Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutianto Suryali
"Rumah sakit sebagai industri jasa yang padat modal dan padat karya, sekarang mengalami suatu masa baru yang penuh dengan persaingan. Hal ini disebabkan oleh karena banyaknya rumah sakit baru, tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menuntut haknya sebagai konsumen dan mulai berkembangnya asuransi kesehatan yang mempunyai kekuatan untuk menekan rumah sakit. Mutu pelayanan, terutama mutu teknis medis, mempunyai peranan penting untuk memenangkan persaingan tersebut. Salah satu cara untuk mengetahui mutu teknis medis suatu rumah sakit, adalah dengan menilai hasil tindakan bedah, yang dalam penelitian ini diambil kasus apendisitis akut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang mutu pelayanan bedah apendiks, yaitu ketepatan diagnosanya dan faktor-factor yang mempengaruhinya. Penelitian bersifat deskriptif, berdasarkan data sekunder yang berasal dari rekam medik pasien yang mengalami apendektomi dengan diagnosa Apendisitis Akut. Jumlah sampel sebesar 148 orang pasien, yang diambil secara acak sederhana.
Analisa statistik yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat yang terdiri dari analisa tabel silang dan chi-square, yang kemudian dilanjutkan dengan analisa multivariat dengan mempergunakan regresi logistik multipel (ganda).
Hasil penelitian menunjukkan ketepatan diagnosa Apendisitis Akut di rumah sakit Pondok Indah masih kurang dibandingkan dengan yang dianjurkan oleh Storer. Terdapat 3 -Faktor yang mempengaruhi ketepatan diagnosa Apendisitis Akut yaitu umur pasien, lama bekerja dokter dan kriteria diagnosa. Ketepatan diagnosa pada pasien yang berumur 0 - 12 tahun kurang dibandingkan dengan diagnosa pada pasien yang berumur lebih dari 12 tahun. Ketepatan diagnosa dokter yang telah bekerja lebih dari 15 tahun kurang dibandingkan dokter yang bekerja kurang dari 15 tahun. Kriteria diagnosa IV, yaitu nyeri tekan dan nyeri lepas diperut kanan bawah, merupakan kriteria diagnosa yang paling tepat untuk menegakkan diagnosa Apendisitis Akut.
Berdasarkan hasil penelitian ini dikemukakan beberapa saran. Pertama penegakan diagnosa Apendisitis Akut pada pasien yang berumur kurang atau sama dengan 12 tahun perlu dilakukan dengan lebih seksama, sampai gejalanya menunjukkan indikasi yang kuat. Kedua, gejala nyeri tekan yang disertai dengan nyeri lepas di perut kanan bawah dapat dipakai sebagai kriteria untuk menegakkan diagnosa Apendisitis Akut. Ketiga, rumah sakit yang bersangkutan perlu segera untuk membentuk dan mengaktifkan Komite Menjaga Mutu.

A Hospital, being capital and labor intensive service industry is now entering a new era of great competition. Several factors caused this situation, particularly the emergence of new hospitals, the increased of Public demand on their rights as consumers and the development of Health Insurance industry. The quality of service, especially those technical and medical services, holds an important role to win the competition. In order to asses the quality of medical services in a hospital, one may asses the result of surgery, which in this study is represented by Appendicle surgery.
The purpose of this research is to obtain the information on the quality of Appendicle Surgery, the accuracy of diagnosis of Acute Appendicitis and factors that influence it. This research is descriptive in characteristics, based on secondary data taken from the Medical Record of patients undergoing appendectomy with Acute Appendicitis diagnosis where 148 sample are chosen randomly.
Methods of statistical analysis used included univariate and bivariate analyses based on Crosstab analysis and chi-Square test and Multiple Logistic Regression is selected for multivariate analysis.
The result shows that the -diagnosis accuracy of Acute Appendicitis in Pondok Indah Hospital is slightly below the required-standard (77 % out of 800 7. - 90 7. ). There are three factors related to the diagnosis accuracy, namely patient's age, doctor's length of service and Criteria for diagnosis. Patients under or of 12 years are less accurately diagnosed than those above 12 years of age. Doctors with length of service for 15 years or more make less accurate diagnosis than those with 6 to 15 years of service. The fourth criteria for diagnosis namely pressure and rebound tenderness in the lower right part of abdomen is the best diagnosis criteria available for Acute Appendicitis.
