Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irwan Widjaja
"Ekstrak Phaseolus vulgaris merupakan ekstrak dan kacang jenis White kidney bean. Ekstrak ini digunakan sebagai suplemen untuk menurunkan berat badan, dengan cara menghambat penyerapan karbohidrat melalui hambatan enzim aamilase. Sudah pemah dilakukan penelitian menggunakan ekstrak Phaseolus vulgaris terhadap penghambatan absorpsi karbohidrat dengan menggunakan roti putih, namun belum ada penelitian pada manusia yang menilai efek ekstrak Phaseolus vulgaris terhadap penyerapan karbohidrat setelah makan nasi.
Tujuan penelitian: Mengetahui berapa besar ekstrak Phaseolus vulgaris menurunkan absorpsi karbohidrat pada sukarelawan Indonesia yang makan nasi.
PeneIitian ini menggunakan desain menyilang, acak, tersamar ganda, berpembanding plasebo dengan washout 1 minggu. Dilakukan pada 18 orang sukarelawan sehat. Ekstrak Phaseolus vulgaris 1,5 gram atau plasebo diberikan tepat sebelum makan nasi. Sampel darah diambil pada waktu-waktu tertentu sampai 4 jam setelah makan nasi. Sebagai parameter absorpsi karbohidrat adalah luas area di bawah kurva kadar gula darah terhadap waktu (AUC 0-4 jam) yang dihitung secara trapezoidal. Absorpsi karbohidrat yang dimakan bersama ekstrak Phaseolus vulgaris dan absorpsi karbohidrat yang dimakan bersama plasebo, dibandingkan dengan menggunakan uji t berpasangan.
Hasil penelitian menunjukkan setelah pemberian ekstrak Phaseolus vulgaris, terjadi penurunan absorpsi karbohidrat yang ditunjukkan dengan penurunan AUC04 jam rerata 9,50 % dengan kisaran 1,05 % dan 19,37 % ,dibandingkan sewaktu mendapat plasebo. Penurunan ini bermakna secara statistik (p<0,001). Puncak kadar gula darah tercapai pada menit ke-60 setelah makan nasi, sedangkan hambatan absorpsi karbohidrat yang ditunjukkan dengan kadar gula darah sudah mulai terlihat pada menit ke-30, dengan penurunan kadar gula darah yang terlihat cukup besar pada menit ke-45 sampai menit ke-60 setelah makan nasi.
Kesimpulan : Penggunaan ekstrak Phaseolus vulgaris dengan dosis 1,5 gram pada sukarelawan sehat Indonesia yang makan nasi, dapat menurunkan absorpsi karbohidrat dengan kisaran 1,05 % dan 19,37%, rerata 9,50 %.

Background : Phaseolus vulgaris extract is a water-extract of a common white kidney bean. As supplement, this extract potentially promote weight loss. Its use is based on it inhibitors of amylase activity content that cause reduction of starch digestion and reduce carbohydrate uptake. Clinical studies have used Phaseolus vulgaris extract inhibit carbohydrate absorption of white bread, but .no clinical studies have been done after rice intake:
Purpose : To study how much Phaseolus vulgaris extract can reduce for carbohydrate absorption in healthy Indonesian volunteer rice intake.
Methods : Thirteen males and five males (ages 18 to 56) were screened to participate in a randomized, double-blind, placebo-controlled, crossover study after the informed consent. One and half gram Phaseolus vulgaris extract or placebo given concurrently by rice meal. Plasma glucose in IV blood were measured every 15 minutes on first hour, 20 minutes on second, and 30 minutes on third and fourth for 4 hours by a colorimetric enzyme kit (GOD FS Diasys®) after meal. The parameter for carbohydrate absorption is the Area Under Curve for 4 hours (AUC 0-4 hours). Carbohydrate absorption after Phaseolus vulgaris extract and after placebo were compared by paired-t test.
