methods agreed upon by both parties. Based on the provisions of Article 53 paragraph (4) Permen ATR/BPN No. 6 Year 2015, the valuation result of appraiser service is used in determining value of land sale and purchase. Both parties must perform negotiation in advance referring to that result before determining compensation value. The result of land appraisal also must be supported by a procedural appraisal process to obtain objective result. The issues in this research are based on the Court Judgment Number 7/PID-TPK/2022/PT.SMR regarding to application of determining value of land sale and purchase and analysis of legal consequences of land appraiser who did not execute appraisal according to correct appraisal procedure. The result of analysis is that the determination of value of land sale and purchase in the judgment had fulfilled principle of agreement because following the result of land valuation, both parties had performed negotiation before determining compensation. However, there has been found a doubt regarding objectivity of land appraisal because the process did not follow correct procedures. This can result to imposition of administrative sanctions against land appraiser. Therefore, there must be future regulation that specify the determination of value of land sale and purchase which explicitly express the necessity of negotiation that refers to result of land appraisal. Land appraisers also must comply to appraisal standards in order to avoid imposition of sanctions that may occur in the future."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyca
"Tanah terlantar merupakan suatu hal yang merugikan masyarakat umum karena tanah merupakan milik Bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan sebesar-besanrya untuk kesejahteraan umum sehingga apabila ditelantarkan maka berdampak menimbulkan kerugian terhadap masyarakat. Oleh karena itu mengenai tanah terlantar perlu dilakukan penertiban yang mana hal tersebut dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional selaku instansi ynag berwenang dalam menertibkan dan menetapkan tanah terlantar. Namun, dalam praktik melaksanakan kewenangannya dalam bentuk Surat Keputusan Penetapan Tanah Terlantar yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional justru berujung hingga Pengadilan karena pihak yang memiliki tanah merasa bahwa keputusan yang dibuat atas tanah milik mereka tidak selayaknya ditetapkan sebagai tanah terlantar yang mana dalam beberapa putusan pengadilan, Badan Pertanahan Nasional justru kalah dalam gugatan atas penetapan tanah terlantar sehingga surat keputusan yang telah diterbitkan dinyatakan dicabut. Atas dasar itu, maka terdapat faktor-faktor yang menyebabkan surat keputusan yang telah diterbitkan dicabut sehingga hal ini menimbulkan perkara hukum atas keputusan yang telah diterbitkan. Analisis mengenai penertiban tanah terlantar dalam penelitian ini akan dibatasi dengan 7 (tujuh) putusan pengadilan untuk melihat pola dari penertiban tanah terlantar.

Abandoned land is something that is detrimental to the general public because land belongs to the Indonesian nation which must be utilized to the fullest extent possible for the general welfare so that if it is neglected it will have an impact on causing harm to the community. Therefore, regarding abandoned land, it is necessary to control it, which is carried out by the National Land Agency as the agency that has the authority to regulate and determine abandoned land. However, in practice exercising its authority in the form of a Decree on the Determination of Abandoned Land issued by the National Land Agency actually ends up in court because the parties who own the land feel that decisions made on their land should not be designated as abandoned land which in several court decisions, The National Land Agency actually lost the lawsuit over the designation of abandoned land so that the decree that had been issued was declared repealed. On that basis, there are factors that cause the decision letter that has been issued to be revoked so that this creates a lawsuit against the decision that has been issued. The analysis regarding the control of abandoned land in this study will be limited to 7 (seven) court decisions to see the pattern of controlling abandoned land."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathleen Angel Winarta
"Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimanakan status tanah yang telah diberikan hak konsesi dan legalitas dari kepemilikan grondkaart oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) khususnya dalam daerah eks swapraja Kesultanan Deli sesuai Putusan Nomor 808/PD.T/2019/PN.Mdn. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Konsesi merupakan perjanjian yang dibuat pemerintah atau kepala daerah bersama dengan pihak swasta dan atau masyarakat adat, yang sifatnya khusus berisikan izin serta pemberian wewenang secara terbatas oleh pemerintah setempat. Grondkaart merupakan peta tanah yang dikuasai oleh perusahaan kereta api pada masa kolonial dan sesuai fungsinya merupakan pedoman dalam penguasaan tanah salah satunya adalah dalam pemberian konsesi. Pada praktiknya tanah setelah diberikan hak konsesi pada daerah Kesultanan Deli tidak tertampung pengaturan kepemilikannya pada Undang-Undang Pokok Agraria, sebab daerah swapraja sendiri telah dihapus keberadaannya pada Undang-Undang Pokok Agraria. Mengakibatkan terdapat kesulitan dalam pemulihan hak kepemilikan masyarakat Kesultanan Deli saat ini terhadap lahan yang mereka miliki, terlebih sebelumnya terdapat nasionalisasi yang mengalihkan kepemilikan mereka menjadi aset perusahaan yang sebelumnya perusahaan Belanda termasuk perusahaan kereta api. Dalam praktiknya pada saat ini oleh perusahaan kereta api Indonesia setelah nasionalisasi dan kemerdekaan, grondkaart digunakan sebagai pedoman dalam penertiban aset PT Kereta Api Indonesia (Persero) akan tetapi kesulitan terjadi ketika terdapat sengketa akibat tidak dilakukan pengecekan atas perolehan tanah yang berada dalam grondkaart tersebut.