Based on obtained results, it is suggested that patients between 0 to 12 years of age should be diagnosed with greater caution, until the symptoms are presenting apparently. Pressure and rebound tenderness in the lower right part of abdomen can be used as a diagnosis criterion for Acute Appendicitis. It is in need to get a Quality Assurance Committee to be formed and activated.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhila Nuhanisa Radian
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara trait emotional intelligence dengan lamanya individu mengikuti pendidikan musik klasik. Dalam Data diambil dari sekolah musik yang secara khusus mengajarkan musik klasik. Penelitian ini menggunakan partisipan sebanyak 52 orang, dengan lama belajar musik klasik minimal 5 tahun. Untuk mengukur trait emotional intelligence, penulis menggunakan Trait Emotional Intelligence-Short Form (TEIQue-SF) yang dikembangkan oleh Petrides dan Furnham. Hasil dari penelitian menunjukkan ada korelasi yang signifikan sebesar 0.397 antara trait emotional intelligence dengan lamanya individu mengikuti pendidikan musik klasik.

The objective of this study is to find out the relationship between trait emotional intelligence and the length of classical music education. Participants were taken from music schools which are specilized in teaching classical music. This study involved 52 participants, with at least 5 years of classical music training. Trait emotional intelligence was measured by Trait Emotional Intelligence-Short Form (TEIQue-SF) that developed by Petrides and Furnham. The result showed that there was a 0.397 significant relationship between trait emotional intelligence and length of classical music training.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55313
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafiq Hibatullah
"Didorong terutama oleh penggunaan lithium-ion battery untuk kendaraan listrik, permintaan litium diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat dan melebihi pasokannya pada tahun 2025. Ekstraksi litium dari brine water menjadi hal yang sangat penting karena hampir 80% dari total cadangan litium global berasal dari brine water. Tantangan terberat dalam melakukan proses ekstraksi pada brine water adalah sifat litium dan magnesium yang mirip sehingga sulit dipisahkan. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh proses pencucian menggunakan amonia dengan bantuan gelombang ultrasonik. Metode yang digunakan yaitu proses presipitasi menggunakan natrium silikat pada kondisi optimum (F-560) untuk memisahkan litium dan magnesium dan metode pencucian menggunakan amonia dengan bantuan gelombang ultrasonik. Penelitian ini menggunakan variabel konsentrasi amonia 0, 1, dan 3 molar, amplitudo ultrasonik 20, 30, dan 40%, temperatur ultrasonik 30, 40, dan 50oC, dan waktu percobaan 1, 5, dan 10 menit. Faktor dan level percobaan tersebut dioptimasi menggunakan metode Taguchi untuk mendapatkan parameter optimalnya, sedangkan kontribusi masing-masing parameter proses diamati dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Parameter optimal untuk mendapatkan nilai minimum pada rasio Mg/Li yaitu dengan konsentrasi amonia 3 molar, amplitudo 40%, temperatur 40°C, dan waktu percobaan 1 menit. Persentase kontribusi untuk setiap parameter yaitu 81,50% untuk konsentrasi amonia, 5,82% untuk amplitudo, 1,83% untuk temperatur, dan 5,54% untuk waktu dengan kontribusi error 5,29%. Parameter temperatur menjadi satu-satunya parameter yang tidak signifikan terhadap hasil, yang membuatnya lebih memiliki fleksibilitas dalam proses seleksi.