Result : After taking Phaseolus vulgaris extract, carbohydrate absorption was reduce, the Area Under Curve for 4 hours range (AUC0-4 hours) average 9.50 % ( 1.05 % and 19.37 %), compared with placebo. The reduction is statistically significant (p
Conclusion : One and half gram Phaseolus vulgaris extract can reduce the carbohydrate absorption with range 1.05 % and 19.37%, average 9.50 %, after rice meal in healthy Indonesian volunteer."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T 17672
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsudin
"Ruang lingkup dan cara penelitian:
Kurkumin merupakan zat warna kuning yang terdapat dalam berbagai spesies kurkuma seperti: Curcuma Tonga L, Curcuma xantorrhizae roxb dan digunakan dalam obat tradisional untuk penyakit hati. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kurkumin dapat mencegah kerusakan hati yang diinduksi oleh CCL4, galaktosamin dan parasetamol dosis tinggi. Dari penelitian ini tampak bahwa efek kurkumin agaknya berdasarkan efek antioksidannya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh pemberian kurkumin terhadap aktivitas enzim antioksidan yang terdapat di mitokondria seperti glutation peroksidase (GPx dan glutation reduktase (GR) disamping itu untuk mengamati kerusakan oksidatif mitokondria hati tikus yang terisolasi yang diinduksi oleh butil hidroperoksida tersier (t-BHP). Efek proteksi kurkumin dilihat dari peningkatan aktivitas GP, dan GR. Isolasi mitokondria dilakukan dengan cara sentrifugasi bertingkat. Fraksi mitokondria yang diperoleh dilakukan pengukuran aktivitas glutation reduktase (GR) dan glutation peroksidase (GPx). Pengukuran dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 340 ηm.
Hasil dan kesimpulan :
Mitokondria yang diisolasi cukup baik (RSA untuk SDH = 34,24). Pemberian t-BHP 200 µM dan 400 µM dapat menurunkan aktivitas glutation reduktase dan glutation peroksidase dari 15 ± 3 nmol/min/mg protein menjadi 6 ± 1 nmol/min/mg protein dan 0,29 ± 0,03 µmol/min/mg protein menjadi 0,04 ± 0,01 µmol/min/mg protein. Pemberian kurkumin dengan dosis 60 µM dapat meningkatkan aktivitas glutation reduktase dari 6 ± 1 nmol/min/mg protein menjadi 16 ± 3 nmol/min/mg protein dan pemberian kurkumin dengan dosis 1000 µM dapat meningkatkan aktivitas enzim glutation peroksidase dari 0,04 ± 0,01 µmol/min/mg protein menjadi 0,016 ± 0,002 gmol/min/mg protein. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kurkumin dapat melindungi kerusakan mitokondria pada rentang dosis 60-1000 µM.

Reductase Enzyme's Activity in Rat Liver Mitochondria Affected By t-BHP OxidantDimension and method study. Curcumin is the yellow substance of various Curcuma sp. Such as Curcuma longa L, Curcuma xantorrhizae roxb which traditionally used to cure liver ailments. Several studies show that curcumin can prevent CCl4, galactosamin and high dose paracetamol induced liver damage and indicted its antioxidant role in that part. This present study was conducted to obtain further information regarding the effect of instilled curcumin toward the antioxidant enzymes present in mitochondria, gluthatione peroxidase and gluthatione reductase and to observe the oxidative damage of the isolated rat liver induced by t-BHP. Curcumin's protective effect is shown by the gluthatione peroxidase and gluthatione reductase increase activity. Mitochondria isolation was done by fractionated centrifugation. Mitochondria fraction obtained was subjected to gluthatione peroxidase and gluthatione reductase activity determination, which was procured spectrophotometrically at wavelength 340 ηm.
The Result and Conclusion:
The isolated mitochondria was good(RSA for SDH =34,24). Instillation of t-BHP 200 µM and 400 µM reduced GPx and GR activity from l5 ± 3 nmol/min/mg protein to 6 ± 1 nmol/min/mg protein and from 0,29 ± 0,03 nmol/min/mg protein to 0,04 ± 0,01 nmol/min/mg protein. Instillation of curcumin at 60 µM dosage increased the GR's activity from 6 ± 1 nmol/min/mg protein to 16 ± 3 nmol/min/mg protein, while a 1000 µM dosage increased the GPx's enzyme activity from 0,04 ± 0,01 nmol/min/mg protein to 0,016 ± 0,002 nmol/min/mg protein. These studies showed that curcumin can prevent mitochondria damage at dose range of 60-1000 µM."