This paper analyzes the status of land that has been granted concession rights and the legality of grondkaart ownership by PT Kereta Api Indonesia (Persero), especially in the former Sultanate of Deli swapraja area according to Decision Number 808/PD.T/2019/PN.Mdn. This paper is prepared using doctrinal research methods. Concession is an agreement made by the government or head of the region together with private parties and or indigenous peoples, which specifically contains permission and limited authority by the local government. Grondkaart is a land map controlled by the railroad company during the colonial period and according to its function is a guideline in land tenure, one of which is in granting concessions. In practice, land after being granted concession rights in the Deli Sultanate area is not accommodated in the ownership arrangements in the Basic Agrarian Law, because the swapraja area itself has been abolished in the Basic Agrarian Law. As a result, there are difficulties in restoring the ownership rights of the Deli Sultanate community at this time for land that they own. Especially before there was nationalization which transferred their ownership to company assets that were previously Dutch companies including railroad companies. In practice at this time by the Indonesian railway company after nationalization and independence, grondkaart is used as a guideline in controlling the assets of PT Kereta Api Indonesia (Persero) but difficulties occur when there is a dispute due to not checking the acquisition of the land in the grondkaart."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Septiana
"Penelitian ini membahas mengenai peralihan aset rumah dinas eks Perusahaan Kereta Api Swasta Belanda hasil tindakan Nasionalisasi, tanpa melalui proses peralihan sesuai perundang-undangan yang berlaku. Perubahan status badan hukum dari Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), dahulu di bawah Departemen Perhubungan menjadi PT. KAI (Persero) di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara, tidak serta merta mengakibatkan asetnya ikut beralih. Kasusnya timbul ketika PT. KAI (Persero) mengeluarkan surat peringatan terhadap para penghuni rumah dinas eks perusahaan kereta api swasta Belanda tersebut karena tidak mau membayar sewa. Para penghuni menganggap bahwa PT. KAI (Persero) tidak berhak memungut sewa karena tanah dan rumah dinas tersebut menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku belum menjadi aset PT. KAI (Persero). Adapun permasalahan hukum yang diangkat dalam penelitian ini adalah tindakan yang dilakukan PT. KAI (Persero) dalam memanfaatkan, menguasai dan menyewakan aset rumah dinas eks perusahaan kereta api Belanda tersebut yang berdiri di atas tanah Hak Pakai atas nama PJKA cq Departemen Perhubungan RI. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan analisa data secara preskriptif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa peralihan aset dari perusahaan kereta api Belanda ke PT. KAI (Persero) belum sah dan valid, karena belum ada Peraturan Pemerintah yang menyatakan secara tegas bahwa terhadap aset tersebut sebagai penyertaan modal kepada PT. KAI (Persero). Sehingga, tindakan PT. KAI (Persero) memungut sewa serta memanfaatkan aset berupa rumah dinas, tidak dapat dibenarkan, karena status aset tersebut merupakan Barang Milik Negara, yang seharusnya hasil sewa disetorkan ke dalam kas Negara bukan kepada kas PT. KAI (Persero).