Driven primarily by the use of lithium-ion batteries for electric vehicles, demand for lithium is expected to triple and exceed supply by 2025. Extraction of lithium from brine water is very important because almost 80% of the total global lithium reserves come from brine water. The toughest challenge in carrying out the extraction process in brine water is the similar nature of lithium and magnesium so it is difficult to separate them. The purpose of the study was to determine the effect of the washing process using ammonia with the help of ultrasonic waves. The method used is a precipitation process using sodium silicate at optimum conditions (F-560) to separate lithium and magnesium and a washing method using ammonia with the help of ultrasonic waves. This study used variable concentrations of ammonia 0, 1, and 3 molar, ultrasonic amplitude 20, 30, and 40%, ultrasonic temperature 30, 40, and 50°C, and experimental time of 1, 5, and 10 minutes. The factors and levels of the experiment were optimized using the Taguchi method to obtain the optimal parameters, while the contribution of each process parameter was observed using Analysis of Variance (ANOVA). The optimal parameters to obtain the minimum value for the Mg/Li ratio are 3 molar ammonia concentration, 40% amplitude, 40°C temperature, and 1 minute experiment time. The percentage contribution for each parameter is 81.50% for ammonia concentration, 5.82% for amplitude, 1.83% for temperature, and 5.54% for time with an error contribution of 5.29%. The temperature parameter is the only parameter that is not significant to the results, which makes it more flexible in the selection process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akmal Fagih
"Brine water merupakan sebuah larutan kaya mineral dan berpotensi menjadi salah satu sumber daya alam litium. Salah satu proses ekstraksi litium dari brine water adalah proses presipitasi magnesium dengan larutan natrium silikat. Metode presipitasi ini mempunyai masalah dimana beberapa kadar litium ikut terendapkan pada MgSiO3 sehingga diperlukan proses recovery litium. Penelitian ini bertujuan untuk me-recovery litium dari padatan MgSiO3 dengan menggunakan larutan amonia (NH3) sebagai media pelindian yang ramah lingkungan sehingga menghasilkan filtrat dengan nilai rasio antara magnesium dan litium (rasio Mg/Li) yang kecil. Pada penelitian ini, pelindian padatan MgSiO3 ditinjau dari 3 variabel yaitu konsentrasi larutan amonia (1, 3, 5 M), Temperatur (30, 60, 90°C) dan waktu (20, 60, 180 menit). Faktor dan level dioptimasi dengan metode taguchi dan hasil penelitian diamati dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Hasil Penelitian menunjukan bahwa pelindian padatan MgSiO3 dengan konsentrasi larutan amonia 5 M, temperatur pelindian 90°C, dan waktu pelindian 180 menit merupakan kondisi yang optimum. ANOVA menunjukan persentase kontribusi pada setiap variabel dengan 58,56% untuk konsentrasi amonia, 22,37% untuk temperatur, dan 3,24% untuk waktu dan kontribusi error sebesar 15,83%. Dalam penelitian ini, pelindian dengan kondisi optimum (konsentrasi larutan amonia 5 M, temperatur pelindian 90°C, dan waktu pelindian 180 menit) dari padatan MgSiO3 menghasilkan filtrat dengan kadar litium sebesar 0,078 ppm, kadar magnesium sebesar 0,014 ppm dan rasio Mg/Li sebesar 0,181. Metode ini dapat menjadi salah satu metode untuk recovery litium dari endapan MgSiO3 dan mendorong pemanfaatan brine water sebagai sumber daya litium.

Brine water is a mineral-rich solution and has the potential to be a natural resource for lithium. One of the lithium extraction processes from brine water is the magnesium precipitation process with sodium silicate solution. This precipitation method has a problem where some levels of lithium are also deposited on MgSiO3 and lithium recovery process is needed. This study aims to recover lithium from precipitate MgSiO3 by using an ammonia solution (NH3) as an environmentally friendly leaching medium to produce a filtrate with a small ratio between magnesium and lithium (Mg/Li ratio). Several researchers have successfully researched leaching lithium with ammonia solution on used lithium-ion batteries. In this research, leaching precipitate MgSiO3 are reviewing from 3 variables: there are concentration of ammonia solution (1, 3, 5 M), leaching temperature (30, 60, 90°C) and leaching time (20, 60, 180 minutes). Factors and levels are optimized using the Taguchi method and the results is analyzing by Analysis of Variance (ANOVA). The results showed that the solid leaching of MgSiO3 with ammonia solution concentration of 5 M, leaching temperature 90°C, and leaching time of 180 minutes were the optimum conditions. ANOVA shows the percentage contribution for each variable, there are 58.56% for ammonia concentration, 22.37% for temperature, and 3.24% for time with an error contribution 15.83%. In this research, leaching under optimum conditions (concentration of 5 M ammonia solution, leaching temperature of 90°C, and leaching time of 180 minutes) of solid MgSiO3 produced a filtrate with 0.078 ppm of lithium, 0.014 ppm of magnesium, and Mg/Li ratio is 0.181. This method can be one of the methods for lithium recovery from MgSiO3 deposits and encourage the use of brine water as a lithium resource."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rahman
"Disertasi ini membahas mengenai Penataan Maluku Utara pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda yang berdampak pada berakhirnya Kerajaan Loloda di Pesisir Pantai Barat Laut Halmahera. Lingkup temporal kajian disertasi ini dimulai dari 1817 sampai pada berakhirnya masa pemerintahan Kerajaan Loloda di Halmahera Utara pada 1915. Pada 1817 Belanda kembali mengambil alih kekuasaan atas seluruh Kawasan Laut dan Kepulauan Maluku dari kekuasaan Pemerintahan Kolonial Inggeris. Segera setelah itu, Pemerintah Kolonial Belanda, langsung membuat tiga kontrak pertama dengan para raja dan sultan serta penguasa-penguasa pribumi lainnya di Maluku Utara, terutama dengan Ternate, Tidore, dan Bacan. Tiga kontrak pertama itu adalah Kontrak 1817, 1822, dan 1824 yang melibatkan raja dan penguasa Loloda di dalamnya. Ketiga kontrak pertama itu dijadikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai dasar pembuatan kontrak-kontrak politik selanjutnya untuk menata Maluku Utara. Setelah dikaji secara mendalam, nampak terlihat bahwa substansi setiap kontrak tersebut hampir semuanya hanya menguntungkan pihak Pemerintah Kolonial Belanda.