2001
T8339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nangoy, Edward
"Latar belakang: Stroke selalu menempati urutan pertama jumlah penderita rawat inap di pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia. Keragaman faktor risiko dan penyakit penyerta menyebabkan farmakoterapi pasien stroke menjadi kompleks, bervariasi, dan dapat menimbulkan masalah terkait obat seperti ketepatan indikasi, polifarmasi, interaksi, dan efek samping obat.
Tujuan: Penelitian observasional retrospektif ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan obat pada pasien stroke rawat inap di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada periode bulan Juli-Desember 2013 dalam hal ketepatan indikasi, dosis, lama penggunaan, efek samping, dan kemungkinan interaksi obat.
Metode: Semua pasien stroke rawat inap pada periode bulan Juli-Desember 2013 yang rekam mediknya dapat ditelusuri dievaluasi pengobatannya. Ketepatan indikasi, dosis, lama penggunaan, efek samping, dan kemungkinan interaksi obat dinilai berdasarkan standar pelayanan medik RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou, berbagai literatur dan buku teks.
Hasil: Dari 127 pengobatan kasus stroke yang dapat dievaluasi, terdapat 762 penggunaan obat yang 61,5% di antaranya tepat indikasi, 35,2% kurang tepat indikasi, dan 3,30% tidak tepat indikasi. Dari penggunaan obat yang tepat indikasi, 89,6% di antaranya tepat dosis, 10,2% dosis subterapi, 0,20% dosis berlebih, 59,5% tepat lama penggunaan, 9,60% tidak tepat lama penggunaan dan 30,9% tidak dapat dinilai lama penggunaannya. Didapatkan 68,3% penggunaan ranitidin dengan indikasi kurang tepat. Frekuensi terbanyak (28,3%) jumlah jenis obat yang dipakai ialah 5 jenis. Interaksi antar obat potensial didapatkan pada 33 kasus (4,30%) dan kemungkinan kejadian efek samping obat didapatkan dua kasus (2,62%). Didapatkan 21,6% kasus stroke iskemik yang tidak mendapat terapi aspirin.
Kesimpulan: Ketepatan indikasipenggunaan obatpada pasien stroke rawat inap di RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou Manado masih perlu ditingkatkan. Ketidak tepatan indikasi ini berkaitan dengan penggunaan obat yang bukti ilmiahnya masih kurang atauindikasinyakurangtepat.

Background: Stroke is the most common disorder in patients hospitalized in Indonesia neurology centers. Various risk factors and comorbidities in patients with stroke may lead to a complex drug therapy that result in drug-related problems such as the inappropriateness of indications, polypharmacy, interactions, and adverse reactions.
Aim: This retrospective observational study was performed to evaluate drug therapy in stroke patients hospitalized at the Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Hospital within the period of July-December 2013 in terms of the appropriateness of the indications, dosages, duration of use, potential drug interactions and adverse drug reactions.
Methods: Drug therapy in stroke patients hospitalized within the period of JulyDecember 2013 and had traceable medical records were evaluated. The appropriateness of the indications, dosages, duration of use, potential drug interactions and adverse drug reactions were determined based on the Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Hospital medical services standard, literature and text books.
Results: Of the 127 evaluable stroke cases, there were 762 drug utilization, with 61.5%, 35.2%, and 3.30% of them given for appropriate, less appropriate, and not appropriate indications, respectively. Among drugs given for appropriate indications, 89.6%, 10.2.%, and 0.20% were given at appropriate, under, and over doses, respectively, while 59.5%, 9.60%, and 30.9% were given with appropriate, less appropriate, and undetermined duration of therapy, respectively. Less appropriate indication for using ranitidine was 68.3%. The number of drug most oftenly given to the patients was 5 (28.3%). The percentage of potential drug interactions and possible adverse drug reactions were 4.30% and 2.62%, respectively. Among patients with ischaemic stroke, 21.6% were not treated with aspirin.
Conclusion: The appropriateness of indication of drug therapy in stroke patients hospitalized at the Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Hospital needs to be improved. Inappropriate drug therapy was related to the use of drugs lacking the scientific evidence, or given without clear indications."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library