This research discusses the transfer of assets of the former Dutch Private Railway Company as a result of the nationalization, without going through the transition process in accordance with the applicable legislation. The legal entity status change of The Railway Company (PJKA), formerly under the Ministry of Transportation becoming PT. KAI (Persero) under the Ministry of State-Owned Enterprises, does not necessarily result in its assets being transferred. The case arises when PT. KAI (Persero) issued a warning letter to the residents of the former dutch private railway company's office house for not wanting to pay rent. The residents consider that PT. KAI (Persero) is not entitled to collect the rent since the land and the office house according to the prevailing laws and regulations have not become an asset of PT. KAI (Persero) yet. The legal issues raised in this study are actions taken by PT. KAI (Persero) in utilizing, controlling and renting the assets of the former Dutch railway company's office house which stands on the land of Hak Pakai on behalf of PJKA cq Ministry of Transportation. The research method used in this study is normative juridical with a prescriptive approach to data analysis. Based on the results of the study, it was concluded that the transfer of assets from Dutch railway companies to PT. KAI (Persero) is not yet valid, because there is no Government Regulation that explicitly states that the asset as a capital investment to PT. KAI (Persero). Thus, the actions of PT. KAI (Persero) collects leases and utilizes assets in the form of office houses, which cannot be justified, as the status of the asset is State Property, which should be the rental proceeds deposited into the State treasury instead of to the PT. KAI (Persero) treasuries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naomi Margaretha Hasianna
"Penelitian ini menganalisis kedudukan bank tanah sebagai pemegang hak pengelolaan tanah ditinjau dari hak menguasai negara dan hak bangsa Indonesia serta  prospek bank tanah di Indonesia dibandingkan dengan negara  Belanda dan Perancis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui studi dokumen untuk mendapatkan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep bank tanah dalam pengelolaan aset tanah negara diharapkan dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Landasan hukum penerapan konsep bank tanah dapat ditemukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD RI 1945 dan UUPA, yakni hak menguasai negara dan hak bangsa Indonesia. Penyelenggaraan Bank Tanah harus dilakukan secara independen dengan tetap mengacu pada hukum positif dan kebijakan pertanahan di Indonesia. Bank Tanah di Indonesia tidak boleh dilaksanakan oleh pihak swasta dan harus berasaskan keterbukaan, akuntabilitas dan non-profit oriented. Prospek Bank Tanah yang menguasai tanah hak pengelolaan harus selaras dengan politik pertanahan dalam konstitusi dan UUPA. Contoh Praktik di Belanda dan Perancis  bertujuan untuk pembangunan perumahan dan membantu para petani dengan cara jual beli tanah, sewa menyewa, dan konsolidasi tanah dapat menjadi prospek Bank Tanah di Indonesia. Saran dalam penerapan Bank Tanah ke depannya Pemerintah sekiranya dapat membuat prioritas utama diantara dua pilihan yaitu dalam rangka mewujudkan tujuan konstitusi  dan harus mempelajari pelaksanaan  Bank Tanah seperti yang telah dilakukan oleh negara Belanda dan Perancis.

This study analyzes the position of the land bank as the holder of land management rights in terms of state control rights and the rights of the Indonesian nation as well as the prospects of land banks in Indonesia compared to the Netherlands and France. This research uses normative juridical research methods through document studies to obtain secondary data. The results of this study indicate that the concept of a land bank in managing state land assets is expected to create social justice for all Indonesian people. The legal basis for the application of the land bank concept can be found in Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and the UUPA, namely the right to control the state and the rights of the Indonesian people. The operation of the Land Bank must be carried out independently by still referring to positive law and land policies in Indonesia. Land Banks in Indonesia should not be implemented by the private sector and must be based on openness, accountability and non-profit oriented. The prospect of a Land Bank controlling land with management rights must be in line with land politics in the constitution and the Agrarian Law. Practice examples in the Netherlands and France are aimed at helping farmers by buying and selling land, leasing, and consolidating land, which can be a prospect for Land Banks in Indonesia. Suggestions for implementing the Land Bank in the future, if the Government can make the main priority between two options, namely in order to realize the constitutional objectives and must study the implementation of the Land Bank as has been done by the Netherlands and France."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inka Kirana
"Sertipikat merupakan alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang kuat bagi pemegang haknya.Sertipikat ganda adalah satu bidang tanah diuraikan dalam dua sertipikatatau lebih yang berlainan datanya.Sertipikat ganda membawa dampakketidakpastian hukum, sehingga tidak jarang terjadi sengketa diantara para pihakbahkan sampai ke Pengadilan. Salah satu contoh yaitu kasus tumpang tindih atas kepemilikan suatu bidang tanah yangdiselesaikan melalui Pengadilan adalah sebagaimana terdapat Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 96 PK/TUN/2007yang terjadi di Desa Citeureup, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, dimana pada bidang-bidang tanah yang sama,dan sebelumnya telah diterbitkan Sertipikat Hak Milik, diterbitkan Sertipikat Hak Milik yang baru.