Terdapat empat aspek utama yang ditata oleh Belanda dalam setiap kontrak yang disepakatinya dengan para raja dan Sultan di Maluku Utara itu, yakni: 1) wilayah; 2) politik pemerintahan; 3) ekonomi dan perdagngan; dan 4) sosial budaya dan keagamaan. Selama dalam masa kekuasaannya di Maluku Utara Pemerintah Kolonial Belanda telah melakukan sebanyak tiga kali penataan wilayah pemerintahan termasuk daerah-daerah di sepanjang Pesisir Pantai Barat Halmahera yang dikuasai Kerajaan Loloda. Periodisasi penataan pemerintahan atas Maluku Utara yang dimaksud adalah: pertama, periode 1817—1865; kedua, periode 1866—1897; dan yang ketiga, periode 1898—1908. Dalam penataan kedua dan ketiga, Pemerintah Kolonial Belanda melakukan pengambilalihan dominasi Raja Loloda, Sultan Ternate, dan penguasa pribumi Maluku Utara lainnya atas hak kepemilikan dan pengelolaan potensi ekonomi sumber daya alam khususnya lahan hutan, pertanian, dan perkebunan yang menghasilkan komoditi perdagangan menguntungkan bagi para Pengusaha Kolonial Belanda. Dampak yang ditimbulkan oleh Penataan Maluku Utara oleh Pemerintah Kolonial Belanda dalam bidang politik dan ekonomi menimbulkan penentangan penduduk Loloda dengan tindakan perlawanan pimpinan Kapitan Sikuru pada 9 Februari 1909. Perlawanan itu timbul karena faktor pemungutan pajak, pengerahan tenaga kerja, dan persoalan konversi agama sebagai konsekuensi dari penataan Maluku Utara. Setelah Pemerintah Kolonial Belanda berhasil menumpas perlawanan itu, Kerajaan Loloda kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda seiring dengan meninggalnya Raja Loloda terakhir, Kolano Syamsuddin Syah (1906—1909) pada 1915. Peristiwa pembubaran itu menyebabkan Kerajaan Loloda mengalami kemerosotan entitas politik dan degradasi kedaulatan, yang berujung pada berakhirnya kerajaan tersebut di pesisir pantai barat laut Halmahera.

This dissertation discusses the structuring of North Maluku during the Dutch Colonial Government which had an impact on the end of the Loloda Kingdom on the West Coast of Halmahera. The temporal scope of this dissertation study began from 1817 until the end of the reign of the Kingdom of Loloda in North Halmahera in 1915. In 1817 the Dutch again took power over the entire Sea Zone and the Maluku Islands from the British Colonial Government. Soon after, the Dutch Colonial Government immediately made the first three contracts with kings and sultans and other indigenous rulers in North Maluku, especially with Ternate, Tidore, and Bacan. The first three contracts were Contracts 1817, 1822 and 1824 involving the king and the ruler of Loloda in them. The three contracts were made by the Dutch Government as the basis for making further contracts to organize North Maluku. After being studied in-depth, it seems that the substance of each contract is almost all of which only benefits the Dutch East Indies Colonial Government.