Dari hasil analisis terhadap Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 96 PK/TUN/2007,dapat diketahui bahwa terjadinya kasus tumpang tindihantara Hak Milik No. 526/Desa Citeureup dan Hak Milik No. 20/Desa Citeureupdengan Hak Milik No. 00825/Desa Citeureup dan Hak Milik No. 00826/Desa Citeureup, disebabkan tidak dilaksanakannya pendaftaran tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bandung sesuai dengan tata cara dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Penyelesaiansengketa dalam kasus ini dilakukan melalui jalur Peradilan (litigasi).

Certificate serves as a strong evidence for ownership of land by its owner. Double certificate is a plot of land described in two or more certificates which have different data. Double certificate might cause legal uncertainty, thus many disputes occur between the parties on this issue which even have to be settled in the Court. One of the sample of case on overlapping of ownership of a plot of land settled through the Court is as stipulated in Supreme Court Judicial Review Decision No. 96 PK/TUN/2007happened in DesaCiteureup, Regency of Bandung, West Java Province, whereby Certificates of Ownership have been previously issued for the same plots of land, and then new Certificates of Ownership were issued.
Based on the result of the analysis on the Supreme Court Judicial Review Decision No. 96 PK/TUN/2007, the overlapping between Ownership of Right No. 526/DesaCiteureupand Ownership of Right No. 20/DesaCiteureupwithOwnership of Right No. 00825/DesaCiteureupand Ownership of Right No. 00826/DesaCiteureup, is due to the fact that land registration process was not properly implemented in accordance with the procedure stipulated in Government Regulation No. 24 of 1997 regarding Land registration and Agrarian Minister/Head of National Land Agency Regulation No. 3 of 1997 regarding Implementation Regulation of Government Regulation No. 24 of 1997 by the Head of Land Office of Bandung Regency. The dispute in this case was settledthrough court (litigation)."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T32627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Hayati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perkara perpanjangan Hak Guna Bangunan atas tanah bersama yang berada di atas tanah Hak Pengelolaan. Perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut harus disetujui oleh Pemegang Hak Pengelolaan. Namun pada kasus dalam penelitian ini, PERUM PERUMNAS sebagai pemegang Hak Pengelolaan tidak memberikan persetujuan tersebut sehingga perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan atas Rumah Susun Kebon Kacang tersebut terhambat hingga sekarang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris analitis. Hasil penelitian menyarankan hendaknya faktor-faktor non hukum dihilangkan dalam proses perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut. Tesis ini menyimpulkan bahwa PERUM PERUMNAS tidak lagi sebagai pemegang Hak Pengelolaan karena tugas dan fungsinya telah selesai sehingga persetujuan dari PERUM PERUMNAS tersebut tidak diperlukan lagi. Hasil penelitian menyarankan hendaknya faktor-faktor non hukum dihilangkan dalam proses perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut sehingga proses perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan dapat segera terselesaikan.

ABSTRACT
This thesis is discussing about the case of building rights title extension on joint land which above the land rights management. The extension of land rights certificate must approved by the right holder. However, in this case of the research, PERUM PERUMNAS as the right holder does not give approval as of building rights title extension of Kebon Kacang flats is hampered until now. This research is using normative juridical method which is explanatory analytics. The result of this research is to recommend removing non-legal factors in the extension process of Land Rights Certificate. This thesis is concluded that PERUMNAS is no longer holding the rights management because of the working period and function has finished so the approval from PERUM PERUMNAS is no longer needed. Result of the research is recommended non-legal factors should be removed in extension process of Land Rights Certificate so the extension process immediately completed.
"
2016
T46605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>