There are four main aspects arranged by the Dutch in each contract that he agreed with the Sultan of North Maluku, namely: 1) territory, 2) government politics, 3) economy and trade, and 4) social culture, and religion. During his reign in North Maluku, the Dutch East Indies Colonial Government had conducted three times the arrangement of government areas including areas along the Western Coast of Halmahera which were controlled by the Kingdom of Loloda. The period of governance arrangement in North Maluku is: first, the period 1817-1865; second, the period 1866-1897; and the third, the period 1898-1908. In the second and third arrangements, the Dutch Colonial Government seized the domination of King Loloda, Sultan of Ternate, and other indigenous rulers of North Maluku over ownership rights and management of the economic potential of natural resources, especially forest land, agriculture, and plantations which produced profitable trading commodities for the Dutch Businessman. The impact caused by the North Maluku Colonial Arrangement by the Dutch Colonial Government in the political and economic fields caused opposition to the population of Loloda with the Kapitan Sikuru leadership on 9 February 1909. The resistance arose because of tax collection, labor mobilization, and the problem of religious conversion as a consequence of the arrangement of North Maluku. After the Dutch Colonial Government succeeded in quelling the resistance, the Loloda Kingdom was later dissolved by the Dutch Colonial Government along with the death of the last King Loloda, Kolano Syamsuddin Syah (1906-1909) in 1915. The dissolution incident caused the Loloda Kingdom to experience a decline in political entities and the degradation of sovereignty, which led to the end of the kingdom on the Northwest Coast of Halmahera."
2019
D2775
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St Prabawa Dwi Putranto
"Bangsa Indonesia berkembang di wilayah kepulauan di garis khatulistiwa. Kontak budaya dan sejarah yang panjang telah banyak meninggalkan warisan budaya, yang sebagian besar terpendam di dalam tanah dan tenggelam di dasar laut. Warisan budaya bawah air di Indonesia berjumlah cukup banyak, salah satunya terdapat di perairan Kepulauan Karimunjawa dan telah teridentifikasi tinggalan budaya sebanyak 10 situs, yaitu Situs Geleang, Situs Menyawakan, Situs Kumbang, Situs Parang, Situs Indonor, Situs Genteng, Situs Seruni, Situs Genting, Situs Kapal Mati, dan Situs Pulau Nyamuk. Situs-situs tersebut perlu untuk dilestarikan karena memiliki nilai penting dan memiliki potensi yang besar sebagai sumber daya budaya. Untuk menjaga nilai-nilai yang terkadung dalam sumber daya budaya bawah air di Kawasan Kepulauan Karimunjawa, diperlukan upaya pelestarian sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang mencakup upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungannya bagi masa mendatang.
Upaya perlindungan terhadap Kawasan Karimunjawa saat ini dilakukan oleh Balai Taman Nasional Karimunjawa yang memiliki tugas melakukan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Akan tetapi pelestarian terhadap sumber daya budaya bawah air Karimunjawa belum dilakukan secara menyeluruh, sehingga diperlukan pengelolaan kawasan untuk melestarikan baik sumber daya alam dan sumber daya budaya. Untuk menentukan bentuk pengelolaan dilakukan analisis TOWS dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal dari pengelolaan yang sekarang sudah dilakukan, maka direkomendasikan model manajemen sumber daya budaya bawah air yang berjalan bersama-sama dengan pelestarian sumber daya alam. Selanjutnya model ini diuji kembali menggunakan analisis SWOT sehingga dihasilkan model manajemen yang tepat dan teruji.

Indonesian people thrive in an archipelago in the the equator.A long cultural contact and history have left many cultural heritage, most of them are buried underground and sunk underwater of the sea. Indonesia has a lot of underwater cultural heritage, some of them are located in Karimunjawa Archipelago. There are 10 sites which are Geleang Sites, Menyawakan Sites, Kumbang Sites, Parang Sites, Indonor Sites, Genteng Sites, Seruni Sites, Genting Sites, Kapal Mati Sites, dan Pulau Nyamuk Sites. These sites needs to be preserved because of their potential as an underwater cultural resource. To maintain its values, cultural resource in Karimunjawa, needs to preserved according to the Law Number 11 Year 2010 of Cultural Heritage which consist of protection, development, and utilization in order to maintain its continuity for future generation.
Protection effort to the Karimunjawa now is done by the National Park that has the duty to conserve the natural resource and its ecosystem. However the preservation of underwater cultural resource of Karimunjawa have been entirely done, so it needs a management to preserve both natural and cultural resource. To determine the management this research uses TOWS analysis that consider the internal and eksternal factor of the recent management. So this research recommend a cultural resource management model that be in accordance with the conservation of natural resource. And yhen this model is retested using SWOT analysis to obtain an appropriate and a tested management model."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2294
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library